Nim : 220401110259
A. Sejarah
Sejarah dimulai saat Nabi Muhammad SAW. Diangkat menjadi Rasul di kota Mekkah.
Pada masa itu Nabi Muhammad memiliki kewajiban untuk menyiarkan agama Islam dan menjadi
pemimpin bagi pengikutnya. Dengan kata lain Nabi Muhammad memiliki kedudukan sebagai
Kepala Agama namun buka kepala pemerintah. Sedangkan, kekuasaan kekuasaan sebenarnya
terletak dalam tangan kaum pedagang tinggi. Kaum pedagang tinggi ini, demi menjaga
kepentingan-kepentingannya, mereka memiliki perasaan solidaritas yang kuat yang terlihat
efeknya dalam perlawanan mereka terhadap Nabi Muhammad, sehingga beliau dan pengikut-
pengikut beliau terpaksa meninggalkan Mekkah dan pergi ke kota Madinah di tahun 622 M.
Berlawanan dengan di kota Mekkah, di Madinah Nabi Muhammad menjadi kepala pemerintah
karena telah menyatukan dua suku bangsa penduduk Madinah dan hal ini membuat masyarakat
kecuali yahudi akhirnya masuk Islam. dari sejarah singkat ini dapat disimpulkan bahwa selama di
Mekkah Nabi Muhammad hanya memiliki fungsi sebagai kepala agama dan tidak mempunyai
fubgsi kepala pemerintah. Sebaliknya, di Madinah beliau memiliki fungsi keduanya karena beliau
mendirikan kekuasaan politik yang dipatuhi di Madinah yang sebelumnya tidak ada.
Menurut R. Strothmann, selain Islam adalah sistim agama Islam juga merupakan sistim
politik dan Nabi Muhammad selain adalah seorang Rasul beliau juga merupakan seorang ahli
negara. Sebab itulah, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Masyarakat Madinah mulai sibuk
memikirkan pengganti beliau yang akan memimpin wilayah Madinah yang baru terbangun itu.
Kemudian lahirlah istilah khalifah yang akan menggantikan Nabi untuk memimpin Madinah saat
itu. Lalu sejarah mencatat terpilihlah Abu Bakar As-Sidiq kemudian digantikan Umar Bin Khattab
lalu Usman Bin Affan dan yang terakhir adalah Ali Bin Abi Thalib. Namun syangnya seiring
pergantian khalifah terjadi pula perpecahan kaum yang menimbulkan bermacam-macam
persoalan. Nah, persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik ini yang akhirnya
membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah persoalan siapa yang kafir
dan siapa yang bukan dalam artian siapa yang telah keluar dari Islamdan siapa yang masih tetap
dalam Islam.
Setelah terjadinya perpecahan kaum khawarij memunculkan beberapa sekte, konsep kafir
pun turut mengalami perubahan. Padangan yang dianggap kafir bukan lagi hanya orang yang
tidak menentukan hukum dengan Al-qur’an, tetapi orang yang telah berbuat dosa besar, yaitu
murtakib, al-kaba’ir, atau Capital sinner. Nah, persoalan orang berbuat dosa inilah yang memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan teologi selanjutnya dalam Islam, yaitu apakah ia masih bisa
dipandang orang mukmin ataukah ia sudah menjadi kafir karena berbuat dosa besar itu?.
Selain ketiga aliran diatas terdapat beberapa aliran lainnya sebagai berikut:
Dengan demikian aliran aliran teologi penting yang timbul dalam Islam ialah Aliran Al-
Khawarij, Mu’rjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah Dan Al-Murtasiyah. Namun, Aliran-Aliran Khawarij,
Murjiah, Mu’tazilah sudah tak memiliki wujud kecuali dalam sejarah. Sedangkan Aliran Asy’ariyah
dan Al-Murtadiyah masih dipakai hingga saat ini dan keduanya disebut sebagai Ahl Sunnah Wal
Jama’ah. Aliran Al-Maturidiyah banyak dianut umat Islam yang bermazhab Hanafi, sedangkan
Asy’ariyah pada umumnya digunakan umat Islam sunni lainnya. Dengan masuknya faham
rasionalisme ke dunia Islam, yang dulu masuknya melalui kebudayaan yunani klasik dan
sekarang melalui kebudayaan barat modern, maka ajaran-ajaran Mu’tazilah mulai timbul kembali,
terutama sekali dikalangan kaum intelegensia Islam yang mendapat pendidikan barat. Kata Neo-
Mu’tazilah mulai dipakai dalam tulisan-tulisan mengenai Islam.
SUMBER :