Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SOVIA DWI FEBRIANTI

NPM : 1811090056

JURUSAN : PENDIDIKAN FISIKA

TUGAS RESUME KOMPREHENSIF (TAUHID/ILMU KALAM)

A. Pengertian Tauhid/Ilmu Kalam dan Akhlak


1. Pengertian Tauhid/Ilmu Kalam
Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Tauhid, tauhid ialah percaya kepada  Tuhan
Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya. Ilmu Kalam dinamakan Ilmu Tauhid,
karena tujuannya ialah menetapkan keesaan Allah dalam Zat dan perbuatan-Nya
dalam menjadikan alam semesta dan hanya Allah yang menjadi tempat tujuan
terakhir alam ini.1
2. Pengertian Akhlak
Secara istilah Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah suatu sifat
baik yang biasanya akan memiliki akhlak yang baik juga dan sebaliknya jika
seseorang yang memiliki sifat tidak baik cenderung memiliki akhlak yang tercela.

B. Dasar-Dasar Tauhid/Ilmu Kalam dan Akhlak


1. Dasar-Dasar Tauhid/Ilmu Kalam
a. Al-Qur’an : Banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,
diantaranya:
1) “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha
Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui
(Muhammad) tentang Dia.
2)  “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya
mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka,
maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji
itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada
Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
b. Al-Hadis : Banyak juga Al-Hadits yang menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan, diantaranya:
1 Ahad Hanafi. Teologi Islam (Ikmu Kalam). Hal. 4
1) Pemikiran Manusia Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran
umat islam sendiri atau pemikiran luar umat islam. Adapun sumber ilmu
kalam yang berasal dari pemikiran luar umat islam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori. Pertama, pemikiran non muslim yang telah menjadi
peradapan lalu di transfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat islam.
Kedua, berupa pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis
seperti filsafat (terutama dari Yunani) sejarah dan sains.
2) Insting Manusia Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Karenanya,
kepercayaan adanya Tuhan berkembang sejak adanya manusia pertama.
Menurut Abas Mahmoud Al-Akkad, mitos merupakan asal-usul agama
dikalangan primitif. Tylor, justru mengatakan bahwa animisme (anggapan
adanya kehidupan pada benda mati) merupakan asal-usul keperyacaan kepada
Tuhan, adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa
pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah paling tua.
2. Dasar-Dasar Akhlak
Dalam ajaran Islam yang menjadi dasar-dasar akhlak adalah berupa al-Quran
dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Semua umat Islam sepakat pada kedua dasar
pokok itu (al-Quran dan Sunnah) sebagai dalil naqli yang tinggal mentransfernya dari
Allah Swt, dan Rasulullah Saw. Keduanya hingga sekarang masih terjaga
keautentikannya, kecuali Sunnah Nabi yang memang dalam perkembangannya
banyak ditemukan hadis-hadis yang tidak benar (dha’if/palsu). Melalui kedua sumber
inilah kita dapat memahami bahwa sifat sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, dan
pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya, kita juga memahami
bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat
tercela. Selain itu yang menjadi dasar pijakan Akhlak adalah Iman, Islam, dan Islam.
Al-Qur’an menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman itu niscaya memiliki
akhlak yang mulia yang diandaikan seperti pohon iman yang indah.2

C. Sejarah Perkembangan dan Aliran-Alirannya


Umar bin Khattab adalah sahabat Nabi yang bergairah kepada Alqur’an dan
lebih berpegang teguh kepadanya, yang oleh Nabi semasa hidupnya pernah disebut
2 Syekh Z A Qurbani Lahiji, Risalah Sang Iman (Ajaran Etika Ali Bin Abi Thalib), hlm. 38
sebagai orang yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan, seandainya Nabi sendiri
bukan Rasul yang terakhir. Khalifah kedua ini oleh mayoritas umat islam disepakati
sebagai orang beriman yang paling berhasil. Namun keadaan gemilang masa Umar itu
tak berlangsung lama.
Utsman bin Affan, penggantinya selaku khalifah ketiga, sekalipun banyak
mempunyai kelebihan dan jasa di bidang lain, namun dalam kepemimpinannya dicatat
sebagai orang yang lemah. Mulailah bermunculan berbagai tuduhan yang dialamatkan
kepada Utsman sebagai bertindak kurang adil dan menderita nepotisme. Utsman
dihadapkan kepada berbagai gerakan protes masyarakat, yang umumnya menghendaki
turunnya Utsman dari kekhalifahan. Sekelompok orang – orang dari Mesir datang ke
Madinah, dan setelah tidak berhasil memaksa Utsman turun dari jabatannya, mereka
membunuh Khalifah ketiga itu.
Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai pengganti Utsman, tetapi pilihannya tidak
mendapat suara bulat, ada kelompok tertentu yang tidak setuju atas pengangkatan Ali.
Kelompok pendukung Ali dikenal dengan golongan Syi’ah.3
Sedangkan golongan yang terang – terangan menentang Ali adalah
kelompok Muawiyah. Sehingga perang pun tak terhindarkan lagi yang dikenal dengan
perang Shiffin, yang berakhir dengan jalan kompromi. Peristiwa itu menyebabkan
sebagian pendukung Ali keluar dari kelompok Ali.
Kemudian mereka bertindak sendiri dengan membentuk golongan Khawarij. Prinsip
utama kaum Khawarij bahwa, orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar
dari islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh.
Pernyataan itu ditentang oleh suatu golongan yang dikenal dengan
sebutan Murjiah. Golongan murjiah yang prinsipnya “masih memberi harapan” memang
telah ada sebelum lahirnya Khawarij, tetapi dapat  dikenal setelah Khawarij melontarkan
masalah status orang yang berdosa besar. Aliran murjiah menegaskan bahwa orang yang
berbuat besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang
dilakukannya, terserah kepada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak. 
Oleh karena itu muncul berbagai aliran lagi yang menambah deretan sekte
dalam islam yaitu Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah manusia mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan jabariyah berpendapat
bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya. Manusia dalam segala
tingkah lakunya bertindak dengan paksaan dari Tuhan.
3 Fathul Mufid, Ilmu Tauhid/Kalam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus 2009, hlm. 12
Aliran itulah yang menjadi terbentuknya aliran Mu’tazilah. Aliran ini tidak
sependapat dengan prinsip khawarij dan murjiah. Menurut aliran mu’tazilah ini orang
yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mikmin. Orang yang serupa dengan ini
kata mereka mengambil posisi diantara kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam
bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bainal manzilataini (posisi diantara
dua posisi).4
Aliran mu’tazilah pada masa ketika al-Makmun, al-watsiq, dan al-Mu’tashim
menjadi khalifah, umat islam yang tidak sepaham dengan mu’tazilah mendapatkan
perlakuan yang menyakitkan, yang dikenal dengan mihnah. Keresahan dan ketakutan
masyarakat akibat mihnah tadi mendorong al-Asy’ari untuk segera bertindak, mengatasi
dan mengakhirinya.
Al-Asy’ari menempuh sistem jalan tengah antara akal dan wahyu. Sikap inilah
yang kemudian memberi ciri khusus mazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pikiran –
pikirannya yang timbul denga jalan tengah dan moderat, maka aliran ini tumbuh menjadi
kekuatan yang paling berpengaruh bagi umat islam diseluruh dunia hingga saat ini.
Kemudian hampir bersamaan waktunya dengan Asy’ariyah muncul
aliran Maturidiyah, yang dibangun oleh Abu Mansur Al-Maturidi. Menurutnya semua
perbuatan manusia adalah dikehendaki oleh Tuhan. Dan perbuatan – perbuatan yang
jahat tidaklah diiringi oleh ridha tuhan. Sekalipun aliran Maturidiyah dan aliran Ahlus
Sunnah Wal Jamaah nampak ada perbedaan pandangan, namun keduanya memiliki
kesamaan dalam hal membangun teologi yang benar menurut Al-Qur’an dan Hadits.5

D. Macam-Macam Akhlak
1. Akhlak terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai
khalik. Dan sebagai titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
2. Akhlak terhadap Rasulullah
Berakhlak kepada Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus dilakukan
manusia kepada Rasulullah sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa
umat manusia kejalan yang benar. Adapun diantara akhlak kita kepada rasulullah

4 Harun Nasution, Teologi Islam, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta 1986. Hlm. 7
5 Ibid, hlm. 14
yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam beriman kepada
rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist nabi saw;Aku ridho
kepada allah sebagai tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan
rasul.

3. Akhlak terhadap Diri Sendiri


Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya
sendiri. Namun bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban kepada
Allah. Dikarenakan kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah
mempercayai dengan keyakinan yang sesungguhnya bahwa “Tiada Tuhan melainkan
Allah”. Keyakinan pokok ini merupakan kewajiban terhadap Allah sekaligus
merupakan kewajiban manusia bagi dirinya untuk keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan
untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata untuk mementingkan
dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam diri manusia mempunyai dua
unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai
akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-
tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban
yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-masing.
4. Akhlak terhadap Masyarakat (Sosial)
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga
pada tetangga. Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy
pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada
tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya.” Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik
kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik
pada tetangganya.”
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap ini menjadi
salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim. Di antara bentuk ihsan yang
lainnya adalah ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat
ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan
bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada
hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah.
5. Akhlak terhadap Lingkungan
Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan
penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw
menggolongkan orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah.

6. Akhlak Muslim terhadap Negara


Negara merupakan suatu wadah tempat berlindung para bangsa,yang di
dalamnya tedapat peraturan-peraturan yang mengikat baik tertulis maupun secara
lisan.Disitulah kita menumphkan kemerdekaan kita,kemerdekan yang telah diraih
para pahlawan yang tak mengenal darah juangnya.Maka patutlah para pemuda
meneruskan perjuangan mereka yang telah rela meberikan darahnya untuk tanah air
ini untuk kebahagiaan kita menghuni tanah air ini.
REFERENSI

Ahad Hanafi. Teologi Islam (Ilmu Kalam)

Fathul Mufid, 2009. Ilmu Tauhid/Kalam, (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus)

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam. (Jakarta:Universitas Indonesia (UI Press))

Syekh Z A Qurbani Lahiji, Risalah Sang Imam (Ajaran Etika Ali Bin Abi Thalib)

Anda mungkin juga menyukai