MAKALAH
Disusun Oleh:
1941010280
Dosen Pengampu:
Fariza Makmun, S.AG, M.SOS.I
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Sejarah Islam tercatat adanya kelompok-kelompok
keagamaan yang satu dan lainnya memiliki paham yang sulit untuk
dipersatukan. Hal ini sudah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa diubah
lagi dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang tercatat dalam kitab-kitab
agama, terutama dalam kitab-kitab ushuluddin. Siapapun yang membaca
kitab-kitab ushuluddin pasti akan menjumpai kata-kata syi’ah, khawarij,
mu’tazilah, qadariyah, jabariyah, ahlus sunah wal jama’ah dan yang
lainnya. Umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran
melihat dan membaca hal ini karena Nabi Muhammad SAW. Sudah
mengabarkan pada masa hidup beliau bahwa Islam akan terpecah menjadi
73 golongan, diantaranya yang telah disebutkan diatas. Untuk mengetahui
golongan mana yang akan selamat nantinya, maka dengan itu pemakalah
akan membahas satu persatu ajaran dan pemikiran golongan tersebut
khususnya yaitu golongan qadariyah. Ajaran qadariyah perlu diketahui
umat muslim untuk sekedar pengetahuan agar umat Islam tidak salah
dalam beragama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aliran Qadariyah?
2. Bagaimana perkembangan dan awal munculnya aliran Qadariyah?
3. Bagaimana doktrin pemikiran aliran Qadariyah
4. Apakah ciri-ciri aliran Qadariyah?
5. Apa saja sekte-sekte aliran Qadariyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam aliran yang ada dalam agama Islam
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan
3. Sebagai benteng iman agar tidak terjerumus ke dalam aliran yang
sesat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Luwis Ma’luf al-yusu’I, AL-Munjid, (Beirut : al-Khatahulukiyah 1945). Hal. 436
2
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI
Press, 1986), Hal. 31
3
pemikiran diantara mereka, dan dari situlah muncul pembicaraan
mengenai aliran-aliran tersebut.
Ahli Teologi Islam menerangkan bahwa paham Qadariyah pertama
dikenalkan oleh Ma’bad Al-Juhani, seorang tabi’I yang baik dan temannya
Ghailan Al-Dimasqi, yang keduanya memperoleh pahamnya dari orang
Kristen yang masuk Islam di Iraq. Ma’bad al-Juhani adalah seorang laki-
laki penduduk Bashrah keturunan orang Majusi. Dia adalah seorang ahli
hadis dan tafsir Al-Qur’an, tetapi kemudian ia dianggap sesat dan
membuat pendapat-pendapat yang salah. Setelah diketahui pemerintah
pada waktu itu dia dibunuh oleh Abdul Malik bin Marwan pada tahun 80
H dan ia adalah seorang tabi’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru
pada Hasan Bashri.3
Setelah wafatnya al-Juhani, Ghailan endiri terus menyiarkan faham
Qadariyahnya di Damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar
bin Absul Aziz, setelah Umar wafat ia meneruskan kegiatannya dengan
menyebarkan paham Qadariyah sehingga ia mati dibunuh oleh Hisyam
Abd Malik 724-743 M. Sebelum ia dijatuhi hukuman mati sempat terjadi
perdebatan antara Ghailan dan al-Azwai yang dihadiri oleh Hisyam
sendiri.4
Menurut W. Montgomery watt, Ma’bad al-Juhani dan Ghailan ad-
Dimashqi adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri.5
Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan al-
Milal, seperti dikutip oleh Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad
al-Jauhani pernah belajar pada Hasan al-Bashri, maka sangat mungkin
paham Qadriyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri.
Maka keterangan yang ditulis oleh Ibn Nabatah dalam Syahrul al-‘Uyun
bahwa paham Qadariyah ini berasal dari orang Iraq Kristen yang masuk
Islam kemudian ia kembali memeluk Kristen adalah hasil rekayasa orang
yang tak sependapat dengan paham ini, supaya orang lain tak tertarik
dengan pemikiran paham Qadariyah. Lagipula, menurut Kremer, seperti
3
Ahmad Amin Fajar, hal. 248.
4
Ibid, hal. 33
5
Ibid, hal. 55.
4
yang dikutip oleh Iqnaz Goldzuher, dikalangan gereja timur ketika itu
terjadi perdebatan tentang doktrin Qadariyah yang mencekam pemikiran
orang teologinya.6
Berkaitan dengan awal kemunculan Qadariyah, para peneliti di
bidang teologi berbeda pendapat. Karena penganut Qadariyah sangat
banyak. Diantaranya si Iraq dengan bukti gerakan ini terjadi pada
pengajian Hasan al-Bashri. Sedangkan menurut Ali Sami’ bahwa Ma’bad
al-Jauhani sebagian besar hidupnya tinggal di Madinah kemudian
menjelang akhir hayatnya baru pindah ke Bashrah, dia adalah murid Abu
Dzar al-Ghiffari, musuh Usman dan bani Umayyah. Sementara Ghailan
adalah seorang Murjiah yang pernah berguru kepada Hasan Ibn
Muhammad Ibn Hanafiyah.
C. Pemikiran Qadariyah
Pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah dijelaskan oleh
Nasution bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan
sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbuatan jahat atas dasar kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh
an Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan
dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu ia berhak mendapat pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan disini disamakan dengan
balasan syurga kelak di akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka,
itu didasarkan ataspilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan.
Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan
balasannya sesuai dengan tindakannya.
6
Iqnazgoldzhile, (1991), Pengantar Teologi Dan Hukum Islam, terj Hesri Setiawan. Hal. 79
5
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan
konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham
yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.
Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah
ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah
ketentuan Allah yang diciptakanNnya bagi alam semesta beserta seluruh
isinya, sejak azali yaitu hukum yang dalam istilah Al-Qur’an adalah
sunnatullah. Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir
yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknyatidak dapat
berbuat lain kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan
oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di
lautan lepas. Demikian manusia juga tidak mempunyai kekuatan seperti
gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk
menyandarkan perbuatan kepada Allah. Diantara dalil yang mereka
gunakan adalah banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara dan
mendukung paham ini, antara lain:
QS. Al-Fusshilat : 40 artinya “Kerjakanlah apa yang kamu
kehendaki sesungguhnya ia melihat apa yang kamu perbuat”
QS. Al-Kahfi : 29 artinya “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu,
barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa
yang mau kafir maka berkafirlah”
QS. Ali-Imran : 165 artinya “ Ddan mengapa ketika kamu ditimpa
musibah (pada peperangan uhud), padahal kamu telah menimpakan
kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
badar), kamu berkata : “Darimana datangnya kekalahan ini?”
Katakanlah : “Itu dari kesalahan dirimu sendiri”. Sesungguhnya
Allah maha kuasa atas segala sesuatunya “.
QS. Ar-Ra’d : 11 artinya “ Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan (Tuhan
tidak merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah
6
sebab-sebab kemunduran mereka) yang ada pada diri mereka
sendiri”.
7
semua perbuatan buruk maupun baik. Menurut Ahmad Amin dalam
kitabnya Fajrul Islam, menyebutkan pokok-pokok ajaran Qadariyah
sebagai berikut :
1. Tentang Dosa Besar
Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir dan bukan
mukmin, tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
2. Tentang Perbuatan Manusia
Allah swt tidak menciptakan amal perbuatan manusia,
melainkan manusia yang menciptakannya dan karena itulah maka
manusia akan menerima pembalasan baik atas segala amal baiknya,
dan menerima balasan buruk atas segala amal perbuatannya yang
salah dan dosa, karena itu pula Allah swt berhak disebut adil.
3. Tentang KeEsaan Tuhan
Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah Swt itu Maha Esa
atau satu dalam arti bahwa Allah Swt tidak memiliki sifat azali, seperti
al-‘ilm, al-hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan dzat-Nya
sendiri. Menurut mereka Allah Swt., itu mengetahui, berkuasa, hidup,
mendengar dan melihat dzatNya sendiri. Pendapat yang menyatakan
bahwa Allah memiliki sifat qadim, menurut qadariyah sama dengan
mengatakan bahwa Allah itu lebih dari satu dan tidak bersekutu
dengan segala hal.
4. Tentang Akal Manusia
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah
Swt tidak menurunkan agama, Sebab, katanya segala sesuatu ada yang
memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk misalnya “benar”
itu memiliki sifat yang menyebabkan baik dan sebaliknya “salah” itu
memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk.
8
E. Ciri-Ciri Paham Qadariyah
1. Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya,
maka perbuatan dan nasib manusia itu dilakukan da terjadi atas
kehendak dirinya sendiri, tanpa ada campur tangan Allah swt.
2. Iman dalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatn tidak
mempengaruhi iman. Artinya orang berbuat dosa besar tidak akan
mempengaruhi derajat keimananya.
3. Orang-orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan
ibadah dab amal-amal kebajikan.
9
7. Rawandiyah
Mereka berpendapat seluruh kitab suci yang diturunkan Allah boleh
kita amalkan baik yang sudah di nasakh maupun belum dinasakh.
8. Bathriyah
Mereka beranggapan orang yang melakukan maksiat kemudian
bertaubat, taubatnya tidak diterima.
9. Nakitsiyah
Mereka beranggapan bahwa orang yang melanggar ba’iat Rasulullah
tak berdosa.
10. Qasithiyah
Mereka mengutamakan orang yang mencari dunia dari pada orang
yang zuhud.
11. Nizhamiyah
Pendukung Ibrahim an Nizzami dengan pernyataannya “orang yang
beranggapan bahwa Allah itu sesuatu, itu kafir”.
10
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Aliran qadariyah adalah paham yang memiliki ajaran bahwa Allah
tidak menciptakan perbuatan baik maupun buruk manusia. Mereka
berpendapat bahwa manusia itu sendiri yang menciptakan perbuatan-
perbuatannya tanpa ada campur tangan dari Allah. Hal itu menandakan
bahwa manusia memiliki kebebasan dan kekuatan untuk berkehandak
sesuai dengan yang ingin diperbuatnya. Walaupun manusia memiliki
kehendak dan berkuasa atas segala perbuatannya, namun manusia pun
akan mendapatkan balasan pahala atas perbuatan baik yang dilakukannya
begitupun sebaliknya kan mendapatkan ganjaran atas perbuatan buruknya.
Selain itu, aliran ini juga berpendapat bahwa Allah itu tidak memiliki sifat
azali seperti mendengar, melihat dan menciptakan. Mereka berfatwa
bahwa Allah memiliki sifat-sifat tersebut hanya untuk zatNya sendiri.
Doktrin pemikiran Qadariyah meliputi dosa besar, ketuhanan, akal
manusia dan perbuatan manusia.
2. Saran
Dari makalah yang telah dipaparkan diatas penulis menyarankan
agar pembaca dan seluruh umat muslim untuk waspada terhadap aliran dan
paham tersebut, karena Islam mengajarkan kita untuk beragama sesuai
dengan yang diajarkan Rasulullah saw dan Al-Qur’an yang sudah jelas
kebenaran dan keasliannya. Seyogyanya sebagai umat Islam yang
beriman, sebelum menerima suatu ajakan yang diserukan oleh orang lain
lebih baiknya dilihat dulu pokok-pokok ajarannya sesuai atau tidak dengan
syariat yang sebenarnya dan nasab yang jelas bersambung kepada
Rasulullah saw dan para ulama’.
11
DAFTAR PUSTAKA
12