Nim : 11210530000008
Kelas : MD 2A
1. Ahlussunah Waljama‟ah
Adapun ungkapan Ahlussunah (sering juga disebut sunni) dapat dibedakan menjadi dua
pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok
syiah. Dalam pengertian ini, Mu‟tazilah-sebagaimana juga Asy‟ariayah-masul dalam barisan
sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mahzhab yang berada dalam barisan Asy‟ariyah
dan merupakan lawan Mu‟tazilah. Selanjutnya, term Ahlussunah banyak dipakai setalah
munculnya aliran Asy‟ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran
Mu‟tazilah.
Aliran Asy‟ariyah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazillah yang dianggap
menyeleweng dan menyesatkan umat Islam. Dinamakan aliran Asy‟ariyah karena
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Asy‟ari[5]. Dan nama aslinya adalah
Abu al-hasan „Ali bin Ismail al-Asy‟ari, dilahirkan dikota Basrah (Irak) pada tahun 260
H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/ 935 M, keturunan Abu Musa al-Asy‟ari seorang
sahabat dan perantara dalam sengketa antara Ali r.a. dan Mu‟awiyah r.a.
e. Tentang Antropomorfisme
Menurut alAsy‟ari, Allah mempunyai mata, muka, dan tangan, sebagaimana
disebutkan dalam surah al-Qamar ayat 14 dan ar-Rahman ayat 27. akan tetapi
bagaimana bentuk Allah tidak dapat diketahui.
Ketujuh pemikiran al-Asy‟ari tersebut dapat diterima oleh kebanyakan umat Islam karena
sederhana dan tidak filosofis.
Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah didirikan oleh Muhammad bin Abu Mansur. Ia dilahirkan di Maturid,
sebuah kota kecil di daerah Samarqand (termasuk daerah Uzbekistan).
a. Dalil perlawanan arad: dalil ini menyatakan bahwa ala mini tidak akan mungkin qasim
karena didalamnya terdapat keadaan yang berlawanan, seperti diam dan derak, baik dan
buruk. Keadaan tersebut adalah baru dan sesuatu yang tidak terlepas dari yang baru maka
baru pula.
b. Dalil terbatas dan tidak terbatas: alam ini terbatas, pihak yang terbatas adalah baru. Jadi
alam ini adalah baru dan ada batasnya dari segi bendanya. Benda, gerak, dan waktu selalu
bertalian erat. Sesuatu yang ada batasnya adalah baru.
c. Dalil kausalitas: alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau memperbaiki dirinya
kalau rusak. Kalau alam ini ada dengan sendirinya, tentulah keadaannya tetap msatu.
Akan tetapi, ala mini selalu berubah, yang berarti ada sebab perubahan itu.
2. Aliran Syiah
Syiah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Talib dan keturunannya
sebagai pemimpin Islam setelah Nabi saw. wafat. Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat
mengenai awal mula golongan syiah. Sebagian menganggap Syiah lahir setelah Nabi
Muhammad saw. wafat, yaitu pada suatu perebutan kekuasaan antara kaum Muhajirin dan
Anshar.
Pendapat yang palingpopular tentang lahirnya golongan Syiah adalh setelah gagalnya
perundingan antara Ali bin Abi Talib a Mu‟awiyah bin Abi Sufyan di Siffin. Perundingan ini
diakhiri dengan tahkim atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali memberontak
terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka itu disebut golongan Khawarij
atau orang-orang yang keluar, sedangkan sebagian besar pasukan yang tetap setia kepada Ali
disebut Syiah atau pengikut Ali.
Sekte Kaisaniyah
Kaisiniyah adalah sekte Syiah yang mempercayai Muhammad bin Hanafiah sebagai
pemimpin setelah Husein bin Ali wafat. nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang
budak Ali yang bernama Kaisan.
Sekte Zaidiah
Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin sebagai
pemimpin setelah Husein Bin Ali wafat. dalam Syiah Zaidiyah, seseorang dapat diangkat
sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah keturunan
Fatimah binti Muhammad saw. berpengatuhan luas tentang agama, hidupnya hanya untuk
beribadah, berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. Selain itu
sekte ini mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Sekte Imamiyah
Sekte ini adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. telah menunjuk
Ali bin Abi Thalib menjadinpemimpin atau imam sebagai pengganti beliau dengan
petunjuk yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, sekte ini tidak mengakui kepemimpinan
Abu Bakar, Umar, dan Usman. Sekte Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan.
Golongan terbesar adalah golongan Isna Asy‟ariyah ata Syiah Duabelas. Golongan kedua
terbesar adalah golongan Ismailiyah.
3. Aliran Khawarij
Khawarij berarti orang-orang yang keluar barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini menganggap
diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk berjuang di
jalan Allah. Meskipun pada awalnya khawarij muncul karena persoalan politik, tetapi dalam
teapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis. Alasan mendaar
yang membuat golongan ini keluar dari barisan Ali adalh ketidak setujuan mereka terhadap
arbitrasi atau tahkim yang dijalankan Ali dalam menyelesaikan masalah dengan Mu‟awiyah.
Menurut keyakinan Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu‟awiyah harus diselesaikan
dengan merujuk kepada hokum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-Maidah Ayat 44
yang artinya,” Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itulah orang-orang kafir”. Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu‟awiyah dan orang-orang yang
menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk
Al-Qur‟an.
Dalam aliran Khawarij terdapat enam sekte penting, yaitu al-Muhakkimah, al-Azariqah, an-
Najdat, al-Ajaridah, asy-Syufriyah dan al-Ibadiyah.Khawarij
4. Aliran Muktazilah
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij dan aliran Murji‟ah
mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua pendapat ini, Wasil bin
Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahuli
gurunya dalam mengeluarkan pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang mukmin yang berdosa
besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan
kafir.
Aliran Mu‟tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mandalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka banyak memakai akal sehingga
mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.
Setelah menyatakan pendapat itu, Wasil bi Ata meninggalkan perguruan Hasan al-Basri, lalu
membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini dikenal dengan Muktazillah. Pada awal
perkembangannya aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam karena ajaran Muktazillah sulit
dipahami oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal itu disebabkan ajarannya bersifat rasional
dan filosofis. Alas an lain adalah aliran Muktaszillah dinilai tidak berpegang teguh pada sunnah
Rasulullah SAW dan para sahabat. Aliran baru ini memperoleh dukungan pada masa
pemerintahan Khalifah al-Makmun, penguasa Bani Abbasiyah.
Aliran Muktazillah mempunyai lima dokterin yang dikenal dengan al-usul al- khamsah.
Berikut ini kelima doktrin aliran Muktazillah.
a. At-Taauhid (Tauhid)
Ajaran pertama aliran ini berarti meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT. Konsep
tauhid menurut mereka adalah paling murni sehingga mereka senang disebut pembela
tauhid (ahl al-Tauhid).
b. Ad-Adl
Menurut aliaran Muktazillah pemahaman keadilan Tuhan mempunyai pengertian bahwa
Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya. Mereka
berpendapat bahwa tuhan wajib berbuat yang terbaik bagi manusia. Misalnya, tidak
memberi beban terlalu berat, mengirimkan nabi dan rasul, serta memberi daya manusia
agar dapat mewujudkan keinginannya.
5. Aliran Wahabi
Wahabi atau Wahabisme adalah suatu ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab
sebagai bentuk reformasi ajaran Islam di Arab Saudi. Adapun inti dari ajarannya adalah
mengembalikan ajaran Islam hanya pada Alquran dan hadis. Selain itu, gerakan ini juga
memiliki misi utama membersihkan ajaran Islam dari praktik bidah, syirik, dan khurafat. Namun,
para penentang aliran Wahabi menyebutnya sebagai gerakan sekte Islam yang menyimpang
karena serangkaian aksi kejam yang pernah dilakukan di masa lalu. Berikut ini sejarah
munculnya Wahabi di Arab Saudi.
Munculnya gerakan Wahabi Gerakan Wahabi muncul di Arab Saudi pada pertengahan abad ke-
18 dari dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang
teolog Muslim yang lahir pada 1703 di Nadj, sisi timur Arab Saudi. Dalam pengembaraannya ke
berbagai daerah untuk menuntut ilmu, Muhammad bin Abdul Wahab menemukan banyak terjadi
penyimpangan ajaran Islam.
Penyimpangan tersebut di antaranya berupa praktik bidah, syirik, dan khurafat. Bidah adalah
mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam Islam, dibentuk sendiri oleh manusia
atau budaya di sekitarnya. Alhasil, Muhammad bin Abdul Wahab mencetuskan pemikiran
reformasi Islam, yang kemudian menjadi sebuah gerakan. Wahabi dianggap sebagai gerakan
yang ultra-konservatif, keras, dan berusaha mempertahankan ajaran Islam yang mutlak
berdasarkan Alquran dan hadis. Para penganut paham Wahabi menamakan dirinya sebagai
kelompok Muwahiddun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan Allah SWT.
Ajaran Wahabi Muhammad bin Abdul Wahab tergolong ulama yang produktif dan tercatat telah
menulis beberapa karya ilmiah. Keseluruhan karyanya membahas mengenai pemurnian ajaran
Islam. Dalam ajarannya, Muhammad bin Abdul Wahab memfokuskan pada beberapa hal, seperti
berikut. p
Wahabi yang sangat konservatif, keras, dan kaku dipicu oleh pemahaman keagamaan yang
mengacu dari bunyi harfiah teks Alquran dan hadis. Hal ini menjadikan Wahabi sangat menolak
tradisi dan menganggap orang-orang yang tidak sepemahaman sebagai orang kafir dan murtad
(keluar dari Islam). Pada awalnya, Muhammad bin Abdul Wahab mulanya menyebarkan
pemikirannya di Basrah, tetapi tidak diterima oleh masyarakat dan diusir karena dianggap sesat
oleh sebagian ulama di sana. Tidak hanya itu, bahkan Wahabi ditentang oleh ayah Muhammad
bin Abdul Wahab sendiri, Abdul Wahab, dan saudaranya, Salman bin Abdul Wahhab. Baca juga:
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia Peran Muhammad bin Saud Setelah
diusir karena dituding sesat, Muhammad bin Abdul Wahab bertemu dengan Muhammad bin
Saud, yang merupakan pemimpin Diriyah. Muhammad bin Saud adalah seorang politikus, yang
pada akhirnya mau membangun koalisi dengan Muhammad bin Abdul Wahab untuk mencapai
kepentingan politiknya sendiri. Muhammad bin Saud mau mendukung Wahabi, asalkan
Muhammad bin Abdul Wahab tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan
dari penduduk Diriyah. Berkat dukungan dan lindungan Muhammad bin Saud, ajaran Wahabi
semakin berkembang kuat dan gerakannya juga semakin kejam. Pada 1773, Muhammad bin
Abdul Wahab bersama para pengikutnya dapat menduduki Riyadh dan menyebarkan
pemikirannya. Oleh karena itu, para ahli sejarah beranggapan bahwa berkembangnya ajaran
Wahabi tidak dapat dilepaskan dari berdirinya Kerajaan Arab Saudi, yang masih eksis hingga
sekarang. Pasalnya, koalisi tersebut juga membuat pengaruh Muhammad bin Saud semakin kuat
dan kemudian mendirikan negara Arab Saudi. Baca juga: Mengapa Kaum Kafir Quraisy
Melakukan Pemboikotan terhadap Umat Islam? Kekejaman Wahabi Setelah berkembang, para
ahli Timur Tengah dan Afrika Utara semakin menentang ajaran Wahabi, bahkan sampai
menyebutnya sebagai suatu kebodohan. Pasalnya, Muhammad bin Abdul Wahab dan
Muhammad bin Saud memerangi siapa pun yang berbeda pemahaman tauhid degan mereka. Hal
itu dilakukan karena predikat Muslim hanya merujuk pada pengikut Wahabi, sedangkan semua
orang Islam di luar mereka dianggap kafir dan murtad. Gerakan Wahabi pun melakukan
keganasan di Kota Karbala pada 1802, dengan pembunuhan yang tidak mengenal batas
perikemanusiaan. Selain membunuh masyarakat sipil, termasuk anak-anak dan perempuan,
tentara Wahabi juga membakar perpustakaan-perpustakaan Islam. Di antara kasus pembakaran
buku-buku yang paling fenomenal adalah pembakaran buku-buku yang terdapat di Perpustakaan
Arab (Maktabah Arabiyah) di Mekkah.