Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ALIRAN MURJI’AH

MATA KULIAH:

FILSAFAT DAN ILMU KALAM

DOSEN PENGASUH:

Ulil hidayah M, Pd.I

Disusun oleh
• Putri nur diana
• Ilma farida
• Nur azizah
• Nur aini

1
PENDAHULUAN

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang
membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu agama yaitu setiap orang yang
mendalami agamanya secara mendalam. Mempelajari ilmu kalam akan
memberikan keyakinan yang kuat terhadap seseorang dengan berdasarkan pada
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang tidak mudah diombang-ambing oleh kemajuan
zaman.
Islam tidaklah sesempit yang dipahami pada umumnya, dalam sejarah
terlihat bahwa Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat
berhubungan dengan masyarakat luas. Akidah pada saat Rasulullah wafat telah
melekat dengan kokoh dalam hati setiap muslim, mereka hidup dalam ikatan
persatuan yang sangat kuat, penuh dengan kesucian dan kemuliaan. Namun,
setelah itu mulai bermunculan bid’ah-bid’ah seperti bid’ahnya aliran Murji’ah.
Kemunculan Murji’ah pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya
persoalan khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah
Ustman bin Affan terbunuh. Dalam makalah ini akan dibahas tentang sejarah,
tokoh-tokoh, sekte-sekte, doktrin-doktrin dan implikasi pemikiran kalam Murji’ah
dalam kehidupan sehari-hari.
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir dan mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa
besar. Setelah berkembangnya aliran ini banyak sekali para ulama yang
menyatakan bahwa aliran ini sesat dan menyimpang dari ajaran agama.
Dengan inilah kami akan menyajikan pembahasan tentang golongan
murji’ah dalam makalah ini.

2
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Murji’ah


Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti
menunda atau menangguhkan. Salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada
abad pertama Hijriyah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti, tetapi Syahristani
menyebutkan dalam bukunya Al-Milal wa an-Nihal (buku tentang perbandingan
agama serta sekte-sekte keagamaan dan filsafat) bahwa orang pertama yang
membawa paham Murji’ah adalah Gailan ad-Dimasyqi.
   Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda
penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin
Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu mereka
tidak ingin mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa yang
dianggap kafir diantara ketiga golongan yang tengah bertikai tersebut. Menurut
pendapat lain, mereka disebut Murji’ah karena mereka menyatakan bahwa orang
yang berdosa besar tetap mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan
rasul-Nya. Adapun dosa besar orang tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat.
Maksudnya, kelak di akhirat baru ditentukan hukuman baginya.
Persoalan yang memicu Murji’ah untuk menjadi golongan teologi tersendiri
berkaitan dengan penilaian mereka terhadap pelaku dosa besar. Menurut penganut
paham Murji’ah, manusia tidak berhak dan tidak berwenang untuk menghakimi
seorang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah mereka akan masuk neraka
atau masuk surga. Masalah ini mereka serahkan kepada keadilan Tuhan kelak.
Dengan kata lain mereka menunda penilaian itu sampai hari pembalasan tiba.
Paham kaum Murji’ah mengenai dosa besar berimplikasi pada masalah
keimanan seseorang. Bagi kalangan Murji’ah, orang beriman yang melakukan
dosa besar tetap dapat disebut orang mukmin dan perbuatan dosa besar tidak
mempengaruhi kadar keimanan. Alasannya, keimanan merupakan keyakinan hati
seseorang dan tidak berkaitan dengan perkataan ataupun perbuatan. Selama
seseorang masih memiliki keimanan didalam hatinya, apapun perbuatan atau
perkataannya, maka ia tetap dapat disebut seorang mukmin, bukan kafir. Murji’ah

3
mengacu kepada segolongan sahabat Nabi SAW, antara lain Abdullah bin Umar,
Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Imran bin Husin yang tidak mau melibatkan diri
dalam pertentangan politik antara Usman bin Affan (khalifah ke-3; w. 656) dan
Ali bin Abi Thalib (khalifah ke-4; w. 661).

B.     Latar Belakang munculnya aliran Murji’ah


Munculnya aliran ini di latar belakangi oleh persoalan politik, yaitu
persoalan khilafah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin
Affan, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan
Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan, yaitu
golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari
barisan Ali (disebut Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok
lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok
Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syi’ah dan Khawarij bersama-
sama menentang kekuasaannya. Syi’ah menentang Mu’awiyah karena menuduh
Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya.
Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai
menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut
terjadi saling mengkafirkan. Di tengah-tengah suasana pertikaian ini muncul
sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan
politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi
golongan Murji’ah.
Dalam perkembanganya, golongan ini ternyata tidak dapat melepaskan diri
dari persoalan teologis yang muncul di zamannya. Waktu itu terjadi perdebatan
mengenai hukum orang yang berdosa besar. Kaum Murji’ah menyatakan bahwa
orang yang berdosa besar tidak dapat dikatakan sebagai kafir selama ia tetap
mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai rasul-
Nya. Pendapat ini merupakan lawan dari pendapat kaum Khawarij yang
mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar hukumnya adalah kafir.

4
Oleh karena itu, Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang
tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang
melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran khawarij.
Golongan Murji’ah berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan
beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman
berarti dia tetap mukmin, bukan kafir, kendatipun ia melakukan dosa besar.
Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan ia ampuni atau
tidak. Pendapat ini menjadi doktrin ajaran Murji’ah.
Dan pada masa Murji’ah ini pula timbullah istilah Ilmu Kalam yang berarti
ilmu berbicara (berdebat) sebagai nama baru bagi Ilmu Tauhid atau Ilmu
Ushuluddin yang telah ada.

C.    Doktrin – Doktrin Pokok Aliran Murjiah


Menurut W. Montgomery Watt merincikan sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah
memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat
Khalifah Rasyiddin.
c. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin murji’ah menyerupai pengajaran para empiris dari
kalangan Helenis.
Menurut Harun Nasution menyebutkan 4 ajaran pokoknya dalam doktrin
teologi murji’ah yaitu :
a. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah,Amr bin Ash, dan Abu Musa Al –
Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah dihari
kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa
besar.
c. Meletakkan pentingnya iman dari pada amal.

5
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Menurut Abu ‘Ala Al Maududi menyebutkan 2 doktrin pokok ajaran
murji’ah, yaitu :
a. Iman adalah percaya kepada Allah dan rasulnya saja. Adapun amal
perbuatan tidak merupakan suatu adanya iman. Berdasarkan hal ini,
sesorang tetap dianggap mukmin walaupun meningggalkan perbuatan
yang difardhukan dan melakukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas
seorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan
menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

D.  Pemikiran dan Sekte – sekte dalam Aliran Murji’ah


Watt menyebutkan sekte-sekte Murji’ah terdiri atas beberapa sekte yaitu:
a. Murji’ah Khawarij
b. Murji’ah Qadariah
c. Murji’ah Jabariah
d. Murji’ah Murni
e. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah)
Sementara itu, Muhammad Imarah (I. 1931) menyebutkan 12 sikte Murji’ah,
yaitu sebagai berikut:
a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan
b. Ash-shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy
c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
d. Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus
e. Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban
f. Asy-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-
Dimsaqy
g. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr
h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah An-Nu’man

6
i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thawmy
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua
sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Atau bisa juga disebut
Murji’ah al-Sunnah dan Murji’ah al-Bid’ah sebagai mana yang tercantum dalam
buku karya Prof. Dr. Imam Muhammad Abu Zahrah. Murji’ah moderat
berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di
dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT.
Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-rasulNya serta yang datang
dariNya secara keseluruhan, namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan
tidak pula berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas
pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin ‘Ali bin Thalib, Abu Hanifah,
Abu Yusuf, dan beberapa Ahli Hadis.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-
Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap
kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut:
1. Al-Jahamiyah di pelopori oleh Jahm bin Safwan. Menurut paham ini, iman
adalah mempercayai Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan segala sesuatu yang
datangnya dari Allah SWT. Sebaliknya, kafir yaitu tidak mempercayai hal-
hal tersebut diatas. Apabila seseorang sudah mempercayai Allah SWT,
rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT, berarti ia
mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya hal-hal yang
bertentangan dengan imannya, seperti berbuat dosa besar, menyembah
berhala, dan minum-minuman keras. Golongan ini juga meyakini bahwa
neraka itu tidak abadi, karena keabadian hanya bagi Allah SWT semata.
2. As-Shalihiyah diambil dari nama tokohnya, Abu Hasan As-Shalihi. Sama
dengan pendapat Al-Jahamiyah, golongan ini berkeyakinan bahwa iman
adalah semata-mata hanya ma’rifat kepada Allah SWT, sedangkan kufur

7
(kafir) adalah sebaliknya. Iman dan kufur itu tidak bertambah dan tidak
berkurang.
3. Al-Yunusiyah dan Ubaidiyah adalah pengikut Yunus bin An-Namiri.
Menurut golongan ini, iman adalah totalitas dari pengetahuan tentang
Tuhan, kerendahan hati, dan tidak takabur; sedang kufur kebalikan dari
itu. Iblis dikatakan kafir bukan karena tidak percaya kepada Tuhan,
melainkan karena ketakaburannya. Mereka pun meyakini bahwa perbuatan
jahat dan maksiat sama sekali tidak merusak iman.
4. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “saya tahu
Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang
diharamkan itu adalah kambing ini”. Orang tersebut mukmin, bukan kafir.
Begitu pula orang yang mengatakan,”saya tahu Tuhan mewajibkan naik
haji ke kakbah, tetapi saya tidak tahu apakah kakbah di india atau tempat
lain”.
Harun Nasution mengemukakan bahwa golongan Murji’ah moderat,
sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam sejarah dan ajaran-ajaran
mereka mengenai iman, kufr dan dosa besar masuk ke dalam aliran Ahli Sunnah
dan Jama’ah. Adapun golongan Murji’ah ekstrim juga telah hilang sebagai aliran
yang berdiri sendiri, tetapi dalam praktek masih terdapat sebagian umat islam
yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrim itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa
mereka sebenarnya dalam hal ini mengikuti ajaran-ajaran golongan Murji’ah
ekstrim.
Tetapi juga tidak semua ajaran murji’ah membahayakan dan ditolak. Karena
ajaran murji’ah moderat masih diterima kalangan ahli sunnah waljamaah dalam
islam. Masih ada ajaran murji’ah moderat yang identik dengan pendapat al-asy’ari
dari golongan ahli sunnah waljamaah misalnya adalah masalah iman. Menurut al-
asy’ari iman adalah pengakuan dalam hati pada keesaan tuhan tentang kebenaran
para rasul dengan segenap apa yang dibawanya. Mengucapkan dengan lisan dan
mengerjakan segala rukun islam adalah cabang dari iman. Orang melakukan dosa
besar bila meninggal dunia sebelum taubat, nasibnya terserah pada tuhan.

8
PENUTUP
- Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti
menunda atau menangguhkan. Salah satu aliran teologi Islam yang muncul
pada abad pertama Hijriyah.
- Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa, yaitu ‘Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya pada hari
kiamat kelak.
- Doktrin-doktrin pokok Murji’ah menurut Harun Nasution ada 4, yaitu :
a. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah,Amr bin Ash, dan Abu
Musa Al – Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada
Allah dihari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang
berdosa besar.
c. Meletakkan pentingnya iman dari pada amal.

9
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
- Sekte- sekte Murji’ah menurut Muhammad Imarah :
a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan
b. Ash-shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy
c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
d. Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus
e. Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban
f. Asy-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan
Ad-Dimsaqy
g. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr
h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah An-Nu’man
i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thawmy
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany

DAFTAR PUSTAKA

Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah pemikiran Islam,


Banjarmasin: Antasari Press, 2010.

Ghazali, Adeng Muchtar, Perkembangan Ilmu Kalam:Dari Klasik Hingga


Modern, Bandung: Pustaka Setia, 2003.

A. Nasir, Sahilun, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali Pers, 1991.

Rozak, Abdul dan Anwar, Rozihon, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2011,
Cet. VI.

Rozak, Abdul dan Anwar, Rozihon Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2012,
Cet. 1 Edisi Revisi.

10
Abu Zahrah, Imam Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Jakarta:
Logos Publishing House, 1996.

Nasution, Harun, Teologi Islam:Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,


Jakarta: UI-Press, 1986.

Mulyono dan Bashori, Study Ilmu Tauhid atau Kalam, Malang: UIN-MALIKI
PRESS, 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai