Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan atau menyusun makalah mata kuliah metodelogi ilmu kalam

ini yang berjudul Murji’ah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari dosen pembina mata kuliah dan rekan-rekan

yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah

ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, Amin.

Sigli, 24 Maret 2019

Penulis

Kelompok 2

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sikap saling mengkafirkan dari syi’ah dan Khawarij terhadap golongan lain

menyebabkan tumbuhnya golongan lain yang dibentuk oleh beberapa sahabat Nabi

sendiri yaitu golongan Murji’ah, mereka benci terhadap pertikaian dan pertentangan

yang diwarnai oleh saling mengkafirkan antara satu sama lainnya. kemudian mereka

membuat langkah-langkah tersendiri yang bersifat netral, tidak memihak kepada

salah satu golongan manapun. Supaya kita lebih tahu tentang aliran Murji’ah, maka

dirasa perlu bagi kita membahas tentang aliran Murji’ah.

B. Rumusan Masalah

Pada makalah ini akan dibahas unsur-unsur yang terkait tentang aliran

murji’ah yang meliputi: Sejarah lahir, ajaran pokok, sekte-sekte aliran murji’ah dan

pengaruhnya.

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa mengetahui:

1. Sejarah lahirnya aliran murji’ah

2. Ajaran pokok aliran murji’ah

3. Sekte-sekte aliran murji’ah

4. Pengaruh aliran murji’ah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Aliran Murji’ah

Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad

pertama hijriah. Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti

penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi

harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh

pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di

belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan iman dari pada amal.

Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan

seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-

masing) kelak di hari kiamat.

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.

Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh

sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika

terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai

kelompok politik maupun Teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan

kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh

berat Khawarij.

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai

gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin

Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-

Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat

3
Islam. Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah yang terlampau

mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang

menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah.

Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan

Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan

Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra.

Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij.

Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam

pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan

pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti:

berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah

wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian

disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin,

tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni

atau tidak.

Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau

memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu

tidak mengurangi keimanan seseorang. Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal

Al-Muzni, Abu Salat As-Samman, dan TsaubanDliror bin 'Umar. Penyair Murji’ah

yang terkenal pada pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah,

mengarang syair kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah.

4
B. Ajaran Pokok Aliran Murji’ah

Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-

Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya

iman. Berdasan hal ini seseorang tetep dianggap mukmin walaupun meninggalkan

perbuatan yang difardukan dan melekukan dosa besar.

Amin menerangkan: “kebanyakan aliran Murji’ah berpendapat bahwa iman

ialah hanya membenarkan dengan hati saja, atau dengan kata lain iman ialah makrifat

kepada Allah SWT. Dengan hati, bukan pengertian lahir. Apabila seseorang beriman

dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya dia

menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan

dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan seperti shalat,

puasa, dan sebagainya, itu bukan bagian dari pada iman.”

Dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati,

setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atau gangguan atas seseorang.

Untuk mendatangkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri

dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau

amal tidaklah sepenting iman, Yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa,

hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak

mukminnya seseorang, perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini.

Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain, selanjutnya

perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya.

Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti

5
mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada

dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman

seseorang. Walaupun perbuatan-perbuatan yang dilakukan melanggar syariat Islam,

tetapi kalau hatinya iman, aliran tersebut masih mengatakan orang itu mukmin.

Adapun mengenai orang yang lalai dalam menunaikan kewajiban-kewajiban,

atau dia melakukan dosa-dosa besar, maka sebagian dari tokoh-tokoh Murji’ah

berpendapat: tiadalah mungkin menentukan hokum bagi orang itu di dunia ini. Hal

itu haruslah ditangguhkan (diserahkan saja) kepada Tuhan untuk menentukannya di

hari kiamat. Dari sini timbulnya istilah ”Murji’ah”, yaitu berasal dari kata “irja’”

yang berarti “menangguhkan”.

I’tiqadmurji’ah

a. Sudah mengetahui dalam hati atas wujudnya tuhan dan sudah percaya dalam hati

kepada Rasul-rasulNya maka menjadi otomatis mukmin, walaupun

mengucapkan dengan lidah hal-hal yang mengkafirkan, seperti menghina nabi,

menghina al-qur’an dan lain sebagainya.

b. Golongan murji’ah juga mengatakan, bahwa orang mukmin yang percaya dalam

hati adanya Tuhan dan percaya pada rasul-rasul maka ia adalah

mukmin walaupun dia mengerjakan segala macam dosa besar ataupun dosa

kecil. Dosa bagi kaum murji’ah tidak apa-apa kalau sudah ada iman dalam hati,

sebagai keadaannya perbuatan baik tak ada gunanya kalau sudah ada kekafiran

didalam hati.

c. Orang yang telah beriman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala

atau membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi murji’ah orang ini masih mukmin.

6
d. I’tiqad menangguhkan dari kaum murji’ah, yaitu menangguhkan orang yang

bersalah sampai kemuka tuhan sampai hari kiamat, hal ini ditentang oleh kaum

ahlussunnahwaljama’ah karena setiap orang yang salah harus dihukum didunia

ini.

e. Kalau kita ikuti faham golongan murji’ah ini maka ayat-ayat hukum seperti

menghukum pencuri dengan memotong tangan, menghukum rajam orang yang

berzina, menghukum bayar kafart dan lain-lain yang banyak tersebut dalam

Qur’an tidak ada gunanya lagi karena sekalian kesalahan akan ditangguhkan

sampai ke muka Tuhan saja.

C. Sekte-Sekte Aliran Murji’ah

Kemunculan sekte-sekte aliran Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan

pendapat di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat

problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte

Murji’ah. Kesulitannya- antara lain- adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran

tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak

diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang dimaksud adalah washil bin Atha dari

Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itulah, Ash-

Syahrastani, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:

a. Murji’ah Khawarij, mereka adalah Syabibiyyah (pengikut Muhammad bin

Syabib) dan sebagian kelompok Shafariyyah yang tidak mempermasalahkan

pelaku dosa besar.

7
b. Murji’ah Qadariyah, mereka adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad

Damsyiki sebutan mereka Al Ghilaniah

c. Murji’ahJabariyah, mereka adalah Jahmiyyah (para pengikut Jahm bin Shafwan),

Mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati saja. Dan menurut

mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasanya ikrar dengan

lisan dan amal bukan dari iman.

d. Murji’ah Murni, mereka adalah kelompok yang oleh para ulama diperselisihkan

jumlahnya.

e. Murji’ah Sunni, mereka adalah para pengikut Hanafi, termasuk di dalamnya

adalah Abu Hanifah dan gurunya Hammad bin Abi Sulaiman juga orang-orang

yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ahKufah dan yang lainnya. Mereka

ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.

Sementara itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu:

a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan

b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalihi

c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus as-Samary

d. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus

e. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban

f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan ad-Dimsaqy

g. An-Najariyah, pengikut al-Husain bin Muhammad an-Najr

h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah an-Nu’man

i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib

j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thaumi

8
k. Al-Murisiyah, pengikut Basral-Murisy

l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam as-Sijistany

Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua

sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendapat

bahwa iman itu terdiri dari tasdiqunbilqolbi dan iqrorunbil lisan. Pembenaran hati

saja tidak cukup ataupun dengan pengakuan lidah saja, maka tidak dapat dikatakan

iman. Kedua unsur iman tidak dapat dipisahkan. Iman adalah kepercayaan dalam hati

yang dinyatakan dengan lisan. jadi pendosa besar menurut mereka tetap mukmin,

tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya, dan

bila diampuni oleh Allah maka tidak masuk neraka sama sekali. Iman ini tidak

bertambah dan tidak berkurang. Tak ada perbedaan manusia dalam hal ini.

Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu

Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadist.

Murji’ahekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau

pembenaran dalam hati (tasdiqunbilqolbifaqoth) bahwa orang islam yang

menyatakan iman kepada Tuhan kemudian berkata kufur secara lisan tidaklah

menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati bukan yang lain.

Kemudian shalat, zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan, bukan

ibadah, karena yang disebut ibadah ialah iman.

Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-

Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap

kelompok itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

9
a. Al-jahmiyah, pengikut jahm ibnu sofwan. Menurut golongan ini orang islam

yang percaya pada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan

tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanya dalam hati

bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia,tetapi dalam hati sanubari.

b. Al-shalihiyah, pengikut abu al-hasan al-shalihi, berpendapat bahwa iman

adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam

pengertian bahwa mereka shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah,

melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan. Karena yang disebut ibadah

adalah iman kepadanya dalam arti mengetahui Tuhan.

c. Al-Yunusiah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan

maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam

iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah

merugian orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman

berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman

seseorang sebagai musyrik.

d. Hasaniyah menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “saya tahu

Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang

diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin,

bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu Tuhan

mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di

India atau tempat lain.”

10
D. Pengaruh Aliran Murji’ah

Pengaruh negatif dari aliran ini adalah:

1. Aliran Murji’ah meyakini bahwa suatu perbuatan (amal) tidak mempengaruhi

keimanan seseorang, sehingga banyak orang menyatakan yang penting

“hatinya”, dan perbuatan maksiat yang dilakukannya tersebut seakan-akan

tidak mempengaruhi keimanan di hatinya.

2. Aliran Murji’ah menyamakan antara orang yang shalih dengan yang tidak, dan

orang yang istiqamah di atas agama Allah dengan orang yang fasik. Sebab

menurut mereka, amal shalih tidak mempengaruhi keimanan seseorang,

sebagaimana juga perbuatan maksiat tidak mempengaruhi keimanan.

3. Menghilangkan unsur jihad fisabilillâh dan amar ma`ruf nahi mungkar.

4. Munculnya pemikiran Murji’ah ini telah menyebabkan banyak hukum-hukum

Islam menjadi hilang, sehingga menjadi penyebab hilangnya syari’at.

Pemikiran mereka juga telah merusak keindahan Islam, sehingga menjadi

penyebab manusia berpaling dan tidak mengagungkan syari’at Allah.

5. Pemikiran Murji’ah membuka pintu bagi orang-orang yang rusak membuat

kerusakan dalam agama, dan merasa tidak terikat dengan perintah dan larangan

syari’at. Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan di tengah

kaum Muslimin. Bahkan akhirnya sangat mungkin mereka membuat

melakukan perbuatan kekufuran dan kesyirikan, dengan alasan bahwa hal itu

merupakan amalan, dan tidak merasa bisa menyebabkan imannya menjadi

berkurang atau hilang. Na’udzubillâhi min-zhalik.

11
Pengaruh positif aliran ini salah satunya yaitu golongan ini memberi harapan

kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT.

Demikian pengaruh-pengaruh aliran Murji`ah. Mudah-mudahan penjelasan ringkas

ini bermanfaat bagi kita semua.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan bahwa aliran Murji’ah yang

terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Aliran

Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam

upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana

hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak

mengurangi keimanan seseorang. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap

mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Karena hanya Tuhan-lah

yang mengetahui keadaan iman seseorang. Adapun hukuman bagi dosa besar itu

terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak.

B. Saran

Kami menghimbau kepada teman-teman seperjuangan untuk mencari lebih

luas tentang aliran Murji’ah yang belum bisa kami bahas pada makalah kami ini.

Demikian sajian makalah ini mudah-mudahan apa yang kami uraikan pada makalah

ini bisa memberi manfaat bagi kami dan yang mengkaji makalah ini. Dalam

pembuatan makalah ini pasti masih banyak kekurangan, Untuk itu kritik dan saran

yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan pada penulisan karya

ilmiah mendatang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, Teologi Islam, Universitas Indonesia, Jakarta: 1972.

Rozak, Abdul, Prof. Dr, dan. Anwar, Rosihon, Prof. Dr., Ilmu kalam, Pustaka setia,

Bandung: 2001.

Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers,

Jakarta: 2010.

Rahim, Husni, Dr.H.,Sejarah Kebudayaan Islam,Departemen Agama

RI,Jakarta:1999.

14

Anda mungkin juga menyukai