Anda di halaman 1dari 7

Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis sejarah muncul aliran Murji’ah serta
pokok ajarannya. Makalah ini menunjukkan bahwa aliran Murji’ah muncul
disebabkan oleh tiga teori : Yang pertama, untuk menyatukan umat Islam. Yang
kedua, untuk menanggulangi perpecahan umat. Yang ketiga, adanya perseteruan
antar Ali dan Muawiyyah sehingga terjadi tahkim. Pemahaman Murji’ah dapat di
implementasikan dalam banyak hal baik dibidang politik maupun dibidang teologis.
Dalam hal politik, pemahaman murji’ah selalu netral. Sedangkan dalam bidang
teologis, yang digunakan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang muncul
terkait dengan iman, kufur, perbuatan Tuhan dan kehendak Tuhan. Implikasi dari
pemahaman Murji’ah adalah agar kaum muslimin mengetahui awal muncul dan
pokok ajaran aliran ini.
Kata Kunci : Murji’ah, Sejarah dan Pokok Ajarannya.

A. Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
islam pada dasarnya berawal dari permasalahan politik pada saat itu yang terjadi
pada umat muslim, yang akhirnya merebak pada persoalan teologi dalam Islam.
Masalah politik itu memuncak pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan sampai
pada masa Ali bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran
Islam. Sehingga terjadi permusuhan bahkan saling membunuh sesama umat Islam.
Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam menyikapi masalah
inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi dalam Islam.
Muncul beberapa golongan dan aliran yang disebabkan oleh reaksi mereka
terhadap persoalan itu. Diantaranya ialah golongan Murji’ah. Murji’ah merupakan
aliran teologi Islam yang netral atau menangguhkan dan memberi pengharapan
terhadap umat yang melakukan dosa besar. Pada awalnya golongan ini tidak mau
ikut campur dalam pertentangan-pertentangan yang tengah terjadi ketika itu dan
mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidaknya orang-orang
yang bertentangan itu kepada Tuhan. Tetapi, ketika berpindah kepada persoalan
teologi yakni mengenai persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij,
mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan pula bagi golongan
Murji’ah. Dalam makalah ini Penulis membahas tentang sejarah, tokoh dan ajaran
pokok golongan Murji’ah.
B. Pengertian
Secara etimologi kata Murji’ah berasal dari bahasa Arab yaitu arja’a - yurji’u
yang berarti menunda atau menangguhkan. Golongan Murji’ah adalah orang yang
senantiasa menunda penjelasan kedudukan orang yang bersengketa yakni Ali dan
Muawiyyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Secara terminologi Murji’ah adalah kelompok yang mengesampingkan atau
memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu
tidak mengurangi keimanan seseorang. 1
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa aliran Murji’ah merupakan
aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi
kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan
ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat. Mereka mempunyai pandangan
bahwa kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.
C. Sejarah dan Tokoh Penggagas Aliran Murji’ah
Ada teori yang mengatakan bahwa gagasan paham Murji’ah ini dikembangkan
oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari
persengketaan politik.2
Aliran Murji’ah ini mucul pada abad ke-1 Hijriyah. Munculnya aliran ini
dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal kekhalifahan. Setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan, umat islam terpecah kedalam dua kelompok
besar, yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kemudian kelompok Ali terpecah
menjadi dua golongan yaitu golongan yang tetap setia membela Ali (Syiah) dan
golongan yang keluar dari barisan Ali (Khawarij). Ketika Muawiyah berhasil
mengungguli dua golongan tadi dalam merebut kekuasaan, kelompok Muawiyyah
lalu mendirikan dinasti Umayyah. Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang
kekuasaannya. Dalam pertikaian antara ketiga golongan itu, muncul sekelompok
orang yang menyatakan diri tidak ingin ikut terlibat dalam pertentangan politik
yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian dikenal dan berkembang menjadi
golongan “Murji’ah”.

1
Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, vol.1 145.

2
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: al Nahdal, 1965), 280.
Al-Syahrastani mengemukakan bahwa orang pertama yang telah menemukan
paham Murji’ah adalah Ghailan al-Dimasyqi, tetapi ada juga yang mengatakan
bahwa pembawa ajaran ini adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.
Dan kemudian orang yang menganut paham ini disebut dengan kaum “Murji’ah”.
Mereka muncul sebagai reaksi terhadap pendapat kaum khawarij yang
mengkafirkan orang-orang yang telah melakukan dosa besar, dalam hal ini adalah
Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari san lain-lain
yang telah menerima arbitrase dan tahkim.
D. Paham dan Ajaran
Dibidang politik paham Murji’ah ini senantiasa bersikap netral yang
diaplikasikan dengan tidak berbicara sehingga dikenal dengan kelompok
pembungkam. Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat
Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Dalam bidang teologis, Murji’ah menanggapi berbagai masalah yang muncul
terkait dengan iman, kufur, dosa besar dan kecil. Paham Murji’ah bahwa orang
yang berdosa besar tetap mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan
rasul-Nya. Adapun dosa besar orang tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat.
Maksudnya di akhirat baru ditentukan hukuman untkunya.3
Berdasarkan paham teologi Murji’ah Harun Nasution berpendapat terkait
dengan ajaran pokoknya yaitu :
1) Menunda hukuman atas Ali, Muawiyyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Asy’ari
yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2) Menyerahkan keputusan hanya kepada Allah atas orang-orang muslim yang
melakukan dosa besar.
3) Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
4) Memberikan pengharapan kepada orang-orang muslim yang berbuat dosa besar
untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Abu A’la al-Maududi menyebutkan ada dua doktrin pokok ajaran murji’ah,
yaitu :
1) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun amal atau
perbuatan tidak merupaka suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal
ini, seseorang tetaap dianggap mukmin walaupun meninggalkanperbuatan yang
diwajibkan dan melakukan dosa besar.
3
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar., Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006)
2) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap
maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun gangguan atas seseorang.
Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan
diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid4
E. Sekte-Sekte Aliran Murji’ah
Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan berbagai golongan Murji’ah
dalam persoalan iman dan kufur sebagai berikut :
1) Al-Yunusiyyah
Dipelopori oleh Yunus bin ‘Aun al-Namiri, berpendapat bahwa iman adalah
ma’rifat kepada Allah dengan menaatinya, mencintainya dengan sepenuh hati,
meninggalkan takabbur. Menurutnya iblis termasuk makhluk arif billah, namun
ia dikatakan kafir karena takabburnya kepada Allah.
2) Al-Ubaidiyyah
Dipelopori oleh ‘Ubaid al-Mukta’ib, berpendapat bahwa selain perbuatan
syirik akan diampuni Allah. Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan
masih punya tauhid tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang
diperbuatnya.
3) Al-Ghassaniyyah
Dipelopori oleh Ghassan al-Kafi, berpendapat bahwa iman adalah
pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasu, mengakui dengan lisan akan
kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namusn secara global tidak perlu secara
rinci. Iman menurutnya bersifat statis, tidak bertambah dan berkurang.
4) Ats-Tsaubaniyyah
Dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i, berpendapat bahwa iman adalah
mengenal dan mengakui (ma’rifah dan ikrar) terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Melakukan apa-apa yang tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa
yang pantas menurut akal , tidak disebut iman. Iman lebih dahulu daripada
amal.5
Harun Nasution membagi Murji’ah secara global kepada dua golongan
besar yaitu :
a) Golongan Murji’ah Moderat

4
Kumaidi, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: Akik Pusaka, 2001). 21
5
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 140-146
Berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak
kekal dalam neraka, akan tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan
besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan
akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu ia tidak akan masuk neraka
sama sekali.
Yang termasuk golongan moderat antara lain adalah al-Hasan bin
Muhammad bin ‘Aly bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan
beberapa ahli hadits
b) Golongan Murji’ah Ekstrim
Murji’ah Ekstrim mengatakan bahwa iman hanya pengakuan atau
pembenaran dalam hati. Artinya, mengakui dengan hati bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Rasul-Nya. Dari hal ini Murji’ah
berpendapat bahawa seseorang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa
besar, bahkan mengatakan kekufurunnya secara lisan. Oleh karena itu jika
seseorang telah beriman dalam hatinya, ia tetap dipandang sebagai seorang
mukmin sekalipun menampakkan tingkah laku seperti Yahudi atau
Nasrani.
F. Pengaruh Aliran Murji’ah terhadap Umat Islam
Kehadiran kelompok Murji’ah sangat mengejutkan umat Islam, karena tidak
mau mengkafirkan salah satu golongan contohnya kaum Khawarij yang
menganggap golongan Syi’ah telah berbuat kafir karena tidak menegakkan hukum
berdasarkan al-Qura’an. Sedangkan kaum Syi’ah menuduh kaum Khawarij juga
telah kafir karena firqah yaitu keluar dari barisan Syi’ah. Sedangkan pendukung
Muawiyyah juga mengatakan kedua kelompok tersebut telah berbuat firqah.
Menanggapi perbedaan politik tersebut Murji’ah berpendapat bahwa demi
menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam yang sangat besar jumlahnya maupun
wilayahnya diperlukan keadamaian dan toleransi. Maka mereka menerima
pemerintahan Muawiyyah sebab secara kenyataannya sudah berjalan, sedangkan
masalah akidah menyerahkan status hukumnya kepada Allah SWT sehingga tidak
terjadi pertikaian antar umat Islam ( Muhammad Nurdin : 2017,142)
G. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kata Murji’ah
berasal dari bahasa Arab yaitu arja’a - yurji’u yang berarti menunda atau
menangguhkan. Golongan Murji’ah adalah orang yang senantiasa menunda
penjelasan kedudukan orang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyyah serta
pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Dibidang politik paham Murji’ah
ini senantiasa bersikap netral yang diaplikasikan dengan tidak berbicara sehingga
dikenal dengan kelompok pembungkam. Dalam bidang teologis, Murji’ah
menanggapi berbagai masalah yang muncul terkait dengan iman, kufur, dosa besar
dan kecil. Paham Murji’ah bahwa orang yang berdosa besar tetap mukmin selama
masih beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Adapun dosa besar orang
tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat. Maksudnya di akhirat baru ditentukan
hukuman untuknya. Munculnya aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik.
Yang mana dibidang politik paham Murji’ah ini senantiasa bersikap netral. Dalam
pelajaran sejarah aliran ini terpecah menjadi dua kelompok yaitu golongan
Murji’ah Moderat dan golongan Murji’ah Ekstrim. golongan Murji’ah Moderat
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam
neraka. Yang termasuk golongan moderat antara lain adalah al-Hasan bin
Muhammad bin ‘Aly bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli
hadits. Golongan Murji’ah Ekstrim mengatakan bahwa iman hanya pengakuan
atau pembenaran dalam hati.
DAFTAR PUSTAKA

A. Amin, Fajrul Islam, (ed.1) Leiden: Srill, 1961.


Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Asyahrantani, Abi Al-Fath Muhammad Abd Al-Karim bin Abi Bakar, Al-Milal
Wan Nihal, Dar Fikr
Mazkur.Ibrahim, Filsafat Islamiyah. Manhaj wathabiquh, juz II, Dar Ma’arif Mesir,
1947
Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, Malang: UIN-Maliki
Press. 2010.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI
Pers. 1985.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Press. 1986.
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan, Jakarta:
Kencana, 2016.

Anda mungkin juga menyukai