Afi Tarim
(16110081)
ABSTRAK
Pemberontakan dan perang saudara yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib mengakibatkan reaksi keras umat muslim. Reaksi ini menimbulkan
dukungan masyarakat yang dikenal dengan irja’. Sikap netral dan tidak ingin
berpihak kepada salah satu kelompok inilah yang kemudian melahirkan Aliran
Murji’ah kala itu. Kaum murji’ah adalah kaum yang tidak mau turut campur dalam
pertentangan antara kaum yang keluar dari khalifah Ali dan setia pada khalifah Ali
dan menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya kaum yang bertentangan tadi
kepada Tuhan. Pada zaman Bani Umayyah, Murji’ah berkembang pesat dan
melahirkan sekte-sekte dalam aliran tersebut sendiri. Empat sekte besar yang
berkembang pada waktu itu adalah Murji’ah Al-Khawarij, Murji’ah Al-
Qadariyyah, Murji’ah Jabariyyah, dan Murji’ah Murni.
PENDAHULUAN
1
Aliran teologi al-Murji’ah sebagaimana juga al-Khawarij, pada mulanya
ditimbulkan oleh kasus politik, tegasnya, persoalan khilafah yang membawa
perpecahan di kalangan umat Islam setelah Utsman bin Affan mati terbunuh.
Muncullah kaum al-Khawarij yang berbalik memusuhi Ali. Perlawanan mereka ini
memperkuat pendukung-pendukung yang bertambah keras membela Ali dan
akhirnya mereka membentuk golongan tersendiri dalam Islam yang dikenal dengan
nama Syi’ah (Syi’atu Aliyin). Meskipun Syi’ah dan al-Khawarij bermusuhan,
namun mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayah dengan motif yang
berlainan. Al-Khawarij menentang Bani Umayah karena mereka manganggap Bani
Umayah telah menyeleweng dari ajaran Islam, sedang Syi’ah menentang Bani
Umayah karena memandang mereka telah merampas kekuasaan dari Ali dan
keturunannya (Rahman, 2001).
Pemimpin Murji’ah ini adalah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat as-
Saman, Tsauban Dliror bin Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada
pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair
kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah (Nasir, 2012).
2
SEKTE-SEKTE DALAM MURJI’AH
5. Murji’ah Murni, sekte ini dalam kitab Mihal wa Nihal terbagi dalam beberapa
kelompok, yaitu:
a. Al-Yunusiyah
Al-Yunusiyah adalah kelompok yang mengikuti ajaran Yunus ibn ‘Aun
an-Numairi. Menurut Yunus, iman adalah pengenalan kepada Allah dengan
3
menaati-Nya, meninggalkan keinginan dan rencana (pribadi) serta menyerah
segala-galanya kepada Allah dan mencintai Allah dengan sepenuh hati.
Barangsiapa yang pada dirinya terhimpun semua hal yang disebutkan di atas
maka dia dikatakan sebagai orang yang beriman. Perbuatan taat selain yang
disebutkan di atas tidak termasuk iman. Karena kalau ditinggalkan tidak
merusak iman dan juga tidak disiksa karena meninggalkannya selama
imannya kuat dan mantap.
b. Al-‘Ubaidiyyah
c. Al-Ghassaniyyah
4
dan dia pun tidak terkesan ragu atas ucapannya. Meskipun setiap orang yang
berakal tidak meragukan bahwa Ka’bah itu bisa berada di mana-mana
sedangkan perbedaan antara babi dan kambing cukup jelas.
d. Ats-Tsaubaniyyah
Ats-Tsaubaniyyah adalah kelompok yang mengikuti ajaran Abu
Tsauban al-Murji’i yang berpendapat bahwa iman adalah pengenalan dan
pengakuan lidah kepada Allah, Rasul, dan kepada semua perbuatan yang
menurut akal tidak boleh dikerjakan dan perbuatan yang menurut akal boleh
dikerjakan tidak termasuk iman. Iman lebih dahulu daripada amal.
Orang yang mendukung pendapat Tsauban ini di antaranya Abu
Marwan Ghailan ibn Marwan Al Damisqi, Abu Tsamar, Muwis ibn Umran,
Al-Fadhal-Raqasyi, Muhammad ibn Syu’aib, Al-‘Arabi, dan Haleh Qubbah.
Ghailan beranggapan baik dan buruk bersumber dari manusia. Dan
mengenai imamah ia berpendapat boleh saja dari yang bukan suku Quraisy
karena itu setiap orang yang melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah
5
dengan baik, ia berhak menjadi imam dan imamah dianggap sah apabila telah
disepakati umat secara ijmak. Anehnya ia berpendapat ada kesepakatan umat
bahwa yang lebih baik menjadi imam dari yang bukan berasal dari suku
Quraisy. Menurut mereka karena alasan inilah kelompok Anshar mengatakan
bagi kami seorang pemimpin dan bagi kamu seorang pemimpin. Ghailan
dalam ajarannya menghimpunkan ketiga pokok ajaran Qadariyyah, Murji’ah,
dan Khawarij.
Kelompok-kelompok tersebut terdahuhu sependapat kalau Allah
memaafkan orang yang berbuat maksiat pada hari kiamat, tentunya juga Allah
memaafkan setiap orang yang beriman yang berbuat maksiat. Dan kalau
Allah mengeluarkan satu orang dari neraka, tentunya Allah akan
mengeluarkan siapa saja yang bersamanya di dalam neraka. Anehnya mereka
tidak pernah yakin bahwa orang yang beriman dari ahli tauhid akan
dikeluarkan dari neraka.
Diriwayatkan dari Muqatil ibn Sulaiman kemaksiatan tidak
mempengaruhi iman dan tauhid, orang beriman tidak dimasukkan ke dalam
neraka. Kendatipun banyak riwayat sahih menerangkan sebalik pendapat itu.
Orang yang beriman yang berbuat maksiat akan disiksa pada hari kiamat di
atas shirat yang terbentang di atas neraka mereka mencium bau neraka.
Mereka merasakan panas dari nyala api neraka, semua siksa yang diterima
sesuai dengan berat ringannya dosa, kemudia dimasukkan ke dalam surga dan
demikian juga orang yang sementara masuk neraka akan dimasukkan juga ke
dalam surga.
Dinukil dari Bisyar ibn Gayath Al-Muraisi yang katanya apabila orang
yang berbuat dosa besar dimasukkan ke dalam neraka mereka akan
dikeluarkan setelah disiksa karena dosanya kalau dikatakan mereka akan
kekal di dalamnya mustahil dan Tuhan tidak adil.
Dikatakan orang yang pertama menganut ajaran Murji’ah adalah Al-
Hasan ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Abi Thalib. Ia menulis beberapa buah
surat yang dikirimnya ke beberapa daerah yang di dalamnya ia menyatakan
penundaan perbuatan dari iman seperti yang dikatakan Murji’ah Yunusiyyah
6
dan Ubaidiyyah. Ia berpendapat orang yang melakukan dosa besar tidak dapat
dikatakan kafir, karena ketaatan dan kemaksiatan bukan inti iman sehingga
dikatakan iman hilang karenanya.
e. At-Tuminiyyah
At-Tuminiyyah adalah nama kelompok yang mengikuti ajaran Abu
Muaz At-Tumini yang mengatakan iman adalah terpelihara dari kekufuran,
iman nama dari perbuatan yang apabila ditinggalkan akan menjadi kafir,
demikian juga kalau satu perbuatan saja ditinggalkan menjadi kafir. Karena
itu tidak boleh beriman kepada sebagian dan kafir pada sebagian. Setiap
kejahatan, baik yang termasuk dosa besar maupun dosa kecil, kaum muslimin
tidak sepakat apakah pelakunya dikatakan kafir atau fasik, namun mereka
sepakat pelaku dapat dikatakan fasik dan maksiat. Katanya: unsur-unsur iman
yang dimaksud adalah makrifah tashdiq, mahabah, ikhlas dan mengakui
melalui lisan terhadap apa yang disampaikan Rasul. Katanya: setiap orang
yang meninggalkan sholat dan puasa langsung dikatakan kafir tetapi kalau ia
meninggalkan puasa dan sholat dengan niat mengqadha tidak dikatakan kafir.
Siapa yang membunuh nabi atau memukulnya ia termasuk kafir, kafir bukan
karena membunuh atau karena memukul tetapi karena menghina memusuhi
dan membenci mereka.
Rawandi dan Bisyar ibn Al-Muraisi cenderung kepada pendapat di atas,
karena itu katanya: iman adalah tashdiq dengan hati dan lisan, kekafiran ialah
keras kepala dan ingkar. Orang yang sujud kepada matahari, bulan, dan
patung tidak dikatakan dirinya kafir tetapi perbuatan tersebut hanya
merupakan tanda kekafiran.
f. Ash-Shalihiyyah
Ash-Shalihiyyah adalah kelompok yang mengikuti ajaran Shalih ibn
‘Umar ash-Shalihi. Ash-Shalihi, Muhammad ibn Syu’aib, Abu Syamar, dan
Ghailan, semuanya adalah pengikut Qadariyyah dan Murji’ah. Kami
memasukkan kelompok ini ke dalam Murji’ah Murni, karena mereka
mempunyai pendapat yang berbeda dengan kelompok Murji’ah yang lain.
7
Menurut ash-Shalihi, iman adalah semata-mata pengenalan kepada
Allah dan mengakui Allah sebagai pencipta alam semesta. Sedangkan
kekafiran adalah ketidaktahuan (jahil) terhadap Allah. Orang yang
mengatakan bahwa tuhan itu tiga, menurutnya, bukanlah kafir tetapi ucapan
itu tidak akan keluar kecuali dari orang yang kafir. Dan menurutnya makrifah
kepada Allah itu adalah mahabbah dan khudhu (tunduk) kepada Allah.
Menurutnya shalat bukan ibadah, kecuali dari orang yang beriman
kepada-Nya, karena ia telah mengenal-Nya. Dan iman menurutyna hanya
terdiri dari satu unsur yang tidak bertambah dan tidak berkurang, demikian
juga kafir tidak bertambah dan tidak berkurang, demikiran juga kafir tidak
bertambah dan tidak berkurang.
Menurut Abu Syamar Al-Murji’i Al-Qadari iman ialah makrifah
(pengenalan) kepada Allah, cinta, tunduk dan patuh dengan hati dibuktikan
dengan pengakuan lidah, bahwa Allah Maha Esa yang tidak setara dengan
segala sesuatu sementara belum diterima berita dari Nabi. Dan apabila sudah
ada berita dari Nabi maka ikrar dengan lisan terhadap apa yang dibawa Nabi
termasuk inti iman dan tidak semua unsur iman termasuk iman. Apabila
semua unsur yang diterangkan di atas telah terhimpun dinamakan iman.
Syarat di dalam unsur iman bahwa ia mengenal keadilan Allah dan yang
dimaksud adalah pengakuan bahwa baik dan buruk tidak disandarkan kepada
Allah.
Ghailan dikenal sebagai penganut Murji’ah dan juga penganut
Qadariyyah, menganggap iman adalah makrifah kedua dari Allah, cinta,
patuh dan pengakuan melalui lisan terhadap apa yang dibawa oleh Rasul dari
Allah. Sedangkan makrifah yang pertama adalah bersumber dari naluri
manusia. Karena itu, menurutnya, makrifah itu ada dua macam. Pertama,
makrifah fitrah (naluriah), yaitu pengetahuan bahwa alam semesta ini ada
penciptaannya dan termasuk yang diciptakan adalah dirinya sendiri. Makrifah
semacam ini tidak disebut iman karena ia tidak lahir dari kesadaran.
Sedangkan makrifah yang kedua diperoleh dari dalil dan inilah yang disebut
iman.
8
Tokoh-tokoh Murji’ah di antaranya adalah Al-Hasan ibn Muhammad
ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, Sa’id ibn Jubair, Thalq ibn Habib, ‘Amr ibn Murrah,
Muharrib ibn Zayyad, Muqatil ibn Sulaiman, Zar, ‘Amr ibn Zar, Hamad ibn
Sulaiman, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad ibn Al-Hasan, dan Qadid
ibn Ja’far. Nama-nama tersebut sebenarnya juga termasuk aliran Ahl al-hadits
karena mereka tidak mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar dan
tidak menganggap mereka kekal di dalam neraka sebagai kebalikan dari
Khawarij dan Qadariyyah.
Jumlah sekte-sekte Murji’ah yang tidak sedikit dengan corak pemikiran yang
berbeda, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua sekte besar, yaitu Murji’ah
moderat dan Murji’ah ekstrim.
9
Murji’ah ekstrim ini amat berbahaya jika diikuti, karena dapat menimbulkan
kehancuran dalam bidang akhlak dan budi pekerti luhur, lebih-lebih pada
masyarakat yang dilanda berbagai produk budaya yang tidak bermoral yang pada
gilirannya akan menimbulkan sikap permissivisme, yakni sikap yang mentolelir
penyimpangan-penyimpangan dari norma akhlak dan moral yang berlaku. Karena
dalam pandangan Murji’ah yang dipentingkan hanyalah iman, maka norma-norma
akhlak dapat dianggap kurang penting dan diabaikan. Inilah sebabnya nama
Murji’ah pada akhirnya mengandung arti tidak baik dan tidak disenangi.
KESIMPULAN
Secara subtansi, paham dari Murji’ah telah ada sejak lama, namun disebut
sebagai suatu golongan tertentu adalah ketika terjadi permasalahan politik dalam
tubuh umat Islam. Golongan ini muncul seiring munculnya golongan Khawarij,
yang keluar dari Ali r.a dan golongan Syi’ah yang mendukung bahkan memuja
Ali r.a . Murji’ah merupakan golongan yang memilih diam/pasif terhadap aktifitas
politik kala itu. Dari ranah politik ini, golongan Murji’ah masuk ke ranah teologi
dan mengalami perkembangan di bawah kekuasaan Bani Umayah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Nurdin, M. Amin. 2014. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
11