Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

QADARIYAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid PAI 1 C Dosen Pengampu : Drs. H. Syamsudin Yahya, M. Pd.I

Disusun oleh : Ahmad Fatoni Ahmad Multazam Amal Al Ahyadi Amry Muhammad 113111096 113111097 113111099 113111101

KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS TARBIYAH
Jalan Walisongo 3 5 Semarang 50185 (024) 7604554 Website : www.iainwalisongo.ac.id Tahun Pelajaran 2011 - 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya Tuhan bersifat mahakuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Di sini timbullah pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan, bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Diberi Tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan? Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran qadariyah. Dalam makalah ini kami berusaha memaparkan secara singkat dan umum tentang qadariyah. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka masalah yang akan dipaparkan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Pengertian Qadariyah ? 2. Bagaimana sejarah timbulnya aliran Qadariyah ? 3. Bagaimana ajaran-ajaran dan perkembangan Qadariyah ?

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Qadariyah Pengertian Qadariyah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara yang bermakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diciptakan oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-

perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar/ kadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will dan free act.1 B. Sejarah Timbulnya Aliran Qadariyah Qadariyah lahir pada akhir masa sahabat, ketika muncul pembicaraan tentang takdir. Sejarah timbulnya Qadariyah tidak dapat diketahui dengan pasti kapan paham ini muncul. Akan tetapi menurut keterangan ahli teologi islam menyatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Mabad al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/ 689 M, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Menurut Ibn Nabatah, Mabad al-Juhani dan temannya Ghailan alDimasyqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan menurut al-Zahabi, Mabad adalah seorang tabiin yang baik. Tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman Ibn alAsyas, Gubernur Sajitan, dalam menentang kekuasaan Banu Umayah.2

Prof. Dr. Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 33 Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 70 Abudin Nata, Ilmu Kalam Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 36 2 Prof. Dr. Harun Nasution, Op.cit, hlm. 34

Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayah yang dianggapnya kejam. Apabila firqoh Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah SWT. demikian dan hal ini berarti merupakan topeng kekejamannya, maka firqoh Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Ajaran-ajaran firqoh Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup. Sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Mabad al-Juhani dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80 H/ 690 M). Mabad al-Juhani adalah seorang tabiin, pernah belajar kepada Wahil bin Atho, pendiri Mutazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj. Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya.3 Adapun Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus, ayahnya seorang yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ghailan sendiri menyiarkan paham Qadariyah di Damskus , tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz. Setelah Umar wafat ia meneruskan kegiatannya, sehingga akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Ghailan juga merupakan pemuka Murjiah dari golongan al-Salihah. C. Ajaran-ajaran Qadariyah Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia pula yang melakukan/ menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.4 Mereka kaum Qadariyah mengemukakah dalil-dalil untuk

memperkuat pendirian mereka.

Prof. Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M. Pd.I, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah Ajaran dan Perkembanganya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.139 140 4 Prof. Dr. Harun Nasution, Op.cit, hlm. 35


katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman, maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah. (QS. Al-Kahfi : 29)


Tuhan tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka (QS. Al- Rad : 11) Sebagian orang-orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal dari Allah SWT., sedangkan perbuatan manusia yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakannya, tidak ada sangkut pautnya dengan Allah SWT. mereka dikatakan Majusi, karena mereka beranggapan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan keburukan seperti ajaran agama Majusi atau Zaroaster yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang disebut Ahura Mazda dan dewa keburukan, gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angramanyu. Pangkal kesesatan mereka adalah karena menyangka bahwa takdir bertentangan dengan syariat. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi dua golongan. Ada golongan yang mengagungkan syariat, perintah dan larangan, janji serta ancaman, dan mengikuti apa-apa yang dicintai dan di ridlhai Allah, serta meninggalkan yang di benci dan di murkai-Nya. Mereka menganggap bahwa dalam hal ini tidak mungkin menyatukan antara syariat dengan takdir. Muncul pula golongan yang mengunggulkan syariat dan mendustakan takdir serta meniadakannya, atau menolak sebagiannya.5 Qadariyah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Qadariyah Musyrikah, Qadariyah Majusiyah, dan Qadariyah Iblisiyah.

Prof. Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M. Pd.I, Op.cit, hlm. 140 Muhammad Abdul Hadi Al Mishri, Manhaj dan Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta: Gema Insari Press, 1992), hlm. 186

1. Qadariyah Musyrikah Adalah mereka yang mengetahui qadla dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan. Mereka menakwilkan perkara mereka kepada pengingkaran syaiat, perintah, dan larangan. Menurut mereka, tidak ada satu binatang melata pun kecuali Dialah yang memegang ubun-ubunnya (mengendalikannya). Dialah yang memberikan ujian, baik itiqad maupun hal-hal lainnya kepada berbagai kelompok sufi dan ahli fiqih, sehingga di antara mereka keluarlah sekelompok orang yang membolehkan hal-hal yang diharamkan, menanggalkan kewajiban, dan menyingkirkan hukuman. Golongan ini bercampuran dengan Nasrani. Sedangkan di kalangan kaum Nasrani sendiri terdapat percampuran syirik yang mengikuti kaum musyrikin dalam berpegang kepada takdir yang menyalahi syariat. 2. Qadariyah Majusiyah Adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam

penciptaan-penciptaan -Nya sebagaimana golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadah kepada-Nya. 3. Qadariyah Iblisiyah Adalah mereka yang membenarkan bahwa Allah merupakan sumber terjadinya kedua perkara, akan tetapi menurut mereka hal ini saling berlawanan. Merekalah orang-orang yang membantah Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits. Kebanyakan mereka terdiri dari ahli aqwal dan ahli afal dari para penyair dungu dan lainnya dari golongan zindiq. Perkembangan paham Qadariyah setelah peristiwa terbunuhnya Mabad al-Juhani, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut, akan tetapi dengan munculnya firqoh Mutazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali paham-paham Qadariyah. Sebab antara keduanya, terdapat persamaan filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mutazilah. Dalam segi lain mempunyai kesamaan ajaran dengan Murjiah, sehingga disebut Murjiatul Qadariyah.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat di ambil dari pemaparan di atas adalah bahwa paham Qadariyah adalah segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendak sendiri, manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Sungguhpun penganjur-penganjur yang pertama telah meninggal dunia, masih tetap terdapat paham Qadriyah di dalam kalangan umat Islam. Dalam sejarah teologi Islam, selanjutnya paham Qadariyah dianut oleh kaum Mutazilah. B. Penutup Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis pasrah dan berserah diri, apabila dalam penulisan ini terdapat kesalahan, itu hanya semata karena didasari kemampuan penulis sangat minim pengetahuan agamanya, dan karena dari setan ar-rajim, akan tetapi sebaliknya apabila ada kebenaran, penulis yakin itu semata hanya merupakan taufik, maunah dan ridha Allah Azza wa Jalla.

DAFTAR PUSTAKA

Al Mishri, Muhammad Abdul Hadi. 1992. Manhaj dan Aqidah, Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta : Gema Insari Press Anwar, Rosihan. 2006. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta : UI - Press Nasir, Sahilun A.. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya. Jakarta : Rajawali Pers Nata, Abudin. 1998. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai