Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku studi Ilmu-Il
mu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata حكمت الد ابة واحكمتyang arti
nya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada bin
atang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang di
kokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih se
cara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat dibe
dakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupu
n abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena s
ebagainya membetulkan sebagian yang lain.[3]
1. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gam
blang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat y
ang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluar
nya dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)
2. Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus
diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani,
tetapi tidak harus diamalkan.[4]
3. Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengata
kan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/
segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dala
m beberapa arah/segi, karena masih sama (semakna-red).[5]
Dari pengertian-pengertian ulama diatas, sudah dapat disimpulkan bahwa inti pengertian
dari ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi
dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Yang termasuk dalam kategori ayat-
ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang
dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun pengertian dari ayat-ayat mutasyabih adal
ah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat muta
syabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigi
us).
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui
oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sumber perbedaan mereka t
erdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7
Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, Wa al-rasikhuna
fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna sebagai hal. Itu ar
tinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya.[
6] Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna sebagai kha
bar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan oran
g-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya.[7]
Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Ima
m An-Nawawi, didalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih
karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak a
da jalan untuk mengetahuinya.”. Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq As
y-Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya diketahui A
llah. Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka de
ngan orang awam?”.[8]
Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussu
nnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat dari :
1. Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah
yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali
Imran ayat 7 :
“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk meni
mbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka
berhati-hatilah menghadapi mereka.”
2. Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif, mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’m
asy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :
Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau m
embagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:
1. Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kia
mat.
3. Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama
’ yang mumpuni saja.[11]
[5]Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 239
[11] Abd. Hadi, Pengantar Study ilmu-Ilmu Al-Quran, (Surabaya: Graha Pustaka Islamic M
ultimedia, 2010), 222
Menurut bahasa, fawatih adalah jama’ dari kata fatih atau fawatih yang berarti awalan/p
embuka. Sedangkan suwar adalah jama’ dari kata surah yang berarti sekumpulan ayat-a
yat Al-Qur’an yang diberi nama tertentu.
Jadi, fawatih as-suwar berarti beberapa pembuka dari surah-surah Al-Qur’an / beberapa
macam awalan dari surah-surah Al-Qur’an. Sebab, seluruh surah Al-Qur’an yang berjuml
ah 114 buah itu dibuka dengan 10 pembukaan, dan tidak ada satu surahpun yang kelu
ar dari 10 pembukaan itu. Dan tiap-tiap macam pembukaan itu mempunyai rahasia/hik
mah sendiri-sendiri. Diantara pembukaan itu ada yang berbentuk al-muqatha’ah1, kata,
maupun kalimat.
Istilah fawatih as-suwar sering dijumbuhkan orang dengan al-hurufull muqatha’ah. Diant
aranya adalah Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an. Karena
itu, perlu ditegaskan bahwa fawatih as-suwar itu berbeda dengan hurufull muqatha’ah y
ang hanya mempunyai salah satu macam dari fawatih as-suwar yang ada 10 macam itu
.2
Menurut Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Lathaiful Iayarati, fawatihush suwar dibeda
kan menjadi 10 macam, yaitu:
- Surah Al-Furqan dengan lafal ” ”ع ْب َد َه َ َي ن ََّز َل ْالفُ ْرقأن
َ علَى ْ اركَ الَّذ
َ ت َ َب
b. Mensucikan Allah SWT dari sifat-sifat negatif (Tanziihu ‘An Shifatin Nuqshaan) d
engan menggunakan lafadz tasbih yang terdapat dalam 7 surah, yaitu:
“maha suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam”.
َ ت َواأل َ ْر
ض َ َّموا
َ س َّب َح َلِلَ َمافَى الس
َ
“semua yang ada dilangit dan yang ada dibumi bertasbih pada Allah ( menyatakan ke
besaran Allah”.
“telah bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi”.
- Surah Al-Shaff dengan lafal
“telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibum
i”.
“telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibum
i”.
“telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibum
i”.
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 209 surah dengan memakai 14 huruf
dengan tanpa diulang, yakni: hamzah, ha’, ro’, sin, shod, tho’, ‘ain, qaf, kaf, lam, mim,
nun, ha’, ya’.
a. Terdiri atas satu huruf, terdapat pada 3 tempat; Shad (surah Shad), Qaf (surah
Qaf), dan Nun (surah Al-Qalam).
b. Terdiri atas dua huruf, terdapat pada sembilan tempat; ( حمQ.S. Al Mu’min, Q.S.
As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al Ahqaf); ( طهQ.S
. Thaha); ( طسQ.S. An Naml); dan ( يسQ.S. Yaasin).
c. Terdiri atas tiga huruf, terdapat pada tiga belas tempat; ( المQ.S. Al Baqoroh, Q.
S. Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); ( الرQ.S. Yunus, Q.S. Hud, Q.S
. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan ( طسمQ.S. Al Qoshosh dan Q.S. As Syu’ara).
d. Terdiri atas empat huruf, terdapat pada dua tempat; yakni ( المرQ.S. Ar Ra’du) d
an ( المصQ.S. Al A’raf).
e. Terdapat atas lima huruf, terdapat pada dua tempat; ( كهيعصQ.S. Maryam) dan
( حم عسقQ.S. As Syu’ra).
a. Nida untuk Nabi ,يا أيها النبيyang terdapat dalam Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan
At Thalaq. ياأيها المزملdalam Q.S. al Muzammil dan ياأيها المدثرdalam Q.S. Al Mudatsir.
b. Nida untuk kaum mukminin dengan lafadz ياأيها الذين امنواterdapat dalam Q.S. Al
Maidah, Q.S. Al Mumtahanah dan Al Hujurat.
c. Nida untuk umat manusia ياأيها الناسterdapat dalam Q.S. An Nisa dan Q.S. Al H
ajj.
- Surah At-Taubah dengan lafal ” “ بَ َرا َءةٌمَ نَ ّللاَ َو َرسُ َو َل َه
-Surah An-Nur dengan lafal ” “ سُ ْو َرة ٌ ا َ ْنزَ ْلن َها َوفَ َرضْن َها
-Surah Al-Fath dengan lafal ” “ إَنَّافَتَحْ نَالَكَ فَتْ احا ُمبَ ْيناا
-Surah Al-Qadr dengan lafal ” “ َإنَّاا َ ْنزَ ْلنهُ فَى لَ ْيلَةَالقَد َْر
-Surah Al-Mu’minun dengan lafal ” “ َقَ ْدا َ ْفلَ َح ْال ُمؤْ مَ نُ ْون
-Surah Al-Qamar dengan lafal ” “ عةُ َوا ْنش ََّق القَ َم ُر َ َإَ ْقت ََرب
َ ت السَّا
ْ ََو ْالع
-Surah Al-‘Ashr dengan lafal ” “ ص َر
Syarat-syarat yang dipakai Allah sebagai pembukaan surah-surah Al-Qur’an ada 2 maca
m dan digunakan dalam 7 surah, sebagai berikut:
a. Syarat yang masuk pada jumlah ismiyah, dipakai diawal 3 surah diantaranya:
b. Syarat yang masuk pada jumlah fi’liyah, dipakai diawal 4 surah, diantaranya:
-Surah Al-Munafiqun dengan lafal ” “ َإَذَا َجا َءكَال ُمن َفقُ ْرن
Ada 6 fi’il amar yang dipakai untuk membuka surah-surah al-Qur’an, yang terdiri dari 2
lafal dan digunakan untuk membuka 6 surah-surah sebagai berikut:
a. Dengan fi’il Amar ْ َإ ْق َرأyang hanya untuk membuka satu surah yaitu Surah Al-‘A
laq.
b. Dengan fi’il amar ,قُ ْلyang digunakan dalam 5 surah sebagai berikut:
b. Do’a atau harapan yang berbentuk kata kerja (Ad-Du’aaul Fi’liyu) membuka satu
surah saja yaitu surah Al-Lahab ” “ َّب َوتَب
ٍ تَبَّــتْ يَدَاأَبَى لَ َه
2Prof. Dr. H. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu;Surabaya, 2012, hlm. 168.
3. Hikmah dari pembukaan surah dengan jumlah ini ialah untuk memperingatkan
Nabi Muhammad SAW dan umat Islam agar memperhatikan firman-firman Allah
yang disebutkan sesudah pembukaan itu, serta mengamalkan dan menjadikanny
a sebagai pedoman.
4. Hikmah atau rahasia Allah SWT membuka beberapa surah dalam kitab-Nya d
engan memakai sumpah-sumpah itu sebagai berikut:
a. Agar manusia meneladani sikap bertanggung jawab, bahwa kalau bicara
harus benar dan jujur, dan bila perlu berani angkat sumpah untuk memperkuat
ucapannya.
b. Agar dalam bersumpah bagi manusia harus memakai nama Alah.
6. Hikmah pembukaan dengan do’a/ harapan ini juga sama, yakni untuk member
i perhatian, peringatan dan petunjuk kepada semua umat manusia.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor:Lintera Antar Nusa
Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Isl
amic Media
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2012, Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN
Sunan Ampel Press
Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran, Malang:UIN Malang Perss