Anda di halaman 1dari 2

Imam Muhammad asy-Syahrastani

Ulama Sekokoh Baja


Nama lengkap asy-Syahrastani adalah Imam Muhammad bin Abdul Karim bin Ahmad
asy-Syahrastani, ulama ahli Kalam yang tak asing lagi dengan panggilan asy-Syahrastani.
Disebut dengan asy-Syahrastani karena dinisbatkan pada tempat kelahirannya, yakni
Syahrastan.

Mengenai tanggal kelahirannya, ulama berbeda pendapat. Di dalam kitab at-Tahbîr


disebutkan bahwa beliau lahir pada tahun 469 H sedangkan di adz-Dzail disebutkan beliau
lahir pada tanggal 479 H di Kota Syahrastan, Khurasan di daerah Persia.

Dari segi keilmuan, Imam asy-Syahrastani terkenal sebagai ulama multidisipliner. Di


dalam kitab al-Muthâbaqah, as-Subki menjelaskan bahwa selain mendalami Ilmu Kalam, asy-
Syahrastani juga ahli dalam bidang Tafsir, Hadis, Fikih, dan Ushul Fikih. Ilmu Tafsirnya, beliau
dapat dari sang guru yang bernama Imam Abu al-Qosim al-Anshari, Ilmu Hadisnya didapat
dari Imam Abu al-Hasan al-Madini, sedangkan Ilmu Kalam, Fikih, dan Ushul Fikihnya beliau
dapat dari Imam Abu Nashr al-Qusyairi.

Di dalam kitab at-Tahbîr, Imam as-Sam’ani memuji asy-Syahrastani sebagai orang yang
tinggi adab. Terbukti, ketika beliau pergi ke Baghdad di saat umurnya baru menginjak 15
tahun, warga daerah tersebut sangat welcome padanya. Bahkan di sana asy-Syahrastani
memperoleh popularitas sebagai seorang dai yang ucapannya diterima oleh masyarakat
awam.

Selain multidisipliner, asy-Syahrastani juga termasuk ulama yang produktif. Karya-


karyanya terhitung banyak. Adapun karyanya yang paling monumental hingga saat ini adalah
al-Milal wan-Nihal. Rujukan paling fundamental bagi penuntut ilmu yang haus akan Akidah. Di
dalam kitab tersebut beliau fokus menjelaskan aliran sesat yang selalu booming dari dulu
hingga kini. Aliran yang berkedok pencinta ahlul-Bait yang tak lain adalah aliran Syiah.

Terlepas dari keutamaan beliau yang telah disebutkan di atas, asy-Syahrastani juga
tak luput dari belati dergama yang ditujukan pada dirinya. Diantara pelakunya adalah as-
Sam’ani. Meskipun di atas as-Sam’ani disebut memuji asy-Syahrastani, namun sejatinya as-
Sam’ani juga kontra dengannya.

Di dalam kitab at-Tahbîr, setelah memuji asy-Syahrastani, ia melanjutkan


statementnya bahwa asy-Syahrastani bukanlah pengikut golongan Asyairah, melainkan
pengikut Syiah Ismâ’iliyah. Sama halnya Imam adz-Dzahabi yang didalam kitab Tarikh-nya
mengutip perkataan as-Sam’ani yang mencurigai asy-Syahrastani mendukung pandangan-
pandangan Syiah.
Tuduhan semacam itu tidak hanya disampaikan oleh as-Sam’ani, al-Baihaqi juga
menyebut demikian di dalam kitabnya, Târikhul-Hukamâ’. Bahkan tuduhannya lebih ekstrem
daripada yang dituduhkan oleh as-Sam’ani. Al-Baihaqi menuduh Imam asy-Syahrastani telah
mengarang tafsir yang memuat banyak sekali interpretasi esoterik Syiah. Di dalam buku
terjemahan al-Milal wan-Nihâl, di halaman pengantar editor, Dr. Sayyid an-Na’ini
menambahkan bahwa asy-Syahrastani telah mengarang tafsir tersebut secara diam-diam di
kampung halamannya pada akhir-akhir masa hidupnya.

Lantas, apakah tuduhan-tuduhan tersebut benar adanya? Ataukah hanya hoax


belaka? Jawabannya semua tuduhan di atas adalah miring dan tak mendasar. Imam as-Subki
menjawab tuduhan di atas dan berkata, “Semua yang dituduhkan kepada asy-Syahrastani
hanyalah tong kosong belaka. Sebab tidak ada pembuktian yang tepat bahwa asy-Syahrastani
adalah pengikut Syiah Ismailiyah. Lagi pula tampak dari kitabnya, al-Milal wan-Nihal, asy-
Syahrastani menyatakan berlepas diri dari aliran Syiah.”

Senyawa dengan bantahan as-Subki di atas, pada kitab asy-Syahrastani yang berjudul
Nihâyatul-Iqdâm fî ‘Ilmil-Kalâm isinya justru menunjukkan pada hal sebaliknya. Dalam artian,
isi dari karyanya itu sama sekali tidak diambil dari kitab-kitab karangan ulama Syiah,
melainkan dari kitab ulama Asyairah. Maka tak heran ungkapan seperti, “Pandangan dari
Syekh kami al-Asy’ari” senantiasa muncul dalam kitab al-Iqdâm.

Selama hidup Imam asy-Syahrastani senantiasa mengabdikan dirinya pada


masyarakat awam meski cercaan selalu menerornya. Ulama dengan kesabaran sekokoh baja
ini kembali ke pangkuan Tuhannya pada tahun 548 H dan dimakamkan di tempat
kelahirannya, yakni di Syahrastan.

Ghazali/MADINAH

Anda mungkin juga menyukai