Anda di halaman 1dari 32

FATWA

DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD


NO: 013/DFPA/I/1440
TENTANG HUKUM MUSIK ISLAMI

Latar Belakang Permasalahan


Telah marak di tanah air dakwah yang dicampurkan dengan musik
-yang disebut dengan musik islami-. Sempat juga booming istilah
“nada dan dakwah”. Demikian juga ternyata penggunaan “musik
islami” tidak hanya terbatas dalam dakwah bahkan juga digunakan
dalam dzikir. Terlebih lagi mulai bermunculan sebagian da’i yang
dengan tegas menyatakan bahwa musik islami diperbolehkan,
bahkan jika bertujuan baik bisa bernilai ibadah.
Demikian pula adanya kerancuan yang timbul seperti menyatakan
bahwa syaír dan lagu adalah musik, demikian juga pernyataan
bahwa ada khilaf ulama dalam haram/halalnya musik, atau alat
musik pada asalnya tidak ada hukumnya sebagaimana pisau
tergantung untuk apa penggunaannya.
Memandang maraknya fenomena ini maka Dewan Fatwa
Perhimpunan Al-Irsyad memandang perlu untuk menjelaskan
tentang hukum musik islami dalam syari’at Islam.
Hukum Musik Islami
Yang dimaksud dengan “islami” di sini adalah musik yang
bernuansa Islami, yang berisikan lirik-lirik keislaman.
Kaitannya dengan musik maka ada tiga hal yang perlu dibedakan -
agar lebih jelas pembahasannya-:
Pertama: Alat musik, seperti gitar, piano, organ, seruling, biola,
bass, dll.
Kedua: Alat musik dengan menggunakan suara manusia, yang
dikenal dengan istilah acapella yang digunakan untuk mengiringi
lagu.
Ketiga: Lagu atau nyanyian tanpa alat musik, seperti nyanyian
nasyid, lagu kebangsaan, dan juga syair-syair yang
disenandungkan dengan irama tertentu.
Pertama: Hukum memainkan alat musik
Para ulama telah sepakat akan haramnya
menggunakan/memainkan alat musik. Di antara dalil yang
menunjukkan akan haramnya alat musik adalah firman Allah:
َ َّ ْ َ َّ
‫يث ِل ُي ِض َّل َع ْن َس ِب ِيل الل ِه ِبغ ْي ِر ِعل ٍم َو َيت ِخذ َها ُه ُز ًوا‬‫د‬ َ ‫الناس َم ْن َي ْش َتري َل ْه َو ْال‬
‫ح‬
َّ َ َ
‫و ِمن‬
ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫ُأ َولئ َك َل ُه ْم َع َذ‬
‫اب ُم ِه ٌين‬ ِ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan” (QS Luqman: 6)
Ibnu Mas’úd berkata tentang lahwul hadits (perkataan sia-
َّ َ َ َّ َ ْ
َ َ ‫ َوال ِذي َل ِإل َه ِإَل ُه‬،‫“ ال ِغن ُاء‬Demi Allah yang tidak ada tuhan yang
sia)‫و‬
disembah selainNya, itu adalah nyanyian”1. Demikian juga Ibnu
Ábbas berkata, ُ‫“ هُ َو ْال ِغنَا ُء َونَحْ ُوه‬Dia adalah nyanyian dan
semisalnya”2. Demikian juga Jabir berkata, ُ‫ع لَه‬ ُ ‫“ هُ َو ْال ِغنَا ُء َو ِاِل ْستِ َما‬Itu
adalah nyanyian dan mendengarkannya”3, dan ini juga pendapat
1 Tafsir At-Thobari 18/534
2 Tafsir At-Thobari 18/535
3 Tafsir At-Thobari 18/536
Íkrimah, Saíid bin Jubair, Mujahid, Qotadah, An-Nakhoí, Al-
Hasan, dan Makhuul4.
Al-Hasan berkata, ‫ف َو ْال ِغنَا ُء‬ ِ ‫ث ْال َم َع‬
ُ ‫از‬ ِ ‫“ لَ ْه ُو ْال َح ِدي‬Lahwul hadits adalah
alat musik dan nyanyian”5.
Meskipun ada tafsiran lain dari lahwul hadits selain dari nyanyian
akan tetapi para ahli tafsir menyebutkan bahwa nyanyian dan yang
semisalnya termasuk dari keumuman lahwul hadits (lihat Tafsir
At-Thobari 18/539).
Al-Qurthubi berkata:
َّ َ َ َ َّ َّ ُ ْ َ ُ ْ َ َ ََ َ ََ َ َ ْ َ َ َ َْ َ َ َ
‫ود ِبالل ِه ال ِذي َل ِإله ِإَل‬
ٍ ‫ وحلف على ذ ِلك ابن مسع‬،‫هذا أعلى ما ِقيل ِفي ه ِذ ِه ْلاي ِة‬
َ ْ َّ َّ َ َ َ َ َ ُ
َُ ‫ات ِإن ُه ال ِغن‬
َ.‫اء‬ ٍ ‫هو ثَلث مر‬
“Dan ini (yaitu lahwul hadits adalah nyanyian) merupakan
pendapat yang tertinggi tentang ayat ini, dan Ibnu Masúd telah
bersumpah tiga kali dengan nama Allah yang tidak ada
sesembahan selainnya bahwa itu adalah nyanyian”6.
As-Syaukani berkata:
َ َّ َّ ‫َو ُه َو َق ْو ُل‬
َ‫الص َح َاب ِة َوالت ِاب ِعين‬
“Dan ini adalah pendapat para sahabat dan tabi’ín”7.
Bahkan Ibnu Jarir At-Thobari (wafat 310 H) menukilkan adanya
ijma’ akan hal ini. Al-Qurthubi berkata :
ُ‫صار َع َلى َك َر َاهة ْالغ َناء َو ْاْلَ ْنع م ْن َه‬ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ َ
َ ‫ْلا ْم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َفقد أجمع علماء‬:‫ي‬ َ ‫قال الطب ِر‬
“At-Thobari berkata: “Telah sepakat para ulama dari seluruh
negeri atas dibencinya nyanyian dan melarang nyanyian”8.

4 Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/331 dan Zaadul Masiir 3/430


5
Tafsir Al-Qurthubi 14/52, dan Tafsir Ibnu Katsir 6/331
6
Tafsir Al-Qurthubi 14/52
7
Fathul Qodiir 4/270
8
Tafsir Al-Qurthubi 14/56
Para ulama telah menjelaskan bahwa nyanyian yang diharamkan
adalah nyanyian yang liriknya/isinya mengantarkan kepada
keharaman atau nyanyian yang disertai alat musik -sebagaimana
akan datang penjelasannya-.
Demikian juga ada sekitar 6 hadits shahih yang disebutkan oleh
para ulama9 akan haramnya alat musik, dan yang paling shahih
adalah sabda Nabi shallallahu álaihi wa sallam:
ٌ ‫ َو َل َي ْنزَل َّن َأ ْق َو‬،‫ف‬
‫ام‬ َ
َ ََ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ
‫ا‬‫ع‬ ‫اْل‬‫و‬ ‫ر‬‫م‬ ‫الخ‬ ‫و‬ ،‫ير‬ ‫ر‬ ‫الح‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫الح‬ ‫ن‬
َ
‫و‬ ‫ل‬‫ح‬
َ ْ َ ٌ َ ْ َ َّ ُ ْ َّ َ ُ َ َ
ِ ‫ز‬
ِ ِ ِ ِ ‫ يس‬،‫ليكونن ِمن أم ِتي أقوام‬
‫ت‬
َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ ََ ْ َ َ
َ:‫ن‬َ ‫اج ٍة ف َيقولو‬ ‫ ِلح‬- ‫ َي ْع ِني الف ِق َير‬- ‫ َيأ ِت ِيه ْم‬،‫وح َعل ْي ِه ْم ِب َسا ِر َح ٍة ل ُه ْم‬‫ ير‬،‫ِإلى جن ِب عل ٍم‬
َ ََ ً َ ‫آخر‬َ ُ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َّ ُ ُ ُ َ ُ َ ً َ َ ْ َ ْ ْ
‫ين ِق َر َدة َوخنا ِز َير ِإلى َي ْو ِم‬ ِ ‫ ويمسخ‬،‫ ويضع العلم‬،‫ فيب ِيته َم الله‬،‫ار ِجع ِإلينا غدا‬
َ‫الق َي َام ِ َة‬
ِ
Sungguh akan ada dari umatku kaum-kaum yang menghalalkan
zina, kain sutra (bagi lelaki), khamr, dan alat-alat musik. Sungguh
akan ada suatu kaum yang singgah di sisi gunung, dan kambing-
kambing mereka pergi (ke tempat penggembalaan). Lalu datang
seorang fakir kepada mereka karena ada keperluan, maka mereka
berkata kepadanya, “Kembalilah kepada kami besok”. Maka Allah
pun membinasakan mereka di malam hari dan Allah
menggoncangkan gunung (lalu ditimpakan kepada sebagian
mereka)10, dan sebagian yang lain Allah rubah menjadi monyet-
monyet dan babi-babi hingga hari kiamat”11.

9
Diantaranya Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Ighootsatul Lahfaan (1/259-266) dan Al-
Albani dalam kitabnya Tahriim Aalaat at-Thorb hal 36-74).
10
Lihat Úmdatul Qoori, al-Áini 21/176
11
HR. Al-Bukhari no 5590
Tidak diragukan keshahihan hadits ini. Oleh karena itu, para imam hadits telah
menyatakan shahihnya hadits ini, di antara mereka adalah :
(1) Al-Imam Al-Bukhari yang telah memasukkan hadits ini dalam kitab shahihnya, (2)
Al-Imam Abu Bakr Al-Ismaa’iliy, beliau telah memasukkan hadits ini dalam kitabnya Al-
Mustakhraj ‘ala Shahih Al-Bukhari. (3) Ibnu Hibban yang juga telah meriwayatkan
hadits ini dalam shahihnya. (4) Al-Hafizh Ibnu Ash-Shalaah telah menshahihkan hadits
ini dalam kitabnya Uluum Al-Hadiits. (5) Badruddin Ibnu Jama’ah juga menshahihkan
Dan yang dimaksud dengan al-Maáazif adalah alat-alat musik.
Ibnu Hajar berkata:
ََ ْ ُ َ َّ ‫ََو ْاْلَ َعاز َف ب ْال َع ْين ْاْلُ ْه َم َلة َو‬
َّ ‫الزاي َب ْع َد َها َف ٌاء َج ْم ُع م ْع َز َفة ب َف ْتح‬
‫اي َو ِه َي آَلت اْلَل َِهي‬
ِ ‫الز‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫م‬ َ
“Dan ‫ف‬ َ ‫…اْل َعا ِز‬adalah plural (kata jamak) dari َ‫… ِم مع َزفة‬, yaitu alat-
alat musik”12.
Pengharaman musik dari hadits ini ditinjau dari tiga sisi berikut.
Pertama, sabda Nabi “menghalalkan”. Ini menunjukkan bahwa
hukum alat-alat musik adalah haram. Akan tetapi, akan ada kaum
dari umat ini yang akan menghalalkannya dan Nabi menyebutkan
hal ini dalam rangka mencela.
Kedua, Nabi menggandengkan alat-alat musik dengan perkara-
perkara yang sangat jelas haram berdasarkan ijma’ ulama, yaitu
zina, kain sutra (bagi lelaki), dan khamr.
Ketiga, Nabi mengabarkan bahwa ada orang-orang yang
menghalalkan keempat perkara ini (zina, khamr, kain sutra bagi
lelaki, dan alat musik) dan ditimpakan gunung terhadap mereka,
dan sebagian yang lain dirubah menjadi hewan13.

hadits ini dalam kitabnya Al-Manhal Ar-Rawiyy fi Mukhtashar Uluum Al-Hadits An-
Nabawiy. (6) Al-Haafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Ikhtishaar Uluum Al-Hadiits. (7)
Ibnu Al-Mulaqqin dalam kitabnya Al-Muqni’ fi Uluum Al-Hadits. (8) Zainuddiin Al-
’Iraqi dalam kitabnya Syarh At-Tabshirah wa At-Tadzkirah. (9) Badruddiin Al-’Ainiy
dalam kitabnya Umdah Al-Qaari Syarh Shahih Al-Bukhari. (10) Ibnu Hajr Al-
’Asqalaaniy dalam kitabnya Taghliiq At-Ta’liiq. (11) Ibnu Al-Waziir dalam kitabnya
Tanqiih Al-Andzaar. (12) As-Sakhawiy dalam kitabnya Fath Mughiits Syarh Alfiyah Al-
Hadiits. (13) Ahmad Syaakir dalam kitabnya Al-Baa’its Al-Hatsiits Syarh Ikhtishaar
‘Uluumil Hadiits. (14) Al-Albaani dalam kitabnya Tahriim aalaat Ath-Tharb. (15)
Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq-nya terhadap Shahih Ibnu Hibban. (Silakan lihat kitab
Ar-Rad ‘ala Al-Qardhaawi wa Al-Judai’, hlm. 210-214)
Oleh karenanya adalah kesalahan Ibnu Hazm yang melemahkan hadits ini karena ia telah
menyelisihi para ahli hadits yang lebih pakar hadits daripada beliau.
12 Fathul Baari 10/55
13
Lihat Ighootsatul Lahfaan 1/260-261
Karenanya banyak ulama dari berbagai madzhab dan dari berbagai
kurun waktu yang menyatakan adanya ijma’ (konsesus) dari para
ulama tentang haramnya alat-alat musik14. Berikut di antara para
ulama tersebut:
1. Al-Baghawi (wafat 516 H) dari madzhab Syafi’i, beliau berkata:
َْ َ َ ُ َ َّ
‫َواتفقوا َعلى ت ْح ِريم اْلزامير واْلَلهي َواْل َعا ِزف‬
“Dan mereka (para ulama) sepakat tentang haramnya seruling
dan alat-alat musik”15.
2. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (wafat 540 H) dari madzhab
Hanbali, beliau berkata:
ْ ٌ َ َّ َ ْ َ ََ َّ ْ َّ ُ َ َّ َ َ
ُ ‫الل ْهو َكالط ْن‬
‫أن ُه آلة ِلل َم ْع ِص َي ِة‬...‫يه‬
َِ ‫ فَل قط َع ِف‬،‫ َوالش َّب َاب ِة‬،‫ َو ِاْل ْز َم ِار‬،‫ور‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫وأما آلة‬
َ ْ َ َ َ ْ ََ ْ
‫ كالخ ْم َِر‬،‫ فل ْم ُيقط ْع ِب َس ِرق ِت ِه‬،‫اْل ْج َم ِاع‬
ِ ‫ِب‬
“Adapun alat main musik seperti thunbur (kecapi), mizmar
(seruling), dan syabbaabah (semacam seruling)16 maka tidak
ada potong tangan (bagi yang mencurinya, -pen) ...
Sesungguhnya itu adalah alat untuk bermaksiat berdasarkan
ijma’ ulama, maka tidak dipotong tangan jika mencurinya
sebagaimana (jika mencuri) khamr tidak dipotong tangannya”17.
3. Abul ‘Abbaas Al-Qurthubi (wafat tahun 656 H) dari madzhab
Maliki, ia berkata:

14
Adapun penyelisihan Ibnu Hazm yang menganggap musik adalah halal maka
penyelisihan beliau tidaklah dianggap karena menyelisihi ijma’ (konsensus) para
ulama yang telah terjadi sebelum penyelisihan beliau. Tidak didapati seorang ulama
pun sebelum beliau yang menghalalkan musik. Demikian juga setelah penyelisihan
beliau banyak pula ulama yang menyatakan ijma’ akan haramnya musik.
15
Syarhus Sunnah 13/383.
16
Hal ini berbeda dengan mizmar )yang biasanya disertai dengan pembesar suaranya
(mirip terompet). Adapun syabbabah maka seruling murni tanpa ada tambahan tertentu
pada lubangnya, yang dikenal juga dengan ‫ع‬ ُ ‫( اليَ َرا‬lihat al-Mausuu’ah al-Fiqhiyah al-
Kuwaitiyyah 38/174)
17
Al-Mughny 10/278.
‫فأما ما أبدعه الصوفية اليوم من إلادمان على سماع اْلغاني باآلَلت اْلطربة؛فمن‬
‫لكن النفوس الشهوانية وْلاغراض الشيطانية قد‬،‫قبيل ماَل ُيختلف في تحريمه‬
ُ ْ
‫حتى عمواعن تحريم ذلك وعن‬،‫سب إلى الخير و شهر بذكره‬ َ َ ‫غلبت على كثير ممن ُي َن‬
‫فحشه‬
“Adapun apa yang diada-adakan (bid’ah) oleh kaum Sufiyah
pada hari ini berupa sikap terus-menerus dan ketergantungan
untuk mendengar lagu-lagu yang disertai alat-alat musik maka
termasuk perkara yang tidak diperselisihkan mengenai
keharamannya. Akan tetapi, jiwa yang dirasuki syahwat dan
tujuan-tujuan yang berasal dari bisikan setan telah mendominasi
banyak orang yang dinisbatkan kepada kebaikan dan terkenal
dengan kebaikan tersebut, hingga akhirnya orang-orang buta
akan haramnya dan buruknya hal ini”18.
4. Ibnu Ash-Shalaah (wafat 643 H) dari madzhab Syafi’i, beliau
berkata:
َ َ َ
‫َوأما اباحة َهذا السماع وتحليله فليعلم أن الدف والشبابة والغناء ِإذا اجتمعت‬
ْ
ُْ َ َ َ ْ َ ْ َ ‫فاستماع َذ ِلك‬
‫حرام ِعند أ ِئ َّمة اْلذاهب َوغيرهم من ُعل َماء اْلسلمين َولم يثبت‬
ْ َ َ ََ َ ْ
‫اح َهذا السماع َ َو الخَلف‬ ْ ‫َعن أحد م َّمن‬
‫يعتد بقوله ِفي ِإلا ْج َماع و الاخَلف أنه أب‬ ِ
َْ َْ َّ َّ َ
ْ ‫ْاْلَ ْن ُقول َعن بعض أ‬
‫ص َحاب الشا ِف ِعي ِإن َما نقل ِفي الشبابة ُمنفردا والدف ُمنفردا‬
“Adapun pembolehan samaa’ (mendengarkan) ini dan
penghalalannya maka ketahuilah bahwa rebana, syabaabah
(semacam seruling), dan nyanyian, jika terkumpulkan maka
mendengarkannya adalah haram di sisi para imam madzhab
dan selain mereka dari kalangan para ulama Islam. Tidak
valid dari seorang pun yang perkataannya mu’tabar (dianggap)
dalam ijma’ dan perselisihan bahwa ia membolehkan model
samaa’ seperti ini. Adapun khilaf yang dinukilkan dari sebagian

18
Al-Mufhim Limaa Asykala min Talkhiis Kitaabi Muslim 2/534.
ulama Syafi’íyah maka hanya terbatas pada syabaabah saja atau
rebana saja (jika tidak digabungkan dengan alat yang lain)”19.
5. An-Nawawi (wafat 676 H) dari madzhab Asy-Syafi’i, beliau
berkata:
‫بَ ِل ْال ِم ْز َما ُر ْال ِع َراقِ ُّي َو َما يُضْ َربُ بِ ِه ْاْلَوْ تَا ُر َح َرا ٌم بِ ََل ِخ ََلف‬
“Seruling Iraqi dan semua alat musik bersenar hukumnya haram
tanpa ada perselisihan”20.
6. Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H) dari madzhab Hanbali, beliau
berkata:
َّ ُ َ ْ َ َ َ َ ََ َ ََ ْ ُ َْ
‫َ َج ْم ُع ِم ْع َزف ٍة َو ِه َي ْلالة ال ِتي‬.‫و "َاْل َعا ِزف "َ ِه َي اْلَل ِهي ك َما ذك َر ذ ِل َك أ ْه ُل اللغ َِة‬
َّ ً َ ْ َّ َ َْ ْ َ ْ ٌ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ُ َّ َ ُ ْ َ َ ُ َ ْ ُ
‫َإَل‬.‫اعا‬ ‫ن أت َب ِاع ْلا ِئ َّم ِة ِفي آَل ِت الله ِو ِنز‬ َ ‫َولم يذكر أحد ِم‬.‫َأي يصوت ِبها‬:‫يعزف ِبها‬
ََْْ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ََ َّ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ َّ َ
‫اب الشا ِف ِع ِي ذكر ِفي الير ِاع وجهي ِن َِب ِخَل ِف ْلاوت ِار‬ ِ ‫أن بعض اْلتأ ِخ ِرين ِمن أصح‬
ْ َ َ َ ‫ َ َو َأ َّما ْالع َراقيو َن َّالذ‬.‫اعا‬ ً ‫َو َن ْحو َها؛ َفإ َّن ُه ْم َل ْم َي ْذ ُك ُروا ف َيها ن َز‬
‫ين ُه ْم أ ْعل ُم ِب َمذ َه ِب ِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ
ُ َ َ ْ َّ َ َ َ
ََ ‫َ َول ِك ْن تكل ُموا ِفي الغن ِاء اْل‬... ‫اعا َل ِفي َهذا َوَل ِفي‬
‫ج َّر ِد َع ْن‬
َ َ َ ً ‫َو َأ ْت َب ُع ل ُه فل ْم َيذ ُك ُروا ن َز‬
ْ َ َ َ
ِ
َ
ٌ ‫وه؟ أ ْو ُم َب‬ َ
ٌ ‫ام؟ أ ْو َم ْك ُر‬ َّ
ٌ ‫َ َه ْل ُه َو َح َر‬:‫الل ْه َو‬ َ
َ‫اح؟‬ ِ ‫ت‬
ِ ‫آَل‬
“Al-Ma’aazif yaitu al-Malaahi -sebagaimana disebutkan oleh
para ahli Bahasa- merupakan jamak dari mi’zafah, yaitu alat
yang digunakan untuk mengeluarkan suara (musik), dan tidak
seorang pun dari pengikut para imam yang menyebutkan adanya
perselisihan tentang haramnya alat-alat musik. Akan tetapi
sebagian ulama Syafi’íyah belakangan menyebutkan hukum al-
Yaroo’/Asy-Syabbabah (seruling kayu) ada dua pendapat.
Berbeda dengan alat-alat bersenar maka tidak ada khilaf akan
haramnya. Adapun para ulama Íraq -yang lebih paham tentang
madzhab Imam Syafií dan lebih mengikutinya- maka mereka
tidak menyebutkan adanya khilaf pada yang ini dan yang
itu…(yaitu semuanya haram termasuk al-Yaroo’)…akan tetapi
19
Fataawa Ibnu Ash-Shalaah 2/055.
20
Raudhah Ath-Thaalibiin 11/228.
mereka berbicara tentang hukum lagu/nyanyian yang kosong
dari alat musik, apakah ia haram, makruh, ataukah mubah?”21.
7. Ibnu Rajab (wafat 795 H) dari madzhab Hanbali, beliau berkata:
َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ُ َ ْ َّ َ َ
‫ج ََم ٌ َع ََع َلى‬ َ ِ ‫ْلا ََع‬
ََ ‫ َف َُم‬،‫اج ِ َم‬
َْ ‫ح ََّر ٌَم َُم‬ َ ‫ض ِ َع‬
َ ‫ن َو‬ َ ‫اة َِم‬َِ ‫اْل َت َل َق‬ َ ‫ط َِرَب َِة‬
َ ‫اْل‬
َ ‫َل َِهي‬ َ ‫اْل‬
َ ‫ت‬ َ ِ ‫آَل‬
َ ‫اع‬ َ ‫اس َِت َم‬
َ ‫َوَأ َما‬
َ َ ْ ََ ْ ََ َ َ ْ ْ َ ُ َ ْ ْ َ َ ْ َ ُ َْ ُ َ َ َ
‫ص َة‬َ ‫خ‬ َ ‫الر‬
َ ‫ل‬ ََ ‫ن َن َق‬ َ ‫ َو َم‬،‫ن ذ ِلك‬ َ ‫ص َة َِفي ش َ َي ٍَء َِم‬ َ ‫خ‬ َ ‫الر‬ َ ‫ح ٍَد َِم َن َُه‬
َ ‫ن َأ‬ َْ ‫َت‬
َ ‫ َو ََل َي َع َل َم َع‬،‫ح َِرَْي َِم َِه‬
َ ْ َ َ ْ َ َ َْ َ َ َ َ ْ َ َ َ
َِ ‫ج‬
‫ل‬ َ ِ ‫ال ََج ََل‬
َ ‫ن‬ َ ‫ال َخ َِالي َِم‬ َ ِ ‫ْلا َْع ََر‬
َ ‫اب‬ َ َ‫ ََوَأ ََّما َُدف‬.َ‫اف َت ََرى‬ َ ‫ب َو‬ َ ‫ام َُي َْع َتدَ َِب ِ َه َف َق َد َك َذ‬ َ ْ ‫َِف َْي َِه ََع‬
َ ٍ ‫ن َِإ ََم‬
َ ََ َ ََ ْ ُ َ َُ ْ َ ََ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُْ
َ َ ‫اه‬
‫ب‬ َِ ‫َل َث َِة ََم َذ‬
َ ‫اء َِف َي َِه َع َلى َث‬ َ ‫ف َال َع َل َم‬َ ‫اخ َت َل‬
َ ‫ح َِو َها َف َق َِد‬ َ ‫ص َِوَت َِة َوَن‬
َ ‫اْل‬ َ
“Adapun mendengarkan alat-alat untuk main musik yang
diambil dari buatan orang-orang a’jam (non Arab) maka
hukumnya haram, dan ijma’ ulama atas keharamannya. Tidak
diketahui seorang pun dari kalangan para ulama yang
membolehkan suatu alat pun. Barangsiapa yang menukilkan
bahwa ada seorang imam yang diakui bahwa sang imam
membolehkan alat musik maka ia telah berdusta dan mengada-
ada.
Adapun rebana Arab yang kosong dari al-jalajil (yaitu besi-besi
lonceng yang dipasang di sekitar rebana) yang menimbulkan
suara (musik) dan yang semisalnya maka para ulama telah
berselisih menjadi tiga pendapat”22.
8. Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 973 H) dari madzhab Syafi’i,
beliau berkata:
َْ ْ َّ ُ ْ
‫والجنك‬ ‫ َذي ْلاوتار والرباب‬:‫والصنج أي‬ ‫والعود‬ ‫ْلاوتار واْلعازف كالطن ُبور‬
‫ وغير ذلك من ْلاَلت اْلشهورة عند أهل اللهو‬،‫يج‬ ُ ‫والكمنجة والسنطير والدر‬
ِِ
ً َ ،‫محرمة بَل خَلف‬
َّ ‫ وهذه كلها‬،‫والفسوق‬ ُ َّ
‫ومن حكى فيه خَلفا فقد‬ ِ ‫والسفاهة‬
َّ
‫ وز َّل به عن سنن‬،‫ ومنعه هداه‬،‫أصمه وأعماه‬ ‫ حتى‬،‫غلط أو غلب عليه َهواه‬
َ
َ‫تقواه‬
21
Majmuu’ Al-Fataawa 11/576-577
22
Fath Al-Baari Syarh Shahih Al-Bukhari: 8/436.
“Senar-senar dan alat-alat musik seperti kecapi, gitar, ash-shanj
yaitu simbal yang ada senarnya, ribab (alat musik dengan satu
senar), jank (semacam gitar), kamanjah (alat musik yang
memiliki kayu berbentuk busur dengan empat senar), sinthir
(semacam alat musik yang senarnya dari tembaga –lihat Al-
Mu’jam Al-Washith, -pen), dan dirriij (semacam kecapi), serta
alat-alat musik lainnya yang dikenal oleh para tukang lalai dan
orang-orang bodoh serta para pelaku kefasikan. Ini semua
hukumnya haram tanpa ada khilaf (perselisihan).
Barangsiapa yang menyebutkan adanya khilaf dalam hal ini
maka ia telah keliru atau hawa nafsunya telah
mendominasinya. Sehingga hawa nafsunya itu membuatnya
tuli dan buta serta mencegahnya dari petunjuk dan juga
menggelincirkannya dari jalan ketakwaannya”23.
Dari penjelasan di atas maka jelas bahwa para ulama telah ijma’
akan haramnya alat musik secara umum kecuali rebana (duff).
Mereka hanya khilaf dalam sebagian alat musik seperti al-Yaroo’
(semacam seruling sederhana), maka sebagian ulama Syafi’íyyah
membolehkannya dan sebagiannya tetap mengharamkannya.
Adapun alat musik yang populer seperti gitar, biola, organ, dan
piano maka para ulama ijma’ akan haramnya.
Penegasan Ulama Syafiíyah akan haramnya musik
Mengingat masyarakat Indonesia banyak yang bermadzhab Syafi’í
-demikian pula para daí yang menghalalkan musik di tanah air juga
banyak yang berafiliasi kepada madzhab Syafi’í- maka berikut ini
pernyataan para ulama Syafi’íyah tentang haramnya musik.
Pertama: Al-Imam Asy-Syafi’i dalam bab washiat berkata:
ُ َْ َْ َ َ ُ ْ ْ ََ َّ ُ ْ َ َ ْ
َِ ‫لض ْرب َبطلت ِعن ِدي ال َو ِص َّي َة َو َهكذاالق ْو َُل في اْل َز ِام‬
‫ير ك ِل َها‬ َّ ‫إَل ل‬
َِ ‫صل َُح‬ َ ‫َو ِإ‬
‫ن كان َلي‬

23
Kaff Ar-Ri’aa’ ‘an muharramaat al-lahwi wa as-samaa’‫كف الرعاع عن محرمات اللهو والسماع‬,
hal. 118.
“Jika Al-Uud (kayu gitar yang dimaksud oleh orang yang
berwasiat) tidak dapat digunakan, kecuali untuk dimainkan
(semacam gitar, -pen) maka wasiatnya batal menurutku. Demikian
juga pembicaraan mengenai seluruh jenis seruling (alat musik)”24.
Al-Imam Asy-Syafi’i juga berkata mengenai hukum potong tangan
bagi pencuri:
َ ً َ ً ْ ُ َ ُُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ٌ ََ َُ
َ‫أوس ْيفا أوغ ْي َر ُه‬ ‫ص َحفا كان‬ ٍَ ‫ن َهكذا ُيقط َُع فيه إذا َبلغ ِقيمته ربع ِدين‬
‫ار م‬ َ ‫فكلَ ما له ثم‬
َ َ ْ َ َ َّ ُ َ َ َّ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ
َ ِ ‫ن َوَل ُيقط ُ َع في ث َم‬
‫ن‬ َ ‫ق خ ْم ًرا أو ِخن ِز ًيرا لم ُيقط ْ َع ِِلنه ذا حر‬
َ ِ ‫ام الثم‬ َ ‫ن سر‬
َ ‫ِمما ي ِحل ثمنه ف ِإ‬
ْ َ ُْ
َِ ‫ور َو ََل ِاْل ْز َم‬
‫ار‬ َِ ‫الطنب‬
“Maka segala barang yang berharta menyebabkan dipotong tangan
sang pencuri jika harga barang tersebut mencapai seperempat
dinar. Barang tersebut baik mushaf (Al-Qur’an), pedang atau hal
lainnya yang halal hasil penjualannya. Jika ia mencuri khamr atau
babi maka tidaklah dipotong tangannya karena hasil penjualan
khamr dan babi adalah haram. Selain itu, sang pencuri juga
tidak dipotong tangan jika mencuri thunbur (kecapi/rebab) dan
mizmar (seruling)”25.
Sangat jelas bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i menyamakan hukum alat
musik sama seperti hukum khamr, sama-sama haram, dan tidak
halal hasil penjualannya. Oleh karena itu, jika ada pencuri yang
mencuri barang-barang haram ini maka tidaklah dipotong
tangannya.
Al-Imam Asy-Syafi’i juga berkata mengenai hukum di antara
orang-orang kafir yang dikenai jizyah (pembayaran untuk jaminan
keselamatan).

24
Al-Umm 4/92.
25
Al-Umm 6/147.
َ ََ َ ْ َّ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ً َ َ ً َ ْ ً ‫َو َلو َك َس ََر له ُط ْن ُب‬
‫َل ش ْي ََء عليه‬ َ ‫إَل ِلل َمَل ِهي ف‬
َ ‫ن لم يكن يصل َح‬ َ ‫و ِإ‬... ‫ورا أو ِمزمارا أو كبرا‬
َ َْ ْ َ ُْ ْ َ َ َ َ َ َ ََ
‫وديَ أو ُم ْستأ َمن أو ك َس َر َها ُم ْس ِل ٌَم‬ َ
ِ ‫وهكذا لو كس َرها نص َرا ِني ِْلس ِل ٍ َم أونص َرا ِنيَ أو ي ُه‬
ُ‫َلواح َد من َه ُؤََل َء َأ ْب َط ْلت ذلك ُك َّل َه‬
ِ ٍ ِ
“Kalau seandainya ia menghancurkan kecapi, seruling, atau
gendang… maka jika benda-benda ini tidak dapat digunakan,
kecuali sebagai alat musik maka tidak ada sesuatu yang harus ia
ganti rugi. Demikian pula jika seorang muslim yang merusak
(kecapi dan seruling) milik seorang muslim atau yang merusak
adalah seorang Nasrani atau seorang Yahudi atau seorang kafir
musta’man (yang meminta jaminan keamanan), atau seorang
muslim lain yang telah merusak salah satu dari benda-benda
tersebut maka semuanya dianggap batil (tidak perlu diganti rugi, -
pen)”26.
Lihatlah, bahkan menurut Imam Asy-Syafi’i jika yang melakukan
pengrusakan adalah seorang yang kafir terhadap alat-alat musik
milik seorang muslim maka sang kafir tidak perlu menanggung
biaya ganti rugi.
Kedua: Abul Ma’aali Al-Juwaini (wafat 478 H), beliau berkata:
َ َ َ َ َ
ٌ ‫ِ ُوكل َها َح َر‬،‫ْلا ْو َتار‬ َْ َ َْ َ ُ ْ
‫ َو ِه َي ذ َرا ِئ ُع ِإلى ك َبا ِئ ِر‬،‫ام‬ َ ِ ‫َوال ِب َد َاية ِفي َهذا الف ِن ِبت ْح ِرْي ِم اْل َعا ِز‬
‫ف َو‬
ُ
َ ِ ‫الذن ْو‬
‫ب‬
“Permulaan dalam pembahasan ini adalah dengan mengharamkan
alat-alat musik dan senar-senar, semuanya adalah haram dan
merupakan dzari’ah (yang mengantarkan) kepada dosa-dosa
besar”27.
Ketiga: Abu Hamid Al-Ghazali (wafat 505 H), beliau berkata:

26
Al-Umm 4/212.
27
Nihaayah Al-Mathlab bi Diraayah Al-Madzhab 19/22.
َ َّ َ َ َ َ
‫حرام ِِل َّن َها تشوق ِإلى الش ْرب َو ُه َو شعار الش ْرب فحرم التشبه بهم‬ ‫اْلعازف وْلاوتار‬
َ َ َ
‫َوأما الدف ِإن لم يكن ِف ِيه جَلجل ف ُه َو َحَلل ضرب ِفي َبيت َر ُسول هللا صلى هللا َعل ْي ِه‬
‫َوسلم‬
“Alat-alat musik dan senar-senar adalah haram. Hal itu karena
menimbulkan hasrat untuk meminum (minuman haram), dan ini
adalah syiarnya para peminum khamr sehingga diharamkan
meniru-niru mereka. Adapun duff (rebana) maka jika tidak ada
lonceng-lonceng kecilnya maka halal, dan rebana pernah ditabuh
di rumah Rasulullah”28.

28
Al-Washiith 7/350.
Peringatan: Sebagian orang menghalalkan musik dengan mempelintir perkataan Imam
Ghozali dalam kitab Ihyaa Úlumid Din. Padahal Ghozali dalam kitab tersebut hanya
menghalalkan nyanyian, sehingga beliau menganalogikannya dengan suara burung dan
suara yang indah. Namun setelah itu beliau dengan tegas mengharamkan alat-alat musik
yang telah datang nash (dalil) dengan tegas akan pengharamannya.
Beliau berkata dalam Ihyaa Úlumid Din (2/270):
‫اعلم أن قول القائل السماع حرام معناه أن هللا تعالى يعاقب عليه وهذا أمر ِل يعرف بمجرد العقل بل بالسمع ومعرفة‬
‫ وأعني بالنص ما أظهره صلى هللا عليه وسلم بقوله أو‬.‫الشرعيات محصورة في النص أو القياس على المنصوص‬
‫ فإن لم يكن فيه نص ولم يستقم فيه قياس على منصوص بطل القول‬،‫فعله وبالقياس المعنى المفهوم من ألفاظه وأفعاله‬
‫ وِل يدل على تحريم السماع نص وِل قياس ويتضح ذلك في جوابنا‬،‫بتحريمه وبقى فعَلً ِل حرج فيه كسائر المباحات‬
...‫عن أدلة المائلين إلى التحريم‬
Pernyataan Ghozali ini diterjemahkan oleh sebagian orang dengan terjemahan berikut:
“Ketahuilah, pendapat yang mengatakan, ‘Aktivitas mendengar (nyanyian, bunyi, atau
musik) itu haram’ mesti dipahami bahwa Allah akan menyiksa seseorang atas aktivitas
tersebut.’ Hukum seperti ini tidak bisa diketahui hanya berdasarkan akal semata, tetapi
harus berdasarkan dalil. Jalan mengetahui hukum-hukum syara‘ (agama), terbatas pada
nash dan analogi (kias) terhadap nash. Yang saya maksud dengan ‘nash’ adalah apa yang
dijelaskan oleh Rasulullah melalui ucapan dan perbuatannya. Sementara yang saya
maksud dengan ‘kias’ adalah pengertian secara analogis yang dipahami dari ucapan dan
perbuatan Rasulullah itu sendiri. Jika tidak ada satu pun nash dan argumentasi kias
terhadap nash pada masalah mendengarkan nyanyian atau musik ini, maka batal pendapat
yang mengaharamkannya. Artinya, mendengarkan nyanyian atau musik itu tetap sebagai
aktivitas yang tidak bernilai dosa, sama halnya dengan aktivitas mubah yang lain…”
Pada terjemahan di atas ((‘Aktivitas mendengar (nyanyian, bunyi, atau musik)…))
merupakan penterjemahan yang keliru, karena yang dibicarakan oleh Ghozali adalah as-
Samaa’ yang berkaitan dengan nyanyian tanpa musik. Karenanya setelah itu Ghozali
menyatakan :
Keempat: Imam An-Nawawi, beliau berkata:
‫ور‬ ُ ‫ َأ ْن ُي َغن َي ب َب ْعض َآَلت ْالغ َناء م َّما ُه َو م ْن ش َعار َشاربي ْال َخ ْمر َو ُه َو ُم ْطر ٌب َكالط ْن‬...
‫ب‬
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ َْ ُ ُْ ُ ُ َ ْ َ ُ ُ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ َ َْْ َ َ ْ ْ َّ َ ُ ْ َ
‫َْلاصح أ ِو‬:‫ت‬ َ ‫قل‬...َ.‫الصن ِج َو َسا ِئ ِر اْل َعا ِز ِف وْلاوت ِار يحرم اس ِتعماله واس ِتماع َه‬ ‫ود و‬ِ ‫والع‬
َ ُ َ ْ َ َّ َ ْ َ َ ُ َ َّ َّ َ َ ُ َ ُ َّ ُ َ َّ َّ ْ ُ ْ َ ُ َّ
‫ام أ ُبو‬ ‫ َو ُه َو َه ِذ ِه الزمارة ال ِتي يقال لها الشبابة وقد صنف ِإلام‬،‫يم ال َي َر ِاع‬ ‫الص ِحيح تح ِر‬
ْ َ َ َ َّ َْ
َ ‫الد ْول ِعي ِكت ًابا ِفي ت ْح ِر ِيم ال َي َر ِاع‬ ‫اس ِم‬ِ ‫الق‬
“….yaitu bernyanyi dengan menggunakan alat-alat nyanyian yang
merupakan syiarnya para peminum khamr, yaitu alat musik seperti
kecapi/rebab, gitar, shanj (yaitu simbal dua piringan logam yang
saling dibenturkan sehingga menimbulkan suara (lihat Al-Mu’jam
Al-Washith, -pen), dan seluruh alat-alat musik serta senar-senar,
diharamkan penggunaannya dan mendengarkannya ...
Adapun yang benar adalah diharamkannya al-yaraa’ (semacam
seruling) dan inilah yang disebut dengan asy-syabbabah. Imam
Abul Qasim Ad-Daula’i telah menulis sebuah kitab tentang
pengharaman al-yaraa’ ”29.
Kelima: Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari,beliau berkata:
‫م‬ َ ‫م َ مُ م‬ ‫َ م‬ ‫َ م‬ ُ ‫م‬
َ‫ود َو َسا ِئر‬ َِ ‫اء على ْلال َِة اْلط ِرَب َِة كالط من ُب‬
َِ ‫ور َوال ُع‬ َُ ‫ق ال ِق َر َاء َِة َوأ َّما ال ِغ َن‬ َ ِ ‫وس في ِحل‬َ ُ ‫َو ُي َسنَ ال ُجل‬
َ َ‫م‬ ‫ار مالع َراق َي وهو الذي ُي م‬ َ ‫ب ب َه َو م ِاْل مز‬ ‫ار وما ُي م‬ َ ‫َ مَم‬ ََ ‫َ م م‬ َ َ‫ماْل‬
َِ ‫ب ِب َِه مع ْلا موت‬
‫ار‬ َ ُ ‫ض َر‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫م‬ ِِ َ ُ َ
‫ر‬ ‫ض‬ َ ِ ‫ت‬‫و‬ ‫ْلا‬ ‫و‬ ‫ي‬‫ه‬ِ ‫َل‬ ‫اْل‬ َ
‫ي‬ ‫أ‬ َ
‫ف‬ ‫ز‬
ِ ِ ‫ا‬‫ع‬

‫فينبغي أن يقاس على صوت العندليب اْلصوات الخارجة من سائر اْلجسام باختيار اآلدمى كالذي يخرج من حلقه أو‬
‫ وِل يستثنى من هذه إِل المَلهي واْلوتار والمزامير التي ورد الشرع بالمنع منها‬،‫من القضيب والطبل والدف وغيره‬
“Maka hendaknya dikiaskan terhadap suara burung ándaliib/bul bul (yaitu hukumnya
halal) suara-suara yang keluar dari seluruh benda-benda yang sengaja dilakukan oleh
manusia, seperti suara yang keluar dari kerongkongannya atau dari kayu, gendang,
rebana, dan yang lainnya. Dan tidaklah dikecualikan dari ini semua kecuali alat-alat
musik, senar-senar, dan seruling yang telah datang syariát melarangnya”(Ihyaa Úluumid
Diin 2/272)
Sangat jelas bahwasanya Ghozali mengharamkan alat-alat musik yang berdawai dan juga
seruling. Yang beliau bolehkan adalah nyanyian dengan suara manusia yang tanpa alat
musik atau alat-alat musik seperti gendang dan rebana.
29
Raudhah Ath-Thaalibiin 11/228.
‫اع َُه َو َك َما َي مح ُر َُم ذلك َي مح ُر َُم م‬
َُ ‫اس ِت مع َم‬
‫ال هذه‬ ‫است مع َم ُال َُه َو م‬
ُ ‫است َم‬ ‫الش َّب َاب َُة َف َح َرامَ م‬ ُ ‫َو َك َذا مال َي َر‬
َّ ‫اع وهو‬
َ
ِ ِ
َّ ‫ار‬ َ ُ َ َ ‫م‬
‫الش َرَب َِة‬ َِ ‫ت َوِا ِتخاذ َها ِِل َّن َها من ِش َع‬ َ ِ ‫ْلاَل‬
“Disunnahkan duduk dalam halaqah qiraah (membaca Al-Qur’an).
Adapun nyanyian dengan menggunakan alat-alat musik seperti
thunbur (semacam kecapi/rebab) dan al-‘uud (gitar) dan seluruh
alat-alat musik, yaitu alat-alat musik dan senar-senar, dan apa yang
dipukul-pukul serta seruling Irak, yaitu yang dipukul-pukul dengan
disertai senar, demikian pula dengan yaraa’ yaitu seruling maka
hukumnya haram digunakan dan didengarkan. Sebagaimana
diharamkan hal itu maka diharamkan pula memainkan alat-alat ini
dan menggunakannya karena alat-alat ini merupakan syiarnya para
peminum minuman haram”30.
Keenam: As-Subki, beliau berkata:
َّ ‫ َو ُه َو م من َأ مف َعال مال َج َه َلة َو‬،‫ض ََل َلة‬ َ ‫ودة ُم من َكر َو‬ َ ‫ورة ماْلَ مع ُه‬ َ َ ُ َ َّ
‫ َو َم من‬،‫اط ِين‬ ِ
َ ‫الش‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ
َ
ِ ‫السماع على الص‬
َ َّ َ َّ َ َ ‫َ َ َ َ َّ َ َ ُ م َ َ َ م َ َ َ م‬
‫َ َّإن ُه َي ِز ُيد ِفي الذ مو ِق ف ُه َو َج ِاهل‬:‫ال‬ ََ ‫ َ َو َم من ق‬،‫ب َ َو افت َرى َعلى الل ِه‬ َ ‫زعم أن ذ ِلك قربة فقد كذ‬
َ َ َّ َ َّ َّ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ ‫َ َ م‬ َ َ َ
‫ ُيؤ َّد ُب أ َد ًبا‬- ‫صلى الل ُه َعل مي ِه َو َسل َم‬ - ‫اع إلى َر ُسو ِل الل ِه‬ ‫ ومن نسب السم‬،‫أ مو ش ميطان‬
َ َ َ َّ َ َّ َّ َ َ َ‫م‬ َ َ
‫ َو َم من كذ َب َعل مي ِه‬- ‫صلى الل ُه َعل مي ِه َو َسل َم‬ - ‫ َو ُي مدخ ُل ِفي ُز مم َر ِة الك ِاذ ِب َين َعل مي ِه‬،‫ش ِد ًيدا‬
‫َم‬ َ َ َّ َ ُ َ َ َ ‫ُ َ َ ً َ م َ َ َ َّ م َ م َ َ ُ م َّ َ َ م‬
‫س َهذا ط ِر َيقة أ موِل َي ِاء الل ِه ت َعالى َو ِح مزِب ِه َوأ َت َب ِاع‬ ‫ ولي‬،‫متع ِمدا فليتبوأ مقعده ِمن الن ِار‬
َ َ َ ‫اللعب َو مال‬ َّ َ ‫َ َّ َّ ُ َ َ م َ َ َّ َ َ م َ َ ُ َ م َّ م‬ َّ
‫ َو ُي منك ُر َعلى‬،‫اط ِل‬ ِ ‫ب‬ ِ ِ ‫ بل ط ِريقة أه ِل الله ِو و‬- ‫ صلى الل َه علي ِه وسلم‬- ‫رسو ِل الل ِه‬
َُ
َ ُ َ ‫الس َماع َف َذ‬ َ ‫ال م من مال ُع َل َماء بإ َب‬ َ ‫ َو َم من َق‬،‫الل َسان َو مال َي ِد َو مال َق ملب‬ َ َ
‫اك َح ميث َل َي مج َت ِم َُع‬ ِ
َّ ‫اح ِة‬
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ب‬
ِ ‫ه‬
‫ا‬‫ذ‬
َ َ َّ ُ ُ ‫ُ ٌّ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ م َ م‬
‫النظ ُر إل مي َِه‬ ‫ وَل من يحرم‬،‫ وَل ِرجال و ِنساء‬،‫ِف ِيه دف وشبابة‬
“As-Samaa’ (mendengarkan nyanyian yang terkadang disertai
sebagian alat musik dengan maksud mendekatkan diri kepada
Allah karena bisa menenteramkan hati, -pen) dengan model yang
dikenal adalah kemungkaran dan kesesatan. Ia merupakan
perbuatan orang-orang jahil dan para setan. Barangsiapa yang
menyangka bahwa hal ini adalah qurbah (ibadah yang
30
Asna Al-Mathaalib fi Syarh Raudh Ath-Thaalib, 4/344-345.
mendekatkan kepada Allah, -pen) maka ia telah berdusta atas nama
Allah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa perbuatan ini
menambah rasa (kemampuan mengenal Allah) maka ia adalah
seorang yang jahil atau setan. Barangsiapa yang menyandarkan
perbuatan ini (as-samaa’) kepada Rasulullah maka hendaknya ia
diberi pelajaran yang keras, dan ia masuk dalam golongan para
pendusta atas nama Rasulullah. Nabi bersabda, “Barangsiapa yang
berdusta atasku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya
di neraka.” Ini (as-samaa’) bukanlah jalannya para wali-wali
Allah. Bukanlah golongan pengikut Allah serta bukan jalan para
pengikut Rasulullah. Bahkan ini merupakan jalannya para tukang
lalai dan bermain-main serta pelaku kebatilan. Hal ini hendaknya
diingkari dengan lisan, tangan, dan hati. Barangsiapa di antara para
ulama yang menyatakan bolehnya as-samaa’ maka dengan syarat
jika hal itu tidak disertai dengan rebana, seruling, ikhtilat (campur
baur) lelaki dan perempuan, serta orang yang haram untuk
dipandang”31.
Ketujuh: Ar-Ramli, beliau berkata:
َ ‫م‬ ‫َ م‬ ‫َم‬ ُ َ ُ َ َ ‫َ م‬ َ‫م‬ ُ َ
‫ف) َ ِلخ َب ِر ال ُبخ ِار ِي «ل َيكون َّن ِفي أ َّم ِتي أق َوام َي مس َت ِحلون ال ُح َّر َوالخ مم َر‬ َ ِ ‫(ق مول ُه َو َسا ِئ ِر اْل َعا ِز‬
َ‫الت َشبه‬ َّ َّ َ َ ُ ُ ‫َ م َ َ َ م َ َ َ َ َ َّ َ َ م ُ َ ُ م م َ م َ َّ َ َ م َ ُ َ َ م‬
‫ف»َوِِلنها تدعو إلى شر ِب الخم ِر َل ِسيما من قرب عهده ِب ِه وِِلن‬ َ ‫والح ِرير واْلعا ِز‬
ُ َ‫م‬ ‫َّ َ ُ م‬
َ.‫اب َوال ُج من ُك َو َالك َم من َج َة‬
َ‫م‬
‫اص ي َح َرام َو ِم من اْل َعا ِز ِف الرب‬ َ َ‫َ م م‬
ِ ‫ِبأه ِل اْلع‬
َ َّ َّ َ ُ ُ ‫َّ م ُ َ م َ م م م َ َ م‬ ‫ُ م‬ ‫َ مُ ُ َ َ َ مََ ُ م‬
‫الش َّب َابة‬ ‫اع) َ َوال َع َج ُب كل ال َع َج ِب ِممن هو ِمن أه ِل ال ِعل ِم ويزعم أن‬ َ ‫(قوله وكذا الير‬
‫ص َح َاب ُه‬ ‫الشافع َّي َو َأ م‬َّ ‫ص َل َل ُه َو َق مد ُعل َم َأ َّن‬ ‫الشافعي َ َوَل َأ م‬ َّ ‫َح ََلل َو َي محكيه َو مج ًها في َم مذ َهب‬
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ال‬َ ‫الت محريم َف َق مد َق‬ َّ ‫الش َّب َاب ُة م من َها َب مل ه َي َأ َحق م من َغ مير َها ب‬ َّ ‫َق ُالوا ب ُح مر َمة َسائر َأ من َواع ماْلَ َزامير َ َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ُ َ ‫م‬ َ ُ ‫م‬ َ َ ُ ‫م‬
‫ال ُق مرط ِبي َّإن َها ِم من أ معلى اْلَ َز ِام ِير َوكل َما ِِل مج ِل ِه ُح ِر َم مت اْلَ َز ِام ُير َم مو ُجودَ ِف َيها َ َو ِزَي َاد ًة ف َتكو ُن‬
َ ُ ُ‫م‬
َ‫اضح َ َو اْل َنا َز َعة ِف ِيه ُمك َاب َرة‬ ‫و‬َ ‫الت محريم ( ُق ملت) َ َو َما َق َال ُه َح ٌّق‬ َّ ‫َأ مو َلى ب‬
ِ ِ ِ ِ

31
Sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dalam kitab Mughny Al-Muhtaaj6/348-349.
“Dan perkataan beliau (Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari):
“Dan seluruh alat-alat musik hukumnya haram” dikarenakan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari (sabda Nabi) “Akan ada pada
umatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, khamr, kain sutra,
dan alat-alat musik.” Selain itu, juga karena alat-alat musik
mengajak (menjerumuskan) kepada minum khamr. Terlebih lagi
orang yang baru saja bertaubat dari minum khamr, dan juga karena
hal itu merupakan ber-tasyabbuh (meniru-niru) para pelaku
kemaksiatan.
Di antara alat-alat musik tersebut adalah rebab, jank (semacam
gitar, silakan lihat Taaj Al-‘Aruus 27/100, -pen), kamanjah (alat
musik yang memiliki kayu berbentuk busur dengan empat senar,
silakan lihat Al-Mu’jam Al-Washith 2/799, -pen).
Dan perkataan beliau “Demikian juga diharamkan al-yaraa’.”
Yang sangat mengherankan adalah orang yang termasuk ahli ilmu
(ulama), tetapi menyangka asy-syabaabah (semacam seruling)
adalah halal. Kemudian menyatakan hal ini adalah salah satu
pendapat dalam madzhab Syafi’iyah. Padahal pendapat ini tidak
ada asalnya, dan telah diketahui bahwa Imam Asy-Syafi’i serta
para sahabatnya menyatakan haramnya seluruh jenis seruling, dan
asy-syababah yang jelas termasuk jenis-jenis seruling. Bahkan ia
(asy-syababah) lebih pantas untuk diharamkan daripada seruling
yang lain. Al-Qurthubi berkata: “Asy-Syababah adalah model
seruling yang paling top. Selain itu, seluruh perkara yang
menyebabkan diharamkannya seruling-seruling terdapat pada asy-
syababah. Bahkan lebih dari itu sehingga asy-syababah lebih
utama untuk diharamkan. ”Apa yang dikatakan oleh Al-Qurthubi
adalah benar, dan sikap menyelisihi hal ini adalah
kesombongan”32.
Kedelapan: Asy-Syarbini, beliau berkata:

32
Haasyiat Ramly, 4/344-345.
‫م‬ ‫م‬
‫الش َرَب َِة)َ َج مم ُع َشا ِرب َو ُه مم ال َق مو ُم اْلُ مج َت ِم ُعو َن‬ َّ ‫ال)َ َأ مو ات َخ ُاذ ( َآلة م من ش َعار‬ ‫ََ م ُ م م‬
ِ ِ ِ ِ َُ ‫(ويح ُر َم)َ(اس ِتع َم‬
ُ ‫ َو ُي َق‬،‫الط ِاء‬
‫ال‬
َّ
‫ض ِم‬ َ ‫الض مر ُب ب َها ( َك ُط من ُبورَ) َب‬ َّ ‫ال مْلا َلة ُه َو‬ ‫ َو م‬،‫الش َراب مال َح َرام‬
ُ ‫اس ِت مع َم‬ َّ ‫َع َلى‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ ُ ‫ُم ُ مَ ُ َم‬ ‫مَ ُ َ ُ َ َم َ ُ َ َ َ َ َ م‬
‫ َوت َس َّمى‬،‫ض َها َعلى َب معض‬ ‫َصفر يضرب بع‬:‫ي‬ َ ‫ال ال َج مو َه ِر‬ ‫الطنبار ( َوعود وصنجَ)َوهو كما ق‬ ِ
‫ض َر ُب ِب ِه َم َع‬ ‫ َو ُه َو َما ُي م‬،‫الص َّف َاق َت مين؛ َِل َّن ُه َما م من َع َادة ماْلُ َخ َّنث َين ( َوم مز َمار ع َراقيَ)َب َك مسر ماْليم‬
َّ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َّ َّ َ ‫م‬ َ َ ُ ‫مَم َ َ َ م ُ ُ م َ ُ َ َ م م َ مَ م‬
‫صلى الل ُه َعل مي ِه‬ - ‫ور ِة؛ ِِل َّن ُه ُيط ِر ُب َوِل َق موِل ِه‬ ‫ْلاوت ِار ( َو) َيحرم (اس ِتماعها) َأي ْلال ِة اْلذك‬
َ َ‫م‬ ‫َ م َ م‬ ‫ُ َم‬ َ ُ َ َّ
َ »‫ف‬َ ‫َ«ل َيكون َّن ِم من أ َّم ِتي أق َوام َي مس َت ِحلون الخ َّز َوال َح ِر َير َواْل َعا ِز‬- ‫َو َسل َم‬
“Dan diharamkan memainkan atau menggunakan alat yang
merupakan syiarnya para peminum, yaitu kaum yang berkumpul
untuk meminum minuman haram. Selain itu, memainkan alat
dengan memukulnya seperti thunbur (kecapi), ‘uud (semacam
gitar) dan shanj (semacam simbal) –sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Jauhari- yaitu dua piringan tembaga yang saling
dibenturkan sehingga menimbulkan suara, dan dinamakan juga
ash-shaffaaqataini karena keduanya merupakan tradisi orang-
orang banci. Termasuk juga mizmar Iraaqi, yaitu seruling yang
dimainkan dengan senar-senar.
Diharamkan mendengarkan alat-alat tersebut karena membuat
melayang dan karena sabda Nabi: “Akan ada dari umatku kaum-
kaum yang menghalalkan zina, kain sutra, dan alat-alat musik”33.
Kesembilan: Ibnu Hajar Al-Haitami, dalam kitab beliau Az-
Zawaajir:
‫َم‬ َّ َّ ‫ن َغ مي َر َشكَ َأ َّ َن‬ ‫َو َق مَد ُعل ََم م م‬
َ‫و َما ُح ِر َم مت‬...‫الز مم َِر‬ َ ِ ‫الشا ِف ِع ََّي َر ِض ََي الل َُه َع من َُه َح َّر ََم َسا ِئ ََر أن َو‬
َّ ‫اع‬
ِ َ ِ ِ
َ َ َّ ‫َ م َ م َ ُ َ م َ َ َ َ م َ َ َ م َ َ م َّ َ م م َّ َ َ م‬
‫الصَل َِة َ َو ُم َفا َرق َِة‬ َ ‫ن ِذك َِر الل َِه وع‬
‫ن‬ َ ‫ن الص َِد ع‬ َ ‫ب َل ِْلا ِفيها ِم‬، ‫اء ِِلسم ِائها َو ألق ِابها‬ َ ‫ه ِذ َِه ْلاشي‬
‫اص ي‬ َ َ‫اس في ماْل‬
‫ع‬ َ ‫م‬َ ‫الت مق َوىَ َو ماْلَ مي َل َإلى مال َه َوىَ َ َو ِِلا من ِغ‬
َّ
ِ ِ ِ ِ
“Dan telah diketahui –tanpa diragukan lagi- bahwasanya Imam
Asy-Syafi’i mengharamkan seluruh jenis seruling ... dan tidaklah
diharamkan perkara-perkara ini (alat-alat musik, -pen) dikarenakan
33
Mughny Al-Muhtaaj 4/429.
nama-namanya. Akan tetapi karena alat-alat musik tersebut
menghalangi dari mengingat Allah dan shalat, meninggalkan
ketakwaan dan kecondongan kepada hawa nafsu serta tenggelam
dalam kemaksiatan-kemaksiatan”34.
Beliau juga berkata:
‫م‬ َ ‫م‬ َّ ُ ُ ‫م‬ َ
‫ر‬
‫ْلاوتار واْلعازف كالطنبو َ و العود و الصنج أي ذي ْلاوتار و الرباب و الجنك و الكمنجة و‬
ُ ‫السفاهة و‬
،‫الفسوق‬ َّ ‫ وغير ذلك من ْلاَلت اْلشهورة عند أهل اللهو و‬،‫الدر ُيج‬
ِ ِ ‫السنطير و‬
ً
‫ حتى‬،‫ و َمن حكى فيه خَلفا فقد غلط أو غلب عليه َهواه‬،‫محرمة بَل ِخَلف‬ َّ ‫و هذه كلها‬
َ
‫ و ز ََّل به عن سنن تقواه‬،‫ ومنعه هداه‬،‫أصمه و أعماه‬
َّ

“Senar-senar dan alat-alat musik seperti kecapi, gitar, ash-shanj


yaitu simbal yang ada senarnya, rebab, jank (semacam gitar),
kamanjah (alat musik yang memiliki kayu berbentuk busur dengan
empat senar), sinthir (semacam alat musik yang senarnya dari
tembaga –lihat Al-Mu’jam Al-Washith, -pen), dan dirriij (semacam
kecapi), serta alat-alat musik lainnya yang dikenal oleh para
pemainnya dan orang-orang bodoh serta para pelaku kefasikan. Ini
semua hukumnya haram tanpa ada khilaf (perselisihan).
Barangsiapa yang menyebutkan adanya khilaf dalam hal ini maka
ia telah keliru atau hawa nafsunya telah mendominasinya. Karena
itu membuatnya tuli dan buta serta mencegahnya dari petunjuk dan
juga menggelincirkannya dari jalan ketakwaannya”35.
Kedua: Hukum musik acapella (musik dengan suara manusia)
Sebagian nasyid karena menghindari alat musik maka terjatuh pada
musik acapella. Jika ternyata hasil yang dikeluarkan oleh suara
(acapella) adalah persis dengan suara yang dikeluarkan oleh alat
musik maka hukumnya adalah haram sebagaimana hukumnya alat
musik itu sendiri. Karena sebagian orang benar-benar bisa
menirukan suara gitar, biola, piano, bass, organ dll. Sehingga suara
34
Az-Zawaajir ‘an Iqtiraaf Al-Kabaair 2/907.
35
Kaff Ar-Ri’aa’ ‘an Muharramaat Al-Lahwi wa As-Samaa’ hal. 118.
yang dikeluarkan adalah benar-benar sangat mirip, bahkan
terkadang tidak bisa dibedakan. Dan syari’at tidaklah membedakan
antara dua hal yang sama.
Ibnu Taimiyyah berkata :
‫م‬ َ َ
‫َوَل يفرق َبين متماثلين َوَل ُي َس ِوي َبين ُمخ َتلفين‬
“Allah tidak membedakan antara dua hal yang sama dan tidak juga
menyamakan dua hal yang berbeda”36.
Ibnul Qoyyim berkata :
َّ َ ‫َ َ م َ َ َّ م َ َ ُ ُ ُ م َ َ ُ َ َّ ُ م‬
َ ‫ َف ََل ُت َف َّر ُق َشر‬،‫الش مي ِء ُح مك ُم م مثله‬
‫يع ُت ُه َب مي َن‬ ِ ِ ِ ِ ‫وق ِد استقرت ش ِريعته سبحانه أن حكم‬
َ ‫الشر‬
‫يع َِة‬ َ ‫ُم َت َماث َل مين َأ َب ًدا َ َوَل َت مج َم ُع َب مي َن ُم َت‬
َّ ‫ َفإ َّما لق َّلة ع ملمه ب‬،‫ َو َم من َظ َّن خ ََل َف َذل َك‬،‫ض َّاد مين‬
ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Dan syariát Allah telah paripurna yaitu bahwasanya hukum
sesuatu berlaku bagi sesuatu yang semisalnya, maka syariát
selamanya tidak pernah membedakan antara dua hal yang sama,
dan tidak akan menggabungkan dua hal yang kontradiktif. Barang
siapa yang menyangka selain ini maka karena sedikitnya ilmunya
tentang syariát”37.
Ketiga: Hukum lagu/nyanyian tanpa alat musik
Salah satu perkara yang menimbulkan kerancuan adalah
mencampuradukkan antara permasalahan alat musik dengan lagu
atau nyanyian. Para ulama dalam kitab-kitab fikih klasik
membedakan antara dua perkara ini. Nyanyian di zaman kita
biasanya disertai dengan lantunan alat-alat musik. Adapun istilah
al-ghinaa’ (nyanyian) dalam kitab-kitab fikih klasik dan menurut
istilah para ulama terdahulu adalah mencakup perkataan bersajak,
dan bait-bait syair yang dilantunkan dengan suara bernada tanpa
disertai alat musik. Oleh karenanya aneh jika menganggap
nyanyian apalagi sekedar syaír sebagai musik.

36
Jamiúr Rosaail 1/124, dan Majmuu’al-Fataawa 4/192, 13/19, 17/127
37
Zaadul Maáad 4/248
Ibnu Hajar berkata:
َ ‫َ َّ َ م‬ ‫مالغ َن ُاء َأ مش َعار َم مو ُز َونة ُت َؤ َّدى ب َأ م‬
ََ‫ص َوات ُم مس َتلذة َ َو أل َحان َم مو ُزونة‬ ِ ِ
“Al-ghinaa’ adalah syair-syair yang berwazan (memiliki pola-pola
dan aturan tertentu) yang disenandungkan dengan suara yang indah
didengar serta memiliki nada yang teratur”38.
Al-Khaththabi berkata:
ُ َ ‫َّ ً م َ ُ ى‬ َ ُ
‫ولذلك‬... ‫فص موته عند العرب ِغناء‬ ‫فكل من رفع صوته بش يء ووالى ِب ِه مرة بعد أخر‬
ُ َ َ
َُ
‫الطائر‬ ‫يل غ َّنت الحمامة وتغنى‬ ‫ِق‬
“Maka setiap orang yang mengangkat sedikit suaranya, lalu
mengikutkan suara berikutnya secara tertib dan berurutan maka
suaranya menurut orang-orang Arab adalah al-ghinaa’
(nyanyian)… karenanya dikatakan “Merpati bernyanyi dan burung
bernyanyi”39.
Ibnul Atsir pada saat mengomentari hadits Aisyah yang berkata:
َ‫م‬
َ ‫ْلا من‬ َ َ َ ُ َ ‫م َ َ ي م َم‬ ‫َ َ َ م‬
،‫ص ُار‬ ‫ تغ ِن َي ِان ِب َما ت َق َاول مت ِب ِه‬،‫ص ِار‬ ‫َدخ َل َعل َّي أ ُبو َبكر َ َو ِع من ِدي َجا ِرَي َت ِان ِمن جو ِار ْلان‬
َ َّ
‫الش ميط ِان ِفي َب مي ِت َر ُسو ِل‬ ‫ور‬ ‫م‬ُ ‫َ ََأ ب َم مز‬:َ‫ال َأ ُبو َب مكر‬
َ ‫ َف َق‬،‫َ َو َل ََ مي َس َتا ب ُم َغ ِن َي َت مين‬:‫ت‬َ ‫ َق َال م‬،‫اث‬
َ َُ َ ‫َم‬
‫يوم بع‬
ِ ِ ِ ِ
َّ َ ُ َّ َ َ ‫ َف‬،‫هللا َع َل ميه َ َو َس َّل َم؟ َو َذل َك في َي موم عيد‬ ُ ‫ص َّلى‬
َ:‫هللا َعل مي ِه َو َسل ََم‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬
ِ ‫ل‬ ُ ‫ال َر ُسو‬ َ ‫ق‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫هللا‬
ِ
َُ َ َ
ً ‫« َيا أ َبا َب مكر إ َّن ل ُكل َق موم ع‬
»‫يدنا‬ ‫ َو َهذا ِع‬،‫يدا‬ ِ ِ ِ ِ
“Abu Bakar masuk ke rumahku dan di sisiku ada dua orang budak
wanita kecil dari budak-budak kaum Anshar yang sedang
bernyanyi dengan apa yang disenandungkan oleh kaum Anshar
pada peristiwa perang Bu’aats. Dan mereka berdua bukanlah
penyanyi. Maka Abu Bakar berkata, ‘Apakah ada suara seruling
setan di rumah Nabi?’ Dan hari itu adalah hari raya ‘Idul Fitri.

38
Fath Al-Baari, 10/543.
39
Ghariib Al-Hadits 1/656.
Maka Nabi berkata, ‘Wahai Abu Bakar, sesungguhnya bagi setiap
kaum ada hari rayanya, dan ini adalah hari raya kita”40.
Ibnul Atsiir berkata:
ُ َ َ‫َ ُ َ َ م َ َ م َم َ م‬
َ ‫ْلا من‬ َّ ‫م‬ ‫َ ُم‬
‫ َول مم ت ِرد ال ِغ َناء‬،‫ص ِار‬ ‫ وهو حرب كانت بين‬،‫أ مي تن ِشدان ْلاشعار ال ِتي ِقيلت َي مو َم ُبعاث‬
َ‫َ م‬
َ ‫ َ َو ُه َو‬،‫ْلا مع َراب‬ ُ ‫ َ َ َو َق مد ر َّخص‬.‫اللعب‬
َّ َّ َ ُ ‫مَ م‬
‫وف َب مي َن م‬
‫ص موت‬ ِ ‫اء‬‫ن‬ ‫غ‬ ‫ي‬
ِ ِ‫ف‬ ُ
‫ر‬ َ
‫م‬ ‫ع‬ ِ ‫و‬ ‫هو‬‫الل‬ ‫ل‬ ‫أه‬ ‫اْلعر‬
ُ
‫كالحداء‬
“(Sedang bernyanyi) maksudnya adalah melantunkan syair-syair
yang disebutkan pada saat peristiwa perang Bu’aats, yaitu
peperangan yang terjadi di antara kalangan kaum Anshar. Dan
Aisyah tidaklah bermaksud mereka berdua bernyanyi dengan
model nyanyian yang dikenal di antara para pelaku perkara yang
sia-sia. Dan ‘Umar telah memberi keringanan pada nyanyian-
nyanyian orang-orang Arab Badui, yaitu berupa suara seperti al-
hudaa’ “41.
Para ulama yang membolehkan nyanyian maka maksud mereka
adalah bersenandung dengan pembicaraan yang mubah.
Barangsiapa yang membenci atau melarangnya, maksudnya adalah
jika terlalu sering melakukan nyanyian tersebut.
Imam Asy Syafi’i berkata dalam kitab Al-Umm:
ُ ‫ َ َو ماْلَ م َرأ َُة َ ََل َت ُج‬... ‫اع َت َُه‬
َ ‫اء ص َن‬َ َ ‫الله َت َع َالى في َّ ُ ُ َ َ َ َّ ُ م‬ َّ ُ َ َ َّ ‫قال‬
َ‫وز‬ ِ َ ‫الرج ِ َل يغ ِني فيت ِخ َذ ال ِغن‬ ‫الشا ِف ِعيَ ر ِحم َه‬
َ َّ َ َ َ‫ُ م ُ م‬ ‫َّ م م َ م‬ ُ َّ َ َ َ َ َ ُ‫م‬ ُ َ
َ َ
‫اط َل و أ َن من صن َع هذا كان‬ ِ ‫وه الذي يش ِب َه الب‬ ُ
َِ ‫ك أن َه من الله َِو اْلكر‬ َ ‫ش َه َاد َة َو ِاحدَ ِمنهما َو ذ ِل‬
ُ
َ ‫ن رض ي بهذا ِل َن مف ِسه كان ُم مس َت ِخ ًّفا َ َو ِإ م َن لم َيك م‬
‫ن‬ َ ‫اطة ماْلُ ُر‬
َ ‫وء َِة َ َو َم م‬
َ َ ُ َ َ َّ َ ً ُ ‫َ م‬
‫منسوبا إلى السف َِه وسق‬
َ َ َ ُ ‫َ َ َ َ َّ ُ َ م َ ُ ُ َ م َ َ َ م َ ُ م‬ َّ ‫ُم َح َّر ًما َبي َ َن‬
َ َ ‫إن كان ِلذ ِل‬
‫ك‬ َ ‫اه اْلغنو َن م‬ َ ‫اء ويغش‬ َِ ‫وت ال ِغن‬
َ ‫ َو هكذا الرجل يغش ى بي‬...‫يم‬ َ ِ ‫الت مح ِر‬ ِ
ُ َ ُ َ ‫م‬ َ ً ‫ُم مدم ًنا وكان ل َذلك ُم مس َت معل ًنا عليه َم مش ُه‬
‫ودا عليه ف ِهي ِب َمن ِزل َِة َس َفهَ ت َردَ بها ش َه َادت َُه َ َو ِإ م َن كان‬ ِ ِ ِ ِ

40
HR. Muslim no. 892
41
An-Nihaayah fi Ghariib Al-Atsar 3/392
‫َ َ َ َ َ َّ م َ ُ م‬ َ َ ‫ذلك َيقلَ منه لم ُت َر ََّد به َش َه َاد ُت َُه ْلَا َو‬
َ ‫ص مفت من أ َّ َن ذلك ليس ِبحرامَ ب ِينَ فأما اس ِتم‬
َ‫اع ال ِح َد ِاء‬ ِ ِِ ِ
َ َ َُ َ َ َ ََ َ ‫م م‬‫م‬ َ َ
* ‫الش مع َِر‬
ِ ‫اع‬َُ ‫اس ِت َم‬
‫ك م‬َ َ ‫س ِب َِه ق ََّل أو كث ََر َ َو كذ ِل‬ َ ‫َل بأ‬ َ ‫اب ف‬َ ِ ‫يد ْلاعر‬َِ ‫َون ِش‬
“Imam Asy-Syafi’i berkata tentang seorang lelaki yang menyanyi
dan menjadikan nyanyian sebagai pekerjaannya ... dan seorang
wanita, maka tidak boleh persaksian salah satu dari keduanya. Hal
ini dikarenakan nyanyian adalah termasuk perkara sia-sia yang
makruh atau dibenci yang mirip dengan kebatilan. Barangsiapa
yang melakukannya maka ia dinisbatkan kepada kebodohan dan
jatuh ‘adalah-nya (tidak diterima persaksiannya -pen).
Barangsiapa yang ridha hal ini (menjadikan nyanyian sebagai
keahliannya, -pen) maka ia telah bodoh, meskipun keharamannya
tidaklah jelas…Demikian pula seorang lelaki yang mendatangi
rumah-rumah nyanyian dan didatangi oleh para penyanyi. Jika ia
selalu melakukannya dan menampakkannya, serta disaksikan
perbuatannya tersebut maka hal ini sama kedudukannya seperti
kebodohan yang menyebabkan tertolak persaksiannya. Jika ia
jarang atau sedikit melakukannya maka tidak tertolak
persaksiannya karena hal itu -sebagaimana yang saya jelaskan-
bukanlah perkara yang jelas keharamannya.
Adapun mendengarkan al-hudaa’, nasyid-nasyid orang-orang Arab
maka hal ini tidaklah mengapa, baik jarang maupun sering.
Demikian pula dengan mendengarkan syair-syair”42.
Dalam pernyataan di atas tampak Imam Asy-Syafi’i menyatakan
bahwa nyanyian adalah perkara yang makruh dan mirip dengan
kebatilan, tetapi tidak sampai jelas haram. Barangsiapa yang terlalu
sering melakukan nyanyian maka tertolak persaksiannya.
Dari sini sangatlah jelas Imam Asy-Syafi’i membedakan antara
nyanyian dan syaír. Adapun nyanyian jika banyak didengar atau
dilantunkan maka menyebabkan tertolaknya persaksian, lain

42
Al-Umm 6/209.
halnya dengan syaír maka tidak mengapa meski sering
melantunkannya atau mendengarnya.
Ini menunjukan bahwa syaír yang dahulu di kalangan arab
bukanlah syaír yang dilantunkan dengan nyanyian sebagaimana
nasyid-nasyid yang ada sekarang. Wallahu a’lam.
Dari sini semakin jelas bahwa Imam Syafi’í membedakan juga
antara hukum nyanyian yang hanya sekadar makruh tidak sampai
jelas keharamannya, dengan alat-alat musik yang hukumnya jelas
haram (sebagaimana telah lalu penukilan dari Imam Asy-Syafi’i ).
Perbedaan antara nyanyian dan syaír juga ditegaskan oleh Ibnu
Abdil Barr, beliau berkata (setelah beliau membicarakan tentang
nyanyian orang-orang yang sedang naik tunggangan mereka dalam
menempuh perjalanan):
َ َّ َ ‫م‬ َ ‫م‬ َ َ ‫م‬ ُ ‫َو َه َذا مال َب‬
‫ف ِب ِإ َجا َزِت ِه َ َو ُه َو ُي َس َّمى‬ ِ ‫السل‬ ‫اب ِم َن ال ِغ َن ِاء ق مد أ َجا َز ُه ال ُعل َم ُاء َ َو َو َر َد ِت ْلاث ُار َع ِن‬
َ َ َ ‫م‬ َ‫م‬
‫ِغ َن َاء الركبان و غناء النصب و الحداء َه ِذ ِه ْلا مو َج ُه ِم َن ال ِغ َن ِاء َل ِخَلف ِفي َج َوا ِز َها َب مي َن‬
‫ش َ َو‬ ‫ح‬ ‫ان الش مع ُر َساْلًا م َن مال ُف م‬ َ ‫َ َف َه َذا م َّما ََل َأ مع َل ُم فيه خ ََل ًفا َب مي َن مال ُع َل َماء إ َذا َك‬...‫اء‬ َ ‫م‬
َِ ‫ال ُعل َم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫م َ َ م َ َم‬ ُ ُ ‫م‬ َ ُ َ ‫َ َ ُ م َُ َ ُ َ َ َ م‬ َّ ُ َ ‫م َ َ َ َ َّ م‬
‫ز‬
‫وف ال ِهج ِاء َو ِإفس ِاد و ِن‬ ِ ‫الخنى َو أما ال ِغناء ال ِذي ك ِرهه العلماء فهذا ال ِغناء ِبتق ِط ِيع حر‬
‫م‬ َ َّ َ ‫َ َ ً َّ م‬
ً ‫الط َرب َ َو ُخ ُر‬ َّ َ ‫م‬
َ ِ ‫وجا َع من َمذ ِاه ِب ال َع َر‬
َ‫ب‬ ِ ‫يط ِب ِه طلبا ِلله ِو َو‬ ِ ‫الشع ِر َو الت مم ِط‬ ِ
“Model nyanyian seperti ini telah dibolehkan oleh para ulama dan
telah datang atsar (rwiayat) dari para salaf akan kebolehannya, dan
ia dinamakan dengan nyanyian para penunggang hewan
tunggangan dan nyanyian an-nashob (sama dengan al-hudaa’
hanya saja lebih lembut)43, serta al-hudaa’ (nyanyian penunggang
unta untuk menyemangati unta berjalan). Ini adalah bentuk-bentuk
nyanyian yang tidak ada perselisihan di kalangan para ulama
mengenai kebolehannya... jika syair selamat dari perkataan keji
dan kotor. Adapun al-ghinaa’ (nyanyian) yang dibenci oleh para
ulama adalah nyanyian yang dilantunkan dengan memotong-

43
Lihat As-Shihaah, Al-Jauhari 1/225
motong huruf-huruf hijaiyah, dan merusak wazan (aturan-aturan
main) syair, serta memanjang-manjangkannya karena mencari al-
lahwu (pekerjaan sia-sia) dan ath-tharb (melayang terlena, -pen)
dan sebagai bentuk keluar dari tradisi orang-orang Arab”44.
Ibnu Hibban berkata:
‫ذكر البيان بأن الغناء الذي و صفناه إنما كان ذلك أشعارا قيلت في أيام الجاهلية فكانوا‬
‫ دو َن الغناء الذي يكو َن بغز َل يقرب سخط هللا جل وعَل‬،‫ينشدونها و يذكرون تلك ْلايام‬
‫من قائله‬
“Penjelasan tentang al-ghinaa’ (nyanyian) yang kami sifatkan
hanyalah berupa syair-syair yang diucapkan pada saat zaman
jahiliyah. Mereka melantunkannya dan mengingat hari-hari
jahiliyah tersebut, dan bukanlah nyanyian yang ada cumbuan
rayuan kepada wanita yang mendekatkan kemurkaan Allah kepada
pengucapnya”45.
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata:
‫ و كان غناؤهم‬،‫و كان لهم دفوف يضربو َن بها‬،‫و َل ريب أن العرب كان لهم غناء يتغنو َن به‬
‫و كانت دفوفهم مثل الغرابيل‬،‫بأشعار أهل الجاهلية من ذكر الحروب و ندب من قتل فيها‬
‫فكان النبي صلى هللا عليه وسلم يرخص لهم في أوقات ْلافراح كاِلعياد‬... ‫ليس فيها جَلجل‬
‫ و التغني مع ذلك بهذه ْلاشعار و‬،‫و النكاح و قدوم الغياب في الضرب للجواريَ بالدفوف‬
‫ فلما فتحت بَلد فارس و الروم ظهر للصحابة ما كان أهل فارس والروم‬،‫ما كان في معناها‬
‫ باِلشعار التي‬،‫قد اعتادوه من الغناء اْللحن باإليقاعات اْلوزونة على طريقة اْلوسيقى‬
‫توصف فيها اْلحرمات من الخمورَ والصورَ الجميلة اْلثيرة للهوىَ الكامن في النفوس‬
‫ اْلخرج سماعها عن ِلاعتدال‬،‫ بآَلت اللهو اْلطربة‬،‫اْلجبولَ محبته فيها‬
“Dan tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Arab dahulu
memiliki lagu yang mereka nyanyikan. Mereka juga memiliki
44
At-Tamhiid 22/197-198.
45
Shahih Ibnu Hibbaan 14/187.
rebana-rebana yang mereka pukulkan atau mainkan. Lagu mereka
adalah syair-syair masyarakat jahiliyah seperti penyebutan
peperangan-peperangan dan motivasi untuk ikut serta dalam
peperangan. Rebana mereka dahulu tanpa ada lonceng-lonceng
kecil ... Dan Nabi memberi keringanan kepada mereka pada waktu-
waktu gembira seperti pada hari-hari raya, walimah pernikahan,
datangnya orang yang telah lama berpisah, maka para budak-budak
wanita kecil memainkan (memukul-mukulkan) rebana tersebut,
serta bersenandung dengan syair-syair dan yang semisal syair-
syair.
Pada saat kaum muslimin menguasai negeri Persia dan Romawi,
para sahabat mengetahui kebiasaan orang-orang Persia dan
Romawi yang menyanyikan lagu-lagu yang bernada dengan
ketukan-ketukan atau irama yang teratur dengan metode musik.
Disertai syair-syair yang mensifatkan dan menyebutkan pekara-
perkara yang haram, seperti khamr, wanita-wanita cantik yang
menyebabkan terpicunya syahwat yang tersembunyi di dalam jiwa
yang tabiatnya menyukai hal-hal tersebut. Selain itu juga dengan
alat-alat musik yang menyebabkan pendengarnya keluar dari sikap
lurus.
: ‫حتى قال ابن مسعود‬،‫و نهوا عنه و غلظوا فيه‬،‫فحينئذ أنكر الصحابة الغناء و استماعه‬
‫وهذا يدل على‬- ‫الغناء ينبت النفاق في القلب كما ينبت اْلاء البقل– و روي عنه مرفوعا‬
‫أنهم فهموا أن الغناء الذي رخص فيه النبي صلى هللا عليه وسلم ِلصحابه لم يكن هذا‬
‫ مما يتعارفه العرب‬،‫و أنه إنما رخص فيما كان في عهده‬،‫و َل آَلته هي هذه ْلاَلت‬،‫الغناء‬
ًَ ‫و إن سمي‬،‫ فأما غناء ْلاعاجم بآَلتهم فلم تتناوله الرخصة‬،‫بآَلتهم‬
‫غناء و سميت آَلته‬
،‫فإن غناء ْلاعاجم بآَلتها يثير الهوى‬،‫لكن بينهما من التباين ماَل يخفى على عاقل‬،‫دفوفا‬
‫ و غناء ْلاعراب اْلرخص به ليس فيه‬،‫ فهو رقية الزنا‬،‫ و يدعو إلى اْلعاص ي‬،‫ويغير الطباع‬
.‫ش يء من هذه اْلفاسد بالكلية البتة؛ فَل يدخل غناء ْلاعاجم في الرخصة لفظا وَلمعنى‬
Maka pada saat itu para sahabat pun mengingkari nyanyian dan
mendengarkannya, mereka melarangnya dengan keras. Sampai-
sampai Ibnu Mas’ud berkata: “Nyanyian menumbuhkan
kemunafikan di hati sebagaimana air menumbuhkan tumbuhan
atau sayuran.” Ini diriwayatkan dari beliau secara marfu’.
Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka paham nyanyian yang
dibolehkan oleh Nabi kepada para sahabatnya bukanlah nyanyian
yang seperti ini, dan alat-alat musiknya bukanlah seperti alat-alat
ini! Dan Nabi hanyalah memberi keringanan (pembolehan) pada
perkara-perkara dan alat-alat yang ada di zaman beliau yang
dikenal oleh orang-orang Arab.
Adapun nyanyiannya orang-orang non Arab disertai alat-alat
musik yang seperti demikian -meskipun dinamakan nyanyian, alat-
alat musiknya dinamakan rebana-, tetapi antara nyanyian dan
rebana zaman Nabi tentu sangat berbeda dengan nyanyian dan
rebana orang non Arab, yang perbedaan ini tidaklah samar bagi
orang yang berakal. Sesungguhnya nyanyian orang-orang non
Arab yang disertai alat-alat musiknya membangkitkan hawa nafsu
dan mengubah tabiat serta menyeru kepada kemaksiatan-
kemasiatan. Nyanyian tersebut adalah perantara yang
mengantarkan kepada zina.
Adapun nyanyian orang-orang Arab yang diperbolehkan sama
sekali tidak ada kerusakan-kerusakan seperti ini, maka nyanyian
orang-orang non Arab tidaklah termasuk nyanyian yang
diperbolehkan, baik secara lafal maupun makna atau hakikatnya.
‫و إنما هي قضايا أعيان‬،‫فإنه ليس هنالك نص عن الشارع بإباحة ما يسمى غناء و َل دفا‬
‫و ليس الغناء و الدف اْلرخص فيه ما في معنى ما‬. ‫و ليس لها من عموم‬،‫وقع إلاقرار عليها‬
‫ِلن غناءهم و دفوفهم تحرك الطباع وتهيجها إلى‬،‫في غناء ْلاعاجم و دفوفها اْلصلصلة‬
‫ و‬،‫ بخَلف غناء ْلاعراب؛ فمن قاس أحدهما على ْلاخر فقد أخطأ أقبح الخطأ‬،‫اْلحرمات‬
‫ فقياسه من أفسد القياس و أبعده عن‬،‫قاس مع ظهورَ الفرقَ بين الفرع و ْلاصل‬
‫و قد صحت ْلاخبار عن النبي صلى هللا عليه و سلم بذم من يستمع القينات في‬. ‫الصواب‬
.‫و هو إشارة إلى تحريم سماع آَلت اْلَلهي اْلاخوذة عن ْلاعاجم‬،‫آخر الزمان‬
Karena sesungguhnya tidak ada dalil-dalil nash dari syari’at yang
membolehkan sesuatu yang dinamakan nyanyian atau lagu dan
rebana. Yang ada yaitu kejadian-kejadian khusus, lalu didiamkan
(dibiarkan dan tidak dilarang) maka tidak ada keumumannya. Dan
bukanlah nyanyian dan rebana yang diperbolehkan, hakikatnya
sama-sama dengan nyanyian orang-orang non Arab dan rebana-
rebana mereka yang diberi lonceng-lonceng kecil, karena nyanyian
dan rebana-rebana mereka menggerakkan hati dan
mengobarkannya untuk melakukan hal-hal yang haram, lain halnya
dengan nyanyian-nyanyian orang-orang Arab. Barangsiapa yang
menanalogikan salah satunya kepada yang lain maka ia telah salah
besar, dan ia telah menganalogikakannya. Padahal telah nampak
jelas perbedaan antara cabang dan asalnya. Maka analogi tersebut
adalah analogi yang paling rusak dan sangat jauh dari kebenaran.
Telah shahih riwayat-riwayat dari Nabi tentang tercelanya orang
yang mendengarkan para budak (yang bernyanyi) di akhir zaman.
Ini merupakan isyarat akan pengharaman mendengarkan alat-alat
musik yang diambil dari orang-orang non Arab”46.
Kesimpulan:
Dari pemaparan di atas maka bisa disimpulkan bahwa:
1) Tidak benar jika hukum alat musik diperselisihkan oleh para
ulama, yang benar para ulama telah sepakat dan ijma’ akan
keharamannya47. Barang siapa yang menganggap ada khilaf
dalam permasalahan ini maka dia telah salah. Bahkan Ibnu

46
Fath Al- Baari, 6/77-79.
47
Seluruh ulama Syafi’iyah sepakat tentang haramnya seluruh alat-alat musik secara
umum. Mereka hanya berselisih tentang alat musik al-yaraa’ (semacam seruling). Akan
tetapi, pendapat yang benar adalah haramnya alat musik ini sebagaimana yang ditegaskan
oleh Al-Imam An-Nawawi, Ar-Ramli, Zakariya al-Anshori, Ibnu Hajar al-Haitami.
Hajar al-Haitami berkata, “Barangsiapa yang menyebutkan
adanya khilaf dalam hal ini maka ia telah keliru atau hawa
nafsunya telah mendominasinya. Sehingga hawa nafsunya
itu membuatnya tuli dan buta serta mencegahnya dari
petunjuk dan juga menggelincirkannya dari jalan
ketakwaannya”
2) Alat musik yang diperbolehkan adalah duff (rebana) yang
kosong dari lonceng-lonceng, maka dibolehkan ditabuh dalam
acara-acara kegembiraan, seperti walimah, íed, acara khitanan,
dan semacamnya
3) Tidak benar pernyataan yang menyatakan bahwa semua hadits
yang menyebutkan tentang haramnya musik adalah lemah.
Yang benar bahwa ada sekitar 6 hadits yang menunjukkan akan
keharaman alat-alat musik. Ditambah lagi ayat ke 6 dari surat
Luqman menunjukkan akan haramnya musik sebagaimana
ditafsirkan oleh para Sahabat dan Tabi’ín
4) Tidak benar bahwa alat musik tidak ada hukumnya pada
asalnya, akan tetapi hukum asalnya adalah haram. Tatkala para
ulama mengharamkan alat musik maka karena alat musiknya
bukan karena lirik musiknya. Mengenai lirik mereka tidak
membahas sama sekali, mereka hanya membahas isi kandungan
lirik tatkala membahas tentang nyanyian dan syaír. Maka ini
menunjukkan tidak benarnya perkatan sebagian orang bahwa
alat musik hukumnya seperti pisau tergantung mau digunakan
untuk apa? Ini adalah analogi yang keliru, karena kalau pisau
memang bisa digunakan untuk manfaat atau untuk kejahatan,
adapun alat musik maka secara umum tidak memiliki fungsi lain
kecuali untuk menimbulkan alunan musik yang diharamkan
5) Para ulama Syafiíyah sepakat bahwa menjual alat-alat musik
hukumnya haram. Oleh karena itu, mereka menyamakan
penjualan alat-alat musik sama seperti menjual khamr.
6) Para ulama Syafiíyah memandang barangsiapa yang berwasiat
untuk memberikan alat musiknya kepada orang lain, maka
wasiatnya tersebut dianggap batil dan tidak sah.
7) Ada beberapa sebab diharamkannya alat musik yang telah
disebutkan oleh para ulama syafiíyah, yaitu (1) ber-tasyabbuh
(menyerupai) dengan para peminum khamr atau para pelaku
kemaksiatan, (2) mengantarkan pada perbuatan dosa-dosa besar,
(3) menghalangi dari mengingat Allah, dan (4) menyebabkan
kecondongan kepada hawa nafsu serta (5) menjauhkan dari
ketakwaan.
8) Para ulama Syafiíyah memandang sebagaimana diharamkan
memainkan alat-alat musik, demikian pula diharamkan
mendengarkan suara alat-alat musik
9) Para ulama Syafiíyah berselisih apakah mendengar dan
memainkan musik termasuk dosa besar atau dosa kecil. Ibnu
Hajar al-Haitami dalam kitabnya Az-Zawajir memasukannya ke
dalam dosa besar. Beliau berkata:
ُ ‫َ م‬ َ ‫ُ مَ َ م‬ َّ ‫الثام َن ُة َو‬َّ َ ُ َ َّ َ ُ َ َّ ُ َ َ ‫م‬
‫اس َعة َوْلا مرَب ُعون َوالخ مم ُسون َوال َح ِاد َية‬ ِ ‫الت‬ ِ ‫(الك ِبيرة الس ِادسة والس ِابعة و‬
َ ‫اع ُه َ َو‬ ‫اع ُه َ َو َز ممر بم مز َمار َ َو م‬
ُ ‫است َم‬ َ‫َ م َ م ُ َ َ م َ م‬
َ ‫ْلا مرَبعم َائة‬
ُ ‫ض مر ُب َو َتر َ َو ا مست َم‬
َ‫ض مرب‬ ِ ِِ ِ ِ ِِ ‫والخمسون بعد‬
ََ)‫اع َُه‬ ‫ُ َ َ م‬
ُ ‫است َم‬
ِ ‫ِبكوبة َو‬
“Dosa besar ke 446: memainkan senar, dosa besar ke 447:
mendengarkannya (untaian senar/dawai tersebut), dosa besar ke
448: memainkan seruling, dosa besar ke 449:
mendengarkannya, dosa besar ke 450: memainkan gendang, dan
dosa besar 451: mendengarkannya”48.
10) Menjadikan musik dalam ibadah sudah ada sejak dulu yang
dikenal dengan istilah as-Samaa’. Hal ini merupakan bidáh
yang tercela bahkan merupakan kemungkaran dan kesesatan.
Bahkan merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan
48
Az-Zawaajir án Iqtiroofil Kabaair 2/336
kaum Nasrani yang menjadikan musik sebagai bagian dari
ibadah mereka
11) Hukum asal nyanyian tanpa musik adalah halal kecuali jika
mengandung hal-hal yang diharamkan oleh Allah, seperti jika
liriknya mengandung makna yang diharamkan oleh syariát.

‫ وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى‬,‫وصلى اهلل وسلم وبارك على نبينا محمد‬
.‫ والحمد هلل رب العالمين‬،‫يوم الدين‬
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 13 Muharram 1440 H
23 September 2018 M

DEWAN FATWA
PERHIMPUNAN AL-IRSYAD

Ketua Sekretaris

Dr. Firanda Andirja, Lc, MA Nizar Sa’ad Jabal, Lc, M.PdI

Anggota – Anggota :

1. Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA ` : 1.


2. Dr. Sofyan bin Fuad Baswedan, Lc, MA : 2.

3. Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA : 3.

4. Dr. Muhammad Nur Ihsan, Lc, MA : 4.

5. Dr. Roy Grafika Penataran, Lc, MA : 5.

6. Dr. Erwandi Tarmizi, Lc, MA : 6.

7. Dr. Musyaffa’, Lc, MA : 7.

8. Anas Burhanuddin, Lc, MA : 8.

9. Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI : 9.

Anda mungkin juga menyukai