Anda di halaman 1dari 4

TOKOH-TOKOH DUNIA ISLAM ERA KONTEMPORER

1. Nur Misuari (Filipina)


Nur Misuari dilahirkan di Jolo, Sulu pada 3 Maret 1942. Nur adalah anak keempat
dari sepuluh bersaudara. Orangtuanya, Tausug Sama, datang dari Kabinga-an, Pulau
Tapul, dan bekerja sebagai nelayan. Keluarga Nur mengalami kesulitan keuangan dan
tidak bisa mengirim Nur ke perguruan tinggi, hingga akhirnya Nur memperoleh beasiswa
dari komisi pada integrasi nasional. Nur pergi ke University of Manila Filipina pada tahun
1958 dan mengambil gelar sarjana dalam ilmu politik. Nur menjadi aktif dalam banyak
kegiatan ekstrakurikuler di universitas, terutama dalam perdebatan. Setelah Nur lulus di
Universitas Filipina, Nur memasuki sekolah hukum (studi Asia) dan menyelesaikan gelar
Master pada tahun 1966.
Pada tahun 1960-an, ia mendirikan gerakan kemerdekaan Mindanao yang bertujuan
untuk mengatur sebuah negara merdeka di Filipina Selatan. Gerakan kemerdekaan
Mindanao membentuk Moro National Liberation Front (MNLF) yang menuntut reformasi
politik dalam pemerintah Filipina. Setelah berhasil mengadakan reformasi, MNLF terlibat
dalam konflik militer dengan Vernment Filipina dan para pendukungnya antara 1972
hingga 1976 di bawah kepemimpinan Misuari. Perlawanan militer terhadap pemerintah
Filipina tidak menghasilkan otonomi bagi orang-orang Moro. Dia berangkat ke Arab
Saudi dalam pengasingan. Ia kembali ke Filipina setelah Marcos dihapus dari kantor
selama revolusi kekuasaan pada tahun 1986.

2. Elijah Muhammad (Amerika Serikat)


Elijah Muhammad (1897-1975) adalah pimpinan kelompok the Nation of Islam (yang
juga popular dengan sebutan “Black Muslims”) pada masa perkembangan mereka yang
pesat di Amerika, pertengahan abad ke-20. Ia juga seorang pengacara independen
terkemuka, pemimpin pengelola bisnis yang didukung kelompok kulit hitam, pemimpin
berbagai yayasan, dan organisasi keagamaan.
Elijah Muhammad terlahir sebagai Elijah (atau Robert) Poole pada 7 Oktober 1897, di
Sandersville, Georgia. Orang tuanya adalah buruh kasar yang bekerja sebagai petani
penggarap di perkebunan kapas. Sebagaimana remaja lain di kampungnya, Elijah bekerja
di ladang terkadang ikut bekerja membangun rel kereta api. Ia pergi meninggalkan rumah
pada usia 16 tahun dan berkelana bersama rombongan para pekerja kasar. Ia kemudian
menetap di Detroit tahun 1923, bekerja sebagai buruh di pabrik mobil Chevrolet.
Poole dan kedua saudaranya adalah pengikut pertama dari W.D. Fard, pendiri the
Nation of Islam. Fard, berlatar belakang misterius, datang ke Detroit pada 1930, sebagai
penjual barang-barang sutera sambil menyampaikan ajarannya kepada para langganannya
kaum kulit hitam Detroit dan bercerita tentang negeri “asli” leluhur mereka di seberang
lautan. Kemudian Fard juga mulai menyelenggarakan berbagai pertemuan di rumahnya,
dan terkadang menyewa hall (aula), ia menyampaikan kepada pendengarnya tentang
leluhur kulit hitam mereka yang memiliki kemuliaan dan martabat yang berada di benua
lain. Ia mengajak mereka untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya itu dengan cara hidup,
cara makan, dan cara berpakaian.
Dengan menetap di Chicago, terpisah dari kelompok Muslim cabang Detroit, Elijah
Muhammad mendirikan markas gerakan yang kemudian menjadi pusat pergerakan
terpenting. Di Chicago ia bukan hanya mendirikan masjid (yang mereka sebut The Temple
of Islam), tetapi juga sebuah surat kabar, Muhammad Speaks, juga Universitas Islam
(yang sesungguhnya hanya memberi kurikulum untuk tingkat sekolah dasar sampai
dengan tingkat lanjutan atas), serta membangun gedung-gedung apartemen yang dimiliki
oleh yayasan yang dipimpinnya, pusat-pusat perbelanjaan, dan banyak restoran. Masjid-
masjid juga didirikan di kota-kota lain, banyak pula tanah-tanah pertanian serta peternakan
yang dibeli sehingga mereka bisa menyediakan dan memproduksi makanan halal bagi para
pengikut mereka. Kelompok ini dikenal memiliki cara hidup yang disiplin.
Elijah Muhammad meninggal pada 25 February 1975. Semenjak kematiannya,
kepemimpinan gerakannya dilanjutkan oleh anaknya, Wallace (atau Warith) Deen
Muhammad. Elijah junior menamakan gerakannya the World Community of Islam in The
West, kemudian berubah menjadi The American Muslim Mission; terkadang ia juga
menyebut sebagai “Bilalians,” merujuk kepada Bilal, seorang pengikut Nabi Muhammad
yang berasal dari keturunan Afrika. Warith Muhammad melonggarkan tata cara
berpakaian, serta meninggalkan pelarangan mengikuti wajib militer, juga menganjurkan
anggotanya mengikuti pemilu dan menghormati bendera negara, bahkan membuka
keanggotaan gerakannya bagi bangsa kulit putih. Secara umum, ia membuat kelompok
gerakan pada aturan Islam yang lebih moderat.
Banyak anggota merasa tak nyaman dengan berbagai pembaruan tersebut, dan beralih
kepada kelompok yang masih mempertahankan tradisionalismenya. Yang paling penting
adalah mereka tetap mempertahankan salah satu nama lama mereka, The Nation of Islam,
yang dipimpin oleh Louis Farrakhan (terlahir sebagai Louis Eugene Walcott keturunan
Indian-Inggris tahun 1934). Farrakhan pada dasarnya tetap mempertahankan tata-cara
yang diterapkan Elijah Muhammad, di antaranya penerapan ketat terhadap cara hidup
mereka.
3. Dr. Syauki Futaki (Jepang)
Setelah keislamannya, ia bertekad menyebarkan Islam ke seluruh Jepang dan
berdakwah untuk Islam. Ia mendirikan Ikatan Persaudaraan Islam. Hampir setiap Jum’at
ada orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Meskipun ia baru masuk Islam pada
usia yang sudah tidak muda, yakni 67 tahun, namun semangatnya untuk mengembangkan
agama Islam tidak surut sedikit pun. Sebelumnya ia adalah penganut agama Budha. Ia
berprofesi sebagai seorang dokter dan bekerja sebagai direktur rumah sakit yang terletak
di tengah kota Tokyo. Beberapa penulis menyatakan bahwa dengan masuknya Dr. Futaki
ke dalam agama Islam menjadi pertanda bagi terbitnya Islam di negeri Sakura itu, karena
melalui bimbingannya banyak penduduk Jepang yang akhirnya tertarik memeluk Islam.
Pada tahun 1945, ia bertugas sebagai pemimpin redaksi majalah bulanan pada perang
dunia ke I. Ia berusaha menghimpun sejumlah dana untuk memulihkan korban
peperangan. Namun karena ia tidak berhasil menghimpun 60 juta yen dari sepuluh
perseroan di Jepang, ia mengancam memberitakan kebobrokan perusahaan Jepang tersebut
yang tentnya akan mempengaruhi operasionalnya. Pada 1971 setelah melalui sidang yang
panjang, majelis menetapkan hukuman penjara 3 tahun pada Syauki sekaligus menon-
aktifkan profesinya sebagai dokter.
Di dalam penjara ia sering merasa sedih, namun karena ia seorang ilmuwan hobi
membacanya bisa sedikit mengobati kesedihannya. Di dalam penjara ia gemar membaca
filsafat, politik maupun psikologi. Dalam perenungan yang panjang di dalam penjara, ia
seringkali memikirkan Yang Maha Pencipta. Bagaimana wujud Sang Maha Pencipta. Ia
juga merenungkan betapa oragan-organ tubuh manusia yang begitu lengkap dan sistematis
adalah mukjizat yang luar biasa. Perenungan itu memunculkan pertanyaanpertanyaan di
dalam batin. Sampai akhirnya ketika ia telah keluar dari penjara segera saja ia mencari
tahu jawaban dari perenungannya itu.
Untuk mencari jawaban itu, ia menemui salah satu temannya yang beragama Islam
yang bernama Abu Bakar Morimoto yang menjadi Ketua Persatuan Muslim Jepang pada
waktu itu. Di setiap pertemuan ia selalu berdiskusi menanyakan tentang konsep tauhid
yang ada dalam Islam. Bukan hanya itu, perbincangan bertambah hingga mengenai syariat
umat Islam dan mengenai umat Islam itu sendiri. Morimoto selalu mengunjungi Futaki
dan mereka juga bekerjasama dalam perjuangan kemanusiaan pada waktu itu. Futaki
dengan rela turut bekerjasama dalam perjuangan kemanusiaan, tugasnya antara lain
mengobati dan merawat korban peperangan. Akhirnya pada suatu hari Morimoto
mengatakan kepada Futaki bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah bagian dari
ajaran Islam. Karena ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membantu saudara-
saudaranya yang sedang dalam penderitaan. Lalu Morimoto menanyakan kepada Futaki
mengapa ia tidak masuk Islam saja?.
Seketika itu pula Futaki menyatakan ingin masuk Islam. Morimoto begitu bahagia
seraya bertakbir dan mengantar Futaki menuju masjid di pusat kota Tokyo. Selanjutnya
Futaki mengucapkan dua kalimat syahadat di depan seorang ulama yang berkebangsaan
Turki dan mengambil nama Syauki sebagai nama Islam, disusul kemudian anaknya
dengan nama Khalid. Pada tahun 1975, kurang dari satu tahun Syauki Futaki telah berhasil
mengislamkan sekitar 20 ribu orang di Jepang. Sebuah pencapaian yang luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai