Disusun oleh:
Husnaya Mumtazwina
Shopia Putri
Pendahuluan
Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati
posisi sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu ke
Islaman tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan-gerakan umat Islam
sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini. Al-Qur`an ibarat lautan
yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak
akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan
memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir.
Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting
bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian
para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam
kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode
penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas
sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para
penafsirnya sendiri. Dalam makalah yang singkat ini. Kami menafsirkan Surat AL-
Ahzab ayat 1-36 dengan Metode Tafsir Adabi wal Ijtima’i.
BAB II
Pembahasan
Penafsiran Ayat :
Permulaan ayat dari Surat Al Ahzab ini membahas tentang sistem kehidupan
bermasyarakat bagi orang-orang yang beriman dengan syariat dan norma-norma yang
baru, adalah pengarahan agar bertakwa kepada Allah. Arahan itu tertuju kepada
Rasulullah yang merupakan pengemban dan pembawa dari syariat dan sistem-sistem
itu,
Jadi, takwa Allah dan perasaan terhadap pengawasan dari-Nya serta menyadari
kemuliaan dan ketinggian-Nya merupakan. Ia merupakan penjaga yang terbangun
dalam nurani untuk pelaksanaan dan pemberlakuan syariat. Di atas itulah semua
beban taklif dan setiap pengarahan dalam Islam ditegakkan.
Larangan ini dikedepankan dan lebih didahulukan atas perintah mengikuti wahyu
Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya tekanan orang-orang kafir dan
orang-orang munafik di Madinah dan sekitarnya pada saat itu sangat keras terhadap
Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Maka, arahan ini sangat dibutuhkan agar
RasuIullah tidak mengikuti pendapat dan arahan, tidak tunduk terhadap dorongan dan
tekanan mereka.
Larangan itu tetap berlaku dalam setiap lingkungan dan setiap zaman. Ia
mengingatkan orang-orang yang beriman agar tidak mengikuti pendapat dan arahan
orang-orang kafir dan orang-orang munafik secara mutlak. Juga Iarangan mengikuti
mereka dalam urusan akidah, syariat, dan sistem kemasyarakatan secara khusus, agar
manhaj mereka benar-benar murni tanpa bercampur aduk dengan arahan dan aliran
yang lain selain Allah.
‘’…Sesunguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. " (Al Ahzab:1)
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana, dan Dialah yang memilih
bagi orang-orang yang beriman manhaj yang sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya,
‘’Dan, ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu.... " (Al Ahzab : 1)
Jadi, wahyu Allah itu tertuju ilaika 'kepadamu' dengan kekhususan seperti itu. Dan,
sumber wahyu adalah' min rabbika 'dari Tuhanmu', sebuah penisbatan yang agung.
Maka, di sini ketaatan dan kepatuhan itu adalah kepada wahyu-wahyu dengan hukum
yang diisyaratkan dalam susunan teks ayat itu, di samping perintah dari Mahasumber
segala perintah yang harus ditaati.
‘’…Sesunguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’’ (Al-
Ahzab : 2)
Dialah yang mewahyukan dengan penuh kearifan tentang kalian dan apa yang kalian
kerjakan. Dialah yang mengetahui hakikat apa yang kalian kerjakan dan dorongan-
dorongan yang keluar dari hati nurani dalam menjalani dan melaksanakan suatu
perbuatan.
" Bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara. (Al-Ahzab:3)
Jadi, mengembalikan segala urusan kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya pada
akhirnya adalah kaidah kokoh dan menenangkan di mana hati selalu merasa tenang
dengannya dan berlindung kepadanya. Pada saat demikian hati menyadari betapa
terbatasnya kemampuan manusia walaupun semaksimal mungkin. Maka, setelah
berusaha itu, adalah langkah yang bijak sekali bila menyerahkan segala urusan kepada
Pemilik dari segala urusan dan Pengaturnya, dengan penuh keyakinan dan
ketenangan.
Tiga unsur ini yaitu bertakwa kepada Allah, mengikuti wahyu-Nya, dan bertawakal
kepada-Nya (disertai dengan menjauhkan diri dan membedakan diri dari orang-orang
kafir dan munafik) adalah faktor-faktor yang membekali para dai dan dakwah dapat
dibangun di atas manhajnya yang jelas dan murni. Yaitu, dari Allah, kepada Allah,
dan di atas manhaj Allah.
(٤). َّاج ُك ُم ااَّل ئِي تُظَا ِه ُرونَ ِم ْن ُهن َ َما َج َع َل الَّهُ لِ َر ُج ٍل ِمنْ قَ ْلبَ ْي ِن فِي َج ْوفِ ِه َۚو َما َج َع َل أَ ْز َو
َّ ْعيَا َء ُك ْم أَ ْبنَا َء ُك ْم ۚ ٰ َذلِ ُك ْم قَ ْولُ ُك ْم بِأ َ ْف َوا ِه ُك ْم ۖ َوالَّهُ يَقُو ُل ا ْل َح
ق َوه َُو يَ ْه ِدي ِ أُ َّم َهاتِ ُك ْم َۚو َما َج َع َل أَد
سبِي َل
َّ ال
َ ا ْدعُو ُه ْم آِل بَائِ ِه ْم ه َُو أَ ْق
(٥). سطُ ِع ْن َد الَّ ِه ۚفَإِنْ لَ ْم تَ ْعلَ ُموا آبَا َء ُه ْم فَإ ِ ْخ َوانُ ُك ْم ِفي الدِّي ِن
ُاح فِي َما أَ ْخطَأْتُ ْم بِ ِه َو ٰلَ ِكنْ َما تَ َع َّمدَتْ قُلُوبُ ُك ْم َۚو َكانَ الَّه
ٌ َس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَ َو َم َوالِي ُك ْم َۚولَ ْي
َغفُو ًرا َر ِحي ًما
(4). Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai
ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (5).Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah
yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,
maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Penafsiran Ayat :
Ayat 4-5 ini membahas tentang pembatalan adat zhihar dan adat adopsi untuk
membangun masyarakat yang berdiri di atas asas kekeluargaan yang jelas, sehat, dan
lurus.
Maka Islam pertama-tama meninggikan martabat wanita dari kehinaannya dan mulai
mengatur hubungan yang adil dan mudah. Di antara syariat yang diletakkannya adalah
kaidah,
‘’..Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu... "
(Al Ahzab : 4)
Karena sesungguhnya perkataan Iisan saja tidak bisa mengubah hakikat yang nyata.
Yaitu, bahwa ibu adalah ibu dan istri adalah istri. Tabiat hubungan itu tidak akan
berubah karena sebuah kalimat yang diucapkan. Oleh karena itu, zhihar tidak bisa
berlaku abadi lagi seperti haramnya ibu kandung sendiri, sebagaimana yang berlaku di
zaman jahiliah.
Telah diriwayatkan bahwa pembatalan adat zhihar itu ketika turun sebagian dari
surah al-Mujaadilah, setelah Aus Ibnush-Shamit menyatakan zhihar kepada istrinya
Khaulah bin Tsa'labah dan bertanya Kepada Rasulullah dan Turun lah surat Al
Mujaadilah ayat 1-4.
Dengan ketetapan ini, haramnya persetubuhan karena zhihar itu hanya berlaku dalam
beberapa waktu saja, bukan selamanya dan bukan pula sebagai talak. Kiffaratnya
untuk menebus perbuatan itu adalah memerdekakan budak, atau berpuasa dua bulan
berturut-turut, atau memberi makanan enam puluh orang miskin. Dengan kiffarat itu,
istri menjadi halal kembali dan kehidupan perkawinan kembali kepada jalurnya
semula.
Kemudian, masalah adopsi dan panggilan anak-anak selain dengan nama bapak-bapak
kandung mereka, timbul dari kekacauan dalam pembinaan rumah tangga dan
pembinaan masyarakat secara keseluruhan.
Perkataan tidak bisa mengubah kenyataan. Juga tidak bisa menciptakan hubungan
lain selain hubungan darah, hubungan warisan yang dibawa oleh karakter-karakter
dalam sari air mani, dan hubungan alami yang tumbuh dari kenyataan bahwa anak
merupakan darah daging dari orang tua yang hidup.
" ..Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). "
(Al-Ahzab: 4)
Allah menyatakan kebenaran mutlak yang tidak bercampur sama sekali dengan
kebatilan. Dan di antara kebenaran itü adalah membangun hubungan atas dasar
kenyataan dan ikatan yang bersumber kepada darah dan daging, bukan atas perkataan
yang diucapkan oleh mulut saja.
"...Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang
ada dosanya) apa yang disengaja di hatimu.... "
Ampunan dan kebaikan itu datang karena Allah memiliki sifat Maha Pengasih dan
Maha Pengampun. Sehingga, Dia tidak mungkin membebankan beban berat kepada
manusia.
Penafsiran Ayat :
Ayat 6 ini membahas tentang kaum Muhajirin yang pergi meninggalkan harta benda
dan keluarga mereka di Mekah. Dan, memberikan solusi pula bagi kondisi yang
timbul antara kaum muslimin di Madinah karena kondisi mereka berbalik seratus
delapan puluh derajat sebagai akibat dari keislaman mereka. Hal itü bersamaan
dengan penentuan pemimpin tertinggi berada di tangan Rasulullah dan dikedepankan
atas seluruh perwalian nasab, serta penetapan keibuan secara rohani antara istri – istri
Rasulullah dengan seluruh kaum muslimin.
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka
sendiri..’’ (Al-Ahzab:6)
‘’..Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak
(waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah dari pada orang-orang mukmin dan orang-
orang Muhajirin..’’
yaitu dihapusnya hukum waris-mewarisi karena seiman dan hijrah dengan hubungan
kekerabatan.
(8). Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka
dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.
Penafsiran Ayat :
Ayat 7-8 ini membahas tentang ikatan perjanjian Allah dengan para nabi secara
umum. Juga dengan Nabi Muhammad saw dan rasul-rasul yang termasuk ulul azmi
secara khusus. Yakni, ikatan perjanjian dalam mengemban amanat manhaj itu,
beristiqamah dalam menjalaninya dan menyampaikannya kepada umat manusia, serta
menegakkannya dalam umat-umat di mana mereka diutus kepada mereka.
Dari Ayat diatas ,Sesungguhnya perjanjian itu adalah satu dan permanen sejak zaman
Nuh as. hingga penutup para nabi yakni Muhammad saw. la adalah perjanjian yang
satu, manhaj yang satu, dan amanat yang satu, di mana mereka semua menerimanya
sehingga menyampaikannya.
Kemudian nash mengkhususkan diri pada Rasul pembawa AI-Qur'an dan pengemban
dakwah yang umum kepada seluruh alam,
"...Dan dari kamu (sendiri).... "
Kemudian beralih kembali kepada ulul azmi dari para rasul, yaitu para rasul yang
membawa risalah terbesar sebelum risalah yang terakhir,
"...Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh. " (al-Ahzab: 7)
Sesungguhnya perjanjian itu memang benar-benar perjanjian yang tegas dan kuat
antara Allah dengan para hamba-Nya yang terpilih untuk menerima wahyu-Nya,
menyampaikan wahyu itu, dan menegakkannya di atas manhaj-Nya yang amanah dan
istiqamah.
"Agar dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.... "
(Al-Ahzab:8)
Orang-orang yang jujur dan benar adalah orang-orang yang beriman. Merekalah
yang menyatakan kalimat yang jujur dan memeluk akidah yang benar. Maka, yang
selain mereka adalah para pendusta karena menyatakan kalimat batil dan meyakini
akidah yang batil pula. Oleh karena itu, sifat ini memiliki sentuhan dan tuntunan
secara khusus.
Sedangkan, bagi orang-orang yang menganut akidah batil dan menyatakan kalimat
yang dusta dalam perkara terbesar (perkara akidah) , pasti disediakan balasan yang
Iain, yang selalu siap dan hadir serta menanti mereka,
‘’..Dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafìr Siksa yang pedih. " (al-Ahzab: 8)
َ يَا أَ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ْاذ ُك ُروا نِ ْع َمةَ الَّ ِه َعلَ ْي ُك ْم إِ ْذ َجا َء ْت ُك ْم ُجنُو ٌد فَأ َ ْر
ً س ْلنَا َعلَ ْي ِه ْم ِر
(٩). يحا
ِ ََو ُجنُودًا لَ ْم تَ َر ْوهَا ۚ َو َكانَ الَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب
صي ًرا
(9). Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni`mat Allah (yang telah
dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan
kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan
adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.
Penafsiran Ayat :
Semua itü juga bertujuan untuk menjelaskan bahwa Allah yang menyuruh orang-
orang yang beriman untuk mengikuti wahyu-Nya, bertawakal kepada-Nya semata-
mata, dan melarang mereka dari ketaatan kepada orang-orang kafir dan munafik, ...
adalah yang menjaga orang-orang yang mengemban penyampaian dakwah-Nya dan
manhaj-Nya dari segala permusuhan orang-orang kafir dan orang-orang munafik,
‘’Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah
dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan
kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan
adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan’’ (al ahzab:9)
Datangnya tentara-tentara musuh, tiupan angin yang diperintahkan oleh Allah, dan
turunnya tentara-tentara Allah yang tidak dapat dilihat oleh orang-orang yang
beriman. Demikian juga dengan pertolongan Allah yang berkaitan dengan ilmu-Nya
tentang mereka serta pengawasan dan penglihatanNya atas pekerjaan-pekerjaan
mereka.
Qs. Al - Ahzab : 10 - 13
(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika
penglihatan(mu) terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah. Di situlah diuji orang-orang mukmin
dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat. Dan (ingatlah) ketika
orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit berkata, “Yang
dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanya tipu daya belaka.”Dan (ingatlah)
ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yasrib (Madinah)!
Tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan sebagian dari mereka
meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya
rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal rumah-rumah itu tidak
terbuka, mereka hanyalah hendak lari. ( Al - Ahzab : 10 - 13 )
Sesungguhnya ia merupakan gambaran yang sangat dahsyat dan menakutkan
yang meliputi Madinah. Kondisi ini seolah menjadikan tak seorangpun bisa selamat
darinya. Madinah telah dikepung oleh orang- orang kafir Quraisy, Ghathafan, dan
Yahudi dari Bani Quraizhah dari segala penjuru, dari arah atas dan arah bawah.
Perasaan kegentingan dan kedahsyatan luar biasa dirasakan seluruh penduduk
Madinah.
Namun yang berbeda adalah pengaruh dan respon yang dirasakan oleh masing -
masing hati, prasangkanya kepada Allah, perilakunya dalam menghadapi kedahsyatan
itu, dan persepsi - persepsinya tentang norma- norma, sebab- sebab, dan nilai- nilai
dan hasil- hasil.
Oleh karena itu ujian ilu lengkap dan detail. Perbedaan antara orang yang
beriman dan orang munafik menjadi jelas, tidak diragukan lagi.
“Saat ini kita dapat melihat kondisi itu dengan segala Cirinya, pengaruhnya,
getarannya dan gerakannya. Semuanya terpampang di hadapan kita seolah - olah Kita
menyaksikannya langsung dari Nash Al - Qur’an yang pendek ini. Kita menyaksikan
kondisi dan peristiwa dahsyat Itu dari luar, “ ( yaitu ) “ ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dan dari bawahmu. "
Kemudian kita saksikan pengaruh peristiwa itu dalam jiwa - jiwa, “ Dan ketika tidak
tetap lagi penglihatan ( Mu ) dan hati mu naik menyesak sampai ke tenggorokan..”
Itu merupakan gambaran yang melukiskan tentang keadaan takut, genting dan
tekanan. Itulah gambaran yang dilukiskan dengan tanda - tanda Yang tampak di wajah
wajah getaran - getaran hati, “ Kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacan -
macam purbasangka."( Al - Ahzab: 10)
Al - Qur’an tidak memerinci prasangka - prasangka itu. Ia membiarkannya secara
global seperti itu yang menggambarkan tentang kegoncangan dalam perasaan dan
nurani, kebimbangan yang tiada tara, dan perbedaan persepsi dalam berbagai macam
hati.
Kemudian corak peristiwa bertambah jelas dan karakter- karakter
kedahsyatan di dalamnya juga semakin tampak pada ayat, "Di situlah diuji orang-
orang mukmin dan digoncangkan (hatinyu) dengan goncangan yang sangat. " (Al
Ahzab: 11)
Kegoncangan dan kegentingan yang dapat menggoncangkan dan menggetarkan orang
- orang beriman, pastilah goncangan yang sangat menakutkan dan mengerikan. Tetapi
peristiwa yang paling menyakitkan orang- orang beriman ketika mereka dikepung
oleh pasukan orang - orang musyrik dalam parit itu, adalah berita pembatalan secara
sepihak perjanjian damai dari Bani Quraizhah yang berada di belakang mereka.
Sehingga orang- orang beriman sama sekali tidak merasa aman dari serangan tiba-
tiba yang akan dilakukan pihak kaum musyrik dan tidak pula merasa aman dari
serangan orang- orang Yahudi dari arah belakang. Sementara jumlah orang- orang
beriman sangat sedikit dibandingkan dengan seluruh pasukan sekutu Quraisy, di mana
mereka datang seluruhnya untuk membasmi orang- orang beriman.
Di samping itu, ada juga kelompok orang- orang munafik dan orang- orang yang
menghasut di Madinah dan di antara barisan kaum muslimin, Maka pada saat itulah
tampak kemunafikan dan berkatalah orang-orang yang di dalam hatinya terdapat
penyakit nifak mengungkapkan apa yang terkandung di dalam diri mereka, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
“ Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yamg berpenyakit
dalam hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami
melainkan tipu daya." (Al-Ahzab:12)
Mereka berada di antara pasukan dalam keadaan demikian genting dan tergoncang.
Dalam keadaan inilah orang-orang munafik menampakkan keasliannya: dan orang-
orang yang dalam hatinya masih terdapat keraguan atau iman yang lemah, mereka
menghela napas karena rasa waswas yang ada dalam hatinya dan imannya vang masih
lemah dalam menghadapı keadaan yang sangat sempit dan gavwat tersebut. Mereka
mendapat peluang untuk menyebarkan isu - isu yang melemahkan mental, kegagalan,
keraguan dan kebimbangan mengenai janji Allah dan RasulNya. Sehingga apa yang
mereka tutup- tutupi selama ini menjadi terbuka begtu saja đan muncullah sifat asli
orang- orang munafik.
Contoh- contoh orang munafik sepeti ini ada dalam semua lapisan masyarakat ketika
menghadapi goncangan dan kedahsyatan, sikap mereka sama dengan kaum munalik
yang disebutkan dalam ayat ini. Contoh ini akan terus berulang- ulang dalam setiap
generasi dan masyarakat sepanjang sejarah.
Kaum yang lainnya mengatakan seperti apa yang disitir oleh firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka herkata, "Hai pendudhuk
Yasrib." (AI- Ahzab: 13).
Mereka menghasut penduduk Madinah untuk meninggalkan barisan pasukan dan
kembali ke rumah- rumah mereka dengan alasan bahwa kesiapan dan penjagaan yang
dilakukan oleh mereka di depan parit tidak ada tempat untuk berteduh dan berdiam.
Sementara rumah- rumah mereka selalu terancam bahaya dari arah belakang mereka.
Hasutan keji dan hina seperti ini tidaklah keluar melainkan dari jiwa- jiwa yang
lemah, hina, dan penakut yang selalu mengkhawatirkan anak- anak dan istri- istri.
Maka bahaya pun semakin menjadi- jadi, kedahsyatan semakin membara, dan
prasangka- prasangka semakin tidak terkendali."Dan sebagian dari mereka minta izin
kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata,
Pada bagian ini-ketika mereka di hadapan janji yang mereka batalkan dan mereka
khianati. karena ingin selamat dari bahaya dan merasa aman dari ketakutan-Al-Our'an
menetapkan salah satu norma yang kekal yang ditetapkan pada saatnya yang tepat.
Juga mengoreksu persepsi yang menggoda dan menghasut mereka untuk
membatalkan janji mereka dan lari dari perang.
"Katakanlah, lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu jika kamu melarikan diri
dari kematian atau pembunuhan. Dan, Jika (kamu terhindar dari kematian), kamu
tidak juga akan lagi mengecap kesenangan kecuali sebentar saja. ' Katakanlah.
"Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki
bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?"Dan orang-orang munafik
itu tidak dapat memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.” (al-
Ahzab: 16-17)
Sesungguhnya ketentuan Allahlah yang mengendalikan segala kejadian dan
akibatnya, Ketentuan-Nya yang mendorong terjadinya sesuatu pada jalurnya yang
telah ditetapkan dan ja berakhir pada titik akhir yang pasti. Kematian dan
pembunuhan merupakan ketentuan Allah yang tidak bisa seorang pun dapat lari dari
berjumpa dengannya pada waktunya yang telah ditentukan. di mana ia tidak akan
dimajukan dan diundur sesaat pun.
Sikap berlari tidak bermanfaat apa apa dalam mencegah terjadinya ketentuan yang
pasti atas mereka yang lari itu. Bila mereka tetap lari, maka mereka pasti
mendapatkan balasannya pada waktunya yang ditetapkan dan dalam waktu yang
dekat.“ Karena segala waktu di dunia ini jaraknya sangat dekat dan setiap kenikmatan
di dunia adalah sangat sedikit.
Qs. Al - Ahzab : 17
Tidak ada seorang yang dapat menjaga dari siksaan Allah atau mencegah pelaksanaan
ketentuan yang dikehendaki-Nya, baik yang dikehendaki Allah itu berupa keburukan
maupun yang berupa rahmat. Manusia tida memiliki pelindung dan penolong selain
Allah, yang dapat menjaga mereka dari ketentuan gadar Allah.
Maka, mau tidak mau sikap yang harus ditujunkan adalah menyerahkan diri,...
menyerahkan diri..., ketaatan..., dan menepati janji..., menepati janji..., kepada Allah
baik dalam keadaan senang maupun susah dan sempit. Segala urusan kembali kepada-
Nya. Hendalah bertawakal sepenuhnya kepada-Nya. Maka, hendaklah bertawakal
sepenuhnya kepada-Nya dan serahkanlah kepada Allah apa yang akan diperbuat-Nya.
Qs. Al - Ahzab : 18
Tafsir ayat:
Kemudian ayat mukjizat ini mulai memaparkan ciri-ciri bagi orang-orang yang seperti
itu, “Mereka bakhil terhadapmu…”
Dalam jiwa-jiwa mereka terdapat kekerasan dan kekeringan dari
mengeluarkan tenaga dan harta benda. Juga kering dan keras dalam perasaan dan
kasih sayang.
“…Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu
dengan mata terbalik-balik seperti orang-orang yang pingsan karena akan mati…”
Sebuah gambaran yang sangat fisikal, tanda-tandanya jelas dan anggota-
anggotanya bergerak. Namun pada saat yang sama, ia juga menggelikan dan
mengundang ejekan dan penghinaan atas golongan yang penakut ini. Urat-urat dan
anggota-anggota badan mereka mengungkapkan sifat penakut dan gemetaran.
Sentuhan yang paling keji dalam menggambarkan kehinaan mereka adalah
saat ketakutan hilang lalu kenyamanan dan keamanan datang.
“…Dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang
tajam…”
Tiba-tiba mereka keluar dari dari lubang-lubnag persembunyian mereka, dan
suara-suara mereka menggelegar setelah kekeringan menimpa mereka. Kemudian
mereka membanggakan kebesarannya dan tanpa malu-malu mengaku seperti
membanggakan pengorbanan dalam perang atau keutamaan dalam beramal, atau
keberanian.
“…Sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan…”
Sehingga, mereka tidak mengeluarkan apa pun dalam kebaikan. Padahal, tadi
mereka telah berbangga dan mengaku-ngaku sebagai pejuang dengan bermanis mulut.
Orang-orang yang seperti ini akan selalu ada. Mereka menampakkan keberanian dan
keunggulan ketika situasi aman dan tenang. Namun, bersikap penakut dan berdiam
seribu Bahasa ketika dalam ketakutan.
“…Mereka itu tidak beriman. Maka, Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan,
yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab: 19)
Inilah penyebab pertama. Yaitu, karena sesungguhnya hati mereka belum
disentuh kecerahan iman, belum mendapat hidayah cahayanya, dan belum berjalan di
atas jalur manhajnya. Tidak ada kesulitan sedikitpun bagi Allah dan segala urusan
Allah pasti terjadi.
Jadi, mereka masih merasa khawatir, agal, dan takut. Mereka menolak
membenarkan bahwa tentara sekutu Quraisy telah pergi dan sesungguhnya ketakutan
itu telah pergi dan keamanan telah datang.
“...dan jika golongan-golongan (yang bersekutu) itu datang kembali, niscaya mereka
ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanyakan
berita tentang kamu...”
Dan, bila pasukan sekutu datang, mereka yang penakut itu berandai-andai
kalau mereka menjadi penduduk Badui, dan tidak berserikat dengan penduduk
Madinah. Bahkan, mereka juga menginginkan untuk tidak mengetahui kejadian yang
terjadi pada penduduk Madinah. Mereka berlaku demikian untuk perpisahan dari
penduduk madinah dan ingin mencari selamat sendiri.
Inilah gamaran mereka. Contoh orang-orang yang demikian akan terus ada
dan menjelma berulang-ulang dalam setiap generasi dengan tanda-tanda dan karakter
yang sama. Mereka ini akan sangat tercela di mata Allah dan manusia.
_۟ لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُو ِل هللاِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َكانَ يَرْ ج
)٢١( ُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هللاَ َكثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang
banyak mengingat Allah”
Tafsir ayat:
Walaupun menghadapi kegoncangan yang luar biasa menakutkan dan tekanan
yang menegangkan, namun Rasulullah tetap menjadi pelindung yang menenangkan
bagi orang beriman. Juga sebagai sumber kepercayaan, harapan, dan kedamaian.
Tafsir ayat:
Sesungguhnya goncangan yang dihadapi oleh orang-orang beriman pada
peristiwa ini sangat dahsyat. Mereka digoncang dengan keras sebagaimana yang
digambarkan oleh Allah,
“di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan
goncangan yang sangat.” (Al-Ahzab: 11)
۟ ُض ٰى نَحْ بَ ۥهُ َو ِم ْنهُم_ َّمن يَنت َِظ ُ_ر ۖ َوما بَ َّدل ۟ وا ما ٰعهَد
۟ َ ِّمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ ر َجا ٌل
وا َ َ َُوا هللاَ َعلَ ْي ِه ۖ فَ ِم ْنهُم َّمن ق َ _ ُص َدق ِ
)٢٣( تَ ْب ِدياًل
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah
(janjinya)”
Tafsir ayat:
Gambaran ini kebalikan dari sebelumnya. Yaitu, gambaran orang yang telah
berjanji kepada Allah untuk tidak melarikan diri dari peperangan, tetapi mereka
berkhianat terhadap janji-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Tsabit bahwa pamannya, Anas ibnun Nadhar
r.a. tidak menghadiri Perang Badar bersama Rasulullah. Maka, dia pun merasa sangat
susah dan tertekan. Kemudian dia pun menyaksikan dan ikut Perang Uhud bersama
Rasulullah. Anas menebas pedangnya kepada kepala musuh hingga dia pun syahid. Di
jasadnya ditemukan 80 luka. Saudarinya, ar Rubi’ binti an-Nadhar (bibi Tsabit)
berkata, “Aku tidak mengenal saudaraku melainkan dari jari-jarinya.” Maka, turunlah
surat Al-Ahzab ayat 23 ini.
Tafsir ayat:
Gambaran kejadian dan fenomena-fenomena ini bertujuan agar semua urusan
itu diserahkan semuanya kepada Allah. Juga agar Dia mrnyingkap tentang hikmah
dari setiap kejadian-kejadian. Kemudian hal itu berakhir pada kehendak Allah dalam
menentukan akibat-akibatnya. Maka, akan tampaklah di dalamnya rahmat Allah
kepada hamba-hamba-Nya. Dan, rahmat dan ampunan allah itu lebih dekat dan lebih
besar dari segalanya.
Tafsir ayat:
Peperangan telah dimulai dan akan terus menerus terjadi dalam jalurnya.
Kemudian berakhir pada titik akhir, dan kendalinya ada di tangan Allah. Dialah yang
mengatur dan mengelolanya sesuai kehendak-Nya. Al-Qur’an menetapkan hakikat
dengan ciri khas tata bahasanya sendiri.Yaitu dengan menyandarkan subjek pelaku
kepada Allah semata-mata secara langsung dalam segala kejadian dan akibat yang
timbul. Untuk menetapkan hakikat itu, pengokohannya dalam hati, dan sebagai
penjelasan dari persepsi islami yang benar.
QS. AL AHZAB : 28 – 29
Ketentuan-ketentuan Allah terhadap istri Nabi
“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istri mu jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya maka marilah supaya kuberikan kepadamu
mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik dan jika kamu sekalian
menghendaki (keridaan) Allah dan Rasulnya serta (kesenangan) di negri akhirat
maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara mu
pahala yang besar”
Segala kenikmatan hidup yang baik-baik tidaklah haram dalam aqidah dan syariat
Rasulullah pun tidak mengharamkan kenikmata yang baik-baik iyu bila dihadiahkan
kepada beliau tanpa usaha yang berat dan bebanyang menyulitkan. Rasulullah tidak
membebani umatnya agar hidup dengan corak hidup seperti pilihan beliau kecuali
orang-orang yang ingin memilih demikian beliau melakukan itu agar tidak terjerumus
dan dapat menguasai diri dari segala kelezatan dan kenikmatan dunia.
Namun istri-istri Nabi adalah manusia bisa yang memiliki tabiat-tabiat manusia pula,
meskipun mereka memiliki keistimewaan kemuliaan dan kedekatan dengan sumber
kenabian yang mulia. Kecenderungan alami terhadap kenikmatan dunia tetap ada
dalam jiwa-jiwa mereka.
QS. AL AHZAB : 35
Sifat- sifat pokok seorang muslim
“sesungguhnya laki-laki dan wanita yang muslim, laki-laki dan wanita yang mukmin,
laki-laki dan wanita yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan wanita yang benar,
laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu’, laki-laki dan
wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita
yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak menyebut nama
Allah, Allah tekah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Sifat yang dikumpulkan dalam ayat ini yaitu islam,iman, taat, jujur, sabar, khusyu’,
bersedekah, berpuasa, menjaga kemaluan dan berdzikir kepada Allah dengan
sebanyak-banyaknya. Sifat itu memiliki nilai dan normanya dalam membangu pribadi
yang muslim. Islam adalah penyerahan diri, sedangkan iman adalah pembenaran dan
kepercayaan
QS. AL AHZAB : 36
Penghancuran strata kelas social
“Tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi wanita yang
mukmin, apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada
bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Barang siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang
nyata.”
Maka Allah pun menurunkan ayat 36 surat Al Ahzab dan datang pula perintah yang
lebih umum dari pada itu yaitu ayat 6 surat Al Ahzab
Dengan demikian Rasululah ingin menghilangkan segala perbedaan kelas dan
menerapkannya sendiri secara langsung dalam keluarga dan kerabatnya. Perbedaan
kelas itu begitu berakar dan sangat keras. Dimana ia tidak mungkin dapat dihilangkan
melainkan oleh pelaksanaan dan contoh praktis dari Rasulullah
Pada saat ituahmereka telah menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Mereka telah
menyerahkan jiwa dengan segala isinya. Pada saat itulah jiwa-jiwa mereka rela
dengan apapun yang datang dari ketentuan Allah.
BAB III
Penutup
Kesimpulan