Anda di halaman 1dari 5

54615ec7f91b22

KEUTAMAAN ILMU SYAR'I DAN MEMPELAJARINYA


Bagikan
Hari ini jam 10:03
KEUTAMAAN ILMU SYAR'I DAN MEMPELAJARINYA
(ORANG YANG BERILMU AKAN ALLAH ANGKAT DERAJAD-NYA)
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Allah Taala telah memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hamba-Nya untuk
berilmu dan membekali diri dengannya. Demikian pula Sunnah Nabi shallallaahu alaihi wa
sallam yang suci.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th. 751 H) rahimahullaah menyebutkan lebih dari
seratus keutamaan ilmu syari. Di buku ini penulis hanya sebutkan sebagian kecil darinya. Di
antaranya :
[1]. Kesaksian Allah Taala Kepada Orang-Orang Yang Berilmu
Allah Taala berfirman,
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. [Ali Imran: 18]
Pada ayat di atas Allah Taala meminta orang yang berilmu bersaksi terhadap sesuatu yang
sangat agung untuk diberikan kesaksian, yaitu keesaan Allah Taala... Ini menunjukkan
keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu. [1]
Selain itu, ayat di atas juga memuat rekomendasi Allah tentang kesucian dan keadilan orangorang yang berilmu.
Sesungguhnya Allah hanya akan meminta orang-orang yang adil saja untuk memberikan
kesaksian. Di antara dalil yang juga menunjukkan hal ini adalah hadits yang masyhur,
bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda ;
Ilmu ini akan dibawa oleh para ulama yang adil dari tiap-tiap generasi. Mereka akan
memberantas penyimpangan/perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang
melampaui batas), menolak kebohongan pelaku kebathilan (para pendusta), dan takwil orangorang bodoh. [2]
[2]. Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya
Allah Subhanahu wa Taala mengabarkan secara khusus tentang diangkatnya derajat orang yang
berilmu dan beriman. Allah Taala berfirman.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu: Berilah kelapangan dalam
majelis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Mujaadilah : 11] [3]
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda ;
Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur-an beberapa kaum dan Allah pun
merendahkan beberapa kaum dengannya. [4]
Di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan
tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya
Allah akan mengangkat derajatmu.
Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syari hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat
menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang
berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri. [5]
Orang yang berilmu dan mengamalkannya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di
dunia dan akan dinaikkan derajatnya di akhirat.
Imam Sufyan bin Uyainah (wafat th. 198 H) rahimahullaah mengatakan,
Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para
Nabi dan ulama. [6]
Allah pun telah berfirman tentang Nabi Yusuf alaihis salaam :
...Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki, dan diatas setiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui. [Yusuf: 76]
Disebutkan bahwa tafsir ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat derajat siapa
saja yang Kami kehendaki dengan sebab ilmu. Sebagaimana Kami telah mengangkat derajat
Yusuf alaihis salaam di atas saudara-saudaranya dengan sebab ilmunya.
Lihatlah apa yang diperoleh oleh Nabi Isa alaihis salaam berupa pengetahuan (ilmu) terhadap
Al-Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. Dengannyalah Allah Taala mengangkatnya kepada-Nya,
mengutamakannya serta memuliakannya.
Demikian juga apa yang diperoleh pemimpin anak Adam (yaitu Nabi Muhammad) shallallaahu
alaihi wa sallam berupa ilmu yang Allah sebutkan sebagai suatu nikmat dan karunia.
Allah Taala berfirman:
... Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah)

kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah
yang dilimpahkan kepadamu sangat besar. [An-Nisaa: 113] [7]
[3]. Orang Yang Berilmu Adalah Orang-Orang Yang Takut Kepada Allah
Allah mengabarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah Taala, bahkan
Allah mengkhususkan mereka di antara manusia dengan rasa takut tersebut. Allah berfirman:
... Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama. [Faathir: 28]
Ibnu Masud Radhiyallaahu anhu berkata,
Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak
mengingat Allah disebut sebagai suatu kebodohan. [8]
Imam Ahmad rahimahullaah berkata,
Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah. [9] Apabila seseorang bertambah ilmunya, maka
akan bertambah rasa takut-nya kepada Allah.
[4]. Ilmu Adalah Nikmat Yang Paling Agung
Allah Subhanahu wa Taala menyebutkan beberapa nikmat dan karunia-Nya atas Rasul-Nya
(Nabi Muhammad) shallallaahu alaihi wa sallam, dan menjadikan nikmat yang paling agung
adalah diberikannya Al-Kitab dan Al-Hikmah, dan Allah mengajarkan beliau apa yang belum
diketahuinya.
Allah berfirman:
... Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah)
kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah
yang dilimpahkan kepadamu sangat besar. [An-Nisaa: 113] [10]
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (AsSunnah) bersamanya... [11]
[5]. Faham Dalam Masalah Agama Termasuk Tanda-Tanda Kebaikan
Dalam ash-Shahiihain dari hadits Muawiyah bin Abi Sufyan (wafat th. 78 H) radhiyallaahu
anhu, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama
kepadanya. [12]
Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya tidak
dikehendaki kebaikan oleh Allah, sebagaimana orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah,
maka Dia menjadikannya faham dalam masalah agama. Dan barangsiapa yang diberikan
pemahaman dalam agama, maka Allah telah menghendaki kebaikan untuknya. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan pemahaman (fiqh) adalah ilmu yang mengharuskan adanya amal. [13]

Imam an-Nawawi (wafat th. 676 H) rahimahullaah mengatakan,


Di dalam hadits ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya.
Sebabnya adalah karena ilmu akan menuntunnya kepada ketaqwaan kepada Allah Taala. [14]
[6]. Orang Yang Berilmu Dikecualikan Dari Laknat Allah
Imam at-Tirmidzi (wafat th. 249 H) rahimahullaah meriwayatkan dari Abu Hurairah (wafat th. 57
H) radhiyallaahu anhu, ia berkata,Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam
bersabda ;
Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali
dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari
ilmu. [15]
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga Panduan Menuntut Ilmu, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 Bogor 16001 Jawa Barat
Indonesia, Cetakan Pertama Rabiuts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 21).
[2]. Hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh al-Uqaily dalam adh-Dhuafaa-ul Kabir (I/26), Ibnu
Abi Hatim dalam al-Jarh wat Tadil (II/17) dan lainnya, dari Ibrahim bin Abdurrahman
al-Adzry secara mursal. Untuk lebih jelas tentang takhrij hadits ini dapat dilihat dalam Irsyaadul
Fuhuul fii Tashhiih Hadiitsil Udul (hal. 11-35) karya Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied alHilali.
[3]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 26).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 817).
[5]. Dinukil dari al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 220-221).
[6]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 223).
[7]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 238-239), dengan ringkas.
[8]. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabir (no. 8927) dan Ibnu Abdil Barr dalam alJaami (II/812, no. 1514).
[9]. Fadhlu Ilmi Salaf alal Khalaf (hal. 52).

[10]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 30).


[11]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/131), Abu Dawud (no. 4604), Ibnu Hibban
(no. 12) dan lainnya, dari Miqdam bin Madi Kariba radhiyallaahu anhu.
[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71,
3116, 7312), dan Muslim (no. 1037), dari Shahabat Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu
anhuma.
[13]. Al-Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 49).
[14]. Syarah Shahiih Muslim lil Imam an-Nawawi (VII/128).
[15]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Majah (no. 4112), dan Ibnu
Abdil Barr (I/135, no. 135), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu anhu. Lihat Shahiih atTarghib wat Tarhiib (no. 74). Lafazh ini milik at-Tirmidzi.

Anda mungkin juga menyukai