Anda di halaman 1dari 6

SABAR DAN SYUKUR

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hadits II
Diampu oleh : Prof. DR.H.M. Erfan Soebahar, M.A.

Disusun oleh :
Kelompok II
1. Zaenuri (093111125)
2. Sri Winarni (093111126)

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011

0
SABAR DAN SYUKUR

I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia, manusia masing-masing mempunyai
kriteria ukuran tingkah laku terpuji dan tercela. Contohnya di negara-negara
barat, bila bertemu lawan jenis yang nota bene temannya sebagai ungkapan
penghormatan mereka mencium pipi, dan hal ini berbeda dengan di
Indonesia, bila bertemu lawan jenis yang notabenenya temannya cukup
dengan bersalaman ataupun isyarat penghormatan. Lain di barat dan
Indonesia, di China bila bertemu dengan lawan jenis atau temannya yang
pria mereka menjura. Tingkah laku mencium pipi di barat sudah barang
tentu dianggap wajar dan baik, tetapi di Indonesia dan China hal itu
dipandang tingkah laku yang tercela.
Walaupun ada pandangan dan kriteria ukuran tingkah laku terpuji dan
tercela yang berbeda-beda di dunia, ternyata ada beberapa kriteria ukuran
tingkah laku terpuji dan tercela yang diakui secara universal oleh seluruh
manusia di dunia. Sebagai contoh tingkah laku malas dan mengemis
dimanapun di dunia dipandang hal yang buruk dan tercela. Kemudian
menolong sesama manusia yang menderita kelaparan atau tertindas oleh
yang kuat semua manusia menyatakan hal itu adalah tingkah laku yang
terpuji.
Dari berbagai pandangan manusia yang memaknai tingkah laku terpuji
dan tercela dengan kriteria ukuran yang berbeda bahkan kadang kala sama,
kita membutuhkan satu ukuran tingkah laku terpuji dan tercela yang pasti
benar dan tentu berwawasan universal. Dan Islam adalah jawaban dari
segala pandangan dan ukuran tingkah laku terpuji dan tercela. Sebab Islam
adalah agama mutlak benar yang keotentikannya sudah terbukti oleh sejarah
dan dibuktikan oleh para ahli dari berbagai bidang di seluruh dunia.
Untuk mengetahui pandangan Islam tentang tingkah laku terpuji dan
tercela akan kami bahas beberapa hadits beserta syarahnya sehingga nanti

1
kita akan mendapat pencerahan tentang kriteria dan ukuran tingkah laku
terpuji dan tercela. Sehingga kita bisa melatih diri kita membiasakan dengan
tingkah laku terpuji dan menghasung diri kita untuk menjauhi tingkah laku
tercela.

II. PEMBAHASAN
1. Hadits Abu Said tentang Musibah dan Ampunan
‫صد‬ ‫ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ععنن أعبب عسعبيِدد انللندبر ي‬
َ‫ب عول‬ ‫صنلىَّ اللنهَّ ععلعنيِهَّ عوعسلنعم عقاَعل عماَ يلصيِ ل‬
‫ب النلمنسلعم منن نع ع‬ ‫ي ععبن النب ي‬
‫ب ع‬
‫ب ب‬ ‫ب‬ ‫د‬
‫ب عولَ عهمم عولَ لحنزن عولَ أعذذىً عولَ عغمم عحنت النشنوعكة يلعشاَلكعهاَ بإلَ عكنفعر اللنهَّل عباَ منن عخعطاَيعاَهل‬
‫صد‬‫عو ع‬
(َّ‫)أخرجهَّ البخاَري ف كتاَب الرضى‬

“Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam


bersabda : Tak satupun musibah yang menimpa seorang muslim,
seperti rasa sakit, rasa lelah, duka, cemas dan kesedihan sampai duri
yang menusuknya, kecuali Allah kecuali Allah akan melebur dosa-
dosanya” (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Maridh)

Sabda beliau “Kebajikan itu keluhuran akhlaq”, maksudnya ialah


bahwa keluhuran akhlaq adalah sebaik-baik kebajikan, sebagaimana
sabda beliau “Haji adalah Arafah”. Adapun kebajikan adalah
perbuatan yang menjadikan pelakunya menjadi baik, selalu berupaya
mengikuti orang-orang yang berbuat baik, dan taat kepada Allah yang
Maha Mulia bagi Maha Tinggi.1
Yang dimaksud dengan berakhlaq baik yaitu jujur dalam
bermuamalah, santun dalam berusaha, adil dalam hukum, bersungguh-
sungguh dalam berbuat kebajikan, dan beberapa sifat orang mukmin
yang Allah sebutkan di dalam surah Al Anfal :2
Barang siapa yang merasa belum jelas mengenai sifat dirinya,
maka hendaklah bercermin pada ayat-ayat tersebut. Dengan adanya
semua sifat itu pada dirinya pertanda bahwa dia berakhlaq baik.

1
Ibnu Daqiq Al ‘Ied, Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi, terj. Muhammad Thalib,
Media Hidayah, Yogyakarta, 2001, hlm. 132.
2
Ibid.

2
2. Hadits Abu Yahya Shuhaib bin Sinan tentang bersabar ketika
ditimpa musibah dan bersyukur ketika mendapat nikmat

‫صنلىَّ اللنهَّ ععلعنيِبهَّ عوعسلنعم عععجذباَ لَنمبر النلمنؤبمبن إبنن أعنمـعرهل لكلنهَّل عخنيِـرر‬ ‫ب‬ ‫صعهنيِ د‬
‫ب عقاَعل عقاَعل عرلسولل اللنهَّ ع‬ ‫ععنن ل‬
‫د ب ب‬
‫صبعـعر‬
‫ضنراءل ع‬ ‫صاَبـعنتهَّل عسنراءل عشعكعر فععكاَعن عخنيِـذرا لعهَّل عوإبنن أع ع‬
‫صاَبـعنتهَّل ع‬ ‫س عذاعك لَعحد بإلَ لنللمنؤمبن إبنن أع ع‬
‫عولعنيِ ع‬
(‫فععكاَعن عخنيِـذرا لعهَّل * )اخرجهَّ مسلم ف كتاَب الزهد‬
“Dari Shuhaib berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sangat
mengherankan keadaan seorang mukmin itu, segala keadaan
dianggapnya baik dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi seorang
mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka itu lebih
baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu
lebih baik baginya”. (H.R.Muslim dalam Kitab Zuhud)

Jujur artinya keselarasan antara yang terucap dengan


kenyataannya. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana
seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada
pada batinnya.3
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Iman asasnya adalah kejujuran
(kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan
pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling
bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada
yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu
menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
Allah berfirman, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka.” (QS al-Maidah:119)4

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan


membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.
az-Zumar:33)

III. KESIMPULAN

3
http://arrahmah.com/index.php/blog/read/1003/jujur-membawa-selamat diakses tanggal
27 Oktober 2010.
4
Ibid.

3
Para ulama Islam yang menulis tentang tingkah laku/akhlak itu
menjelaskan bahkan menekankan apa yang diperhatikan oleh para penulis
barat, yaitu bahwa akhlak yang baik adalah apa yang dinilai baik oleh akal
dan syariat. Sedangkan akal saja tak cukup untuk menilai baik dan buruknya
suatu perbuatan. Oleh karena itu, Allah mengutus para Rasul dan
menurunkan pertimbangan (Kitab Suci) bersama mereka yang
memperlakukan manusia dengan penuh keadilan.
Dari beberapa hadits tentang tingkah laku terpuji dan tercela tersebut
kita menjadi paham dan tercerahkan bahwa keimanan didalam dada
haruslah dibuktikan dengan tingkah laku, adalah bohong seseorang
mengatakan beriman sedangkan tingkah laku buruk dan banyak menyakiti
saudaranya. Tingkah laku terpuji yang diungkap di hadits diatas adalah
meninggalkan yang meragukan, jujur, berbuat baik kepada tetangga,
berbicara yang bermanfaat atau diam, kemudian beberapa etika duduk di
jalan yaitu menundukkan pandangan, menjawab salam dan amar ma’ruf
nahi munkar. Adapun tingkah laku yang tercela yang diungkap beberapa
hadits diatas yaitu buruk sangka, ghibah dan buhtan.
Sebelum diakhiri saya nukilkan ibarat dari seorang teman,”Ketahuilah
es jeruk itu segar dan nikmat.” Kita semua tahu dan meyakini hal itu tapi
apakah dengan tahu dan yakin saja kita bisa merasakan segar dan nikmatnya
es jeruk tentu saja tidak. Apalagi dengan Islam walaupun kita tahu dan
meyakini bahwa Islam adalah sumber kebenaran dan keselamatan di dunia
dan akhirat, akan tetapi jika kita tidak mengamalkannya niscaya kita tidak
akan benar serta selamat dunia dan akhirat. Oleh karena itu marilah kita
amalkan Islam dalam tingkah laku dan gerak-gerik kita sehari-hari agar
keyakinan kita terealisasikan dalam dunia nyata sehingga kebenaran dan
keselamatan kita raih, sebagaimana minum air es jeruk yang segar dan
nikmat.
Demikianlah, ukuran tingkah laku yang baik jika sesuai dengan syariat
Allah. Berhak mendapatkan ridha-Nya dan dalam memegang akhlak yang

4
baik ini sambil memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga
di dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akherat.

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Daqiq Al ‘Ied, Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi, terj. Muhammad
Thalib, Media Hidayah, Yogyakarta, 2001.

Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Syarah Mukhtaarul Ahaadiits : Hadis-hadis


Pilihan berikut penjelasannya, CV. Sinar Baru, Bandung, 1993.

Khalifah al-Huwaij, Al-‘Ajami Damanhuri, Al-Lubab fil birri wal adab was
shilah, Darul Al Fikr, Beirut.

Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an 16/217, Ruhul Ma’ani 13/219

Al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 16/218

Al-Minhaj, 16/335

Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 8/28

Internet :

http://arrahmah.com/index.php/blog/read/1003/jujur-membawa-selamat diakses
tanggal 27 Oktober 2010.

http://www.dakwatuna.com/2009/adab-terhadap-tetangga/ diakses tanggal 27


Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai