Anda di halaman 1dari 8

KLIPING

HAKEKAT DAN TUJUAN PERNIKAHAN

Dibuat untuk memenuhi tugas


Mata kuliah Fiqih II
Diampu oleh Bapak Ahwan Fanani, M.Ag

Disusun oleh :
Kelompok I
1. Ahmad Nur Wahid (093111123)
2. Arie Ningrum (093111124)
3. Zaenuri (093111125)
4. Sri Winarni (093111126)
5. Masromah (093111129)

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010

0
KLIPING HAKEKAT
DAN TUJUAN PERNIKAHAN

I. PENDAHULUAN
Pernikahan bukan sekadar menyatukan dua insan dalam sebuah
pelaminan. Allah menetapkan suatu ikatan suci, yaitu akad nikah. Dengan
dua kalimat yang sederhana “Ijab dan Qabul” terjadilah perubahan besar,
yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadat, kekejian menjadi
kesucian, dan kebebasan menjadi tanggung jawab. Maka nafsu pun berubah
menjadi cinta dan kasih sayang.
Begitu besarnya perubahan ini sehingga Al Qur’an menyebut akad
nikah sebagai mitsaqan ghalidzha [perjanjian yang berat]. Hanya tiga kali
kata ini disebut dalam al-Quran. Pertama, ketika Allah membuat perjanjian
dengan Nabi dan Rasul Ulul ‘Azmi [QS 33 : 7]. Kedua, ketika Allah
mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka
bersumpah setia di hadapan Allah [QS 4 : 154]. Dan Ketiga, ketika Allah
menyatakan hubungan pernikahan [QS 4 : 21].
Akad nikah bukanlah sekedar kata-kata yang terucap dari mulut laki-
laki, atau sekadar formalitas untuk mensahkan hubungan suami istri, atau
bahkan adat yang menjadi kebiasaan dalam pernikahan. Akad nikah adalah
sebuah perjanjian sakral yang ikatannya amat kokoh dan kuat.
Akad nikah telah mengikatkan suami dan istri dalam sebuah
perjanjian syar’i, dimana perjanjian itu wajib dipenuhi hak-haknya.
Perjanjian agung menyebabkan halalnya kehormatan diri untuk dinikmati
pihak lainnya. Perjanjian kokoh yang tidak boleh diciderai dengan ucapan
dan perbuatan yang menyimpang dari hakikat perjanjian itu sendiri.
Allah swt. berfirman, "Dan jika kamu ingin mengganti istrimu
dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di
antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali
daripadanya sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan

1
jalan tuduhan dusta dan dengan (menanggung) dosa yang besar? Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali padahal sebagian kamu telah bergaul
dengan yang lain sebagai suami istri? Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuar? (An-Nisa’:20-21)
Thabrani dalam kitab tafsirnya menukilkan penjelasan Qatadah
mengenai ayat di atas, “Perjanjian kuat yang diambilkan Allah untuk para
wanita, rujuk kembali dengan cara yang baik (ma'ruf) atau menceraikan
dengan cara yang bijak, dan perjanjian yang kuat itu terdapat dalam akad
kaum muslimin tatkala melaksanakan akad nikah: Demi Allah kamu harus
menjaganya dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan (jika menceraikan)
dengan cara yang bijak.
Rasulullah bersabda: Takutlah kamu sekalian kepada Allah mengenai
wanita (istri) karena kamu telah mengambil mereka dengan amanat Allah
(HR.Muslim)
Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling
tepat untuk memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk
frustasi sosial, ini adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat
Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa gelisah karena
prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme
terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja
berdampak buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-
iming berbagai hadiah dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang
melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai
penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga
anomali kemanusiaan yang lain.

II. SINOPSIS KLIPING


1. Berakit-rakit Ke Hulu, Sakinah Kemudian
Dalam kliping ini bercerita tentang sebuah keluarga sakinah dari
pasangan suami isteri H. Nazaruddin Dt. Marajo Basa (74 tahun) dan
Hj. Rosnaini (69 tahun) dengan kesembilan anaknya yang telah sukses

2
menjadi sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah sehingga
terpilih menjadi Keluarga Sakinah Teladan oleh Kementerian Agama
Sumatera Barat tahun 2010.
Apa rahasianya keluarga mereka menjadi keluarga sakinah
ternyata ada beberapa hal penting yang harus kita cermati, yaitu :
- Mereka mendasari membentuk keluarganya dari niat sungguh-
sungguh untuk mewujudkan rumah tangga yang diridhai Allah,
rumah tangga yang rukun abadi hingga hari kiamat. Mereka
mengawalinya dari malam pertama selalu berdoa ketika berjima’
dengan bermohon kepada Allah agar dijauhkan dari setan yang
terkutuk. Dengan cara ini alhamdulillah anak mereka menjadi anak-
anak yang dekat dengan Allah dan jauh dari setan.
- Tegar dalam membina keluarga walaupun celaan terkadang datang.
- Mereka mendidik keluarganya dengan agak keras, menyuruhnya
mencangkul di sawah hingga menyiramkan teh hangat kepada anak-
anaknya bila adzan subuh berkumandang mereka belum bangun.
Menurut H. Nazaruddin Dt. Marajo Basa, orang tua memang wajib
menyayangi anak, tapi tidak boleh lunak. Karena keselamatan anak-
anak mereka di dunia dan akhirat tergantung pendidikan dan arahan
mereka.
- Metode mendidik keluarga tidak melulu ceramah tapi diajak
berpikir dan bermusyawarah sebagai misal 5 ekor ikan untuk 9
anak, maka mereka harus berpikir cara membaginya supaya semua
dapat merasakan ikan.
- Dalam hal ibadah mereka sangat memperhatikan anak-anaknya
sehingga terbentuk arisan Haji, supaya semua anaknya bisa
menunaikan haji. Walaupun anak-anak mereka ada di berbagai kota,
ketika silaturahim lewat telepon mereka menanyakan,”Sudah sholat
apa belum ?”

3
- Dalam kehidupan sosial mereka sangat perhatian terhadap dhuafa
dan yatim piatu hingga terbentuknya Ponpes Al Muttaqin yang
diperuntukkan gratis bagi anak-anak miskin.
2. Segenggam Iman di Rumah Kita
Berkisah tentang keluarga Nabi Nuh yang gagal mendidik salah
satu anaknya menjadi orang beriman sehingga mati kafir. Ternyata
penyebab kafirnya anak adalah ibu yang tidak beriman, walaupun
ayahnya seorang Nabi sekalipun.
Dari ibroh kisah tersebut maka penulis artikel yang kami kliping
menyimpulkan bahwa peran ibu adalah sangat penting dalam
menentukan kafir atau imannya seorang anak.
Seorang ibu haruslah memerankan tiga peranan yakni ibu
kandung, ibu susu dan ibu asuh.
Dalam keadaan berselisih iman, bisa saja istri tetap cinta
sepenuh hati. Bahkan banyak contoh istri yang durhaka kepada Allah
tetapi setia pada suami. Ini berarti cinta saja tidak cukup.

III. ANALISIS
Dari dua Kliping diatas bila dikaitkan dengan hakekat dan tujuan
pernikahan menurut Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa hakekat
pernikahan ibadah kepada Allah sebagai manifestasi iman. Oleh karena pada
kisah kliping diatas selalu meletakkan keimanan menjadi hal yang paling
pokok dalam kehidupan rumah tangga dalam membentuk keluarga yang
sakinah mawaddah wa rahmah.
Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera
dan bahagia.1 Ini tercermin dalam cuplikan kliping,”Yang kami lakukan saat
itu hanyalah berbai’ah bahwa kami akan berjuang mewujudkan rumah
tangga yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala, rumah tangga yang rukun
dan abadi hingga akhir hayat.”

1
Prof. Dr. Abdul Rahman Ghozali, M.A. Fiqih Munakahat. Kencana, Jakarta, 2003, hlm. 22.

4
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan
syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini.
Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini:
1. Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
sabdanya:
“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu
untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”
2. Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena
(pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di
hadapan umat-umat yang lain.”
3. Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan
pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah
mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara
kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan
katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan
mereka…’.” (An-Nur: 30-31)
Dalam surah yang lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji orang-orang
beriman yang salah satu sifat mereka adalah menjaga kemaluan “Dan
orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak perempuan yang mereka miliki, maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mu`minun: 5-6)
Dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Karena dengan nikah akan lebih menundukkan pandangan (dari melihat
yang haram) dan lebih menjaga kemaluan (dari melakukan zina),” juga
terkandung tujuan nikah.

5
Adapun menurut Landasan Filosofis Perkawinan:
Inti perluasan dan penegasan landasan filosofis dalam Pasal 2 KHI
adalah:
a. Perkawinan semata-mata ”menaati perintah Allah”.
b. Melaksanakan perkawinan adalah ibadah.
c. Ikatan perkawinan bersifat miitsaqaan ghalidzhaa (QS.An-Nisa: 21)
Landasan idiil perkawinan :
a. Membentuk ”keluarga yang bahagia dan kekal” (Pasal 1 UU No.1 Tahun
1974).
b. Membentuk keluarga ”Sakinah, mawaddah dan rahmah” (Pasal 3 tentang
landasan perkawinan dan (QS.Ar-Ruum: 21)
Landasan Yuridis Perkawinan:
Ketentuan Pasal 2 UU No.1 Tahun 1974 meletakan fundamentum
yuridis perkawinan nasional adalah:
1. Dilakukan menurut hukum agama dan
2. Dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Diterangkan juga
dengan jelas dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam).
Ketiga landasan di atas seharusnya menjadi pijakan bagi para calon
pengantin sebelum memasuki jenjang perkawinan. Sangat jelas bahwa
lembaga perkawinan bukanlah semata-mata lembaga pemuas nafsu biologis
yang bisa berpindah tempat dikala sudah membosankan. Lebih dari itu,
lembaga perkawinan memiliki dimensi spiritual berupa penunaian perintah
Tuhan. Wallahu a’lam bishawab (Oleh: Daud Damsyik, MA)2

2
http://www.bimasislam.depag.go.id

6
III. KESIMPULAN
Dari kliping diatas dapat disimpulkan bahwa hakekat pernikahan
adalah ibadah kepada Allah sebagai manifestasi iman. Untuk mewujudkan
hendaklah kedua suami istri satu dalam ikatan iman.
Adapun tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang
sakinah mawaddah wa rahmah. Sebagaimana firman Allah :

.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum : 21)

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Abdul Rahman Ghozali, M.A. Fiqih Munakahat. Kencana, Jakarta,
2003.
www.bimasislam.depag.go.id
www.asy-syariah.com

Anda mungkin juga menyukai