MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH
PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK
Disusun Oleh
Oktaviana (2018510181)
Puji syukur marilah kita ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia dan hidayahnya sehingga
makalah yang kami buat ini dapat diselesaikan dengan baik, yakni mengenai materi yang telah
kami dapatkan dalam tugas kelompok kami yang berjudul “Iman Kepada Allah”
Kemudian kami ucapakan terima kasih kepada Bapak Dr. Abdul Basith, MA. yang telah banyak
memberikan berbagai macam bimbingan sehingga kami telah menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan kepada teman-teman sekalian yang sudah memberikan
masukan dan semangat sehingga makalah ini telah selesai.
Tujuan utama penyusunan makalah ini adalah untuk membantu kita dalam mempelajari `pokok
pembahasan secara efisien dan efektif. Dengan demikian, diharapkan agar kita memahami semua
materi dengan baik dalam waktu relatif singkat. Meskipun masih banyak terdapat kekurangan
dalam makalah ini namun kami berharap makalah ini dapat mempermudah proses pembelajaran
kita dan mengingatkan kita kembali kepada pengetahuan yang telah didapat selama proses
pembelajaran.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam itu dapat dibagi dua bidang pokok, yaitu bidang kepercayaan dan bidang hukum.
Didalam agama Islam bidang kepercayaan disebut Aqidah, dan dibidang hukum disebut Syariah.
Dengan demikian Aqidah boleh diartikan kepercayaan Islam. Aqidah meliputi semua persoalan
keimanan, yaitu hal-hal yang harus dipercayai atau diyakini oleh seorang muslim. Rukun iman
yang terkenal itu juga termasuk bidang aqidah.
Aqidah menempati kedudukan didalam Islam sebagai posisi dasar atau posisi pokok, dan
syariah posisi cabang, kalau digambarkan agama itu suatu bangunan, maka aqidah adalah sebagai
batu fondasinya yang tertanam didalam tanah, sedang syariah ialah bangunan-bangunan yang
didirikan diatas fondasi tersebut Sudah barang tentu aqidah ialah fondasi agama, ia harus lebih ada
dulu, keimanan harus dipunyai lebih dulu. Oleh karenanya Nabi Muhammad SAW didalam
melakukan da’wah Islam, bidang keimanan inilah yang diajarkan terlebih dahulu. Bidang
keimanan tersebut berpokok pangkal pada seruan tauhid (ke-ESAan Tuhan), menjadi tema yang
terutama dari seruan da’wah yang beliau lakukan dalam periode da’wah Islam yang pertama, yaitu
periode Mekkah. Karena itu pula wahyu yang turun selama periode Mekkah yang menjadi tema
utamanya ialah soal-soal keimanan. Oleh karena itu dalam makalah ini dibuat pembahasa
tentang iman kepada Allah. Mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca semua
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Agar pembaca mengerti apa itu iman kepada Allah SWT
PEMBAHASAN
Pengertian iman secara bahasa, adalah percaya atau membenarkan. Menurut ilmu tauhid,
iman ialah kepercayaan yang diyakini kebenarannya dari dalam hati, kemudian diucapkan secara
lisan, dan direalisasikan dalam perbuatan kita sehari – hari. Dari pengertian itu, bisa kita ditarik
kesimpulan bahwa Iman Kepada Allah SWT adalah mempercayai atau meyakini dalam hati yang
paling dalam, kemudian diucapkan secara lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan amal saleh
dalam kehidupan sehari – hari.
َٰٓ
ب وٱلنَّ ِبيِۦن وءاتى ِ ٱّلل و ْٱلي ْو ِم ٱلْ ءاخِ ِر و ْٱلم َٰلئِك ِة و ْٱلك َِٰت
ِ َّ ب و َٰل ِكنَّ ْٱل ِب َّر م ْن ءامن ِب
ِ ق و ْٱلم ْغ ِر ِ لَّيْس ْٱل ِب َّر أن تُولُّوا ُوجُوهكُ ْم قِبل ْٱلم ْش ِر
ٱلزك َٰوة و ْٱل ُمو ُفون َّ صل َٰوة وءاتى َّ ب وأقام ٱل ِ ٱلرقا ِ ْٱلمال عل َٰى ح ُِب ِهۦ ذ ِوى ْٱلقُرْ ب َٰى و ْٱلي َٰتم َٰى و ْٱلم َٰسكِين وٱبْن ٱل َّس ِبي ِل وٱل َّسا َٰٓ ِئلِين وفِى
صبِ ِرين فِى ْٱلبأْسآَٰءِ وٱلض ََّّرآَٰءِ وحِ ين ْٱلبأْ ِس ۗ أُو َٰلَٰٓئِك ٱلَّذِين صدقُوا ۖ وأُو َٰلَٰٓئِك هُ ُم ْٱل ُمتَّقُون َّ َٰ بِع ْه ِد ِه ْم إِذا َٰعهدُوا ۖ وٱل
Yang artinya :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Sesungguhnya
kebajikan itu adalah iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,
dan memberikan (sebagian) harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan orang-ornag yang
menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan,
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 177)
Rasa percaya akan adanya Sang Maha Pencipta Tunggal, Allah SWT, dapat ditumbuhkan
dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menggunakan akal pikiran yang sehat untuk
memperhatikan segala apa yang telah diciptakan Allah SWT, seperti alam semesta dan segala
isinya.
Imam Safi’I yang hidup antara tahun 150 H-204 H (767 M-820 M), membuktikan
kebenaran Ada dan Kuasanya Allah dengan memperhatikan tumbuhan murbei. Hasil amatan Imam
Safi’I menyimpulkan bahwa tumbuhan murbei mempunyai bermacam macam kegunaan. Apabila
daun tersebut dimakan oleh ulat sutera yang makan daun murbei akan menjadi bahan kain sutera
yang berkualitas dan indah dipakai.
Berdasarkan ayat- ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi yang diperkuat oleh akal sehat,
maka hukum beriman kepada Allah SWT itu adalah Fardu ain. Jika ada orang yang mengaku Islam
tetapi tidak percaya kepada Allah SWT maka orang tersebut dianggap telah murtad atau keluar
dari Islam.
Pada dasarnya, iman berasal dari bahasa Arab yang dapat diartikan sebagai ‘percaya’.
Namun, pengertian iman secara istilah adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan
lisan serta mengamalkan dengan perbuatan.
Jadi tidak hanya menghafalkan keenam rukun iman, namun kita perlu membenarkan hati
kita bahwa Allah itu ada dengan segala keagungannya.
Lalu mengucapkannya dengan lisan yang diucapkan pada kalimat syahadat serta diamalkan
perintah-Nya serta menghindari larangan-Nya di dunia nyata. Setelah kita melakukan ketiga-
tiganya maka kita dapat tergolong sebagai orang yang beriman. 1
Selain itu, terdapat dalil naqli di dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 163 yang berbunyi :
1 http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/DI/article/viewFile/426/398
Artinya :
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Dalil adalah argumentasi untuk lebih menguatkan dan menambah keyakinan dan
pemahaman kita akan keberadaan Allah SWT. Dalil bisa berasal dari logika manusia (bersifat logis
atau masuk akal), ada juga yang berasal dari Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup seorang
muslim. Dalil untuk memhami sifat-sifat Allah dibedakan menjadi 2, yaitu:
Dalil Aqli adalah dalil yang berdasarkan akal manusia untuk menerima secara logis tentang
eksistensi (keberadaan) Allah.
Contoh:
Setidaknya ada 3 hal yang disebutkan Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri sebagai dalil
Aqli iman kepada Allah SWT. Pertama, adanya alam semesta dengan aneka makhluk hidup ini
menjadi bukti dan memberi kesaksian tentang adanya wujud Sang Pencipta, Allah SWT.
"Karena tidak ada seorang pun di alam raya ini yang mengklaim telah menciptakan alam raya ini
beserta isinya selain dari Allah SWT," tulis Syaikh Abu Bakar.
Kedua adalah adanya firman-firman Allah SWT di dalam Al Quran yang selalu dibaca
oleh umat Islam. Tak hanya dibaca tetapi juga dihayati dan dipahami maknanya.
Dalil Aqli iman kepada Allah SWT yang ketiga adalah adanya sistem yang teratur dalam
tata surya dan kehidupan di bumi. Mulai dari proses penciptaan, pembentukan, pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup yang ada di alam semesta ini tunduk kepada Sunatullah. “Tidak
dapat keluar darinya (Sunatullah) bagaimana pun jua.” Kata Syaikh Abu Bakar.
Dalil Naqli adalah dalil yang berdasarkan kebenaran Al-Quran dan Al-Hadits untuk
menerima secara yakin akan keberadaan Allah SWT.
Contoh:
ُصمد ُ َّ
َّ ٱّلل ٱل
Allāhuṣ-ṣamad
Sifat wajib adalah sifat yang pasti dimiliki oleh Tuhan, mustahil tidak dimiliki olehNya. Sifat-
sifat wajib bagi Allah tersebut, dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu :
1) Sifat nafsiyyah, yaitu : sifat yang berhubungan dengan zat Allah SWT. Adapun yang
tergolong dalam kelompok ini adalah : sifat wujud
2) Sifat salbiyyah, yaitu : sifat Allah yang menolak sifat-sifat yang tidak sesuai atau tidak
layak bagi Allah, yaitu meliputi : Qidam, Baqa, Mukhalafatu lil-hawadisi, Qiyamuhu dan
Wahdaniyyah.
3) Sifat ma’ani, yaitu :sifat-sifat wajib bagi Allah yang dapat digambarkan oleh akal pikiran
manusia, serta dapat menyakinkan orang lain lantaran kebenarannya dapat dibuktikan oleh
panca indera. Yang termasuk golongan ini adalah :hayyat, ilmu, qudrat, iradat, sama’,
bashar dan kalam.
4) Sifat ma’nawiyyah, yaitu : sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani atau kelanjutan dari
tujuh sifat diatas : hayyun, alimun, qadirun, muridun, sami’un, bashirun dan mutakallimun.
Ulama-ulama Ilmu Tauhid merumuskan sifat-sifat wajib bagi Allah ada 20 banyaknya, sebagai
tersebut dibawah ini
1. Wujud, artinya Allah itu ada. Mustahil bila Allah tidak ada. Adanya Allah terjadi sebab
zat-Nya sendiri, tidak karena diadakan oleh sebab lain diluar zat-Nya.
2. Qidam, artinya Allah itu azali atau dahulu. Dahulunya Allah tidak berpermulaan, sebab
sesuatu yang mempunyai permulaan berarti sesuatu itu baharu dan sesuatu yang baharu
tentulah dijadikan oleh sesuatu tang lain di luar dirinya (makhluk namanya). Tentu saja
keadaan yang demikian mustahil bagi Allah.
3. Baqa, artinya Allah itu kekal abadi. Allah ada untuk selama-lamanya, tidak mengalami
kebinasaan atau kehancuran, dan tidak juga mempunyai akhir kesudahan.
4. Mukholafatu lil-hawadits, artinya Allah itu berbeda dengan segala yang baharu. Yang
baharu itu adalah makhluk. Jadi Tuhan berbeda dengan makhluk. Perbedaan disini meliputi
segala hal, baik mengenai zat, sifat, maupun perbuatan. Tidak mungkin terjadi persamaan
antara Tuhan sang Pencipta dengan makhluk yang diciptakan.
5. Qiyam binafsihi, artinya Allah berdiri sendiri. Allah ada dan berbuat dengan kekuatan diri-
Nya sendiri. Wujud Allah ditentukan leh dirinya sendiri, bukan oleh yang lain diluar
diriNya. Dia tidak memerlukan sesuatu bantuan di luar zat-Nya, sebab memerlukan
bantuan berarti lemah dan yang lemah makhluk namanya, bukan Tuhan
6. Wahdaniyah, artinya Allah itu Maha Esa. Kemaha-Esaan Allah meliputi zat-Nya, sifat-
Nya dan perbuatan-Nya. Khusus tentang Esa dalam perbuatan perlu ditambahkan bahwa
Tuhan menyendiri dalam berbuat, tidak ada sekutu bagi-Nya. Perbuatan-perbuatan yang
dikerjakan-Nya terjadi atas dasar kehendak dan kekuasaan-Nya yang absolut, tidak ada
campur tangan dari pihak lain.
7. Hayat, artinya Allah itu Maha Hidup. Hidup Allah kekal abadi. Tidak ada waktu lahir dan
tidak ada waktu matinya. Ia hidup selama-selamanya dengan tidak berkesudahan. Mustahil
Allah tidak hidup, karena tidak hidup berarti mati, yang mati tidak bisa berbuat apa-apa,
lemah dan tidak berkuasa, dan Tuhan suci dari keadaan yang demikian.
8. Ilmu, artinya Allah itu Maha Mengetahui. Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari
yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang akan terjadi dibumi, di
udara, laut, dimana saja, gelap terang, lahir batin. Tidak ada sesuatu pun yang menandingi
penetahuan Allah. Mustahil Allah tidak mengetahui , karena tidak mengetahui berarti
bodoh. Kebodohan sifat kekurangan, sedang Allah suci dari sifat kekurangan.
9. Qudrat, artinya Allah itu Maha Berkuasa. Berkuasa berbuat apa saja dan menguasai apa
saja. Kekuasaan Tuhan bersifat penuh, mutlak, absolut, dalam arti sebenar-benarnya.
Mustahil Tuhan tidak berkuasa, sebab tidak berkuasa berarti lemah, dan yang lemah bukan
Tuhan.
10. Iradat, artinya Allah itu Maha Allah dalam berbuat apa saja atas dasar kehendak-Nya.
Sementara itu segala sesuatu bisa terjadi bilamana dikehendaki oleh-Nya. Mustahil Allah
tidak mempunyai sifat berkehendak, seba seseorang yang tidak berkemauan kalaupun ia
mengerjakan sesuatu perbuatan, pastilah perbuatannya itu dilakukan dengan tidak sengaja
atau dengan terpaksa, yang mengerjakan pekerjaan dengan tidak sengaja ialah orang tak
sadar, seperti orang gila atau mimpi. Sudah tentu Allah suci dari keadaan seperti ini.
11. Sama’, artinya Allah itu Maha Mendengar. Pendengaran Allah meliputi segala suara yang
ada dimanapun, baik suara keras maupun perlahan. Tidak mungkin Tuhan tuli, sebab tuli
adalah kekurangan yang mustahil ada pada Allah.
12. Bashar, artinya Allah itu Maha Melihat. Penglihatan Allah meliputi apa saja, yang berada
dimana saja dalam keadaan bagaimana saja, mustahil Allah buta, sebab buta adalah sifat
kekurangan yang tidak pantas ada pada Allah Yang Maha Sempurna.
13. Kalam, artinya Allah itu Maha Berkata-kata. Tapi berkata-katanya Allah berbeda dengan
berkata-katanya manusia atau makhluk lainnya..
14. Hayyun, artinya Allah Maha Selalu hidup
15. Alimun, artinya Allah Maha Selalu Mengetahui
16. Qadirun, artinya Allah Maha Selalu Berkuasa
17. Muridun, artinya Allah Maha Selalu Berkehendak
18. Sami’un, artinya Allah Maha Selalu Mendengar
19. Bashirun, artinya Allah Maha Selalu Melihat
20. Mutakallimun, artinya Allah Maha Selalu Berkata-kata
Sifat Jaiz.
Sifat jaiz hanya ada satu sifat, yaitu bebasnya Allah berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jaiz
artinya “yang boleh”. Jadi Tuhan boleh berbuat sesuatu dan boleh juga tidak berbuat sesuatu. Bagi
Tuhan menjadikan alam ini tidak wajib, tetapi semata-mata boleh saja hukumnya. Sebab kalau
Tuhan wajib menjadikan alam, berartilah bahwa alam (seluruh makhluk)menjadi suatu hal yang
wajib adanya. Padahal yang wajib ada hanyalah Tuhan. Tuhan juga boleh saja tidak menjadikan
alam dan segala isinya, dan memang tidak mustahil bila Tuhan tidak menjadikannya. Jadi
menjadikan alam atau tidak menjadikan alam, sama-sama bukan merupakan keharusan bagi
Tuhan, tetapi hanya keinginan Allah saja.2
Asmaul Husna
Menurut bahasa, asma’ul husna berarti nama-nama yang baik, sedangkan menurut istilah
berarti nama-nama baik yang dimiliki Allah sebagai bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Di
dalam al-Qur’an nama-nama yang baik dijelaskan pada Qs. Al-A’raf/7: 180 sebagai berikut :
Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.” (Qs. Al-A’raf/7: 180)3
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Kami selaku pemakalah sadar akan kapasitas kami dalam membuat makalah ini dan kami
menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan serta kekeliruan. Dan kami
mengharapkan kritik yang bersifat membangun dan saran yang baik guna untuk memperbaiki
kualitas makalah ini dan diri kami dalam membuat makalah selanjutnya, kami mengucapkan
terima kasih atas kritik saran yang bersifat membangun kepada kami.
DAFTAR PUSTAKA
Anad, Krishna, 1999, Asmaul Husna 99 Nama Allah Bagi Orang Modern, Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama
http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/DI/article/viewFile/426/398