Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BEBERAPA PERISTIHALAN POKOK DALAM AQIDAH

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH

MATERI PAI AQIDAH AKHLAK

DOSEN PENGAMPU

M. NUR LUKMAN IRAWAN, M.Pd

DI SUSUN OLEH :
1. PUTRI AROFATUL ISTIANAH
2. ZAHRA SYARIFATUS SAKINAH

UNIVERSITAS ISLAM AN NUR LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

puji syukur saya sampaikan kepada Allah SWT. yang telah memberikan banyak
nikmat,taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aqidah danAkhlak” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkatbantuan dari berbagai
sumber. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada
segenap sumber yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Diluar
itu, penulis sebagai manusia biasa menyadarisepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya
selakupenyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah tatanan
ilmupengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk bangsa Indonesia.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iii

BAB I…………………………………………………………………………………….2

PENDAHULUAN………………………………………………………………………..2

I.Latar belakang masalah……………………………………………………………2

II. Rumusan masalah………………………………………………………………..2

III. Tujuan penulisan…………………………………………………………………2

BAB II ……………………………………………………………………………………3

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………3

1. Tauhid uluhiyyah……………………………………………………3
2. Tauhid Rububiyyah…………………………………………………3
3. Tauhid Mulkiyah…………………………………………………….4

BAB III………………………………………………………………………………….5

PENUTUP………………………………………………………………………………6

1. Kesimpulan………………………………………………………….6

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan di dirikan, harus semakin kokoh pondasi yang kuat. Kalau
pondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa
pondasi.1 Aqidah adalah inti daripada pendidikan Islam yang merupakan tujuan
diutusnya para Rosul di muka bumi ini. Pendidikan aqidah ini di bawa oleh setiap
para Nabi dan Rosul, dengan seiringnya penyebaran agama Islamdi muka bumi ini,
maka pendidikan aqidah tidak pernah terabaikan, karena Islam yang di sebarkan oleh
para Nabi adalah Islam yang masih murni atau masih utuh, yaitu keutuhan dalam
Islam kemudian iman dan ihsan. Aqidah yang benar adalah yang tercermin dari
kemurnian seluruh amal perbuatan manusia danibadahnya semata-mata hanya untuk
Allah Swt semata. Akhir-akhir ini hampir setiap orang banyak yang membutuhkan
pendidikan aqidah karena sekarang merupakan hal yang sangat mahal dan sulit untuk
di cari. Karena juga minimnya tentang pemahaman aqidah yang terkandung di dalam
al-Qur’an hadits akan semakin memperparah aqidah pada seseorang. Oleh karena itu
membentuk aqidah yang kuat dan benar, hendaknya seorang guru maupun orang tua
dalam menanamkan aqidah 1 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta:
Heppy el Rais, 2011), hal. 8. terhadap anak mulai di galakkan sejak usia dini, karena
menanamkan aqidah yang benar sangat mudah ketika dalam menanamkannya
sebelum anak itu menginjak dewasa. Pendidikan aqidah ini sangat perlu di aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah bahkan
yang sangat penting lagi adalah dilingkungan masyarakat sehingga akan tercipta
pribadi yang luhur, santun sesuai dengan kitab Allah yaitu alQur’an dan As-Sunnah.2
Aqidah juga berarti pokok-pokok keimanan seseorang yang telah di tetapkan oleh
Allah Swt, dan kita sebagai seorang manusia atau hamba Allah sangat wajib
meyakininya sehingga layak di sebut sebagai orang yang beriman (mu’min). Akan
tetapi bukan berarti bahwa keimanan seseorang itu ditanamkan dari dalam diri
seseorang tersebut secara dogmatis, karena keimanan sesorang itu harus melalui
proses dalil-dalil aqli. Dikarenankan dengan akal manusia yang sangat terbatas, maka
juga tidak semua hal yang diimani itu dapat di lihat oleh indra manusia dan tidak
dapat di jangkau dengan akal manusia.

iv
2.rumusan masalah
 Apa yang dimaksud dengan Tauhid uluhiyyah
 Apa yang dimaksud dengan Tauhid rububiyyah
 Apa yang dimaksud dengan Tauhid Mulkiyah

3.Tujuan penulisan

 Mengetahui tentang perintah allah


 Terhindar Dari syirik
 Untuk Menghindarkan diri dari pengaruh pengaruh akal pikiran yang
menyesatkan
 memberikan kemampuan dasar pada siswa tentang Aqidah Islam untuk
mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi muslim yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
 untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu-
individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
 meningkatkan ketaqwaan siswa terhadap Allah SWT. 
 Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah.

v
BAB II

PEMBAHASAN

1.Penjelasan Tentang Ilmu Tauhid Uluhiyyah

alam istilah sederhana, tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah SWT dalam


mengerjakan ibadah, seperti berdoa, berkurban, berserah diri, dan berharap, seperti dikutip
dari buku Quran Hadits karya Muhaemin.

Uluhiyah Allah adalah mengesakan seluruh bentuk ibadah kepada Allah, seperti berdo'a,
meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, harapan dalam cinta, dan
selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. tauhid uluhiyyah berarti mentauhidkan Allah dalam beribadah. Artinya, seluruh
makhluk yang diciptakan-Nya harus mengimani dan meyakini bahwa Allah adalah satu-
satunya tujuan dalam kehidupan mereka. Allah SWT berfirman:

‫ي َو َم َماتِ ْي هّٰلِل ِ َر ِّب ا ْل ٰعلَ ِم ْي ۙ َن‬ َ َّ‫قُ ْل اِن‬


ُ ُ‫صاَل تِ ْي َون‬
َ ‫س ِك ْي َو َم ْحيَا‬
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS. Al An’am: 162).

2.Penjelasan Tentang Ilmu Tauhid Rububiyyah


Tauhid rububiyah merupakan mengesakan Allah dengan meyakini seluruh kejadian-
kejadian yang hanya Allah bisa lakukan sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah.
Dalam tauhid rububiyah seseorang menyatakan dengan tegas bahwa Allah adalah Tuhan,
Raja , Pemilik, Pencipta atas seluruh makhluk yang ada.

Contohnya seperti menciptakan makhluk, menghidupkan makhluk, mematikan makhluk,


memberi serta membagi rizki kepada seluruh makhluk, mengubah takdir, atau mendatangkan
manfaat dan pertolongan kepada makhluk bahkan menolak dan mendatangkan segala

mudharat atau kerusakan. Disertai Hukum dan Adab-Adabnya oleh A. Zahri, tauhid
rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan-Nya, seperti menciptakan,
memiliki, dan memelihara apa yang ada di alam semesta ini. Allah SWT berfirman:

‫اش‬ ْ ‫ي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذيْنَ ِمنْ قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْو ۙنَ الَّ ِذ‬
َ ‫ي َج َع َل لَ ُك ُم ااْل َ ْر‬
ً ‫ض فِ َر‬ ُ َّ‫ٰيٓاَيُّ َها الن‬
ْ ‫اس ا ْعبُد ُْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ‬

vi
‫دَادًا َّواَ ْنتُ ْم‬h‫وا هّٰلِل ِ اَ ْن‬h ِ ‫ر‬hٰ h‫س َم ۤا ِء َم ۤا ًء فَا َ ْخ َر َج بِ ٖه ِمنَ الثَّ َم‬
ْ hُ‫ا لَّ ُك ْم ۚ فَاَل ت َْج َعل‬hhً‫ت ِر ْزق‬ َّ ‫س َم ۤا َء ِبنَ ۤا ًء ۖ َّواَ ْنزَ َل ِمنَ ال‬
َّ ‫َّوال‬
‫تَ ْعلَ ُم ْون‬
Artinya: “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-
orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena
itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22).

3.Penjelasan tentang ilmu tauhid mulkiyah

Tauhid mulkiyah adalah, berasal dari kata (malika-yamliku), artinya memiiiki,


berkuasa penuh atas yang dimiliki. Sedang definisinya adalah: mengesakan Allah SWT
sebagai satu-satunya pemimpin, satu-satunya pembuat hukum dan pemerintah. Di samping
berhubungan dengan kapasitas Rabb al-‘Alamin yang disebutkan dalam ayat sebelumnya,
pengulangan ar-Rahman-ar-Rahim dalam ayat ke-3 surat al-Fatihah juga berhubungan dengan
kapasitas-Nya sebagai Malik Yaumid Din yang disebutkan dalam ayat sesudahnya. Dalam
konteks ini disebut tauhid mulkiyah. Sesuai dengan fungsi pengulangan dalam bahasa untuk
memperkuat pernyataan, maka pengulangan dengan hubungan ke depan dan belakang ini
benar-benar menunjukkan bahwa rahma tidak hanya menjadi sifat dasar dalam uluhiyah-Nya,
tapi juga dalam rububiyah dan mulkiyah-Nya. Dengan pengulangan itu sebenarnya berarti
tidak ada tempat bagi keragu-raguan terhadap, apalagi peniadaan, rahma Allah dalam
perumusan ajaran Islam dan penghayatan agama di hati Muslim. Istilah malik dalam Malik
Yaumid Din berasal dari malaka-yamliku- malkan/mulkan/milkan yang berarti memiliki
dalam pengertian meliput dengan kewenangan penuh untuk mengelola dan menguasai. Dari
kata ini dibentuk istilah al- mulk yang berarti kerajaan. Hubungan antara milik atau
kekuasaan dengan kerajaan kemudian menjadi jenis dan macam, setiap kerajaan itu
kekuasaan, tetapi tidak semua kekuasaan itu kerajaan. Adapun Yaumid Din adalah Hari
Pembalasan. Jadi, Malik Yaumid Din itu pengertiannya adalah penguasa pada Hari
Pembalasan. Yaumid Din: Hari Pembalasan. Hari Pembalasan adalah masa ketika manusia
kembali kepada Allah dan harus mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya di
hadapan pengadilan Allah di akhirat setelah dihidupkan lagi sebagai pribadi yang utuh pasca
kematiannya (kiamat) (as- Shaffat, 37: 30-34). Pada hari itu kekuasaan mutlak ada pada-Nya,
manusia tidak memiliki kekuasaan apapun, termasuk terhadap dirinya sendiri, dan seluruh
urusan menjadi kewenangan-Nya (al-Infithar, 82: 19). Inilah yang kami sebut dengan konsep

vii
tauhid mulkiyah. Saking tidak berkuasanya manusia ketika itu sampai-sampai ia tidak
berkuasa atas mulut, tangan dan kakinya. Dalam meminta pertanggungjawaban Allah
membuat mulut terkunci rapat, tangan berbicara dan kaki memberi kesaksian atas segala apa
yang telah diperbuatnya demi mendapatkan keputusan yang adil seadil-adilnya (Yasin, 36:
65). Dengan kacamata tauhid muliiyah, melalui pengadilan tanpa kedhaliman sedikit pun
dalam proses dan keputusannya itu manusia akan mendapatkan ganjaran atas apa yang telah
dilakukannya di dunia. Orang yang baik mendapatkan ganjaran baik atas kebaikannya berupa
surga dengan segala kenikmatannya. Sebaliknya orang yang buruk mendapatkan ganjaran
buruk atas keburukannya berupa neraka dengan segala kesengsaraannya (Yasin, 36: 54-64).
Manusia yang mengalaminya menyadari kebenaran yang terungkap dalam pengadilan itu dan
orang- orang yang tidak beriman di dunia mengakui dosa dan kekeliruannya (al-Mulk,
67:11). Mereka mengalami penyesalan luar biasa, menundukkan kepala di hadapan Allah
memohon untuk dikembalikan hidup di dunia supaya dapat berbuat baik (as-Sajdah, 32: 12).
Setelah masuk ke dalam neraka, mereka merintih memohon dikeluarkan darinya dan diberi
kesempatan hidup kembali di dunia juga supaya dapat beramal kebajikan (Fathir, 35: 37).
Dalam konsep tauhid mulkiyah, Allah menyelenggarakan pengadilan yang sempurna
keadilannya itu untuk menyambut kepulangan kembali manusia kepada-Nya setelah diberi
“tugas” untuk menjadi hamba dan khalifah-Nya di bumi. Dia menyelenggarakan pengadilan
itu dengan cinta kasih untuk memberikan kebaikan yang nyata kepada mereka. Pengadilan di
dunia bisa atau bahkan sering tidak adil dengan memproses hukum dan atau menghukum
orang yang benar; dan tidak memproses hukum dan atau tidak menghukum orang yang salah.
Tidak ada kebaikan dalam membebaskan orang yang salah. Karena itu pengadilan di akhirat
itu merupakan kemestian untuk mewujudkan kebaikan yang nyata secara obyektif. Karena
pengadilan itu diselenggarakan dengan cinta kasih maka Allah pun memberikan
pengampunan yang sangat luas. Dengan rahma pengampunan-Nya, Dia akan membebaskan
dari hukuman orang-orang tertentu yang sudah dipandang cukup menderita kesengsaraan
dalam menghadapi proses pengadilan di hadapan-Nya. Mungkin inilah yang dimaksudkan
dengan firman-Nya dalam beberapa ayat yang menegaskan bahwa Dia memberi ampunan
dan siksaan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya (al-Baqarah, 2: 284; Ali Imran, 3: 129;
al-Maidah, 5: 18 dan 40; al-‘Ankabut, 29: 21). Dengan rahma pengampunan-Nya pula Dia
akan membebaskan orang-orang tertentu dari hukuman di neraka setelah dipandang cukup
menjalani hukuman untuk beberapa lama di sana. Hal ini dijelaskan dalam hadis panjang dari
Abi Sa’id al-Khudri yang menggambarkan betapa Allah menyambut kembali kepulangan
manusia dengan penuh rahma. Hadis itu menceritakan bahwa setelah Allah membebaskan

viii
dari neraka orang-orang yang memiliki iman “seberat biji sawi” dan orang-orang yang diberi
syafaat oleh para nabi, malaikat dan orang-orang mukmin, maka Dia membebaskan banyak
orang yang diambil dengan genggaman-Nya dari neraka. Ketika melihat orang-orang yang
dibebaskan dari neraka itu oleh Allah sendiri dengan kasih sayang-Nya, maka para penghuni
surga – menurut hadis itu- berkomentar: Mereka adalah orang-orang yang dibebaskan oleh
Allah Yang Maha Pengasih. Dia memasukkan mereka ke surga tanpa amal yang telah mereka
perbuat dan tanpa kebaikan yang telah mereka lakukan.

ُّ ۚ ‫ك ْال َح‬
ِ ْ‫ق آَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه ۚ َُو َربُّ ْال َعر‬
‫ش ْال َك ِري ِْم‬ ُ ِ‫فَت َٰعلَى هّٰللا ُ ْال َمل‬

Artinya: “Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu'minun: 116).

Selain itu, tauhid mulkiyah juga berarti bahwa Allah sang Pelindung sekaligus yang
menetapkan hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Al A’raf ayat 196 yang
berbunyi:

ّ ٰ ‫ب َوه َُو يَت ََولَّى ال‬ ‫هّٰللا‬


َ‫صلِ ِح ْين‬ َ ۖ ‫اِ َّن َولِ ِّي َۧ ُ الَّ ِذيْ نَ َّز َل ْال ِك ٰت‬

Artinya: “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-
Qur'an). Dia melindungi orang-orang saleh.” (QS. Al A’raf: 196).

ix
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Tauhid artinya penegasan, keyakinan, kesaksian, serta keimanan manusia terhadap ke-Esa-
an Allah dengan segala sifat kesempurnaan. Berdasarkan Al-Qur’an, ke-Esa-an Tuhan itu
meliputi tiga hal, yaitu Esa Zat, Esa Sifat, serta Esa Af’al-Nya.

 Tauhid Uluhiyah berasal dari kata "al-ilaih" yang artinya sesuatu yang disembah
(sesembahan) dan sesuatu yang ditaati secara mutlak. Secara istilah Tauhid Uluhiyah
adalah meyakini atau mengimani bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT.
 Tauhid Rububiyah berasal dari salah satu nama asma Allah, yaitu "al-rabb" yang
memiliki beberapa arti, yaitu pemeliharaan, pengasuh, penolong, penguasa,
pelindung, dan pendamai. Secara istilah, Tauhid Rububiyah adalah iman kepada Allah
Swt. sebagai pencipta, penguasa, serta pengatur segala urusan yang ada di alam
semesta ini, Zat yang menghidupkan dan mematikan, serta Zat yang menetapkan
hukum alam (sunatullah).
 Secara lughah, kata “mulkiyah” berasal dari akar kata “mulk”, yang dengannya
terbentuk pula kata “malik”. Tauhid Mulkiyah adalah meyakini bahwa Allah sebagai
satu-satunya Zat yang menguasai alam semesta ini, dengan hak penuh penetapan
peraturan atas kehidupan. Tidak ada sekutu atas kekuasaan Allah di dalam semesta ini.
Itu artinya, Allah adalah pemimpin (Al-Wali) absolut alam semesta ini.

x
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syekh Muhammad., Risalah At Tauhid, terj. H. Firdaus A. N., Jakarta: Bulan
Bintang, 1992. Abu Zahrah, Syekh Muhammad, Al ‘Aqidah Al Islamiyyah, ttp : ‘Udhwal
Majmu’, 1969. _______., Hakekat Aqidah Qur’ani: Kembali kepada Aqidah yang Benar di
dalam Qur’an dan Hadis, Surabaya: Pustaka Progresif, 1991. Al Faruqi, Ismail Raji., Tauhid,
Bandung: Pustaka, 1995. Al Malybari, Zainuddin Ibnu Abdul Aziz., Irsyadul Ibad, terj.
Mahrus Ali, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995. Al Ustmaini, Syaikh Muhammad bin Shalih.,
Majmu’ Fatawa Arkanil Islam,terj. Furqan Syuhada, dkk., Majmu’ Fatawa, Solo: Pustaka
Arafah, 2002. _______., Apakah Yang Dimaksud Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, terj.
Muslim Aboud Ma’ani, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1985. Ali, Muhammad Daud.,
Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. IV. An Nahlawi,
Abdurrahman., Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal Madrasati wal
Mujtama, terj. Shihabuddin, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema
Insani Press, 1995. Anwar, Saifudin., Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset,
1998. Any, Andjar, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabdopalon, Semarang:
Aneka Ilmu, 1989. _______., Raden Ngabehi Ronggowarsito Apa yang Terjadi, Semarang:
Aneka Ilmu, 1980. Arikunto, Suharsimi., Manajemen Penelitian, Jakarta: Bina Aksara, 200.
_______., Prosedur Penelitian, Jakarta: Bina Aksara, 1985. Asmuni, M. Yusran., Ilmu Tauhid,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993 Aziz, Shaleh Abdul., At Tarbiyyah wa Thariq At Tadris,
Lebanon: Daarul Ma’arif, 1979.ss

xi

Anda mungkin juga menyukai