Anda di halaman 1dari 21

HAKIKAT IMAN KEPADA ALLAH SWT

TUGAS MAKALAH

Dosen Pengampu :

Mardiyah Hayati M.pd.I

Oleh :

Kelompok 2

1. I Ketut Wisnu Arya W

2. L. Arya Yudithia F

3. Karni Safitri

4. Ike Khaerani Putri

JURUSAN S1 FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MATARAM


Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah yang Maha Kuasa


atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Makalah
Keimanan Kepada Allah SWT ini tepat pada waktunya tanpa
halangan suatu apapun.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum wr wb

Mataram, Oktober 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT adalah Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala
isinya, Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah SWT hanya satu,
tidak dua, tidak tiga, dan tidak pula lebih. Zat Allah SWT tidak sama atau serupa
dengan zat selainnya. Allah SWT Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah
SWT walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada
zat selain Allah SWT yang memiliki atau menandingi sifat-sifat Allah SWT.
Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya, maksudnya perbuatan-perbuatan Allah
SWT tidak terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri.
Tidak ada zat selain Allah SWT yang dapat menandingi, apalagi melebihi
perbuatan-Nya.

B. Rumusan Masalah
1. Hakikat Iman Kepada Allah SWT
2. Mentauhidkan Allah SWT
3. Makna Laa Ilaaha Ilallah
4. Hakikat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Iman Kepada Allah SWT

Iman kepada Allah SWT tercantum dalam rukun iman dimana posisi iman
kepada Allah SWT berada pada urutan pertama, karna pada dasarnya tidak ada
yang lebih agung dari pada Allah sang Pencipta alam semesta.
Di dalam Kitab Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri
menjelaskan arti Iman kepada Allah SWT sebagai sikap muslim yang meyakini
wujud atau adanya Allah Yang Maha Suci. Orang yang memiliki Iman kepada
Allah, meyakini bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi, mengetahui
yang ghaib dan yang tampak.
Bahwasanya sebagai umat Islam yang beriman kita harus meyakini sepenuh
hati bahwa Allah itu benar ada dan selalu memantau tingkah laku umatnya, maka
dari itu tidak ada satu detikan yang membuat kita lupa atau tidak beriman kepada
Allah SWT.
Sebagai umat manusia yang diciptakan secara sempurna, dimana kita
diciptakan dengan diberi anugerah akal dan pikiran oleh Allah SWT. Pikiran yang
kita emban ini senantiasa mendorong kita untuk terus berpikir, dimana kita
sebagai makhluk Allah yang paling sempurna harus mempunyai pikiran bahwa
alam semesta ini tidak secara mendadak ada tanpa diciptakan, siapa lagi kalau
bukan Allah SWT yang menciptakan seluruh keajaiban di alam semesta 2Hadis
mengenai iman kepada Allah SWT.

a. Al Quran Surat Al A’raf ayat 54

ْ َ‫ا َر ي‬Eَ‫ َل ٱلنَّه‬Eْ‫ى ٱلَّي‬E‫ش يُ ْغ ِش‬


ُ‫طلُبُ ۥه‬ ِ ْ‫ر‬E‫تَ َو ٰى َعلَى ْٱل َع‬E‫ٱس‬
ْ ‫تَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم‬E‫ض فِى ِس‬
َ ْ‫ت َوٱَأْلر‬ َ َ‫ِإ َّن َربَّ ُك ُم ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذى خَ ل‬
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
َ‫ق َوٱَأْل ْم ُر ۗ تَبَا َركَ ٱهَّلل ُ َربُّ ْٱل ٰ َعلَ ِمين‬ ْ ‫ت بَِأ ْم ِر ِٓۦه ۗ َأاَل لَهُ ْٱل‬
ُ ‫خَل‬ ٍ ۭ ‫س َو ْٱلقَ َم َر َوٱلنُّجُو َم ُم َس َّخ ٰ َر‬
َ ‫َحثِيثًا َوٱل َّش ْم‬

Artinya, "Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang telah menciptakan langit


dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah. Maha penuh berkah Allah, Rabb semesta alam."

b. Al Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 22

َ‫صفُون‬ ِ ْ‫لَوْ َكانَ فِي ِه َمٓا َءالِهَةٌ ِإاَّل ٱهَّلل ُ لَفَ َس َدتَا ۚ فَ ُس ْب ٰ َحنَ ٱهَّلل ِ َربِّ ْٱل َعر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬

Artinya: "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, niscaya
hancurlah keduanya. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada
apa yang mereka sifatkan."

c. Al Qur’an Surat Al-Qashash ayat 30

َ‫ى ِمن ٰ َش ِطِئ ْٱل َوا ِد ٱَأْل ْي َم ِن فِى ْٱلبُ ْق َع ِة ْٱل ُم ٰبَ َر َك ِة ِمنَ ٱل َّش َج َر ِة َأن ٰيَ ُمو َس ٰ ٓى ِإنِّ ٓى َأنَا ٱهَّلل ُ َربُّ ْٱل ٰ َعلَ ِمين‬
َ ‫فَلَ َّمٓا َأتَ ٰىهَا نُو ِد‬

Artinya: "Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari
(arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi,
dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah,
Rabb semesta alam. (Al Qur'an Surat Al-Qashash ayat 30).

B. Pengertian Tauhid

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada
yuwahhidu. Secara etimologi, tauhid berarti keesaan.Maksudnya, iktikad
atau keyakinan bahwa Allah adalah Esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini
sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia,
yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui keesaan Allah;
mengesakan Allah.”3 Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah
dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan memurnikan
(mengikhlaskan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan
penyembahan kepada selainNya serta menetapkan asma‟ul husna dan sifat
al-„ulya bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. Asal
makna “tauhid” ialah meyakinkan, bahwa Allahadalah “satu”, tidak ada
syarikat bagi-Nya. Oleh sebab itu, sebab dinamakan “Ilmu Tauhid”, ialah
karena bahagiannya yang terpenting, menetapkan sifat “wahdah” (satu)
bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya menciptakan alam
seluruhnya dan bahwa Ia sendiri-Nya pula tempat kembali segala alam ini
dan penghabisan segala tujuan.4 Misalnya Muhammad Abduh menjelaskan
yang artinya: “Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifatsifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat sifat yang boleh disifatkan
kepada Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan
pada Nya. Juga membahas tentang rasulrasul Allah, meyakinkan kerasulan
mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa
yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.”5 Tauhid dalam
kajian disebut sebagai ilmu tauhid, yang juga dinamakan sebagai ilmu
kalam, karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-
hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasiargumentasi
filosofis dengan menggunakan logika atau mantik. Secara lebih rinciHasbi
ashShiddieqi menyebutkan alasan mengapa ilmu ini disebutkan ilmu
kalam, yaitu:
1. Problema yang diperselisihkan para ulama dalam ilmu ini yang
menyebabkan umat Islam terpecahkan dalam beberapa golongan adalah
masalahKalam Allah atau al-Qur‟an; apakah ia diciptakan (makhluk) atau
tidak (qadim).
2. Materi-materi ilmu ini adalah teori-teori (kalam); tidak ada diantaranya
yang diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3. Ilmu ini di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil
pokokpokok akidah serupa dengan ilmu mantik.
4. Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang
tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti pentakwilan ayat-ayat
mutasyabihat, pembahasan tentang pengertian qadha‟, kalam, dan lainlain.
Ilmu tauhid dinamakan ilmu kalam, dalam hal ini para ahli di bidang ini
disebut mutakallimin.Penamaan ilmu tauhid dengan ilmu kalam sebenarnya
dimaksudkan untuk membedakan atara mutakallimin dan filosof
Islam.Mutakallimin dan filosof Islam mempertahankan atau memperkuat
keyakinan mereka sama-sama menggunakan metode filsafat, tetapi mereka
berbeda landasan awal berpijak.Mutakallimin lebih dahulu bertolak dari
alQur‟an dan hadits, sementara filosof berpijak pada logika.Meskipun
demikian, tujuan yang ingin mereka capai adalah satu, yaitu keesaan dan
kemahakuasaan Allah. Dengan kata lain, mereka berbeda jalan untuk
mencapai tujuan yang sama.Selanjutnya, ilmu tauhid juga dinamakan ilmu
ushuluddin karena obyek bahasan utamanya adalah dasar-dasar agama yang
merupakan masalah esensial dalam ajaran Islam.6 Begitu pula ketika ilmu
ini disebut sebagai kajian didasarkan pada argument bahwa „aqaid jamak
dari „aqidah. Aqidah berasal dari kata „aqada yang artinya ikatan. Disebut
ilmu tauhid dengan sebutan ilmu ushuluddin adalah karena pokok
pembicaraannya ialah soal-soal pokok pokok kepercayaan agama yang
menjadi dasar agama Islam.

a. Hakikat Tauhid

Berdasarkan pokok bahasan dalam kajian tauhid di atas tersebut, maka


tauhid diklasifikasikan kepada tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan
tauhid Ubudiyah.
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah, rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada
salah satu nama Allah, yaitu Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa
arti, antara lain: AlMurabbi (pemelihara),al-Nashir (penolong), al-
Malik (pemilik), alMushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan).
Dalam terminologi syari‟at Islam, istilah tauhid rububiyyah berarti
percaya bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali
alam raya yang dengan takdirnya-Nya Ia menghidupkan dan
mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-
Nya”.Dalam pengertian ini istilah tauhid rububiyah belum terlepas dari
akar makna bahasanya.Sebab Allah adalah pemelihara makhluk, para
rasul dan wali-wali-Nyadengan segala spesifikasi yang telah
diberikannya kepada mereka.
Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut
ini: Pertama, beriman kepada perbuatan perbuatan Allah yang bersifat
umum. Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan,
mematikan, menguasai.Kedua, beriman kepada takdir Allah. Ketiga,
beriman kepada zat Allah. Landasan tauhid rububiyah adalah dalil-
dalil berikut:

Artinya: “Segala uji Bagi Allah Rabb Semesta Alam.”(QS.Al-


Fatihah: 2).

Makna Rabb pada ayat diatas adalah bahwa Allah adalah Pencipta
mereka, Yang menguasai,Yang memperbaiki dan Yang memelihara
dengan segala nikmat dan anugerah-Nya.

Dan Artinya: Itulah Allah Tuhan Kamu, tidak ada tuhan selain Dia,
Pencipta segala sesuatu. (Q.S. Al-An’am,6:102).

2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah Percaya sepenuhnya bahwa Allah-lah yang
berhak menerima semua peribadatan makhluk, dan hanya Allah sajalah
yang sebenarnya yang harus disembah.Manusia bersujud kepada
Allah, Allah tempat meminta, Allah tempat mengadukan nasibnya,
manusia wajib menaati perinta dan menjauhi larangan-Nya. Semua
yang berupa kebatilan langsung kepada Allah, tanpa
perantara(wasilah).Allah melarang kita menyembah selain-Nya seperti
menyembah batu, menyembah matahari, maupun menyembah
manusia. Semua itu adalah perbuatan syirin yang sangat besar dosanya
dan dibenci oleh Allah, bahkan Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik itu.
3. Tauhid Ubudiyah
Kata ubud berasal dari kata kerja „Abada yang berarti
mengabdikan diri(Ibadah). Beribadah kepada allah dengan menyembah
kepada-Nya.
Penyembahan disini bukan bermaksud Allah berhajat disembah
hambanya karena Allah tidak ingin disembahakan tetapipenyembahan
disini merupakan ketaatan,kepatuhan,ketumbuhan antara hamba
dengan Tuhannya.Antara makhluk dengan khaliknya tidak ubahnya
kita atau kepatuhan ketundukannya seorang anak terhadap orang tua.
Seorang karyawan kepada pimpinannya yang semua kewajiban
dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, hanya saja didalam
ketaatan menjalankan kewajiban tidak terdapat unsur benci sedikitpun
kepadanya. Dengan selalu menjalankan perintah-perintahNya dan
menjauhi segala laranganlaranganNya.

b . Dalil Tauhid

Ilmu tauhid menetapkan aqidah-aqidah di dalam agama Islam melalui


dalil atau aturan yang jelas. Terdapat sejumlah ayat di dalam Alquran yang
membahas mengenai keutamaan tauhid.Tentang diberikan rasa aman dan
mendapat petunjuk yang sempurna dari Allah SWT, sebagaimana firman
Allah:

ْ‫ل َو َل ْوا َمنُ ٰ ِْذي‬EEَ‫و َن ْم ُن َو ُه ْم ُّ ْمهتَ ُد ْْ َل ُهُم ا ِئ َك َل ٰٰٓ ٍم اُول ْ ُظل ِ ُ ْهم ب َما نَ ا اِ ْي ِ ُس ْْۤو ب ْ ْم ي‬
‫َن ا َّ اَل‬

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka


dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan
mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am 6: Ayat 82).
Keutamaan lainnya dari tauhid adalah dihilangkan kesulitan dan
kesedihannya, baik di dunia dan di akhirat. Hal ini sesuai dengan firman
Allah pada surat Ath Thalaq berikut ini: “… Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka…” (QS Ath
Thalaq:2-3).
Selain itu dengan kita mengesakan Allah dan menerapkan ilmu
Tauhid, niscaya akan diberikan kehidupan yang lebih baik di dunia dan
akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam surat An Nahl
sebagai berikut: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-
laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. An Nahl:97)
Masih dari surat An Nahl, terdapat ayat yang menjelaskan seruan untuk
hanya beribadah kepada Allah.

ْ ‫طا ُ ْغوت َوا ْجتَنِبُوا ال هَ ٰ ّ ِن ا ْعبُدُوا الل َّ ٍمة َّر ُس‬


ِ ‫ْوال اَ ْي ُك ِل اُ نَا‬
َّ ‫ف ْ ـقَ ْد بَ َعث‬
‫َول‬
َ

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat
(untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut.

c. Kedudukan Tauhid

1. Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia

Alloh berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia


melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh
dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini
dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di
dunia ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka
diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan
bersenangsenang belaka. Sebagaimana firman Allah

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di
antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak
membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami.
Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17). “Maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?” (Al-Mu’minun: 115)

2. Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rosul

Alloh berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada


tiaptiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah
Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para
Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad
shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya
untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak
memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi
kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rosul kita
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada
Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan
Rosululloh ini?” Tanyakanlah hal ini pada masing-masing kita dan
jujurlah…

3. Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling Utama dan Pertama


Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri.” (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang
Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk
menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini
didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-
manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap
sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak
menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya
kepada Alloh semata.
C. Pengertian Laa Ilaaha Illallah

Syahadat Laa Ilaaha Illalloh adalah dasar aqidah umat Islam. Apabila
seseorang mengikrarkannya, maka ia menjadi muslim. Dengan syahadat ini
pula jiwa, harta dan darah seseorang menjadi terlindungi dari kebolehan
mengambil dan menumpahkannya sebagaimana disabdakan oleh Rosululloh :

َ َّ‫ت اَ ْن ُأقَاتِ َل الن‬


(( ِ‫اس َحتَّى يَقُوْ لُوْ ا َأوْ يَ ْشهَ ُدوْ ا اَ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل هللا‬ ُ ْ‫)) ُأ ِمر‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka mengucapkan


atau bersyahadat bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Alloh
dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh.” (HR. Bukhori dan
Muslim)

(( ُ‫ حُرِّ َم َمالُهُ َو َد ُمه‬،ِ‫د ِم ْن ُدوْ ِن هللا‬Eُ َ‫ َو َكفَ َر بِ َما يُ ْعب‬،ُ‫ال الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللا‬
َ َ‫)) َم ْن ق‬

“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada Ilah selain Alloh dan mengingkari
terhadap apa yang disembah selain Alloh maka harta dan darahnya menjadi
haram.” (HR. Muslim) Makna Dan Kandungan Laa Ilaaha Illalloh
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Rosululloh , maka para
ulama menyimpulkan makna kalimat Laa Ilaaha Illalloh adalah tidak ada yang
berhak disembah kecuali Alloh semata. Kalimat tauhid (Laa Ilaaha Illalloh )
yang agung dan mulia ini mengandung penegasan bahwa satu-satunya yang
berhak disembah adalah Alloh semata. Sedangkan sesembahan lainnya adalah
sesembahan yang batil.

Oleh karena itu, terdapat banyak ayat al-Qur'an yang memerintah beribadah
hanya kepada Alloh dan menolak segala macam sesembahan selain-Nya. Sebab
beribadah kepada Alloh itu tidak sah bila masih disertai dengan noda syirik.
Dari sini jelaslah bahwa ucapan-ucapan hamba Laa Ilaaha Illalloh  merupakan
pengakuan, bahwa ia tidak memiliki sesembahan selain Alloh. Sedangkan
makna  al-ilaah adalah dzat yang ditaati disertai dengan rasa takut,
memuliakan, mencintai, mengharap, tawakkal, meminta, dan berdoa kepada-
Nya. Ini semuanya tidak pantas dipersembahkan kecuali hanya untuk Alloh.
Oleh karena itu, tatkala Nabi   berkata kepada orang kafir Quraisy:
“Katakanlah Laa Ilaaha Illalloh!” Mereka menjawab:  “Apakah Muhammad
hendak menjadikan beberapa sesembahan menjadi satu sesembahan,
sesungguhnya ini adalah perkara yang meng-herankan.” (QS. Shad [38]: 5).

Mereka memahami bahwa kalimat ini memiliki maksud membatalkan dan


menghapus seluruh bentuk peribadatan kepada berhala dan mengharuskan
hanya beribadah kepada Alloh. Oleh sebab itu, mereka tidak mau
mengucapkannya.  Dengan demikian, bila seseorang hamba telah me-
ngucapkan Laa Ilaaha Illalloh , dengan sendirinya  ia telah mengumandangkan
wajibnya beribadah hanya kepada Alloh dan meninggalkan beribadah kepada
selain-Nya, seperti meminta pertolongan dan per-lindungan kepada jin,
memohon  kebutuhan hidupnya kepada kuburan para wali dan orang-orang
shalih, menjadikan dukun dan tukang ramal sebagai tempat mengadu nasibnya,
menyembelih untuk Nyai Roro Kidul, memohon kesembuhan kepada batu
keramat dan ajaib, membuat sesaji bagi makhluk halus, dan lain-lain.

- Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah

Terdapat banyak dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang menyatakan


keagungan dan keutamaan kalimat laa ilaaha ilalloh. Di antaranya adalah orang
yang mengucapkan kalimat ini dihukumi sebagai seorang muslim, ia terjaga
darah, harta, dan kehor-matannya, ia kelak masuk ke dalam surga, ia tidak
kekal dalam api neraka jahannam dan lain-lain.

Akan tetapi, hal demikian diperoleh apabila terpenuhi semua syarat dan
tidak adanya pembatal laa ilaaha ilalloh. Sebagaimana sholat seorang hamba
tidak akan diterima kecuali terpenuhi beberapa syarat sholat, seperti wudlu,
menghadap arah kiblat, dan lain-lain. Begitupula tidak adanya pembatal-
pembatal sholat, seperti berbicara, tertawa, makan, minum dan lain-lain.
Oleh karena itu, taatkala Wahab bin Munabih    ditanya, “Bukankah laa
ilaaha ilalloh merupakan kunci surga?”  Ia menjawab,”Ya. Akan tetapi
bukankah kunci itu harus memiliki gigi. Apabila engkau membawa kunci yang
bergigi, pasti engkau bisa membukanya dan apabila engkau membawa kunci
tanpa gigi, niscaya engkau tidak bisa membukanya.”

D. Hakikat dan Dampak Dua Kali Syahadat

a. Pengertian dua kali syahadat

Kalimat syahadat yang pastinya sudah kita kenal sebelumnya


adalah Asyhadu an laa ilaaha illaAllah wa asyhadu anna Muhammad
Rasulullah, yang berarti Aku bersaksi bahwa tiada Sesembahan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.

Kalimat “Asyhadu” dalam tatanan bahasa Arab adalah bentuk fi’il


mudhori’ (kata kerja sekarang atau yang akan dilakukan) dari fi’il madhi
(kata kerja lampau) syahida yang berarti persaksian, pernyataan, janji dan
sumpah. Maka pernyataan, janji dan sumpah seseorang yang telah
bersyahadat tidak hanya berlaku pada saat diucapkan saja, tetapi juga untuk
waktu seterusnya. Ia berlaku mengikat sepanjang hayat yang setiap detiknya
menuntut pembuktian dari syahadat tersebut.

Dari lafadz laa ilaaha illallah, ilah berarti tidak ada sesembahan, dan
taalluh berarti ta’abbud (penyembahan). Adapun makna laa ilaaha
illallah adalah tidak ada sesembahan (yang haq) melainkan Allah.
Jadi, syahadat laa ilaaha illallah adalah seseorang mengakui lisan dan
hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah SWT, sebab
kalimat laa ilaah illallah mengandung unsur peniadaan dan unsur penetapan.
Unsur peniadaan adalah laa ilaaha, sedangkan unsur penetapan
adalah illallah. Dalam ilmu nahwu, lafadz Allah adalah pengganti khabar laa
yang dihapus, dan ma’na eksplisitnya adalah laa ilaaha haq illallah. Adapun
dalil syahadat adalah kalam Allah Ta’ala:

‫شهد هللا أنه ال إله إال هو‬..

“Allah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Dia… .”
Kalam Allah Ta’ala (‫)شهد‬, maksudnya adalah menetapkan, memutuskan,
memberitahukan, dan mengharuskan. Syahadat dari Allah berkisar pada
keempat makna ini: penetapan, pemutusan, pemberitahuan, dan pengharusan.
Jadi, makna ( ‫ )شهد‬adalah Allah Ta’ala memutuskan, memberitahukan, dan
mengharuskan hamba-hamba-Nya dengan hal demikian, yaitu ((‫ه إال هو‬EE‫ال إل‬.
Dalam ilmu nahwu, kalimat ((‫ال إله‬, laa disini adalah laa nafiyah (laa yang
berfungsi peniadaan) yang meniadakan semua sesembahan selain Allah,
sedangkan (‫ )إال هو‬menetapkan peribadatan hanya untuk Allah. Jadi, makna ((
‫ ال إله إال هو‬adalah tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah SWT.

Sedangkan dalil syahadat Muhammad adalah utusan Allah adalah dalam surat
al- Fath: 29,

‫محمد رسول هللا‬

“Muhammad adalah utusan Allah,”

‫قل يأيها الناس إني رسول هللا إليكم جميعا‬

Katakanlah, “Hai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu


semua.” (Al-A’raf: 158)

Makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah


menyatakan dengan lisan dan mengimani dalam hati dengan kuat, serta
menjelaskannya kepada orang lain bahwa junjungan kita adalah Muhammad
bin Abdullah al-Qurasyi Al-Hisyam adalah utusan Allah kepada seluruh
makhluk; baik jin maupun manusia, yang benar dalam segala apa yang dia
sampaikan dari Allah. Seluruh makhluk-Nya wajib membenarkan dan
mengikutinya. Dan barang siapa yang mendustakannya, maka dia dzalim dan
kafir, dan barang siapa menyalahi petunjuknya, dia adalah pelaku maksiat dan
pasti merugi.

b. Kandungan Dari Dua Kalimat Syahadat

Iqrar Laa Ilaaha Illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa


mengikuti petunjuk yang disampaikan Rasulullah SAW. Karena itu Iqrar Laa
Ilaaha Illallah tidak dapat dipisahkan dari iqrar Muhammad Rasulullah. Dua
Iqrar inilah yang dikenal dengan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dan
menjadi suatu lambang masyarakat muslim atas prinsip-prinsip mereka dan
membedakan wujud masyarakat muslim dengan masyarakat non-muslim,
bahwa masyarakat ini berdiri atas dasar penghambaan diri manusia kepada
Allah semata dalam seluruh persoalan.

Inti dari syahadatain adalah beribadah hanya kepada Allah SWT semata,
dan menjadikan Rasulullah sebagai titik uswatun hasanah. Hal ini terdapat
dalam al-Quran pada Q.S al-Ahzab ayat 21, yang artinya : “Sesunggunya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik (uswatun hasanah)
bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
akhir dan dia banyak menyebut Allah.”

Jika memang setiap muslim memahami dan mengiqrarkan secara benar


syahadatain, in syaa Allah akan memberikan dampak yang besar, antara lain
dapat diukur dari sikap yang dilahirkan (cinta) terhadap Allah SWT, dan
Rasul-Nya, sebagaimana yang terdapat dalam Q.S al-Baqarah ayat 165 yang
artinya : “…Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah…”

dan Q.S. at-Taubah ayat 24 : “Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak,


saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaanmu yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya maka sampai Allah mendatangkan
keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik.”

Berdasarkan ayat diatas Abdullah Nasih ‘ulwan membagi cinta (al-


mahabbah) kepada tiga tingkatan:

1. Al-Mahabbatul Ula, yaitu mencintai Allah, Rasul-Nya dan jihad fi


sabilillah.

2. Al-Mahabbatul Wustha, yaitu mencintai segala sesuatu yang boleh dicintai


oleh Allah dan Rasul-Nya dengan cara yang diizinkan-Nya, seperti cinta
kepada anak-anak, ibu-bapak, suami atau isri, karib kerabat, harta benda
dan lain-lain sebagainya.

3. Al-Mahabbatul Adna, yaitu mencintai anak-anak, ibu-bapak, suami atau


istri, karib kerabat, harta benda dan lain sebagainya melebihi cinta kepada
Allah, Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah.

Dan apabila seseorang masuk Islam, maka dia harus masuk Islam
secara kaffah (total), dia harus menjalankan semua perintah Allah dan
menjauhi semua yang dilarang oleh Nya, bukan hanya sebagian /
sepotong-potong saja. Baik kehidupan pibadi, keluarga, masyarakat,
bernegara dan kehidupan internasional. Entah yang berhubungan dengan
aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, seni, militer, maupun
aspek-aspek lainnya. Karena hal tersebut telah tertulis di al-Quran yang
berarti : “ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam
Islam secara kaffah “ (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Oleh karena itu marilah kita kaum muslimin menjalankan ajaran-ajaran


Islam secara kaffah (total) dalam setiap lini kehidupan. Karena
penghambaan kita secara kaffah akan melahirkan dampak-dampak dari
penghambaan itu.

c. Dampak Dua Kalimat Syahadat

Beberapa dampak dari dua kalimat syahadat yaitu;

1. Memperoleh ketenangan menjalankan hidup ini tanpa terpengaruh oleh


situasi dan kondisi bagaimanapun.

2. “ Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan


mengingat Allah, .. “ (QS.ar-Ro’d : 28)

3. Memotivasi seseorang untuk hidup selalu optimis dengan bimbingan


hidayah Allah

“ Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’


kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat
akan turun kepada mereka (dengan berkata),’Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Q.S. Fussilat : 30)

4. Hidup yang penuh berkah yang dirasakan oleh mereka yang mengamalkan
dengan sebaik-baiknya kalimat syahadat.

“ Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, .. “ (Q.S. al-A’raf :
96)

5. Tidak boleh dibunuh. Seperti yang tercantum dalam hadits Rasulullah,

‫امرت ان اقاتل الناس حتى يشهد ان ال إله إال هللا و أن محمدا رسول هللا‬

“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai dia bersaksi bahwa


tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan bahwa
Muhammad utusan Allah “.

6. Harta dan jiwanya dijamin oleh Islam.

7. Seseorang yang telah bersyahadat mempunyai konsekuensi bahwa dia


harus melaksanakan apa yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Allah,
sesuai yang telah tercantumkan di al-Quran atau yang telah disampaikan
oleh Nabi Muhammad SAW.

Dan masih banyak pula dampak dari Syahadatain, yang mana bisa kita
dapatkan di al-Quran ataupun as-Sunnah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Iman kepada Allah SWT adalah membenarkan tentang adanya Allah

SWT dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah

SWT wajib ada -Nya dengan dzat nya.

2. Ilmu tauhid secara bahasa, berasal dari bahasa arab yang artinya

Adalah menyatukan ataukah mengesahkan. Sedangkang tauhid menurut

Istilah Islam adalah mengakui keesaan Allah, mengesakan Allah, dengan

Cara menyatukan unsur pikiran, perasaan, lisan dan perbuatan.

3. Kesimpulan Syahadatain merupakan inti ajaran Islam. Dengan pemahaman

syahadatain yang benar, seorang muslim akan menjadikan Allah sebagai

ghayah (tujuan)nya, Muhammad sebagai qudwah (teladan)nya, dan Al-Qur

an sebagai dustur (pedoman hidup)nya. Islam.

4 . Makna yang terkandung dalam kalimat tauhid (Syahadatain),

yaitu pemurnian keta’atan

kepada Allah SWT, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah SWT

dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, menjalankan perintah Allah

SWT, dan menjauhi larangan Allah SWT, menyatakan diri baik lisan
maupun
perbuatan akan kebebasan dari perbuatan syirik.

Anda mungkin juga menyukai