Anda di halaman 1dari 10

A.

WUJUD ALLAH SWT


Wujud adanya Allah SWT adalah sesuatu yang badihiyah. Namun demikian untuk
membuktikan wujud-Nya dapat dikemukakan beberada dalil, antara lain:
1. Dalil Fithrah
Allah SWT menciptakan manusia dengan fithrah bertuhan. Atau dengan kata lain setiap
manusia dilahirkan sebagai seorang muslim. Rasulullah bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah(yang akan berperan)
‘mengubah’ ana itu menjadi seorang yahudi, atau nasrani, atau majusi..” (HR.Bukhari)

Dengan dengan dalil fitrah ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara esensi tidak
ada seorang manusia pun yang tidak bertuhan. Yang ada hanyalah mereka mempertuhankan
sesuatu yang bukan Tuhan sebenarnya (Allah SWT)
2. Dalil Akal
Dengan menggunakan akal pikiran untuk merenungkan diri sendiri, alam semesta dan lain-
lainnya seorang manusia bisa membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT). Al-Qur’an
mengemukakan ayat-ayat yang menggugah pikiran:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak , kemudian kamu
dibiarkan hidup supaya kamu sampai kepada masa dewasa, kemudian dibiarkan kamu hidup
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. Kami perbuat demikian supaya
kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya” (Al-Mu’min 40-
67)
Untuk membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT) lewat merenungkan alam semesta, termasuk
diri manusia iti sendiri, dapat dipakai beberapa ‘qanun’(teori,hukum) antara lain:
a. Qanun al-Illah
Artinya sebab. Segala sesuatu ada sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada yang menjadi sebab
terjadinya perubahan itu.
b. Qanun al-Wujud
Artinya wajib. Wujud segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu kemungkinan wajib,
mustahil atau mungkin. Tentang alam semesta ini, adanya tidaklah wajib dan tidak pula mustahil,
karena keduanya tidak bertentangan dengan akal. Artinya adanya alam semesta ini mungkin, tidak
adanya juga mungkin.
c. Qanun al-Huduts
Artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadist/baru, bukan sesuatu yang dim
(tidak berawal). Kalau hadist tentu ada yang mengadakannya. Dan yang mengadakannya itu
tentulah juga bukan yang bersifat hadist, harus yang bersifat qadim.
d. Qanun an- Nizham
Artinya aturan, teratur. Alam semesta dengan seluruh isinya seperti matahari, bulan, bintang dan
planet-planet lainnya termasuk bumi dan segala isinya adalah segala sesuatu yang sangat teratur.
Sembilan fenomena untuk membuktikan Allah SWT ada dan berkuasa:
1. Fenomena terjadinya alam
2. Fenomena kehendak
3. Fenomena kehidupan
4. Fenomena pengabulan do’a
5. Fenomena hidayah
6. Fenomena kreasi
7. Fenomena hikmah
8. Fenomena inayah
9. Fenomena kesatuan
3. Dalil Naqli
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya tuhan, dan dengan akal pikiran bisa
membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (Al-Qur’an dan sunnah) untuk
manusia mengenal tuhan yang sebenarnya(Allah SWT)
Pembahasan tentang Allah SWT tentu akan pembaca temukan dalam bagian-bagian lain
dalam pasal wujud Allah SWT.
Allah SWT adalah Al-Awwal tidak ada permulaan bagi wujud-nya. Dia juga Al-Akhir artinya
tidak ada akhir dari wujud-Nya.

“Dialah yang awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia maha mengetahui
segala sesuatu” (Ar-Hadid 57:3)
A. TAUHIDULLAH

1. Tauhid Rububiyah
Secara etimologis kata “Rabb” sebenarnya mempunyai banyak arti, antara lain
menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, memperbai. Pengertian bahwa
Allah SWT adalah satu-satunya zat yang mencipta, memberi rezeki, memelihara mengelola
dan memiliki, banyak kita dapati di dalam Al-Qur’an, antara lain:

2. Tauhid mulkiyah
Kata Malik yang berarti raja dan mamluk yang berarti memiliki, berakar dari akar kata
yang sama yaitu ma-la-ka. Keduanya memang mempunyai relevasi makna yang kuat. Dalam
pengertian bahasa Allah SWT sebagai Rabb yang memiliki alam semesta(al-alamin) adalah
Raja dari alam semesta tersebut, dalam hal ini Allah SWT adalah Malik(Raja) dan alam
semesta adalah mamluk (yang memiliki atau hamba). Dalam Al-Qur’an dapat menemukan
beberapa ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemilik dan raja langit dan
bumi dan seluruh isinya, antara lain:
3. Tauhid Ilahiyah
Kata Ilah berakar dari kata a-la-ha (alif-lam-ha) yang mempunyai arti antara lain
tentram, tenang, lindungan, cinta, dan sembah (abada). Semua kata-kata relevan dengan
sifat-sifat dan kekhususan zat Allah SWT seperti dinyatakan oleh Allah SWT dalam kitab
suci Al-Qur’an.
Adapun teori dalil dari ketiga dimensi tauhid di atas, ada dua dalil yaitu:

1. Dalil at-Talazum
Talazum artinya kemestian. Maksudnya setiap orang yang meyakini Tauhid Rububiyah
semestinya meyakini Tauhid Mulkiyah, dan meyakini Tauhid Mulkiyah semstinya
meyakini Tauhid Ilahiyah. Dengan kata lain Tauhid Mulkiyah adalah konsekuensi logis
dari Tauhid Rububiyah. Tauhid Ilahiyah adalah konsekuensi logis dari Tauhid Mulkiyah.
Apabila terhenti pada Rububuyah saja atau pada mulkiyah saja tentu ada sesuatu yang tidak
logis.
2. Dalil at-Tadhamun
Tadhamun artinya cakupan. Maksudnya setiap orang yang sudah sampai ke tingkat
Tauhid Ilahiyah tentunya sudah melalui dua tauhud sebelumnya. Kenapa dia beribadah
kepada Allah SWT semata? Karena Dia-lah rajanya(wali,hakim,ghayah). Kenapa Allah
rajanya? Karena Allah SWT adalah Rabb-nya. Maka apabila seseorang yang sudah
mendirikan solat shalat tapi masih mendurhakai Allah SWT dalam aspek kehidupan dan
tidak menunjukan dia mengakui Allah sebagai Wali, Hakim, dan Ghayah maka tentu
pengakuan yang dia ucapkan tidak benar/ pengakuan palsu.

B. Makna La IlahaIllallah
Seperti yang sudah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa kata “llah”mempunyai pengertian sangat
luas,mencakup pengertian rububiyahdan mulkiyah, makna kata ini yang di pilih allahswt. Untuk
kalimat tbayyibabyaitu lailabaillallah, iqrarlailabaillallabbersifat konperensif, mencakup pengertian.

a.       La KhaliqaIllallah (Tidak ada Yang Maha Mencipta kecuali Allah).

b.      La RaziqaIllallah (Tidak ada Yang Maha Memberi Rezeki kecuali Allah).

c.       La Hafiza Illallah (Tidak ada Yang Maha Memelihara kecuali Allah).

d.      La MudabbiraIllallah (Tidak ada Yang Maha Mengelola kecuali Allah).

e.       La Malika Illallah (Tidak ada Yang Maha Memiliki, Merajai kecuali Allah).

f.       La WaliyaIllallah (Tidak ada Yang Maha Memimpin kecuali Allah).

g.      La Hakima Illallah (Tidak ada Yang Maha Menentukan Aturan kecuali Allah).

h.      La GhayataIllallah (Tidak ada Yang Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah).

i.        La Ma’budaIllallah (Tidak ada Yang Maha Disembah kecuali Allah).

Makna huruf dalam susunan kalimat La IlahaIllallah

 La àLa NafiyataLiljinsi (huruf nafi yang menafikan segala macam jenis Ilah.


 Illaà Huruf istisna (pengecualian), berfungsi mengistbatkan kalimat yang manfi
Bentuk kalimat La IlahaIllallah. dinamakan kalimat manfi (negatif), lawan dari kalimat mustbat (positif).
Dalam kaidah bahasa Arab,“istbat”, sesudah “manfi” bermaksud “Alhashru”(membatasi),
dan“Taukid”(menguatkan).
Berdasarkan hal ini dapat kita ketahui, kalimat tauhid mengandung pengertian “Sesungguhnya
tiada Tuhan yang benar – benar berhak disebut Tuhan, selain Allah SWT semata”.

D. Hakikat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat

1. Hakikat Dua Kalimat Syahadat

Kalimat syahadat yang pastinya sudah kita kenal sebelumnya adalah Asyhadu an laa ilaaha illaAllah wa
asyhadu anna Muhammad Rasulullah, yang berarti Aku bersaksi bahwa tiada Sesembahan selain Allah dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.

Kalimat “Asyhadu” dalam tatanan bahasa Arab adalah bentuk fi’il mudhori’ (kata kerja sekarang atau yang
akan dilakukan) dari fi’il madhi (kata kerja lampau) syahida yang berarti persaksian, pernyataan, janji dan
sumpah. Maka pernyataan, janji dan sumpah seseorang yang telah bersyahadat tidak hanya berlaku pada saat
diucapkan saja, tetapi juga untuk waktu seterusnya. Ia berlaku mengikat sepanjang hayat yang setiap
detiknya menuntut pembuktian dari syahadat tersebut.

Dari lafadz laa ilaaha illallah, ilah berarti tidak ada sesembahan, dan taalluh berarti ta’abbud
(penyembahan). Adapun makna laa ilaaha illallah adalah tidak ada sesembahan (yang haq) melainkan Allah.
Jadi, syahadat laa ilaaha illallah adalah seseorang mengakui lisan dan hatinya bahwa tidak ada sesembahan
yang haq melainkan Allah SWT, sebab kalimat laa ilaah illallah mengandung unsur peniadaan dan unsur
penetapan. Unsur peniadaan adalah laa ilaaha, sedangkan unsur penetapan adalah illallah. Dalam ilmu
nahwu, lafadz Allah adalah pengganti khabar laa yang dihapus, dan ma’na eksplisitnya adalah laa ilaaha haq
illallah. Kandungan Dari Dua Kalimat Syahadat

Iqrar Laa Ilaaha Illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk yang
disampaikan Rasulullah SAW. Karena itu Iqrar Laa Ilaaha Illallah tidak dapat dipisahkan dari iqrar
Muhammad Rasulullah. Dua Iqrar inilah yang dikenal dengan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dan
menjadi suatu lambang masyarakat muslim atas prinsip-prinsip mereka dan membedakan wujud masyarakat
muslim dengan masyarakat non-muslim, bahwa masyarakat ini berdiri atas dasar penghambaan diri manusia
kepada Allah semata dalam seluruh persoalan.

Inti dari syahadatain adalah beribadah hanya kepada Allah SWT semata, dan menjadikan Rasulullah sebagai
titik uswatun hasanah. Hal ini terdapat dalam al-Quran pada Q.S al-Ahzab ayat 21, yang artinya :
“Sesunggunya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu, yaitu
bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.”

Berdasarkan ayat diatas Abdullah Nasih ‘ulwan membagi cinta (al-mahabbah) kepada tiga tingkatan:

1. Al-Mahabbatul Ula, yaitu mencintai Allah, Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah.


2. Al-Mahabbatul Wustha, yaitu mencintai segala sesuatu yang boleh dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya
dengan cara yang diizinkan-Nya, seperti cinta kepada anak-anak, ibu-bapak, suami atau isri, karib
kerabat, harta benda dan lain-lain sebagainya.
3. Al-Mahabbatul Adna, yaitu mencintai anak-anak, ibu-bapak, suami atau istri, karib kerabat, harta
benda dan lain sebagainya melebihi cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah.

Dan apabila seseorang masuk Islam, maka dia harus masuk Islam secara kaffah (total), dia harus
menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang oleh Nya, bukan hanya sebagian /
sepotong-potong saja. Baik kehidupan pibadi, keluarga, masyarakat, bernegara dan kehidupan internasional.
Entah yang berhubungan dengan aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, seni, militer, maupun
aspek-aspek lainnya. Karena hal tersebut telah tertulis di al-Quran yang berarti : “ Wahai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah “ (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Oleh karena itu marilah kita kaum muslimin menjalankan ajaran-ajaran Islam secara kaffah (total) dalam
setiap lini kehidupan. Karena penghambaan kita secara kaffah akan melahirkan dampak-dampak dari
penghambaan itu.

 Dampak Dua Kalimat Syahadat

Beberapa dampak dari dua kalimat syahadat yaitu;

1. Memperoleh ketenangan menjalankan hidup ini tanpa terpengaruh oleh situasi dan kondisi
bagaimanapun.
2. “ Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, .. “ (QS.ar-
Ro’d : 28)
3. Memotivasi seseorang untuk hidup selalu optimis dengan bimbingan hidayah Allah

4. Hidup yang penuh berkah yang dirasakan oleh mereka yang mengamalkan dengan sebaik-baiknya
kalimat syahadat.

“ Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, .. “ (Q.S. al-A’raf : 96)

5. Tidak boleh dibunuh. Seperti yang tercantum dalam hadits Rasulullah,

“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai dia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang
berhak disembah) melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah “.

6. Harta dan jiwanya dijamin oleh Islam.


7. Seseorang yang telah bersyahadat mempunyai konsekuensi bahwa dia harus melaksanakan apa yang
diperintahkan dan yang dilarang oleh Allah, sesuai yang telah tercantumkan di al-Quran atau yang
telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dan masih banyak pula dampak dari Syahadatain, yang mana bisa kita dapatkan di al-Quran ataupun as-
Sunnah.

E. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYAHADAT

Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri sebagai hamba
Allah semata. Kalimat Lailaaha illallahu dan Muhammadur rasulullah selalu membekas dalam jiwanya dan
menggerakkan anggota tubuhnya agar tidak menyembah selain Allah. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan
yang harus ditaati, diikuti ajaranNya, dipatuhi perintahnya, dan dijauhi laranganNya. Caranya bagaimana,
lihatlah pribadi Rasulullah saw. sebab dialah contoh hamba Allah sejati.

Dalam pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw. adalah hambaNya.

Begitu juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah menegaskan bahwa Rasulullah adalah hambaNya yang
mendapat bimbingan Al-Qur’an.

Untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti yang dicontohkan Rasulullah saw., seorang hamba hendaknya
menghindar jauh-jauh dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat syahadat
tersebut. Setidaknya ada tiga hal yang bisa membatalkan syahadatnya, yaitu asy-syirku (menyekutukan
Allah), al-ilhaadu (menyimpang dari kebenaran), dan an-nifaaku (berwajah dua, menampakkan diri sebagai
muslim, sementara hatinya kafir).

Syirik (menyekutukan Allah)

Definisi syirik adalah lawan kata dari tauhid, yaitu sikap menyekutukan Allah secara dzat, sifat, perbuatan,
dan ibadah. Adapun syirik secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat makhlukNya.
Akidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat artinya seseorang meyakini bahwa sifat-
sifat makhluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain, mahluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-
sifat Allah. Tidak ada bedanya sama sekali.

Sedangkan syirik secara perbuatan artinya seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan
rezeki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya
seseorang menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya
seperti mencintai Allah. Syrik-syirik dalam pengertian tersebut, secara eksplisit maupun implisit, telah
ditolak oleh Islam. Karenanya, seorang muslim harus benar-benar berhat-hati dan menghindar jauh-jauh dari
syirik-syirik seperti yang telah diterangkan di atas.

Contoh bentuk-bentuk syirik ada banyak. Di antaranya, pertama, menyembah patung atau berhala (al-
ashnaam). Allah swt. menyebutnya dalam ayat berikut ini.

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka
itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak,
terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu
dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. [QS. Al Hajj (22): 30]
Macam-macam Syirik

Ada dua macam syirik, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai
dua dimesi: zhahir (tampak) dan khafiy (tersembunyi).

Syirik besar (asy-syirkul akbar) adalah tindakan menyekutukan Allah dengan makhlukNya. Dikatakan syirik
besar karena pelakunya tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [QS. An-
Nisaa’ (4): 116]

Syirik besar ini dibagi dua dimensi: zhahir dan kafiy. Contoh syirik besat yang zhahir adalah seperti
menyembah bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, dan manusia (seperti
menyembah Fir’un, raja-raja, Budha, Isa bin Maryam, malaikat, jin dan Setan). Sementara yang khafiy bisa
dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa
memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan
mengharamkan seperti yang seharusnya menjadi hak Allah swt.

Adapun syirik kecil (asy-syirkul ashghar) adalah suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum
sampai ke tingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya. Syirik kecil juga dua dimensi:
dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.

Contoh yang berupa lafal adalah bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik seperti “demi
Nabi, demi Ka’bah, demi kakek dan nenek.” Adapun contoh syirik kecil zhahir yang berupa perbuatan
seperti mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya.

Syirik kecil yang khafiy biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah. Yaitu melakukan
tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang. Seperti menegakkan shalat dengan tampak
khusyu’ karena sedang di samping calon mertua. Seseorang berbuat seperti itu dengan harapan supaya dipuji
sebagai orang shalih. Padahal di saat sendirian, shalatnya tidak demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati
yang sangat berbahaya. Karena itu, Islam sangat memperhatikan sebab perbuatan hati adalah faktor yang
menentukan bagi baik tidaknya perbuatan zhahir.

Bahaya-bahaya Syirik

Perbuatan syirik sangat berbahaya. Berikut ini beberapa bahaya yang akan menimpa orang-orang pelaku
syirik.

Pertama, syirik adalah kezhaliman yang nyata. Allah berfirman, “Innasy syirka ladzlumun adziim
(sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar).” [QS. Luqman (31): 13].
Mengapa disebut kezhaliman yang besar? Sebab dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya
sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya yang tidak berdaya apa-apa.
Kedua, syirik merupakan sumber khurafat. Sebab, orang-orang yang meyakini bahwa selain Allah –seperti
bintang, matahari, kayu besar dan lain sebagainya– bisa memberikan manfaat atau bahaya, berarti ia telah
siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi para dukun, kuburan-kuburan angker, dan mengalungkan
jimat di lehernya.

Ketiga, syirik adalah sumber ketakutan dan kesengsaraan. Allah berfirman, “Akan Kami masukkan ke dalam
hati orang-orang kafir rasa takut disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-
buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim.” [QS. Ali Imran (3): 151]

Keempat, syirik merendahkan derajat kemanusiaan si pelakunya. Allah berfirman, “Barangsiapa


mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh
burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” [QS. Al-Hajj (22): 31]

Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia. Allah berfirman, “Dan mereka menyembah selain
daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan. Dan mereka berkata, ‘Mereka itu adalah pemberi syafa`at kepada kami di sisi Allah.’
Katakanlah, ‘Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak
(pula) di bumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” [QS.
Yunus (10): 18]

Keenam, di akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah dan akan masuk
neraka selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-
jauhnya.” [QS. An-Nisaa’ (4): 116]

Sebab-sebab Syirik

Ada tiga sebab fundamental munculnya prilaku syirik, yaitu al-jahlu (kebodohan), dha’ful iiman (lemahnya
iman), dan taqliid (ikut-ikutan secara membabi-buta).

Al-jahlu sebab pertama perbuatan syirik. Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan
masyarakat jahiliyah. Sebab, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang
penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cendrung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum,
bisa dipastikan kecendrungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para
dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa? Sebab mereka bodoh, dan dengan kobodohannya mereka
tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para
dukun sebagai narasumber yang sangat mereka agungkan.

Penyebab kedua perbuatan syirik adalah dha’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang imannya lemah
cendrung berbuat maksiat. Sebab, rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut kepada Allah ini
akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa
nafsunya, maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon kepada
pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih
jadi presiden, atau selalu merujuk kepada para dukun untuk suapaya penampilannya tetap memikat hati orang
banyak.

Taqliid sebab yang ketiga. Al-Qur’an selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah
selalu memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman,
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami
mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya
Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah
apa yang tidak kamu ketahui?” [QS. Al-A’raf (7): 28]

Anda mungkin juga menyukai