Anda di halaman 1dari 7

MA’RIFATULLAH

BAGIAN KE-2
Ath-Thariiq Ila Ma'rifatullah ( Cara Menuju Ma'rifatullah )

4.1 Melalui Ayat-Ayat Allah SWT


1) Ayat qauliyah (QS. 95:1-
\
2) Ayat kauniyah (QS. 41:53 , 3:190 )
4.2 Melalui Metode Islam
1) Dengan naqli dan akal (QS. 10:100 -101 , 65:10 , 67:10 )

2) Membenarkan (QS. 3:191 , 50:37 )


3) Menghasilkan iman
4.3 Melalui Metode selain Islam
1) Dugaan dan hawa nafsu (QS. 2:55 , 10:36 , 6:115 )
2) Ragu-ragu (QS. 22:55 , 24:50 )
3) Berakibat kufur

Bagian ke-3

Al-manawi min Ma’rifatllah (Penghalang-penghalang engenal Allah)

Secara garis besar, terdapat dua hal yang menghalangi manusia dalam mengenal Allah.
Pertama, maradhus syahwat (berkaitan dengan penyakit hati; berupa nafsu dan kesenangan serta
perilaku yang tidak terpuji). Kedua, maradhus syubhat (berbagai hal yang menimbulkan
keraguan, lebih banyak berkaitan dengan masalah akal dan logika).
2. Uraian Materi
Maradhus Syahwat
a Al-fisqu (kefasikan).
Fasik adalah orang yang senantiasa melanggar perintah dan larangan Allah,
b al-kibru (kesombongan)
Kesombongan merupakan suatu sikap dimana hati seseorang ingkar dan selalu
membantah terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala,
c Adz-dzulmu (kedzaliman).
d Al-kidzbu (kedustaan)
Kedustaan merupakan sikap bohong (pura-pura) dan pengingkaran terhadap ayat-ayat
Allah Ta’ala.
e Katsratul ma’ashiy (banyak melakukan perbuatan maksiat).
Maradhu as-syubhah

 Pertama, al-jahlu (kejahilan/kebodohan)


 Kedua, al-irtiyab (keragu-raguan)
 Ketiga, al-inhiraf (penyimpangan)
 Keempat, al-ghaflah (kelalaian)

A. Eksistensi Allah

1. Ad-dalilul fithri (dalil fitrah)


Fitrah adalah sifat azasi (dasar yang masih murni) yang belum terpengaruh oleh faktor-
faktor eksternal. Kalau manusia dibiarkan dalam fitrahnya tentu ia akan mengakui adanya Dzat
Maha hebat, manusia sejak awal penciptaannya telah membawa naluri ber-Tuhan.
Adanya naluri ber-Tuhan ini terbukti dengan apa yang dirasakan oleh manusia itu
sendiri yang selalu merasa butuh kepada Dzat yang lebih tinggi, lebih kuat, dan lebih berkuasa
dibanding diri-Nya agar ia dapat berlindung dan memohon pertolongan kepada-Nya.

2. Ad-dalilul hissiy (dalil yang dapat di-indera)


Ada bukti-bukti keberadaan Allah Ta’ala yang dapat dilihat, dirasai atau disentuh oleh
indera manusia. Biasanya berupa kejadian luar biasa yang terjadi di tengah-tengah umat
manusia. Diantaranya adalah mu ’jizat para nabi dan rasul yang telah disaksikan oleh manusia:

❖ Perahu Nabi Nuh beserta peristiwa banjir besar yang terjadi pada masanya,

❖ Terselamatkannya Nabi Ibrahim karena api yang membakarnya dijadikan dingin,

❖ Terbelahnya lautan pada masa Nabi Musa

❖ Berbagai macam mukjizat Nabi Isa,

3. Ad-dalilul aqli (dalil yang dapat oleh akal)


a. Teori Sebab
Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatar belakanginyaAdanya sesuatu pasti ada yang
mengadakan, dan adanya perubahan pasti ada yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada dengan
sendirinya. Mustahil pula sesuatu ada dari ketiadaan. Pemikiran tentang sebab ini akan berakhir
dengan teori sebab yang utama (causa prima), dia adalah Tuhan.
b. Teori Keteraturan
Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi, bulan dan bintang-
bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan ini mustahil berjalan dengan sendirinya,
tanpa ada yang mengatur. Hal ini menunjukan adanya kuatan maha dahsyat yang
menciptakan dan mengendalikanya. Tegasnya langit menceritakan kemulaiaan allah,

4. Ad-Dalilul Naqli (Nash)

Dalil naqli adalah dalil pembuktian akan kebradaan dngan merujuk petunjuk kitab suci.
yaitu dalil Naqli (alqur’andan as-sunah)untuk mebimbing manusia mengenal tuhan yang
sebenarnya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya.

5. Ad-Dalilut Tarikh (dalil sejarah)


Eksistensi Allah Ta’ala telah diberitakan di sepanjang sejarah manusia. Mulai dari masa
manusia pertama, Adam ‘alaihissalam, hingga Rasul terakhir, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Kalau manusia mempelajari dan memahami dalil-dalil dan bukti-bukti tersebut, hati
Nurani mereka yang bersih akan mengakui kagungan allah yang telah menciptakan dan
mengatur sedemikian rupa.

MA’RIFATULULLAH
BAGIAN KE-5

Tauhidullah ( Mengesakan Allah )

4. Tauhidullah
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhadayuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja..
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satusatunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39)2.
Mentauhidkan Allah secara umum berarti mengesakan Allah dalam zat, mentauhidkan-
Nya sebagai satu-satunya zat yang berhak dan layak disembah, tiada sesembahan yang benar
selain Dia sehingga tidak boleh menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dalam ibadah.

4.1 Rububiyatullah
Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya
bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa
Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur
dan mengubah keadaan mereka.
4.1.1 Khaliqon (Keesaan Allah sebagai Pencipta).
4.2.1 Raaziqon (Keesaan Allah sebagai Pemberi rezeki).
4.3.1 Maalikan (Keesaan Allah sebagai Pemilik alam semesta).

4.2. Mulkiyatullah
Berpegang Tauhid mulkiyah adalah, berasal dari kata (malika-yamliku), artinya memiiiki,
berkuasa penuh atas yang dimiliki. Sedang maknanya adalah: mengesakan Allah SWT sebagai
satu-satunya pelindung atau pemimpin (waliyyan), satu-satunya pembuat hukum (hakiman)
dan pemerintah (amiran).

4.3 Goyatan (Yang Dituju)


Dalam melaksanakan kewajiban untuk meng-Esakan Allah sebagai bentuk dari keyakian
seorang Hamba terhadap Rabb nya, maka tentunya seorang hamba akan mengetahui Allah
sebagai satu-satu nya yang di tuju, yang di ibadahi dan yang disembah.

4.4 Illahan Ma’buudza (Tuhan Yang Di Sembah)


Makna dari Illahan Ma’buudza (Tuhan yang di sembah) Ini menjadikan indikasi bahwa
hanya Allah sebagai satu-satu nya yang wajib di sembah dan di ibadahi, tidak ada tuhan selain
itu yang menjadi tandingan sebagai Illah yang di sembah\

MA’RIFATULLAH
BAGIAN KE-6
Al-Hayah Fi Zhilali Tauhid ( Hidup Dibawah Naungan Tauhid )
D. Bagan Materi
E. Uraian Materi
1. Mentauhidkan Allah
Hidup mulia hanya akan diraih apabila seseorang hanya berwala’ (loyal) kepada satu Tuhan
yang Maha sempurna yaitu Allah swt dengan pemahaman aqidah yang benar dan sesuai dengan
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang:
a. Dzat
Dzat (esensi) Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Sempurna. Dia berbeda dengan semua
makhluk ciptaan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.
b. Sifat
Berikutnya, As-shifat (sifat) dan al-asma (nama-nama) Allah Ta’ala adalah sifat dan
asma yang Maha Sempurna.
c. Nama-nama
d. Af’al (perbuatan)
Allah Ta’ala juga memiliki kesempurnaan dalam al-af’al (perbuatan). Penciptaan langit,
bumi, manusia, malaikat, jin, surga, neraka dan yang lainnya adalah merupakan af’al Allah
Ta’ala, dan tidak ada siapa pun yang dapat menolak ketetapan dan kehendaknya.
2. Macam-macam tauhid
a. Asma wa Shifat
At-tauhidu asma was shifat, yakni meyakini bahwa hanya Allah Ta’ala yang memiliki
nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, tidak ada yang serupa dengan-Nya
b. Rububiyah
Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa
dilakukan oleh Allah,
Tauhid Rubuiyyah menuntut kita agar menjadikan Allah sebagai satu-satunya
1) Pencipta alam semesta
2) Pemelihara dan Pemberi rizki alam semesta
3) Pemilik alam semesta
c. Mulkiyah
Tauhidu mulkiyah, yakni mengesakan Allah sebagai satu-satunya pemimpin, pelindung,
dan yang berhak menetapkan aturan/hukum. Sebagai seorang mukmin kita harus meyakini
bahwa Allah SWT adalah Yang Menguasai seluruh kerajaan langit dan bumi. Allah adalah
Pemilik dari segala kerajaan sebagai mana firman-Nya

d. Uluhiyah
Tauhidu uluhiyah, yakni pengesaan Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah
satu-satunya yang berhak diibadahi
3. Rangkuman kalimat La Ilaha Illallah
Sikap ketauhidan sebagaimana tersebut di atas terangkum dalam satu kalimat: La Ilaha
Illa-Llah (Tiada Ilah Selain Allah). Inti kalimat ini adalah ikhlas, yakni : Melepaskan diri dan
menjauhi thaghut dan beribadah hanya kepada Allah saja. Dalam istilah akidah disebut al-wala
walbara’ Maka, seorang muslim yang hidup di bawah naungan tauhid adalah mereka yang
menjadikan Allah sebagai :
a. Allah sebagai Mahbuban (Yang dicinta),
b. Allah Ta’ala sebagai Rabban Maqshudan (Tuhan yang dituju
c. Allah Ta’ala sebagai Malikan Mutha’an (Raja yang ditaati
d. Allah Ta’ala sebagai Ilahan Ma’budan (Tuhan Yang disembah

4. Mencapai kehidupan yang baik


Kehidupan yang baik ini di dunia dan di akhirat, yang mana di dunia mendapatkan
kenikmatan dan kebahagiaan di akhirat mendapatkan surga, ridho Allah, dan melihat Allah.
Dengan hidup di bawah naungan tauhid seperti inilah manusia akan terbimbing ke arah hayatun
thayyibah (kehidupan yang baik),

Anda mungkin juga menyukai