Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan dan
member nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah ini yang
berjudul Tahudilah ”. Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah
ini adalah tugas dari mata kuliah agama, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat
perkuliahan.Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang tak
terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan
dengan baikAndai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 3

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………... 3

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….. 3

1.3 Tujuan…………………………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………… 4

2.1 Pengertian Tauhid……………………………………………………….. 4

2.2 Pembagian Tauhid……………………………………………………….. 4-5

2.3 Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu………………………… 6-7

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………. 8

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia,
karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi
dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 97 yang Artinya :Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini
adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’
dan SifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan
kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Kaum
jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan
mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang
beriman kepada Allah.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu
sebagai berikut :
1. Apa pengertian Tauhid?
2. Bagaimana pembagian Tauhid, Hakekat dan Inti Tauhid serta Keutamaan Tauhid?
3. Bagaimana Keagungan Kalimat Tauhid, Tingkatan Ilmu Tauhid dan Kesempurnaan Tauhid?

1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tauhid

Pengertian Tauhid : Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan yang


artinya menyatukan, meng-Esakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.

Adapun yang dimaksud dengan makna harfiyah tersebut adalah meng-Esakan atau
mengakui dan menyakini akan ke-Esaan Allah SWT. Lawan dari tauhid adalah syirik, yaitu
menyekutukan atau membuat tandingan kepada Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah
mengakui dan menyakini ke-Esaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan
pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid kepada Allah (tauhidullah)
adalah hanya mengakui hukum Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya
peraturan Allah SWT yang mengikat manusia secara mutlak.

Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam. Tauhid
merupakan landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya.
Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam arti yang
sebenarnya.

Dari kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus dipegang seorang
Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya peniadaan, merupakan penegasan tentang
tidak adanya sesembahan yang haq selain Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang
artinya penetapan, yaitu menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang
haq.

Macam-macam tauhid ada empat yaitu :


1. Tauhid Uluhiyah (Rububiyah) yaitu meyakini bahwa allah yang menciptakan mahluk
2. Tauhid Ubudiyah yaitu allah itu satu-satunya zat yang harus di ibadahi
3. Tauhid Isti’anah yaitu allah satu-satunya zat yang patut dimintai pertolongan
4. Tauhid Asma Washufat yaitu allah maha segala-galanya, sifat dalam asmaul husna.

2.2 Pembagian Tauhid


Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:
1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,
memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.
Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang
atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum
Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga
bertentanga dengan aqidah yang lurus.
2. Tauhid Uluhiyah
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan
ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut,
khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum
musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya
(Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-
Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang
mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam
Islam.

3. Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,
mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih
lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla,
dll.
Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang
imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.

2.3 Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu

Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu
kedokteran lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan membahas seluk
beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia. Begitu pula dengan ilmu tauhid,
ini ilmu paling mulia karena objek pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah
yang lebih agung selain Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih suci daripada
para rasul? Adakah yang lebih penting bagi manusia selain mengenal Rabb dan
Penciptanya, mengenal tujuan keberadaannya di dunia, untuk apa ia diciptakan, dan
bagaimana nasibnya setelah ia mati? Apalagi ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu
keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama.

Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim dan
muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia
berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak
berdosa.
Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut :

a.Tauhid Zat Allah


Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa dalam
Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia berdikari. Dia
adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam
bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan
membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Qs. Al Ikhlas, 112 : 1-4 :

‫ُقۡل ُهَو ُهّٰللا َاَح ٌد‬


Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
‫ُهّٰللَا الَّص َم ُد‬
Allah tempat meminta segala sesuatu.
‫َلۡم َيِلۡد ۙ َو َلۡم ُيۡو َلۡد‬
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
‫َو َلۡم َيُكۡن َّلٗه ُكُفًو ا َاَح ٌد‬
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."

b. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah


Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan Sifat-sifat Allah
identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu sama lain. Tauhid Zat artinya
adalah menafikan adanya apa pun yang seperti Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya
adalah menafikan adanya pluralitas di dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang
menunjukkan kesempurnaan, keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak
ada segi yang benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan
keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan eksistensi, dan
tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas. Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan
zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi pada Wujud Mutlak.
Seperti Tauhid zat Allah, tauhid sifat-sifat Allah merupakan doktrin Islam dan salah
satu gagasan manusiawi yang paling bernilai, yang semata-mata mengkristal dalam mazhab
syiah.

c. Tauhid dalam Perbuatan Allah


Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam semesta dengan
segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan Allah saja, dan
terwujud karena kehendak-Nya. Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala
sesuatu bergantung pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta.
Dalam hal sebab-akibat, segala yang ada di alam semesta ini bergantung.
Hal ini sesuai firman Allah Surat Al Na’am ayat 102:

‫ٰذ ِلُك ُم ُهّٰللا َر ُّبُك ْۚم ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَۚو َخاِلُق ُك ِّل َش ْي ٍء َفاْع ُبُد ْو ُهۚ َو ُهَو َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َّو ِكْيٌل‬
artinya
Itulah Allah, Tuhan kamu; tidak ada tuhan selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia; Dialah pemelihara segala sesuatu.
Maka dari itu, Allah tidak memiliki sekutu dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki
sekutu dalam perbuatan-Nya. Setiap perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan
bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun kemampuan untuk
berbuat.

d. Tauhid dalam Ibadah

Tiga tingkatan Tauhid yang dipaparkan di atas sifatnya teoretis dan merupakan masalah
iman. Ketiganya harus diketahui dan diterima. Namun Tauhid dalam ibadah merupakan
masalah praktis, merupakan bentuk "menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan
pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi benar. Tahap teoretis
tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah
berupaya mencapai kesempurnaan.

2.4 Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar

Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita tidak akan


menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk beriman kepada Allah,
rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir yang
diberlakukan bagi alam semesta ini.

Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran yang diturunkan
sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang terkait dengan tauhid.
Karena itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum muslimin sejak dulu,
sebagaimana masalah ini menjadi perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah tema
utama dakwah mereka. Umat Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang kepada agama
Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan bukti-bukti kebenaran
akidah Islam agar manusia mau beriman kepada akidah yang lurus ini.
Bagi seorang muslim, akidah adalah segala-galanya. Tatkala umat Islam mengabaikan
akidah mereka yang benar -yang harus mereka pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh
bukti-bukti dan dalil yang kuat– mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan sebagian
besar kaum muslimin.

Kelemahan akidah akan berakibat pada amal dan produktivitas mereka. Dengan
semakin luasnya kerusakan itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan mudah
mengalahkan mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di negeri mereka
sendiri.Sejarah membuktikan bahwa umat Islam generasi awal sangat memperhatikan tauhid
sehingga mereka mulia dan memimpin dunia. Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika
umat Islam mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku dan amal
umat Islam telah memberi kesempatan orang-orang kafir untuk menjajah negeri dan tanah air
umat Islam.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:
Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,
memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.
Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.
Tauhid Uluhiya
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan
ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut,
khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum
musyrikin. theis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb.
Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,
mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya,
(www.islamhouse.com, 2007)

Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-


Tauhid, Yayasan Al-Sofwa, 2007)

Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-
ayat Al Quran,
(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?
s=1, 2008)

Syaikh Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-


islam.com, Islamic Digital Library, 2001)
http://zidniagus.wordpress.com/2009/10/31/makalah-tauhid/

Anda mungkin juga menyukai