Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Iman Kepada Allah

Dosen Pengampu :

Malpha Della, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Santi Marsyitah (22651012)


Tri Retika (22651015)
Uun Suwartini (22651016)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR
INSTUTUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
2024
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala
kelebihannya dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa dia ? sudah
tenntu “sang pencipta” dialah Allah swt. Untuk mengakui kebenaran dan keberadaan
Allah swt. Dibutuhkan dalam hati, mengakui dan membenarkan tentang adanya Allah
swt.
Allah swt. Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala isinya,
Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah swt hanya satu, tidak dua, tidak
tiga dan tidak pula lebih. Zat Allah swt. Tidak sama atau serupa dengan zat selainnya.
Allah swt Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah swt walaupun banyak, tetapi
hanya dimiliki oleh Allah swt. Walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh Allah
swt. Sendiri. Tidak ada zat selain Allah swt. Yang menandingi sifat sifat Allah swt.
Allah swt Esa dalam perbutan-Nya, maksudnya perbuatan perbuatan Allah tidak
terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki oleh Allah swt. Sendiri. Tidak ada zat
selain Allah swt dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman kepada Allah ?
2. Bagaimana Tauhidullah pada (Q.S Al-Ikhlas [112] : 1-4) ?
3. Bagaimana Makna Syahadatain dalam QS. Al-Baqarah : 256 ?
4. Apa saja Syarat Syarat Syahadatain ?
5. Apa Konsekuensi Syahadatain ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian iman kepada Allah
2. Untuk mengetahui Tauhidullah pada (Q.S Al-Ikhlas [112] : 1-4)
3. Untuk mengetahui Makna Syahadatain dalam QS. Al-Baqarah : 256
4. Untuk mengetahui Syarat Syarat Syahadatain
5. Untuk mengetahui Konsekuensi Syahadatain
BAB II
PEMBAHASAN

A. Iman Kepada Allah


Arti iman kepada Allah adalah membenarkan tentang adanya Allah SWT
dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah SWT wajib ada-Nya
dengan dzat nya. Dia Maha Esa, yang menguasai langit dan bumi beserta isinya,
Yang Maha Kuasa, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri, Yang Kekal. Sesungguhnya
Allah SWT mengetahui atas segala sesuatu dan Maha Kuasa. Allah melakukan apa
yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Bijaksana terhadap apa yang DIA kehendaki.
Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai DIA. Allah Maha Mendengar dan Maha
Melihat, Maha Suci dan Maha Tinggi (Mulya) Allah dari sesuatu yang menyerupai
dan menandingi, dan Maha Suci Allah dari teman dan pembantu (mitra dan asisten).
Allah tiak membatasi waktu, tidak ada yang menyibukan atau merepotkan Allah,
dan Allah tidak terbatasi dengan arah, Allah Maha Kaya, artinya dengan mutlak
Allah tidak butuh terhadap segala sesuatu.1
Akan tetapi segala sesuatu selain Allah sangat butuh kepada-Nya. DIA
(Allah) yang telah menciptakan perbuatan-perbuatan mereka, baik dan buruknya,
manfaat dan madharatnya, DIA (Allah) yang memberi hidayah kepada orang yang
DIA kehendaki, dan menyesatkan kepada orang yang DIA kehendaki, dan DIA
(Allah) yang mengampuni kepada orang yang DIA kehendaki, dan menyiksa
kepada orang yang DIA kehendaki. Allah, tidak layak dipertanyakan atas apa yang
DIA lakukan dan makhluk lah (manusia dan jin) yang pantas ditanya atas apa yang
mereka lakukan. Artinya manusia harus mempertanggungjawabkan atas segala
perbuatannya. Dan tidak wajib atas Allah kepada seseorang atas segala sesuatu,
artinya Allah tidak terbebani atas segala kepentingan makhluknya. Karena DIA
Maha Menguasai terhadap segala –Nya dan DIA lah yang mengendalikan segala-
Nya, maka tidak ada seorangpun yang bersekutu dengan DIA (Allah) didalam
kerajaan-Nya. Dan tidak ada hak bagi seorangpun atas sesuatu yang ada di sisi
Allah.
Allah berjanji kepada orang-orang yang berbuat kebaikan dengan pahala
(Surga) semata-mata karena rahmat-Nya. Dan Allah mengancam kepada orang-
1
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 137- 138
orang yang berbuat keburukan dengan siksaan (Neraka) semata-mata karena
keadilan-Nya.2

B. Tauhidullah (Q.S Al-Ikhlas [112] : 1-4)

Kata “tauhid” di dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata kerja
wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti harfiyahnya: menyatukan, mengesakan, atau
mengakui bahwa sesuatu itu satu. Dengan demikian, secara bahasa, tauhidullah
berarti menyatukan Allah, mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu.
Sedangkan secara istilah, tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan
apapun.
Surat al-ikhlas dinamakan juga surat at-Tauhid, karena isinya menjelaskan
tentang masalah Tauhid (mengesakan Tuhan) dan Tanzih (membersihkan Tuhan dari
sifat-sifat yang tidak layak). Adapun isi pokok surah Al-Ikhlas adalah tentang
penegasan terhadap keesaan Allah SWT. Surat Al-Ikhlas juga mengajarkan kita
untuk menolak segala bentuk penyekutuan terhadap Allah SWT.

1. Lafadz Q.S Al-Ikhlas 1-4

Artinya:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,

2
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 138).
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
2. Asbabun nuzul Surat AI-lkhlas
Surat al-ikhlas dinamakan surat at-Tauhid, karena isinya menjelaskan tentang
masalah Tauhid (mengesakan Tuhan) dan Tanzih (membersihkan Tuhan dari sifat-
sifat yang tidak layak). Tauhid dan Tanzih adalah dasar yang pertama dari 'aqidah
Islamiah. Karenanya, pahala membaca surat ini dipandang sama dengan membaca
sepertiga al-Qur"an. Apabila kita membaca surat ini dengan tadabbur (berfikir) yang
sempurna, Allah akan memberikan pahala sama dengan pahala membaca sepertiga al-
Qur"an. 3
Asbabun nuzul suratal-ikhlâş yaitu diriwayatkan oleh adh-Dhahak bahwa para
musyrik menyuruh Amir ibn Thufail pergi menemui Nabi untuk mengatakan: "Kamu,
hai Muhammad, telah mencerai beraikan persatuan kami. Kamu telah menyalahi
agama orang-orang tua kami. Jika engkau mau kaya, kami akan memberikan harta
kepadamu. Jika kamu rusak akal, kami kan berusaha mencari orang yang mengobati
kamu. Jika kamu menginginkan isteri yang cantik, kami akan memberikan
kepadamu.”
Rasulullah menjawab: "Aku tidak fakir. Aku tidak gila, dan tidak
menginginkan perempuan cantik. Aku adalah Rasul Allah. Aku menyeru untuk hanya
menyembah Allah. "
Orang Quraish kembali menyuruh Amir mendatangi Nabi untuk menanyakan,
bagaimana Tuhan yang disembah Muhammad itu. Apakah dari emas ataukah dari
perak. Berkenaan dengan itu, Allah menurunkan surat atTauhid ini. 6
3. Kandungan Surat AI-lkhlas
a. Surat al-ikhlas menegaskan keesaan Allah dengan sifat-Nya ahad. Keesaan zat
mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak
terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian. Karena bila zat Yang kuasa itü terdiri
dari dua unsur atau lebih betapapun kecilnya unsur atau bagian itu, atau dengan
kata unsur lain (bagian) itü merupakan syarat bagi wujud-Nya dan ini
bertentangan dengan sifat Ketuhanan yang tidak membutuhkan suatu apapun.4

3
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Madjid An-Nur, (Jakarta: Cakrawala, 2011), jilid 4,
hal.641 6 Thid., hal.642

4
Mutawalli Sya'rawi, Tafsir al-Sya'rawi, (Kairo: Dar Akhbar al-Yaum, 1991), hal. 662
b. Allah adalah Tuhan yang kepadaNya segala makhluk bergantung. Seluruh
makhluk butuh kepadaNya. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi
segala hajat makhluk. Sedangkan Dia tidak butuh kepada siapa pun. Dalam ayat
kedua ini, kata Allah diulang sekali lagi, setelah sebelumnya pada ayat peılama
telah disebut. İni untuk memberi isyarat bahwa siapa yang tidak memiliki sifat aş-
şamadiyah atau dengan kata lain tidak menjadi tumpuan hampan secara penuh,
maka ia tidak wajar dipertuhankan.
c. Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri. Dia tidak
menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu. Tidak ada
seorang pun yang setara dengan-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-
5
Nya. Karenanya keyakinan orang Yahudi yang mengatakan Uzair anak Allah
adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang Nasrani yang mengatakan Isa anak
Allah adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang-orang musyrik yang
mengatakan malaikat adalah putri-putri Allah adalah keyakinan yang batil.
d. Surat Al Ikhlas menjelaskan bahwa tidak ada yang sebanding dan setara dengan
Allah. Baik dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya. Tidak ada
sam pun baik dalanı imajinasi apalagi dalanı kenyataan yang setara dengan-Nya
dan tidakjuga ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. 6

C. Makna Syahadatain dalam QS. Al-Baqarah : 256


Makna syahadat adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan
haq kecuali Allah Swt. semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah
dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq hanya Allah Swt.
saja. Allah Swt. berfirman:
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah
yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah YangMaha Tinggi lagi Maha Besar”
( Q.S: Al Hajj: 62).
Kalimat Laa Ilaaha IllAllah Swt. bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain
Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang, karena sesungguhnya orang-

5
Hamka, Al-Azhar, Jilid 10, (Singapura : Pustaka Nasionaı PTE LTD, 1988), hal.8146.

6
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Madjid An-Nur.. .. „ hal.723
orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah saw.. mengakui bahwa
Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah Swt. Swt., akan tetapi mereka
mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah Swt. semata, tanpa
menyekutukan-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt. Swt.:

“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?


Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan ” (Q.S. Shad:
5).
Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain
Allah Swt. adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah Swt. Akan
tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya
Rasulullah saw. memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
disembah selain Allah Swt. serta menunaikan hak-hak-Nya yaitu meng-Esa-kan-
Nya dalam beribadah kepada-Nya semata.
1. Arti Qs. Al-Baqarah : 256
“ Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar
kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang
(teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.”
2. Tafsir
Meski memiliki kekuasaan yang sangat luas, Allah tidak memaksa seseorang
untuk mengikuti ajaran-Nya. Tidak ada paksaan terhadap seseorang dalam
menganut agama Islam. Mengapa harus ada paksaan, padahal sesungguhnya telah
jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Oleh karena itu,
janganlah kamu menggunakan paksaan apalagi kekerasan dalam berdakwah.
Ajaklah manusia ke jalan Allah dengan cara yang terbaik. Barang siapa ingkar
kepada Tagut, yaitu setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah, dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada ajaran
agama yang benar sehingga tidak akan terjerumus dalam kesesatan, sama halnya
dengan orang yang berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan
putus sehingga dia tidak akan terjatuh. Agama yang benar ibarat tali yang kuat
dan terjulur menuju Allah, dan di situ terdapat sebab-sebab yang menyelamatkan
manusia dari murka-Nya. Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan oleh
hamba-Nya, Maha Mengetahui segala niat dan perbuatan mereka, sehingga
semua itu akan mendapat balasannya di hari kiamat.
Tidak dibenarkan adanya paksaan untuk menganut agama Islam. Kewajiban
kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang
baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga
mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri
(an-Nahl/16:125).
Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian,
tetapi mereka tidak juga mau beriman, itu bukanlah urusan kita, melainkan urusan
Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain (Yunus/10:99)
Allah berfirman yang artinya: "Apakah Engkau ingin memaksa mereka hingga
mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?"
Dengan datangnya agama Islam, jalan yang benar sudah tampak dengan jelas
dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidak boleh ada pemaksaan
untuk beriman, karena iman adalah keyakinan dalam hati sanubari dan tak
seorang pun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini sesuatu, apabila dia
sendiri tidak bersedia.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan kenabian Muhammad saw sudah
cukup jelas. Maka terserah kepada setiap orang, apakah akan beriman atau kafir,
setelah ayat-ayat itu sampai kepada mereka. Inilah etika dakwah Islam. Adapun
suara-suara yang mengatakan bahwa agama Islam dikembangkan dengan pedang
hanyalah tuduhan dan fitnah belaka. Umat Islam di Mekah sebelum berhijrah ke
Medinah hanya melakukan salat dengan cara sembunyi, dan mereka tidak mau
melakukannya secara demonstratif di hadapan kaum kafir.
3. Asbabun Nuzul
Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat
Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak,
namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang
yang bukan Muslim, baik secara halus, apa lagi dengan kekerasan.
Adapun peperangan yang telah dilakukan umat Islam, baik di Jazirah Arab,
maupun di negeri-negeri lain, seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, hanyalah
semata-mata suatu tindakan beladiri terhadap serangan-serangan kaum kafir
kepada mereka. Selain itu, peperangan dilakukan untuk mengamankan jalannya
dakwah Islam, sehingga berbagai tindakan kezaliman dari orang-orang kafir yang
memfitnah dan mengganggu umat Islam karena menganut dan melaksanakan
agama mereka dapat dicegah, dan agar kaum kafir itu dapat menghargai
kemerdekaan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan.
Di berbagai daerah yang telah dikuasai kaum Muslimin, orang yang belum
menganut agama Islam diberi hak dan kemerdekaan untuk memilih: apakah
mereka akan memeluk agama Islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika
mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, maka mereka diharuskan
membayar "jizyah" yaitu semacam pajak sebagai imbalan dari perlindungan yang
diberikan Pemerintah Islam kepada mereka. Keselamatan mereka dijamin
sepenuhnya, asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi
Islam dan umatnya.
Ini merupakan bukti yang jelas bahwa umat Islam tidak melakukan paksaan,
bahkan tetap menghormati kemerdekaan beragama, walaupun terhadap golongan
minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita
lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern
sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam, apabila mereka menjadi
golongan minoritas di suatu negara.
4. Kandungan Ayat
Ayat ini selanjutnya menerangkan bahwa barang siapa yang tidak lagi percaya
kepada thagut, atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain,
melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka dia telah
mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat, yang tidak akan putus.
Iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan
lidah dan diiringi dengan perbuatan. Itulah sebabnya maka pada akhir ayat, Allah
berfirman yang artinya: "Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Artinya
Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan, dan Dia selalu mengetahui apa
yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Allah akan
membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka
masing-masing.7

D. Syarat Syarat Syahadatain

7
www.Sindonewskalam.com.albaqarah.Ayat. 256
Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat Laa Ilaaha
Illallah. Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat tersebut tidak terhimpun
dengan sempurna dalam diri seseorang, serta mengamalkan segala apa yang terdapat
didalamnya serta tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengannya. Tujuan
utama kalimat tauhid bukan sekedar menghitung lafaz-lafaz dan menghafalnya, sebab
betapa banyak orang yang hafal kalimatnya akan tetapi ia bagaikan anak panah yang
melesat (keluar dari Islam) sehingga anda lihat dia banyak melakukan perbuatan yang
menyimpang. Berikut ini syarat-syaratnya:
1. Berilmu
Yang dimaksud adalah memiliki ilmu terhadap makna kalimat (Laa Ilaaha
Illallah) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal yang dituntut darinya.
Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Swt. adalah semata-mata yang
disembah dan bahwa penyembahan kepada selain-Nya adalah bathil, kemudian
dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut. Allah Swt. berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq)
melainkan Allah” (Q.S. Muhammad: 19).
“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang
mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya)” ( Q.S. Az Zukhruf :
86).
Maksudnya adalah: orang-orang yang bersaksi dan hati mereka mengetahui
apa yang diucapkan lisan mereka.
2. Yakin
Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan penuh keyakinan sehingga
hatinya tenang, tanpa ada sedikitpun pengaruh keraguan yang disebarkan oleh
syetan-syetan jin dan manusia, bahkan dia mengucapkannya dengan penuh
keyakinan atas kandungan yang ada didalamnya. Siapa yang mengucapkannya
maka ia wajib meyakininya didalam hati dan mempercayai kebenaran apa yang
diucapkannya, yaitu: adanya hak ketuhanan yang dimiliki Allah Swt. dan tidak
adanya sifat ketuhanan segala sesuatu selain-Nya. Juga berkeyakinan bahwa
ibadah dan penghambaan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Swt. Jika dia
ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain
Allah Swt., misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan
Allah Swt. akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka
syahadatnya batal dan tidak bermanfaat baginya. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu” (Q.S. Al
Hujurat: 15).
3. Menerima
Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat
tersebut dalam hati dan lisannya. Dia membenarkan dan beriman kepada semua
berita dan apa yang disampaikan Allah Swt. dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun
yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau
perubahan atas nash-nash yang ada, Allah Swt. melarang hal tersebut.
Sebagaimana Dia berfirman: “Katakanlah, kami beriman kepada Allah Swt. dan
apa yang diturunkan kepada kami” (Q.S. Al Baqarah: 136).
Lawan dari menerima adalah menolak. Ada sebagian orang yang mengetahui
makna syahadatain dan yakin akan kandungan yang ada didalamnya akan tetapi
dia menolaknya karena kesombongannya dan kedengkiannya. Allah Swt.
berfirman: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi
orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (Q.S. Al An’am: 33).
Termasuk dikatakan menolak, jika seseorang menentang atau membenci
sebagian hukum-hukum Syari’at atau hudud (hukum pidana Islam). Allah Swt.
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya” (Q.S. Al Baqarah: 208).

4. Tunduk
Yang dimaksud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam kalimat Tauhid,
yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah hukum-
hukum Allah Swt. Allah Swt. berfirman: “Dan kembalilah kamu kepada
Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya …” (Q.S. Az Zumar: 54).
Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw. dengan
diiringi sikap ridha dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah
atau mengurangi. Jika seseorang telah mengetahui makna Laa Ilaaha IllAllah
Swt. dan yakin serta menerimanya, akan tetapi dia tidak tunduk dan
menyerahkan diri dalam melaksanakan kandungannya maka semua itu tidak
berguna. Termasuk dikatakan tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat
Allah Swt. sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang
buatan manusia.

5. Jujur
Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud
maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Allah Swt. dan
sunnah Nabi-Nya. Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta
dalam keimanannya, maka dia tidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan
munafik walaupun dia mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat
tersebut tidak dapat menyelamatkannya. Termasuk yang menggugurkan sahnya
syahadat adalah mendustakan apa yang dibawa Rasulullah atau mendustakan

sebagian yang dibawa oleh beliau, karena Allah Swt. telah memerintahkan kita
untuk ta’at kepada beliau dan membenarkannya, dan mengaitkan ketaatan
kepada beliau dengan ketaatan kepada-Nya.

6. Ikhlas
Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang
murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dan tampak
dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Allah Swt. dan karena
mencari ridha-Nya. Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan sum`ah (ingin
dikenal), atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena
kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya dimana dia menyerahkan diri
kepadanya tanpa petunjuk Allah Swt. Allah Swt. berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) ”
(Q.S. Az Zumar: 3), dan “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah Swt. dengan memurnikan keta ’atan kepada-Nya dalam
menjalankan agama dengan lurus ” (Q.S. Al Bayyinah: 5).
Lawan dari ikhlas adalah Syirik dan riya’, yaitu: mencari keridhaan selain
Allah Swt. Jika seseorang telah kehilangan dasar keikhlasannya, maka
syahadatnya tidak berguna. Allah Swt. berfirman: “Dan Kami hadapkan segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan ” (Q.S. Al Furqan: 23).
Maka dengan demikian, semua amalnya tidak ada manfaat baginya, karena
dia telah kehilangan landasannya. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah
Swt. tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”
(Q.S. An Nisa: 48).

7. Cinta

Yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekuensi
yang terkandung di dalamnya, maka dia mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada
yang lain, serta melakukan semua syarat-syarat dan konsekuensinya. Cinta
terhadap Allah Swt. adalah rasa cinta yang diiringi dengan rasa pengagungan
dan rasa takut serta pengharapan. Termasuk cinta kepada Allah Swt. adalah
mendahulukan apa yang Allah Swt. cintai atas apa yang dicintai oleh hawa nafsu
dan segala tuntutannya, termasuk juga konsekuensi mencintai kalimat tauhid
adalah membenci apa yang Allah Swt. benci, maka dirinya membenci
orangorang kafir serta memusuhi mereka. Dia juga membenci kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan. Termasuk tanda cinta adalah tunduk terhadap syariat
Allah Swt. dan mengikuti ajaran nabi Muhammad saw. dalam setiap urusan.
Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah Swt. mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’,
Allah Swt. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 30).
Lawan dari cinta adalah benci, yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran
yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang disembah selain Allah
Swt. bersama kecintaannya terhadap Allah Swt. Allah Swt. berfirman: “Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang
diturunkan Allah Swt. (Alquran) lalu Allah Swt. menghapuskan (pahala-pahala)
amalan mereka” (Q.S. Muhammad: 9)
Termasuk yang menghilangkan cinta dengan kalimat tauhid adalah: membenci
Rasulullah saw. dan mencintai musuh-musuh Allah Swt., serta membenci wali-
wali Allah Swt. dari golongan orang beriman.

E. Konsekuensi Syahadatain
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha
IllAllah Swt. mengandung konsekuensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain
Allah Swt. dan hanya mengesakan Allah Swt. dalam ibadah.
Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah
berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan
mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para
penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang
bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka
membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orang-
orang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah.
Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun
keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah. Banyak sekali hadits yang menerangkan
bahwa makna Laa Ilaaha IllAllah Swt. adalah berlepas diri dari semua ibadah
terhadap selain Alla Swt. baik dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta
mengesakan Allah Swt. dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang
karenanya Allah Swt. mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya.
Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha IllAllah Swt. tanpa memahami
maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia
termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan
justru beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah Swt. dalam bentuk doa, takut,
menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai
bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan
selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik.8

8
Tim Tutorial Pendidikan Agama Islam 2014, Buku panduan tutorial pendidikan agama islam universita
negeri Yogyakarta (Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta)
DAFTAR PUSTAKA

Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-Alawi. 2007. Syarah Hadits Jibril
atau
Hidayah At-Tholibin Fii Bayani Muhimati. Yaman.
Hamka, 1988. Tafsir Al-Azhar, Jilid 10. Singapura : Pustaka Nasional PTE LTD.

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, 2011. Tafsir Al-Qur'anul Madjid An-Nur. Jakarta:

Cakrawala.

Mutawalli Sya'rawi, 1991. Tafsir al-Sya 'rawi. Kairo: Dar Akhbar al-Yaum.

Tim Tutorial Pendidikan Agama Islam 2014, Buku panduan tutorial pendidikan agama islam

universita negeri Yogyakarta (Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta)

www.Sindonewskalam.com.albaqarah.Ayat. 256

Anda mungkin juga menyukai