Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala
kelebihannya dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa dia ? sudah
tenntu “sang pencipta” dialah Allah swt. Untuk mengakui kebenaran dan keberadaan
Allah swt. Dibutuhkan dalam hati, mengakui dan membenarkan tentang adanya Allah
swt.
Allah swt. Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala isinya,
Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah swt hanya satu, tidak dua, tidak
tiga dan tidak pula lebih. Zat Allah swt. Tidak sama atau serupa dengan zat selainnya.
Allah swt Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah swt walaupun banyak, tetapi
hanya dimiliki oleh Allah swt. Walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh Allah
swt. Sendiri. Tidak ada zat selain Allah swt. Yang menandingi sifat sifat Allah swt.
Allah swt Esa dalam perbutan-Nya, maksudnya perbuatan perbuatan Allah tidak
terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki oleh Allah swt. Sendiri. Tidak ada zat
selain Allah swt dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman kepada Allah ?
2. Bagaimana Tauhidullah pada (Q.S Al-Ikhlas [112] : 1-4) ?
3. Bagaimana Makna Syahadatain dalam QS. Al-Baqarah : 256 ?
4. Apa saja Syarat Syarat Syahadatain ?
5. Apa Konsekuensi Syahadatain ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian iman kepada Allah
2. Untuk mengetahui Tauhidullah pada (Q.S Al-Ikhlas [112] : 1-4)
3. Untuk mengetahui Makna Syahadatain dalam QS. Al-Baqarah : 256
4. Untuk mengetahui Syarat Syarat Syahadatain
5. Untuk mengetahui Konsekuensi Syahadatain
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “tauhid” di dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata kerja
wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti harfiyahnya: menyatukan, mengesakan, atau
mengakui bahwa sesuatu itu satu. Dengan demikian, secara bahasa, tauhidullah
berarti menyatukan Allah, mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu.
Sedangkan secara istilah, tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan
apapun.
Surat al-ikhlas dinamakan juga surat at-Tauhid, karena isinya menjelaskan
tentang masalah Tauhid (mengesakan Tuhan) dan Tanzih (membersihkan Tuhan dari
sifat-sifat yang tidak layak). Adapun isi pokok surah Al-Ikhlas adalah tentang
penegasan terhadap keesaan Allah SWT. Surat Al-Ikhlas juga mengajarkan kita
untuk menolak segala bentuk penyekutuan terhadap Allah SWT.
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
2
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 138).
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
2. Asbabun nuzul Surat AI-lkhlas
Surat al-ikhlas dinamakan surat at-Tauhid, karena isinya menjelaskan tentang
masalah Tauhid (mengesakan Tuhan) dan Tanzih (membersihkan Tuhan dari sifat-
sifat yang tidak layak). Tauhid dan Tanzih adalah dasar yang pertama dari 'aqidah
Islamiah. Karenanya, pahala membaca surat ini dipandang sama dengan membaca
sepertiga al-Qur"an. Apabila kita membaca surat ini dengan tadabbur (berfikir) yang
sempurna, Allah akan memberikan pahala sama dengan pahala membaca sepertiga al-
Qur"an. 3
Asbabun nuzul suratal-ikhlâş yaitu diriwayatkan oleh adh-Dhahak bahwa para
musyrik menyuruh Amir ibn Thufail pergi menemui Nabi untuk mengatakan: "Kamu,
hai Muhammad, telah mencerai beraikan persatuan kami. Kamu telah menyalahi
agama orang-orang tua kami. Jika engkau mau kaya, kami akan memberikan harta
kepadamu. Jika kamu rusak akal, kami kan berusaha mencari orang yang mengobati
kamu. Jika kamu menginginkan isteri yang cantik, kami akan memberikan
kepadamu.”
Rasulullah menjawab: "Aku tidak fakir. Aku tidak gila, dan tidak
menginginkan perempuan cantik. Aku adalah Rasul Allah. Aku menyeru untuk hanya
menyembah Allah. "
Orang Quraish kembali menyuruh Amir mendatangi Nabi untuk menanyakan,
bagaimana Tuhan yang disembah Muhammad itu. Apakah dari emas ataukah dari
perak. Berkenaan dengan itu, Allah menurunkan surat atTauhid ini. 6
3. Kandungan Surat AI-lkhlas
a. Surat al-ikhlas menegaskan keesaan Allah dengan sifat-Nya ahad. Keesaan zat
mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak
terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian. Karena bila zat Yang kuasa itü terdiri
dari dua unsur atau lebih betapapun kecilnya unsur atau bagian itu, atau dengan
kata unsur lain (bagian) itü merupakan syarat bagi wujud-Nya dan ini
bertentangan dengan sifat Ketuhanan yang tidak membutuhkan suatu apapun.4
3
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Madjid An-Nur, (Jakarta: Cakrawala, 2011), jilid 4,
hal.641 6 Thid., hal.642
4
Mutawalli Sya'rawi, Tafsir al-Sya'rawi, (Kairo: Dar Akhbar al-Yaum, 1991), hal. 662
b. Allah adalah Tuhan yang kepadaNya segala makhluk bergantung. Seluruh
makhluk butuh kepadaNya. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi
segala hajat makhluk. Sedangkan Dia tidak butuh kepada siapa pun. Dalam ayat
kedua ini, kata Allah diulang sekali lagi, setelah sebelumnya pada ayat peılama
telah disebut. İni untuk memberi isyarat bahwa siapa yang tidak memiliki sifat aş-
şamadiyah atau dengan kata lain tidak menjadi tumpuan hampan secara penuh,
maka ia tidak wajar dipertuhankan.
c. Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri. Dia tidak
menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu. Tidak ada
seorang pun yang setara dengan-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-
5
Nya. Karenanya keyakinan orang Yahudi yang mengatakan Uzair anak Allah
adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang Nasrani yang mengatakan Isa anak
Allah adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang-orang musyrik yang
mengatakan malaikat adalah putri-putri Allah adalah keyakinan yang batil.
d. Surat Al Ikhlas menjelaskan bahwa tidak ada yang sebanding dan setara dengan
Allah. Baik dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya. Tidak ada
sam pun baik dalanı imajinasi apalagi dalanı kenyataan yang setara dengan-Nya
dan tidakjuga ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. 6
5
Hamka, Al-Azhar, Jilid 10, (Singapura : Pustaka Nasionaı PTE LTD, 1988), hal.8146.
6
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Madjid An-Nur.. .. „ hal.723
orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah saw.. mengakui bahwa
Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah Swt. Swt., akan tetapi mereka
mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah Swt. semata, tanpa
menyekutukan-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt. Swt.:
7
www.Sindonewskalam.com.albaqarah.Ayat. 256
Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat Laa Ilaaha
Illallah. Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat tersebut tidak terhimpun
dengan sempurna dalam diri seseorang, serta mengamalkan segala apa yang terdapat
didalamnya serta tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengannya. Tujuan
utama kalimat tauhid bukan sekedar menghitung lafaz-lafaz dan menghafalnya, sebab
betapa banyak orang yang hafal kalimatnya akan tetapi ia bagaikan anak panah yang
melesat (keluar dari Islam) sehingga anda lihat dia banyak melakukan perbuatan yang
menyimpang. Berikut ini syarat-syaratnya:
1. Berilmu
Yang dimaksud adalah memiliki ilmu terhadap makna kalimat (Laa Ilaaha
Illallah) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal yang dituntut darinya.
Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Swt. adalah semata-mata yang
disembah dan bahwa penyembahan kepada selain-Nya adalah bathil, kemudian
dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut. Allah Swt. berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq)
melainkan Allah” (Q.S. Muhammad: 19).
“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang
mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya)” ( Q.S. Az Zukhruf :
86).
Maksudnya adalah: orang-orang yang bersaksi dan hati mereka mengetahui
apa yang diucapkan lisan mereka.
2. Yakin
Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan penuh keyakinan sehingga
hatinya tenang, tanpa ada sedikitpun pengaruh keraguan yang disebarkan oleh
syetan-syetan jin dan manusia, bahkan dia mengucapkannya dengan penuh
keyakinan atas kandungan yang ada didalamnya. Siapa yang mengucapkannya
maka ia wajib meyakininya didalam hati dan mempercayai kebenaran apa yang
diucapkannya, yaitu: adanya hak ketuhanan yang dimiliki Allah Swt. dan tidak
adanya sifat ketuhanan segala sesuatu selain-Nya. Juga berkeyakinan bahwa
ibadah dan penghambaan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Swt. Jika dia
ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain
Allah Swt., misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan
Allah Swt. akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka
syahadatnya batal dan tidak bermanfaat baginya. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu” (Q.S. Al
Hujurat: 15).
3. Menerima
Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat
tersebut dalam hati dan lisannya. Dia membenarkan dan beriman kepada semua
berita dan apa yang disampaikan Allah Swt. dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun
yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau
perubahan atas nash-nash yang ada, Allah Swt. melarang hal tersebut.
Sebagaimana Dia berfirman: “Katakanlah, kami beriman kepada Allah Swt. dan
apa yang diturunkan kepada kami” (Q.S. Al Baqarah: 136).
Lawan dari menerima adalah menolak. Ada sebagian orang yang mengetahui
makna syahadatain dan yakin akan kandungan yang ada didalamnya akan tetapi
dia menolaknya karena kesombongannya dan kedengkiannya. Allah Swt.
berfirman: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi
orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (Q.S. Al An’am: 33).
Termasuk dikatakan menolak, jika seseorang menentang atau membenci
sebagian hukum-hukum Syari’at atau hudud (hukum pidana Islam). Allah Swt.
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya” (Q.S. Al Baqarah: 208).
4. Tunduk
Yang dimaksud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam kalimat Tauhid,
yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah hukum-
hukum Allah Swt. Allah Swt. berfirman: “Dan kembalilah kamu kepada
Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya …” (Q.S. Az Zumar: 54).
Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw. dengan
diiringi sikap ridha dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah
atau mengurangi. Jika seseorang telah mengetahui makna Laa Ilaaha IllAllah
Swt. dan yakin serta menerimanya, akan tetapi dia tidak tunduk dan
menyerahkan diri dalam melaksanakan kandungannya maka semua itu tidak
berguna. Termasuk dikatakan tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat
Allah Swt. sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang
buatan manusia.
5. Jujur
Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud
maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Allah Swt. dan
sunnah Nabi-Nya. Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta
dalam keimanannya, maka dia tidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan
munafik walaupun dia mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat
tersebut tidak dapat menyelamatkannya. Termasuk yang menggugurkan sahnya
syahadat adalah mendustakan apa yang dibawa Rasulullah atau mendustakan
sebagian yang dibawa oleh beliau, karena Allah Swt. telah memerintahkan kita
untuk ta’at kepada beliau dan membenarkannya, dan mengaitkan ketaatan
kepada beliau dengan ketaatan kepada-Nya.
6. Ikhlas
Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang
murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dan tampak
dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Allah Swt. dan karena
mencari ridha-Nya. Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan sum`ah (ingin
dikenal), atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena
kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya dimana dia menyerahkan diri
kepadanya tanpa petunjuk Allah Swt. Allah Swt. berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) ”
(Q.S. Az Zumar: 3), dan “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah Swt. dengan memurnikan keta ’atan kepada-Nya dalam
menjalankan agama dengan lurus ” (Q.S. Al Bayyinah: 5).
Lawan dari ikhlas adalah Syirik dan riya’, yaitu: mencari keridhaan selain
Allah Swt. Jika seseorang telah kehilangan dasar keikhlasannya, maka
syahadatnya tidak berguna. Allah Swt. berfirman: “Dan Kami hadapkan segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan ” (Q.S. Al Furqan: 23).
Maka dengan demikian, semua amalnya tidak ada manfaat baginya, karena
dia telah kehilangan landasannya. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah
Swt. tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”
(Q.S. An Nisa: 48).
7. Cinta
Yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekuensi
yang terkandung di dalamnya, maka dia mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada
yang lain, serta melakukan semua syarat-syarat dan konsekuensinya. Cinta
terhadap Allah Swt. adalah rasa cinta yang diiringi dengan rasa pengagungan
dan rasa takut serta pengharapan. Termasuk cinta kepada Allah Swt. adalah
mendahulukan apa yang Allah Swt. cintai atas apa yang dicintai oleh hawa nafsu
dan segala tuntutannya, termasuk juga konsekuensi mencintai kalimat tauhid
adalah membenci apa yang Allah Swt. benci, maka dirinya membenci
orangorang kafir serta memusuhi mereka. Dia juga membenci kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan. Termasuk tanda cinta adalah tunduk terhadap syariat
Allah Swt. dan mengikuti ajaran nabi Muhammad saw. dalam setiap urusan.
Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah Swt. mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’,
Allah Swt. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 30).
Lawan dari cinta adalah benci, yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran
yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang disembah selain Allah
Swt. bersama kecintaannya terhadap Allah Swt. Allah Swt. berfirman: “Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang
diturunkan Allah Swt. (Alquran) lalu Allah Swt. menghapuskan (pahala-pahala)
amalan mereka” (Q.S. Muhammad: 9)
Termasuk yang menghilangkan cinta dengan kalimat tauhid adalah: membenci
Rasulullah saw. dan mencintai musuh-musuh Allah Swt., serta membenci wali-
wali Allah Swt. dari golongan orang beriman.
E. Konsekuensi Syahadatain
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha
IllAllah Swt. mengandung konsekuensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain
Allah Swt. dan hanya mengesakan Allah Swt. dalam ibadah.
Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah
berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan
mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para
penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang
bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka
membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orang-
orang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah.
Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun
keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah. Banyak sekali hadits yang menerangkan
bahwa makna Laa Ilaaha IllAllah Swt. adalah berlepas diri dari semua ibadah
terhadap selain Alla Swt. baik dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta
mengesakan Allah Swt. dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang
karenanya Allah Swt. mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya.
Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha IllAllah Swt. tanpa memahami
maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia
termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan
justru beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah Swt. dalam bentuk doa, takut,
menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai
bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan
selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik.8
8
Tim Tutorial Pendidikan Agama Islam 2014, Buku panduan tutorial pendidikan agama islam universita
negeri Yogyakarta (Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta)
DAFTAR PUSTAKA
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-Alawi. 2007. Syarah Hadits Jibril
atau
Hidayah At-Tholibin Fii Bayani Muhimati. Yaman.
Hamka, 1988. Tafsir Al-Azhar, Jilid 10. Singapura : Pustaka Nasional PTE LTD.
Cakrawala.
Mutawalli Sya'rawi, 1991. Tafsir al-Sya 'rawi. Kairo: Dar Akhbar al-Yaum.
Tim Tutorial Pendidikan Agama Islam 2014, Buku panduan tutorial pendidikan agama islam
www.Sindonewskalam.com.albaqarah.Ayat. 256