Anda di halaman 1dari 13

TAUHID DAN FITRAH MANUSIA

KHAIRUL PAHMI

A. PENDAHULUAN

Tauhid merupakan hal penting untuk harus diketahui dan pelajari sebagai
seorang muslim, karena ilmu yang membahas tentang Allah SWT adalah disebut
dengan Ilmu Tauhid, ilmu tauhid juga membahas tentang sifat wajib Allah SWT,
sifat yang tidak boleh disifatkan kepada Allah SWT, dan sifat yang harus tidak ada
pada Allah SWT.

Tauhid harus benar – benar dipelajari dengan sebaik – baiknya, karena jika
kita salah dalam memahami tentang tauhid maka kita akan tersesat dalam
pemahaman tentang tauhid. Maka dari itu pentingnya kita belajar dengan seorang
guru dan belajar dengan sumber – sumber bacaan yang jelas, karena jika kita
belajar sendiri dan sembarangan dalam memilih sumber bacaan maka kemungkinan
kita akan tersesat dalam pemahaman kita sendiri.

Kita juga harus memahami tentang fitrah manusia, fitrah manusia yang
terlahir kedunia ini adalah dalam keadaan yang suci dan bersih. Tidak ada manusia
yang terlahir langsung memiliki dosa ataupun mendapatkan dosa warisan dari
orang tuanya. Karena manusia yang baru lahir di dunia ini diibaratkan bagaikan
kertas putih, karena itu tergantung dari orangtuanya yang akan mengarahkannya
kearah yang baik atau kearah yang buruk.

Karena itu pentingnya kita untuk mengetahui dan mempelajari bersama


tentang Ilmu Tauhid dan memahami tentang Fitrah Manusia, karena dua hal
tersebut merupakan ilmu yang sangat penting untuk kita pahami dan kita pelajari
dalam menjalani kehidupan agar tidak terjerumus dalam pemahaman yang salah
sehingga kita selamat dari azab Allah SWT.

B. PEMBAHASAN
1. Tauhid

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Tauhid merupakan sebuah kata


memiliki arti ke-Esaan Allah, meyakini seyakin – yakinnya bahwa Allah hanya
satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada ( ‫) وحد‬
Yuwahhidu ( ‫ ) يوحد‬Tauhidan ( ‫توحدا‬.)1

1
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah SWT, Tauhid
artinya meng-Esakan Allah SWT. Esa berarti satu. Allah tidak boleh dihitung
dengan angka seperti satu, dua, tiga, empat atau berapa pun karena Allah SWT
tidak layak disamakan dengan angka berapa pun. Ayat-ayat Al-Qur'an telah
menyatakan tentang ke-Esaan Allah SWT. Diantaranya adalah Surah Al-Ikhlas
ayat 14, yang artinya: Katakanlah: "Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang kepadanya segala sesuatu bergantung. Dia tidak beranak
dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan Dia.”2

Secara istilah Syar’i, arti Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-
satunya Tuhan yang berhak disembah. Dari makna ini dapat dipahami bahwa
banyak hal yang bisa dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Pohon
Besar, Patung, orang-orang shalih, kuburan atau bahkan makhluk Allah yang lain,
namun seorang yang bertauhid didalam hatinya hanya akan menjadikan Allah SWT
sebagai satu-satunya Tuhan yang ia sembah sampai akhir hidupnya.3

Tauhid menurut Abu al-A’la al-Maududi merupakan sebuah


deklarasi/pengakuan sebagai seorang muslim, kalimat yang membedakan antara
seorang muslim dengan orang kafir, ateis dan musyrik. Sebuah perbedaan yang
lebih terletak pada arti dari makna Tauhid dan meyakini serta percaya dengan
sungguh-sungguh kebenaran-Nya dengan mewujudkan dalam perbuatan dan
tindakan agar tidak menyimpang dari ketetapan Allah SWT.4

Menurut Muhammad Taqi, beliau berpendapat bahwa Tauhid berarti


meyakini ke-Esaan Allah SWT. Keyakinan ini berarti meyakini bahwa Allah
hanyalah satu dalam hal apapun baik itu dalam bentuk wujud, penciptaan,
pengatur, pemerintah, yang berhak disembah, tempat meminta pertolongan, merasa
Takut dan tempat berharap. Intinya tauhid menghendaki agar seorang muslim
menyerahkan segala urusan dan hatinya hanya kepada Allah.5

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud


dengan Tauhid adalah meyakini ke-Esaan Allah sebagai satu – satunya Tuhan yang
layak dan berhak disembah.

Berbicara tentang Tauhid dalam Islam tidak akan pernah terlepas dari kata
“Laa ilaaha illallah”, karena kata tersebutlah yang menjadi syarat utama bagi
seorang muslim agar diakui keislamannya dan menjadi syarat agar seseorang bisa
2
Q.S. Al – Ikhlas ayat 1 - 4
3
Syarh Tsalatsatil Ushul,Ibid. h. 48.
4
Abul A‟la al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, terj. Abdullah Suhaili,
5
Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Filsafat Tauhid, terjemahan M. Ha bin Wicaksana
menjadi muslim, namun tidak berhenti disitu saja, setiap muslim yang telah
berikrar tiada Tuhan selain Allah juga diharuskan merealisasikan dalam perbuatan
sehari-hari. Seperti tidak hanya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah saja
akan tetapi juga harus mengaplikasikannya dalam segala bentuk Ibadah dan
perbuatan yang dilakukan hanya untuk Allah semata6.

Makna yang benar dari kalimat Tauhid tersebut bukanlah hanya sekedar
menetapkan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang Menciptakan,
memberi kita Rezeqi, dan mengatur segala urusan alam semesta ini. Bukan hanya
itu maknanya, akan tetapi makna yang lebih tepat adalah “Tidak ada yang berhak
untuk disembah selain Allah SWT.”7

Dari makna diatas dapat menuntun kita pada sebuah pemahaman, Yaitu kita
harus senantiasa memurnikan ibadah hanya kepada Allah SWT dan tidak
menujukan satu bentuk ibadah pun kepada selain Allah SWT, siapa pun mereka,
apalagi sampai kepada sesembahan selain Allah SWT, Naudzubillah.

Jika di satu sisi dia mengucapkan kalimat Tauhid, namun di sisi lain dia
beribadah kepada selain Allah SWT, tentu hal ini menjadi dua hal yang
bertentangan. Perlu diketahui bahwa kandungan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”
tersebut adalah hakikat dari Tauhid yang sebenarnya. Makna inilah yang
merupakan tujuan utama penciptaan manusia, inti dakwah dari seluruh para Rasul
dan para Nabi, dan mengapa kitab-kitab suci diturunkan. Karena makna kalimat
Tauhid itu pula, terjadi perselisihan dan permusuhan yang sengit antara para Rasul
dengan para penentangnya dari orang-orang kafir.8

Suatu ketika Imam Malik Rahimahumullah ditanya tentang Tauhid, lalu


beliau menjawab dan menjelaskan: “Mustahil jika kita mengira bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengajarkan umatnya masalah instinja` (buang
air), maka beliau tidak mengajarkan tentang Tauhid. Nabi Shallallahu 'alaihi Wa
Sallam mengatakan, "Saya telah diperintahkan untuk memerangi orang-orang
sampai mereka mengatakan “Laa Ilaaha Illallah (tidak ada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah). Ketika mereka mengatakan ini, hidup dan harta benda
mereka akan selamat." Jadi , itulah merupakan hakikat tauhid.”9

Menurut Ibnu Taimiyah Rahimahumullah, hakikat Tauhid adalah sebagai


berikut: “Sesungguhnya Tauhid adalah beribadah hanya kepada Allah SWT
6
Salih bin Fauzan
7
Salih bin Fauzan,Ibid,h.3.
8
Dedy Suardi, Vibrasi Tauhid,( Remaja Rosda Karya, 1993), h. 5.
9
Ibnu Hajar Al- Asqolani, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Bukhari).
semata. Oleh karena itu kita tidak shalat kecuali kepada-Nya, kita tidak takut
kecuali kepada-Nya, tidak taat (takwa) kecuali hanya kepada-Nya, dan kami tidak
beriman kecuali kepada-Nya. Dia, tidak pada makhluk-Nya yang lain. Kami tidak
menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan (selain Allah.), Lalu bagaimana
dengan para pemimpin, guru shufi, ulama, raja dan lain-lain dari mereka?”10

Menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah, hakikat dari tauhid adalah


sebagai berikut yang artinya : “Kita meniadakan peribadatan kepada selain Allah
dan menetapkan peribadatan kepada-Nya. Inilah hakikat tauhid.” 11

Demikianlah beberapa pendapat atau penjelasan dari para ulama yang


menunjukkan bahwa hakikat utama dari tauhid adalah menujukan dan memurnikan
segala sesuatu bentuk ibadah kita sebagai mahluk hanya kepada Allah Ta’ala
semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun baik itu pohon besar,
kuburan, jin, manusia ataupun iblis sekalipun. Hal ini tidak lain adalah merupakan
makna utama makna dari kalimat “Laa Ilaaha Illallah” yang memiliki arti tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT.

A. Macam – Macam Tauhid


 Tauhid Rububiyah

Dalam istilah syari’at islam, istilah Tauhid Rububiyah memiliki arti


“Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satu-Nya pencipta, pemilik, pengendali alam
semesta yang dengan takdirnya ia menghidupkan dan mematikan serta
mengendalikan alam semesta ini.12

Sebagai seorang muslim kita semua wajib memiliki keyakinan tersebut


sebagai bukti bahwa kita beriman kepada Allah SWT. Seseorang yang mengaku
beriman tetapi masih meyakini atau mempercayai sesuatu selain dari Allah, maka
keimanannya akan sia-sia karena mereka telah dimelakukan perbuatan syirik
terhadap Allah dan tidak ada ampunan baginya. Landasan dalil-dalil tauhid
Rububiyah dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut yang artinya :

Artinya : Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.Yang menguasai di hari Pembalasan.(Q.S. Al-Fatihah :1-4).13
10
Abul Hasan Ali an Nawawi, Syikhul Islam Ibn Taimiyah, Ter. Qodirinnur.
11
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Fawaidul Fawaid
12
Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Ibrahim, Pengantar studi Aqidah Islam.
13
Q.S Al – Fatihah 1 - 4
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah,
Tuhan semesta alam.(QS. Al-A’raf : 54).14

 Tauhid Uluhiyyah

Kata Uluhiyyah diambil dari kata Illah yang berarti yang di sembah dan
yang dita’ati. Kata ini digunakan untuk menyebut sesembahan yang haq dan yang
bathil, sebagaimana sembahan yang haq terlihat misalnya dalam firman Allah
berikut ini yang artinya :

Artinya : Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang
hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).(QS. Al - Baqarah :
255).15

Pengertian tauhid Uluhiyah dalam istilah syari’at islam sebenarnya tidak


berbeda dari kedua makna tersebut, yaitu meng-Esakan Allah dalam segala bentuk
ibadah dan keta’atan, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain tidak lain dan
tidak bukan hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata.

Dalam hal lain syaikh Shalih bin Fauzan menjelaskan, yang dimaksud
dengan Tauhid Uluhiyah adalah meng-Esakan Allah SWT dengan perbuatan dan
tindakan seorang hamba berdasarkan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan syari’at di syariatkan seperti doa, nazar, qurban, berharap hanya kepada
Allah, takut hanya kepada Allah, tawakkal, senang dan tobat. 16

Dengan kata lain Tauhid Uluhiyah adalah mempercayai sepenuhnya, bahwa


Allah-lah yang berhak dan paling pantas menerima semua dan segala bentuk
ibadah makhluk-Nya, dan hanya Allah sajalah yang berhak dan yang harus untuk
disembah sebagaimana tujuan utama manusia diciptakan didunia yang Allah
jelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut yang artinya:

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.( QS. Ad-Dzariyat :56)17

14
QS. Al – A’raf ayat 54
15
QS. Al – Baqarah ayat 255
16
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Op.Cit., h.39.
17
QS. Ad – Dzariyat ayat 56
Jenis tauhid ini adalah inti dari dari dakwah para Rasul, mulai dari Rasul
pertama hingga Rasul yang terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana
firman Allah sebagai berikut yang artinya:

Artinya : Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orangorang yang mendustakan
(rasul-rasul).(QS. An-Nahl : 36).18

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagai hamba Allah kita
harus senantiasa beribadah ikhlas karena Allah semata, yaitu dengan melaksanakan
apa yang telah Allah perintahkan kepada kita dan meninggalkan apapun yang
menjadi larangan-Nya sebagai bukti keta’atan dan semata-mata mengaharap ridho-
Nya.

Oleh sebab itu, realisasi yang benar dari tauhid Uluhiyah hanya bisa
tercapai apabila kita melakukan dan menjalankan semua bentuk ibadah hanya
kepada Allah SWT semata tanpa adanya sekutu bagi-Nya dan hendaklah kita
semua mengerjakan sesuai dengan apa yang diperintahkan serta menjauhi apa yang
jadi larangan-Nya.19

 Tauhid Aswa Wa sifat

Makna Tauhid Asma Wa Sifat adalah beriman kepada nama-nama Allah


dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah atau
Hadist Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam. serta meniadakan kekurangan –
kekurangan dan ketidaksempurnaan Allah SWT, dan apa yang disampaikan oleh
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam yang terdiri dari sifat-sifat tahrif
(pengubahan kata), ta’thil (meniadakan sama sekali), takyif (menanyakan
bagaimana keadaan), dan tamtsil (mencontohkan dengan sifat selain Allah). 20

Sebagaimana Allah berfirman dalan Al-Quran surat Asy – Ayura : 11 berikut ini
yang artinya :

Artinya : (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan

18
QS. An – Nahl ayat 36
19
Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam.
20
Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan,Op.cid, h. 71
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan
melihat.(QS. As-Syu’ara: 11). 21

Tiga jenis Tauhid inilah yang wajib kita ketahui dan dipahami oleh seorang
muslim, perlu diketahui bersama pada dasarnya ketiga tauhid diatas saling
berkaitan anatara satu dengan yang lainnya, Artinya, Tauhid Uluhiyah tergantung
kepada ada dan sahnya Tauhid Rububiyah dan Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyah
sah kalau disertai Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma Wa Sifat serta begitupula
sebaliknya. Ketiga-tiganya tidak bisa dipisah-pisahkan, baik dalam teori (ilmu)
maupun dalam praktek (amal) harus secara terpadu dan merupakan tiga serangkai.22

2. Fitrah Manusia

Sebagai mahkluk-Nya yang memiliki akal dan pikiran serta hati, manusia
cenderung mencari hakikat dirinya di atas muka bumi ini. Dalam Al-Quran surah
Ar-Rum ayat ke-30, Allah SWT sudah menjelaskan tentang  fitrah kemanusiaan
yang artinya:

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai)
fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak
ada perubahan pada ciptaan Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum : 30)23

Prof Yunahar Ilyas dalam karyanya, Tipologi Manusia Menurut Al-


Qur’an (2007, Labda Press) mengikuti pendapat Ibnu Katsir dalam
kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Dalam membahas ayat Al-Quran tersebut,
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa manusia memiliki fitrah yaitu mempunyai Tuhan.24

Fitrah itu adalah potensi dasar yang harus terus dipelihara, dijaga dan
dikembangkan, sejak seorang manusia terlahir kedunia ini. Maka dari itu, peran
orang tua menjadi begitu penting untuk menjaga potensi – potensi anak tersebut.

Dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Setiap manusia dilahirkan dari rahim ibunya itu
adalah suci. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi”.25
21
QS. Asy – Syu’ara ayat 11
22
Abu Bakar Jabir Al Jazai’ri, Minhajul Muslim.
23
QS. Ar-Rum ayat 30
24
Prof Yunahar Ilyas dalam karyanya, Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an 
25
HR. Imam Bukhari dan Muslim
Dalam pandangan Islam, orang tua wajib menumbuhkembangkan anak
mereka agar tetap memegang teguh agama Islam dan Tauhid. Lebih dari itu,
mereka juga wajib terus mengupayakan menjadikan anak-anaknya sebagai Muslim
yang baik, yang jadi kebanggan orangtuanya terlebih lagi dapat menjadi
kebanggaan Rasulullah SAW, di dunia dan akhirat kelak.

Begitu lahir di dunia, anak-anak adalah tabula rasa. Itu adalah ungkapan


dari bahasa Latin yang berarti 'kertas kosong.' Maknanya, anak-anak menyimpan
potensi untuk menjadi pribadi yang baik berakhlaq dan terus bertauhid untuk masa
yang akan datang.26

Menurut pandangan Islam setiap manusia yang lahir di muka bumi ini
dalam keadaan fitrah yang artinya terlahir dalam keadaan yang suci dan bersih.
Manusia terlahir dalam keadaan bersih tanpa mempunyai dosa, walaupun orangtua
yang melahirkannya mungkin telah berbuat dosa.

Dalam Islam tidak ada dosa warisan, sehingga orangtua yang telah berdosa
tidak akan membagikan dosanya kepada anak keturunannya sebagai ahli waris.
Kesalahan besar jika seseorang menganggap telah mendapatkan warisan dosa yang
banyak dari orangtuanya sehingga menjadikan dirinya berputus asa dari rahmat
Allah.

Manusia dengan tabiat penciptaannya yang merupakan pencampuran antara


tanah dari bumi dan peniupan ruh, maka manusia dibekali potensi-potensi yang
sama untuk berbuat baik dan buruk.27 Seseorang mampu membedakan antara yang
baik dan yang buruk, sebagaimana ia juga mampu mengarahkan jiwanya kepada
kebaikan atau keburukan. Kemampuan ini dalam Al Qur’an diungkapkan dengan
kata ilham, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy-Syam yang artinya: 

Artinya : “Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah


mengilham kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya” (QS. Asy-Syam :
7-8).28 

Sedangkan pada Q.S. Al-Balad yang artinya :

Artinya : “Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan
kejahatan)” (QS. Al-Balad : 10)29

26
Islam Digest Republika
27
Dr. H. Abdul Fadlil, M.T Puasa mengembalikan Fitrah Manusia
28
QS. As-Syam ayat 7-8
29
QS. Al-Balad ayat 10
Kemampuan ini diungkapkan dengan petunjuk. Maka ilham atau hidayah
itu sudah tersimpan di dalam diri manusia dalam bentuk potensi-potensi (berbuat
baik atau berbuat buruk).

Manusia adalah makhluk yang istimewa dan unik karena memiliki potensi
untuk berbuat baik dan buruk. Selain itu Allah SWT juga telah memberi
kemampuan akal yang berada dalam hati manusia untuk membedakan antara yang
baik dan yang buruk. Oleh karenanya baik atau buruknya amal seseorang
tergantung pada hatinya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:

Artinya : “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik,
maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad.
Ketahuilah bahwa ia adalah hati ” (HR. Bukhari-Muslim).30

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa akal atau kemampuan memahami


bersumber pada hati bukan otak (kepala). Hal ini juga sesuai dengan penjelasan
dari Al Qur’an, bahwa Allah swt  berfirman yang artinya :

Artinya : “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46).31

Hati memegang peranan penting dalam menggerakkan seseorang untuk


berbuat baik (amal sholeh), ataupun berbuat buruk/jahat (dosa). Menurut Al-Imam
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah hati manusia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: hati yang
sehat (qolbun salim), hati yang sakit (qolbun maridh) dan hati yang mati (qolbun
mayyit).32 Bagi orang yang memiliki hati yang baik sungguh sangat beruntung
karena ia akan banyak melakukan amal kebaikan yang mendatangkan pahala.
Sebaliknya sangat merugilah orang yang hatinya sakit atau hatinya mati karena ia
akan terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk dan tercela yang
mendatangkan dosa.     

Manusia itu tempat lupa dan salah. ini bukan berarti manusia dibiarkan
untuk berbuat salah dan dosa. Allah SWT sangat mencintai hambanya maka
diutuslah para Nabi dan Rasul sebagai juru pengingat serta diturunkanlah kitab suci
Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia. Oleh karenanya agar manusia terhindar
dari berbuat salah dan dosa haruslah berpegang teguh kepada Al Qur’an dan
sunnah Rasul (Al Hadits).

30
HR. Bukhari-Muslim
31
QS. Al-Hajj ayat 46
32
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
Untuk menjaga fitrah manusia agar senantiasa terbebas dari dosa, Allah
SWT telah menjanjikan akan menghapus dosa yang telah dilakukan hambanya,
dengan cara bertaubat, yaitu taubat dengan sebenar – benarnya bertaubat dengan
Taubatan Nasuha. Salah satu cara sebagaimana berita gembira yang disampaikan
Rasulullah dalam hadist yang artinya :

Artinya : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan


ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (HR. Bukhari).33

33
HR. Bukhari
C. PENUTUP
1. Kesimpulan

Tauhid adalah meng-Esakan Allah SWT, Esa artinya satu. Allah tidak boleh
dihitung satu, dua dan seterusnya, karena Allah tidak pantas untuk dikaitkan
dengan bilangan apapun. Banyak sekali Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang
ke-Esaan Allah SWT. Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang ke-Esaan
Allah SWT, sifat – sifat wajib Allah SWT, sifat – sifat boleh yang disifatkan
kepada Allah, sifat – sifat yang harus ditiadakan kepada Allah SWT.

Makna Tauhid secara Syar’i adalah menjadikan Allah hanya satu – satunya
Tuhan yang berhak disembah. Tauhid terbagi menjadi tiga yaitu Tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Asma Wa Sifat.

Fitrah manusia terlahir kedunia ini adalah dalam keadaan yang suci atau
bersih. Manusia terlahir kedunia ini di ibaratkan dengan kertas kosong, artinya
manusia tersebut memiliki dua potensi yaitu akan di isi dengan potensi – potensi
kebaikan dan potensi – potensi keburukan. Itu semua tergantung dari orang tua
anak itu sendiri yang mengarahkannya kearah yang baik atau kearah yang kurang
baik.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis buat, maka penulis mencoba


memberikan saran sebagai berikut :

1. Hendaknya kita sebagai umat muslim harus mengukuhkan ketauhidan kita agar
kita terhindar dari kesyirikan sehingga kita bisa terhindar dari azab neraka Allah
SWT.
2. Kita harus selalu bertaubat atas segala dosa yang kita lakukan, karena pada
dasarnya manusia lahir kedunia ini adalah dalam keadaan yang suci.
3. Manusia adalah tempatnya kesalahan, sebaik – baik manusia yang berbuat
adalah manusia yang bertobat.
Daftar Pustaka

Al-Asqalani, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar. Fathul baari Jilid 16 :


penjelasan kitab shahih al bukhari / Al Imam al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani;
penerjemah: Amiruddin; editor: Abu Rania. Jakarta: Pustaka Azzam, 2014.

Al-Bunaikan, Ibrahim Muhammad bin Abdullah. Pengantar studi aqidah


Islam / Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Bunaikan; alih bahasa, Muhammad
Anis Matta. Jakarta: Robbnai Press, 1998.

Al-Jaziri, Syaikh Abu Bakar Jabir. Minhajul Muslim. Bekasi: Pustaka Darul
Haq, 2012.

Al-Maududi, Abul A'la. Prinsip - Prinsip Islam Terjemahan Abdullah


Suhaili. Semarang: Al-Ma'arif, 1992.

Suardi, Dedy. Vibrasi tauhid meresonasi keesaan tuhan. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 1993.

Yunahar, Ilyas. Tipologi Manusia menurut al-Qur'an. Yogyakarta: Labda


Press, 2007.
Biografi Penulis

Khairul Pahmi, Lahir pada Senin, 20 Maret 2000 di Desa


Lahang Hulu, Kec. Gaung,Kab. Indragiri Hilir, Prov. Riau. Menempuh pendidikan
di SDN 002 Lahang Hulu dari tahun 2006 - 2012, lalu melanjutkan pendidikan di
MTS Hidayatul Islamiah Kuala Lahang dari tahun 2012 – 2015, dan melanjutkan
pendidikan di SMA N 1 Gaung Kuala Lahang dari tahun 2015 – 2018, dan
sekarang melanjutkan kuliah di Universitas Islam Indragiri dari tahun 2018 sampai
sekarang.

Telp./WA : 082213748180
Facebook : Khairul Pahmi
Email : khairulpahmitzy@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai