Wash-Shifat
telah menciptakan mereka?, niscaya mereka akan menjawab Allah . (Az Zukhruf: 87)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahualaihi wasallam bernama
Abdullah,yang artinya hamba Allah. Padahal Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah
tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis yang atheis. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan.
Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang
kafir jahiliyah (Lihat Firqotun Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak
dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka
berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin?
Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid
uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang
zhahir maupun batin (Lihat Al Jadid Syarh Kitab Tauhid). Dalilnya:
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Apa maksud yang dicintai Allah? Yaitu segala sesuatu yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila
melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga
berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan istianah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah
semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah
kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah
yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya,
mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: Dari tiga bagian
tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para
rasul, dan alas an diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan
Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada
selainNya ditinggalkan (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Maka perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat
bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak
memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad
adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir
tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid
uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Nama dan Sifat Allah adalah mentauhidkan Allah Taala dengan nama dan
sifat yang telah Ia tetapkan bagi dirinya dalam Al Quran dan Hadits Rasulullah
shallallahualaihi wasallam. Bertauhid nama dalam dan sifat Allah ialah dengan cara
menetapkan nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi dirinya dan menafikan nama dan sifat
yang Allah nafikan dari dirinya, dengan tanpa tahrif, tanpa tathil dan tanpa takyif (Lihat
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. [Al-A'raf: 54]
Allah menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya.
Bahkan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam ibadah juga mengakui
keesaan rububiyah-Nya.
Katakanlah: Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang
besar? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah: Maka apakah kamu
tidak bertakwa? Katakanlah: Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika
kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah: (Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu? [Al-Mu'minun: 86-89]
Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat mana pun yang menyangkalnya.
Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakuiNya, melebihi fitrah pengakuan
terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para rasul yang difirmankan Allah:
Berkata rasul-rasul mereka: Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit
dan bumi? [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Firaun. Namun demikian di
hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa alaihis salam kepadanya:
Musa menjawab: Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan
mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti
yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa.
[Al-Isra': 102]
Ia juga menceritakan tentang Firaun dan kaumnya:
Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati
mereka meyakini (kebenaran) nya. [An-Naml: 14]
Begitu pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis. Mereka hanya
menampakkan keingkaran karena ke-sombongannya. Akan tetapi pada hakikatnya, secara
diam-diam batin mereka meyakini bahwa tidak ada satu makhluk pun yang ada tanpa
Pencipta, dan tidak ada satu benda pun kecuali ada yang membuatnya, dan tidak ada
pengaruh apa pun kecuali pasti ada yang mempengaruhinya. Firman Allah Subhanahu wa
Taala :
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). [Ath-Thur: 35-36]
Perhatikanlah alam semesta ini, baik yang di atas maupun yang di bawah dengan segala
bagian-bagiannya, anda pasti mendapati semua itu menunjukkan kepada Pembuat, Pencipta
dan Pemiliknya. Maka mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua itu, sama
halnya mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya, keduanya tidak berbeda.
Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang komunis saat ini hanyalah karena
kesombongan dan penolakan terhadap hasil renungan dan pemikiran akal sehat. Siapa yang
seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk
menertawakan dirinya.
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1,
Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan
Bashori Lc, Penerbit Darul Haq] http://www.almanhaj.or.id/content/1978/slash/0
Tauhid Uluhiyyah
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Artinya, mengesakan Allah Subhanahu wa Taala melalui segala pekerjaan hamba, yang
dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala apabila hal
itu disyariatkan oleh-Nya, seperti berdoa, khauf (takut), raja (harap), mahabbah (cinta),
dzabh (penyembelihan), bernadzar, istianah (minta pertolongan), isthighotsah (minta
pertolongan di saat sulit), istiadzah (meminta perlindungan) dan segala apa yang
disyariatkan dan diperintahkan Allah Azza wa Jalla dengan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus dilakukan hanya kepada Allah semata
dan ikhlas karena-Nya. Dan tidak boleh ibadah tersebut dipalingkan kepada selain Allah.
Sungguh Allah tidak akan ridha bila dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Bila ibadah
tersebut dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada Syirkun Akbar
(syirik yang besar) dan tidak diampuni dosanya. [Lihat An-Nisaa: 48, 116] [1]
Al-Ilah artinya al-Maluh, yaitu sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta
pengagungan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan yang haq melainkan
Dia. Yang Mahapemurah lagi Maha-penyayang [Al-Baqarah: 163]
Berkata Syaikh al-Allamah Abdurrahman bin Nashir as-Sadi Rahimahullah (wafat th. 1376
H): Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat dan perbuatan-Nya.
Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat-Nya. Tidak ada
yang sama dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, tidak ada yang setara dan tidak ada
sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang mencipta dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya
Allah. Apabila demikian, maka Dia adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Tidak
boleh Dia disekutukan dengan seorang pun dari makhluk-Nya[2]
Allah Subhanahu wa Taala berfirman.
Allah menyatakan bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
demikian). Tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain-Nya, Yang Maha-perkasa
lagi Mahabijaksana [Ali Imran: 18]
Allah Subhanahu wa Taala berfirman mengenai Lata, Uzza dan Manat yang disebut sebagai
tuhan, namun tidak diberi hak Uluhiyah:
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya,
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya[An-Najm: 23]
Setiap sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Taala adalah bathil, dalilnya
adalah firman Allah Azza wa Jalla.
(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang bathil, dan
sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar [Al-Hajj: 62]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang Nabi Yusuf 'alaihis Sallam yang berkata kepada
kedua temannya di penjara:
Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacammacam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah selain
Allah, kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuatbuatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu[Yusuf:
39-40]
Oleh karena itu para Rasul Alaihimus Salam berkata kepada kaumnya agar beribadah hanya
kepada Allah saja[3]
Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq selain
daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya) [ Al-Mukminuun: 32]
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil sesembahan
selain Allah Subhanahu wa Taala. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan
kepada tuhan-tuhan itu dengan menyekutukan Allah Subhanahu wa Taala .
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh
Allah Subhanahu wa Taala dengan dua bukti.
Pertama.
Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan Uluhiyah sedikit pun, karena
mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak
dapat menolak bahaya, tidak dapat menghidupkan dan mematikan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan
itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk
(menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu
kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan. [Al-Fur-qaan: 3]
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak
mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit. Dan bumi dan sekali-kali tidak ada
di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi
Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat.. [Saba: 22-23]
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat
menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu tidak mampu memberi
pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhalaberhala itu tidak dapat memberi pertolongan. [Al-Araaf: 191-192]
Apabila keadaan tuhan-tuhan itu demikian, maka sungguh sangat bodoh, bathil dan zhalim
apabila menjadikan mereka sebagai ilah dan tempat meminta pertolongan.
Kedua:
Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Taala adalah satusatunya Rabb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga
mengakui bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungiNya. Ini mengharuskan pengesaan Uluhiyyah (penghambaan), seperti mereka mengesakan
Rububiyah (ketuhanan) Allah. Tauhid Rububiyah mengharuskan adanya konsekuensi untuk
melaksanakan Tauhid Uluhiyah (beribadah hanya kepada Allah saja).
Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui[Al-Baqarah: 21-22]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil
Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha, Ikrimah, asy-Syabi,
Qatadah dan lainnya. Lihat Fathul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40) tahqiq Dr. Walid
bin Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
[2]. Lihat Min Ushuuli Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaaah dan Aqidatut Tauhiid (hal. 36)
oleh Dr. Shalih al-Fauzan, Fathul Majiid Syarah Kitabut Tauhiid dan al-Ushuul ats-Tsalaatsah
(Tiga Landasan Utama).
[3]. Lihat Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 63, cet. Mak-tabah
al-Maarif , 1420 H). http://www.almanhaj.or.id/content/1587/slash/0
Allah Jalla Jalaluhu dalam ayat ini mensucikan diri-Nya, dari apa yang disifatkan untuk-Nya
oleh penentang-penentang para Rasul-Nya. Kemudian Allah Azza wa jalla melimpahkan
salam sejahtera kepada para Rasul, karena bersihnya perkataan mereka dari hal-hal yang
mengurangi dan menodai keagungan Sifat Allah.[8]
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menuturkan Sifat dan AsmaNya, memadukan antara anNafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan)[9] Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak
menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus
(ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya
para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin[10]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil
Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Imam Abu Bakar al-Khallal dalam Kitabus Sunnah, al-Laalikai (no.
930). Lihat Fatwa Hamawiyah Kubra (hal. 303, cet. I, 1419 H) oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, tahqiq Hamd bin Abdil Muhsin at-Tuwaijiry, Mukhtashar al-Uluw lil Aliyil
Ghaffar (hal. 142 no. 134). Sanadnya shahih.
[2]. Lihat Lumatul Itiqaad oleh Imam Ibnul Qudamah al-Maqdisy, syarah oleh Syaikh
Muhammad Shalih bin al-Utsaimin (hal. 36).
[3]. Tahrif atau tawil yaitu merubah lafazh Nama dan Sifat, atau merubah maknanya, atau
menyelewengkan dari makna yang sebenarnya.
[4]. Tathil yaitu menghilangkan dan menafikan Sifat-Sifat Allah atau mengingkari seluruh
atau sebagian Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Taala.
Perbedaan antara tahrif dan tathil ialah, bahwa tathil itu mengingkari atau menafikan makna
yang sebenarnya yang dikandung oleh suatu nash dari al-Quran atau hadits Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam, sedangkan tahrif ialah, merubah lafazh atau makna, dari makna yang
sebenarnya yang terkandung dalam nash tersebut.
[5]. Takyif yaitu menerangkan keadaan yang ada padanya sifat atau mempertanyakan:
Bagaimana Sifat Allah itu?. Atau menentukan bahwa Sifat Allah itu hakekatnya begini,
seperti menanyakan: Bagaimana Allah bersemayam? Dan yang sepertinya, karena
berbicara tentang sifat sama juga berbicara tentang dzat. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla
mempunyai Dzat yang kita tidak mengetahui kaifiyatnya. Dan hanya Allah Azza wa Jalla
yang mengetahui dan kita wajib mengimani tentang hakikat maknanya.
[6]. Tamtsil sama dengan Tasybih, yaitu mempersamakan atau menyerupakan Sifat Allah
Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Lihat Syarah Aqidah al-Wasithiyah (I/86-100) oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Aqidah al-Wasithiyah (hal 66-69) oleh
Syaikh Muhammad Khalil Hirras, Tahqiq Alawiy as-Saqqaf, at-Tanbiihat al-Lathifah ala
Mahtawat alaihil Aqidah al-Wasithiyah (hal 15-18) oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir asSadi, tahqiq Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, al-Kawaasyif al-Jaliyyah an Maanil Wasithiyah
oleh Syaikh Abdul Aziz as-Salman.
[7]. Lihat Minhajus Sunnah (II/111, 523), tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim.
[8]. Lihat at-Tanbiihaat al-Lathiifah hal. 15-16.
[9]. Maksudnya, Allah memadukan kedua hal ini ketika menjelaskan Sifat-Sifat-Nya dalam
al-Qur-an. Tidak hanya menggunakan Nafyu saja atau Itsbat saja.
Nafyu (penolakan) dalam al-Quran secara garis besarnya menolak adanya kesamaan atau
keserupaan antara Allah dengan makhluk-Nya, baik dalam Dzat maupun sifat, serta menolak
adanya sifat tercela dan tidak sempurna bagi Allah. Dan nafyu bukanlah semata-mata
menolak, tetapi penolakan yang di dalamnya terkandung suatu penetapan sifat kesempurnaan
bagi Allah, misalnya disebutkan dalam al-Quran bahwa Allah tidak mengantuk dan tidak
tidur, maka ini menunjukkan sifat hidup yang sempurna bagi Allah.
Itsbat (penetapan), yaitu menetapkan Sifat Allah yang mujmal (global), seperti pujian dan
kesempurnaan yang mutlak bagi Allah dan juga menetapkan Sifat-Sifat Allah yang rinci
seperti ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, hikmah-Nya, rahmat-Nya dan yang seperti itu. (Lihat
Syarh al-Aqiidah al-Wasithiyyah oleh Khalil Hirras, tahqiq Alwiy as-Saqqaf, hal. 76-78).
[10]. Lihat QS. An-Nisaa 69 dan at-Tanbiihaat al-Lathiifah hal. 19-20.