Anda di halaman 1dari 8

Nama Mahasiswa: Nihayah Sholihah Roziqien

ID Mahasiswa: 10003320

Nama/Kode Mata Kuliah: Aqidah/AQD 101

Pertanyaan Tugas: Kalimat la Ilaha Illallah sering diterjemahkan menjadi “tidak ada Tuhan selain

Allah”. Dampak dari terjemahan ini muncul pemahaman bahwa orang yang sudah mengakui

Allah sebagai Tuhannya telah sempurna tauhidnya meskipun orang tersebut selalu melakukan

pengkeramatan terhadap kuburan orang-orang shalih dan benda-benda pusaka. Bagaimana

pendapat anda tentang perkara ini? Jelaskan dengan menyertakan alasan dan dalil!
I. Pendahuluan

Syahadat Laa Ilaaha Illallaah yang juga dikenal sebagai kalimat tauhid adalah bagian dari rukun

Islam yang pertama sebagai pokok keislaman seseorang. Dalam syahadat Laa ilaaha illallah

terdapat dua rukun, yakni penafian dan penisbatan. Penafian (penolakan) terhadap

sesembahan terkandung pada lafal, "Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar."

Penafian ini diikuti dengan penisbatan (penetapan) yang mengecualikan Allah saja sebagai Dzat

yang berhak disembah, dengan lafal "Kecuali Allah". Akidah Islam tidak mengakui adanya ilah

yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah. Sehingga akidah Islam memegang konsep

'Tauhid', berada di tengah-tengah akidah Atheis (tidak mengakui adanya Tuhan) dan Politheis

(mengakui banyak Tuhan).

Lafadz Laa ilaaha illallah memiliki banyak keutamaan yang agung. Mengutip dari Ghasab (2015),

"kalimat tauhid adalah pembeda antara yang kafir dan yang mukmin, ahli surga dan ahli neraka.

Kebaikan dan derajatnya di sisi Allah didapatkan tergantung bagaimana seseorang mengenal

dan mempraktekkannya di kehidupan sehari-hari." Kalimat tauhid merupakan ikrar pengesaan

kepada Allah. Namun setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia yang ragam padanan katanya

tidaklah selengkap bahasa Arab, terjadi pengerucutan arti dan hilangnya makna asli dari kalimat

tauhid tersebut.

Bila diartikan 'Tidak ada Tuhan selain Allah', maka setiap sesembahan (yang sebenarnya bukan

Allah) dapat disalahpahami menjadi Allah dengan anggapan bahwa walau mereka memiliki

nama dan wujud yang berbeda-beda, namun pada hakikatnya adalah Allah. Kesimpulan ini

sangat berbahaya karena mendukung dan menjerumuskan orang untuk makin berbuat
kesyirikan. Kerancuan bahasa dibarengi dengan campur tangan manusia tidak

bertanggungjawab sebagai faktor utama, nilai-nilai tauhid di masyarakat Indonesia semakin hari

semakin tergerus. Esai ini Insyaallah akan membahas tentang penyimpangan terhadap arti

kalimat la Ilaha Illallah di kalangan orang yang melakukan praktek kesyirikan berupa

pengultusan terhadap kuburan dan benda pusaka.

II. Pembahasan

Kata Ilah secara bahasa berarti sesembahan (ma’bud atau ma’luh). Dan para ulama juga

menafsirkan kata ilah juga dengan sesembahan. 1 Adapun Rabb dalam bahasa Arab, mengutip

dari Ibnu Fâris rahimahullah beliau berkata, “Kata Rabb menunjukkan beberapa arti pokok,

yang pertama: memperbaiki dan mengurus sesuatu. Maka Rabb berarti yang menguasai,

menciptakan dan memiliki, juga berarti dzat yang memperbaiki (mengurus) sesuatu. 2
Dalam

Bahasa Indonesia dan beberapa bahasa lain kedua kata ini sering diartikan menjadi satu makna

yang sama, yakni 'Tuhan'.

Ulama terdahulu telah membagi kajian tentang ketauhidan Allah terbagi menjadi tiga dalam

mendakwahkan Tauhid kepada orang-orang luar Arab yang masih terkontaminasi konsep dari

agama asalnya. Pembahasan tersebut yakni Tauhid Rububiyah, Uluhiyah/Ibadah, dan Asma' wa

Sifat. Pengaburan makna Ilah dan Rabb sama dengan meniadakan salah satu aspek ketauhidan

yang utama, yaitu Tauhid Uluhiyah yang berkaitan dengan peribadatan kepada Allah.

1
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masir, tafsir basmalah & Al A’raf: 127, penjelasan Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam At Tamhid hal. 74-
75.

2
An-Nihâyah fî Gharîbil Hadîts wal Atsar 2/450
Kaum Musyrikin dahulu meyakini Allah sebagai Rabb mereka yang Maha Menguasai dan

Mengatur alam semesta. Keyakinan ini adalah bagian dari Tauhid Rububiyah. Namun Aqidah

mereka tercoreng dalam hal Ibadah karena penyembahan berhala-berhala sebagai perantara

yang mereka lakukan merupakan penyekutuan kepada Allah sebagai satu-satunya Ilah yang

berhak diibadahi dengan benar.

Allah Ta'ala berfirman,

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka,

niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari

menyembah Allah)?“ (Quran 43: 87)

Ibadah secara luas berarti segala perbuatan fisik dan batin pada diri seseorang yang mencakup

segala hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik itu perkataan maupun perbuatan, perkara

batin maupun zahir. Ibadah bisa berupa sholat, puasa, zakat, amanah, berbakti pada orang tua,

sehingga berdoa pun termasuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah saja. 3

Syahadat sebagai kunci diterimanya ibadah tidaklah hanya sekedar ucapan, syahadat harus

dipahami makna, konsep dan rukunnya, barulah kalimat tersebut bisa mengantarkan

pengucapnya ke surga. Ketika mengucapkannya kita harus meyakini bahwa Allah satu-satunya

Dzat yang berhak diibadahi dengan benar, tempat kita menggantungkan setiap harapan dan

permohonan. Namun kenyataannya, sebagian orang yang mengucapkan kalimat ini di setiap

tasyahud sholatnya juga berbondong-bondong mendatangi kuburan orang sholeh untuk

meminta pertolongan kepada orang dalam kubur itu. Sebagian orang masih menyimpan dan

3
HR. Tirmidzi no. 2969, Fiqhu Ad-Du’a hal. 11, karya Syaikh Musthafa Al ’Adawi hafidzahullah.
mewariskan keris, bebatuan, benda pusaka yang diyakininya mendatangkan manfaat dan

melindunginya dari nasib buruk.

Kesyirikan yang terjadi di masyarakat dalam peribadatan beragam, sebagian merupakan

peninggalan kepercayaan masa lampau seperti agama Hindu dan kepercayaan kepada roh

leluhur. Bentuk-bentuk kesyirikan seperti mengirim sesajen ke gunung dan laut, meminta

bantuan dukun & jin, memakai jimat. Praktek-praktek kesyirikan yang disebutkan barusan

tampak jelas kesesatannya, walau kini mulai berusaha dibaurkan dengan Islam berkedok dukun

putih, sesajen sebagai wujud rasa syukur, dan pemelintiran lainnya, padahal syirik adalah dosa

terbesar. Adapun perbuatan kesyirikan seperti mengunjungi kuburan orang sholeh dengan niat

ngalap berkah. menitipkan doa dan permohonan, terlihat samar kesesatannya bagi orang

awam, bahkan dianggap ibadah yang mulia. Padahal kesemuanya adalah penyimpangan

terhadap Tauhid Uluhiyah.

Manusia tidak boleh memalingkan ibadah kepada selain Allah, Allah memerintahkan Nabi

Muhammad untuk menyampaikan ayat berikut kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Musyrikin,

"Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi

peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya," (Quran 11:2)

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di saat sakit menjelang

kematiannya,

“Sungguh Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur Nabi

mereka sebagai masjid (layaknya tempat ibadah). Dia telah memperingatkan apa yang
mereka perbuat.” Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Seandainya bukan karena sabda beliau

ini, tentu kubur beliau akan ditampakkan di luar rumah. Sungguh dilarang jika ada yang

menjadikan kuburannya sebagai masjid.”4

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan

(para nabi dan orang-orang shalih dari mereka) sebagai masjid, maka janganlah kalian

menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari

hal itu". 5

Rasulullah melarang keras aktivitas kesyirikan. Bahkan beliau melarang perbuatan yang dapat

menggiring ke arah tersebut seperti memakai jimat, mengunjungi kuburan dengan tujuan

bukan untuk mengingat kematian, mengundi nasib, karena menyebabkan hati dan keyakinan

seseorang berharap dan bertumpu kepada selain Allah.

III. Kesimpulan

Arti kalimat tauhid yang benar adalah 'Tiada Ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan

benar kecuali Allah.' Konsekuensinya adalah seorang muslim harus meniadakan perbuatan

menyekutukan dalam beribadah kepada Allah, baik dengan membuat perantara antara Allah

dengan orang sholeh yang telah wafat, atau menyembah makhluk seperti yang dilakukan

penganut Yahudi, Nasrani, dan agama-agama lain.

4
HR. Bukhari no. 1390, 4441 dan Muslim no. 529)

5
Bilal Philips, "The Fundamentals of Tawheed", IOU BAIS Bahasa.
Memang, tidak bisa dipungkiri penggunaan kalimat 'Tiada Tuhan Selain Allah' sebagai arti Laa

Ilaaha Illallaah telah menyebar dalam karya tulis, bahan ajar, bahkan kosakata sehari-hari.

Namun dengan mengetahui konsep asli dari kalimat syahadat tersebut, hendaknya kita menjadi

lebih tergerak untuk terus mempelajari Tauhid, menjauhi bentuk-bentuk kesyirikan, dan

memperdalam keimanan kepada Allah yang Maha Esa. Allah Maha Pemberi Taufik.

Daftar Pustaka
Ghasab, I. (2015). Tafsir Dua Kalimat Syahadat. Taslim, A. (Terj.). Kajian Islam yang disampaikan

pada Selasa, 28 Juli 2015. Diakses 1 November 2021 dari

https://www.radiorodja.com/15081-tafsir-dua-kalimat-syahadat-syaikh-dr-ismail-

ghasab-al-adawi/

Mianoki, A. 2016. Kesalahan Memahami Makna Laa Ilaaha Illallaah. Diakses pada 1 November

2021 dari https://muslim.or.id/27745-kesalahan-memahami-makna-laa-ilaaha-

ilallah.html

Muhammad bin Musa, A. N. (2005).. Makna Syahadat. As-Sunnah Edisi 01/Tahun

X/1427H/2006M. Solo: Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.

Philips, Bilal. 1989. The Fundamentals of Tawheed. Tim Penerjemah IOU. (Terj.). IOU BAIS

Bahasa.

Tusaikal, M. A. (2010). Ziarah Kubur yang Jauh dari Tuntunan Islam. Diakses 1 November 2021

dari https://rumaysho.com/972-ziarah-kubur-yang-jauh-dari-tuntunan-islam.html

Unpam, Andi. (2014). Al Quran Indonesia. (Version 2. 7. 05) [Mobile app]

Anda mungkin juga menyukai