PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian tauhid dalam bahasa arab merupakan mashdar (kata suatu benda dari
sebuah kata kerja) berasal dari kata wahada syai’a berate menjadikan satu. Sedangkan
menurut ilmu syariat mempunyai arti mengesankan terhadap Allah dalm sesuatu hal
yang merupakan kekhususan bagi-Nya, yaiyu yang berupa Rububiyah, Uluhiyah, dan
Asma’Wa shifat (Al-Qaulud mufiid Syarh Kitabi At-Tauhid).
Kata tauhid itu sendiri merupakan sebuah kata yang terdapat didalam beberapa hadits
Nabi SAW, sebagaimana didalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu, “kamu akan
datangi suatu kaum ahli kitab, maka jadikalah materi dalam dakwah yang akan kamu
sampikan pertama kali yaitu agar mereka mentauhidkan terhadap Allah”.
Begitu pula dalam perkataan para sahabat Nabi, “Rasulullah membaca tahlil dengan
tauhid”. Dalam pengucapkan beliau labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syariika
laka labbika, ucapan talbiyah yang dilantunkan saat memulai ibadah haji. Dengan
demikian kata-kata tauhid adalah kata syar’i dan juga terhadap didalam hadits Nabi
SAW .
kata tauhid tentunya sering kita dengar, tapi sayang, ketika kita mendengar kata
tauhid tidak sedikitpun yang terdetik hatinya untuk merinding. Padahal asal mula kata
tuhid berasal dari kitab yang sering kita pegang saat ini yakni Al-Quran. Memahami
dan mengamalkan tauhid itu wajib bagi umat Muslim.
2
Dalam sejarah ada yang diberi gelar dengan sebutan Bapak Tauhid dan ditetapkan
oleh Allah di dalam surat Az-Zukhruf ayat 28 :
Artinya: “dan Ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal
pada keturunannyaagar mereka kembali kepada kalimat tauhid itu”.
Jadi inti dari pengertian tauhid adalah keyakinan Esa-Nya ketuhanan Allah SWT, dan
ikhlasnya peribadatan hanya kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-
Nya.
3
2.2. KONSEP TAUHID DALAM ISLAM
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang
sedikit banyak menyinngung ajaran tauhid ini. Diantaranya adalah:
“Katakanlah, Dialah Allah yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakan. Dan tidak ada sesuatupun yang setara
dengan-Nya”. (QS: Al- Ikhlas: 1-4).
“sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yamh mempunyai arasy dari apa yang mereka
sifatkan.” (QS: Al Anbiya: 22).
Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat
perkara: beriman kepada wujud Allah, beriman kepada Rububiyah Allah, beriman
kepada Uluhiyah Allah, beriman kepada Asma’ dan shifat Allah.
Pembagian yang sangat populer dikalangan para ulama adalah pembagian pemahaman
tauhid menjadi tiga bagian, yaitu tauhid berupa rububiyah, uluhiyah, dan asma’wa shifat.
Pembagian tersebut terkumpul dalam firman atau sabda Allah didalam Al-quran :
Artinya ; “Rabb (penguasa) langit dan bumi segala sesuatu yang berada di antara
keduanya, maka sembahlah dia dan teguhkan hati dalam beribadah kepada-Nya.
Apakah kamu tahu bahwa ada seorang yang sama dengan dia (yang berhak
disembah)?”. (QS: Maryam: 65)
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah artinya pengesakan Allah didalam hal penciptaan, kepemilikan
serta pengurusan. Salah satu dalil yang menunjukan hal ini didalam firman Allah:
Artinya: “Ingatlah, yang menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak bagi Allah”.
(QS: Al- A’raf: 54).
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
“Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukan Matahari dan Bulan;
masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan
4
(makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin
akan pertemuan dengan Tuhanmu”. (QS: Ar-Ra’d: 2).
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu
‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: Al-Murabbi (pemelihara), Al-
Nashir (penolong), Al-Malik (pemilik), Al-Muslih (yang memperbaiki), Al-Sayyid
(tuan) dan Al-Wali (wali). Dan dalam terminilogi syariat Islam , isitlah tauhid
rububiyah berati: “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik,
pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta
mengendalikan alam dengan sunah-sunah-Nya .”
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah ataupun tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah dikarenakan
penisbatanya kepada Allah SAW dan disebut tauhid ibadah dikarenakan
penisbatannya kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya. Adapun maksud tersebut ialah
pengesaan Allah dalam hal ibadah, yakni bahwanya Allah lah satu-satunya yang
berhak untuk diibadahi. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, dialah hakiki dan sesungguhnya
yang mereka seru selain Allah adalah yang batil”, ( QS: Luqman: 30).
Artinya: “Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah yang Maha
mendengar lagi Maha melihat.” (QS: Asy-Syuura: 11).
5
Kaitan Antara Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah memiliki hubungan yang tidak bisa
dipisahkan. Tauhid rububiyah yaitu yang mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah.
Artinya pengakuan seseorang kepada tauhid rububiyah yang mengharuskan
pengakuannya kepada tauhid uluhiyah.
Barang siapa yang sudah mengetahui bahwasannya Allah adalah Tuhan yang
menciptakan dan mengatur semua , maka ia wajib beribadah hanya kepada Allah dan
tidak ada sekutu bagi-Nya. Sedang tauhid uluhiyah mengandung didalam tauhid
rububiyah. Artinya, tauhid rububiyah termasuk dalam bagian dari tauhid uluhiyah.
Barang siapa yang melaksanakan ibadah kepada Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya, pasti dia yakin bahwa Allah lah Tuhan dan penciptanya.
6
2.3. TAUHID SEBAGAI KONSEP METEDOLOGIS
Sebagai intisari peradapan Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi: Segi
metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan
implementasi prinsip pertama peradapan. Yang kedua menentukan prinsip pertama itu
sendiri.
Dimensi Medotologis meliputi tiga prinsip yaitu: kesatuan, rasionalisme dan tolenransi.
Ketiganya ini menetukan bentuk peradapan Islam.
1. Kesatuan
Tidak ada peradapan tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradapan tidak bersatu,
berjalin dan selaras satu dengan yang lainnya, maka unsur-unsur itu bukan
membentuk peradapan, melainkan himpunan campur-aduk. prinsip menyatukan
berbagia unsur dan memasukan unsur-unsur satu dengan yang lainnya menjadi
bangunan rapi dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan.
Peradapan Islam menempatakan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur
eksitensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu sendiri
ada yang asli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradapan yang tidak
mengambil unsur luar. Yang penting adalah bahwa peradapan merencana unsur itu,
yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya sehingga menyatu kedalam
sistemnya sendiri. “membentuk” unsur itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya
mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur
itu sendiri, namun sebagai komponen integral peradapan baru.
Ini bukan lah argument menentang peradapan bila peradapan itu semata-mata
hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradapan melakukannya dengan cara
terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi.
2. Rasionalisme
Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari peradapan
islam. Resionalisme terdiri dari atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak
semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat
betentangan; dan ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan.
Hukum pertama melindungi seorang Muslim dari membuat pernyataan yang tidak
teruji, tidak jeleas terhadap ilmu pengetahuan. Pernyataan yang kabur, menurut
Al-Quran merupakn contoh zhann pengetahuan yang menipu dan dilarang oleh
Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaian.
7
Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai sebagai orang yang
pernyataannya hanyalah kebenaran.
Hukum kedua melindunginya dari kontradikasi di satu pihak, dan paradoks di
pihak lain.
Rasionalisme bukan berati pengutamaan akal atas wahyu, tetapi penolakan
terhadap kontradiksi puncak antara keduanya. Rasionalisme mempelajari tesis-
tesis yang bertentangan berulang-ulang , dengan anggapan bahwa pasti ada segi
pemikiran yang terlewat jika dipertimbangkan akan mengungkapkan hubungan
yang bertentangan. Rasionalisme juga mengiring pembaca wahyu- bukan wahyu
itu sendiri kepada pembaca lain. Bila dia menangkap makna yang tidak jelas
yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang
tampak. Perujukan pada akal dan pemahaman demikian akan memiliki pengaruh
penyelarasan bukan Wahyu itu sendiri, Wahyu tidak dapat dimanipulasi manusia
tetapi penafsiran atau pemahaman insasi seorang muslim akan Wahyu.
Ini akan menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti
kumulatif yang disingkapkan akal.penerimaan akan terhadap seseuatu yang
bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang
berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang yang rasionalis karena
dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.
3. Toleransi
Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang
tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi revelan
dengan epistemology, ia juga revelan dengan etika sebagai prinsip penerima apa
yang dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap.
Pertama disebut sa’ah, kedua disebut yusr. Keduanya melindungi seorang
muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konvervatisme. Keduanya
medesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan,
terhadap pengalaman baru. Keduanya mendorong untuk menyampaikan data
baru dengan pikiran yang tajam, usaha kontruktifnya. Dan dengan demikian
memperkaya pengalaman dan kehidupanya, sebagai prinsip metodologis didalam
inti sari peradapan Islam, toleransi adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak
membiarkan umat-Nya tanpa mengutus Rasul dari mereka sendiri. Rasul yang
8
akan mengajarkan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka patut
menyembah dan mngabdi kepada-Nya, untuk memperingtkan mereka bahaya
kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian
bahwa semua manusia kikaruniai sensus communis, yang membuat manusia
dapat mengetahui agama yang benar, mengetahui kehenak dan perintah
Tuhannya.
Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi Karena
sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinnya, kondisi ruang dan
waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di balik
keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana
manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia manganut
agama ini atau itu. Toleransi menurut seseorang Muslim untuk mempelajari
sejarah agama-agama. Tujuaanya untuk menemukam di dalam setiap agama
karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh Rasul yang diutus-Nya di segenap
tempat dan waktu. Dalam agama dan hampir tidak ada yang lebih penting dalam
hubungan manusia toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama
menjadi kerja sama penelitian ilmiyah tentang asal-usul dan perkembangan
agama.
Tujuannya memisahkan penambahan historis dari Wahyu awal yang diterima.
Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan seorang
muslim dari menolak kehidupan. Yusr membuatnya memiliki optimisme yang
diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan kebersamaan, meski
kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin
makhluk-Nya “bahwa dengan kesulitan, kami menetakan kemudahan”.
Dan karena Dia memerinthakan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan
memastikan sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan
experimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak
bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti. Sa’ah dan yusr langsung berasal
dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan yang menciptakan manusia
agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan
mampu bertindak positif didunia . menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah
maksud eksitensi mnusia di bumi.
9
2.4. DIMENSI ISI TAUHID
10
Dimananpun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum alam,
perwujudtannya bukan moral, tetapi mendasar (elememtal) atau bermanfaat
(utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudannya dengan kemungkinan
melakukan atau tidak melakukan sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau
sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang
menjadikan pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak
menciptakan manusia secara main-main, atau sia-sia. Dia meanugerahkan manusia
dengan panca indra, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna dan meniupkan
ke dalam ruh-Nya untuk mempersiapkan menunaikan tugas besar ini.
11
4. Tauhid Sebagai Prinsip Pertama Masyarakat
Tauhid menegaskan bahwa “umatu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah
Allah. Karena itu sembah dan mengabdilah kepada-Nya”. Tauhid berati bahwa
orang-orang beriman adalah bersaudara, yang anggotanya salaing mencintai dalam
Tuhan, mereka saling menasehati untuk berlaku adil dan sabar, mereka semua
berpegang pada tali Allah, dan tidak berpisah satu sama lain, meeka saling
berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan, mereka menaati Allah
dan Nabi-Nya.
12