Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad Fakhri Hanif

NIM : 40011320650128
Kelas : C

1.       Setiap agama mengajarkan pokok-pokok ajaran yang meliputi credo, ritus dan tata nilai.
Bagaimana pandangan Saudara tentang pernyataan bahwa semua agama itu sama?Jelaskan  !
2.       Bagaimana konsep Tuhan menurut Islam dan sejauhmana pengaruh keimanan terhadap
kehidupan dunia ini !
3.       Jelaskan tauhidullah yang terdiri dari rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa shifat bagi Allah
!
4.       Mengagapa dalam alam pikiran Barat terdapat evolusi tentang Tuhan ? Jelaskan evolusi
tersebut dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya !
5.       Makna terminologi Islam mempunyai dimensti karakteristik bagi seorang muslim sebagai
pemeluknya. Jelaskan makna tersebut !
6.       Jelaskan kerangka dasar Islam yang merupakan satu kesatuan dan sebagai pondasi bagi
seorang muslim !
7.       Bagaimana metode pemahaman Islam sehingga dalam memahami doktrin Islam tidak
mengalami kesalahpahaman !
8.       Bagaimana makna khalifah dan apa tugas dan fungsi manusia diciptakan Allah di bumi
ini !
9.       Jelaskan secara lengkap tujuan, prinsip dasar dan ruang lingkup hukum Islam !
10.     Sejauhmana kontribusi umat Islam terhadap perkembangan hukum Islam di Indonesia ?
 
JAWABAN:

1. Menurut saya bener semua agama yaitu sama-sama mengajarkan kebaikan dan
kebenaran. Perbedaanya terletak pada bagaimana cara untuk mencapai kebenaran dan
kebaikan itu. Pemahaman ini tidak salah, tetapi sulit diterima agama yang memahami
agamanya sebagai satu-satunya pembawa kebenaran.untuk itu kita sebagai umar
beragama harus menghargai satu sama lain.

2. Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan
Maha Kuasa. Dia itu wahid dan Esa, Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-
Qur’an terdapat 99 Nama Allah (asma’ul husna artinya: “nama-nama yang paling baik”)
yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu
pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut,
yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha Pengasih” (ar-rahman)
dan “Maha Penyayang” (ar-rahim).
3.
 Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan,
kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
firman Allah:

َ‫ك هللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬


َ ‫ق َواْألَ ْم ُر تَبَا َر‬
ُ ‫أَالَلَهُ ْال َخ ْل‬

“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A’raf:


54).

 Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena


penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya
kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam
ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi.
Allah Ta’ala berfirman:

‫ُون ِمن دُونِ ِ_ه ْالبَا ِط ُل‬


_َ ‫ق َوأَ َّن َمايَ ْدع‬
ُّ ‫ك بِأ َ َّن هللا َ هُ َو ْال َح‬
_َ ِ‫َذل‬

”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya


yang mereka seru selain Allah adalah batil” (Luqman: 30).

 Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa


Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini
mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan
seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya
dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang
semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi
Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini
ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

‫صي ُر‬ َّ ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء َوهُ َو ال‬


ِ َ‫س ِمي ُ_ع الب‬ َ ‫لَي‬
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid  I/7-
10).

4. Teori Evolusi Agama sebagaimana yang dikembangkan dalam beberapa dasawarsa di


dunia Barat. Seiring dengan “kuatnya” pengaruh arus Teori Evolusi di bidang biologi.
oleh Charles Darwin, para sarjana di dunia Barat kemudian menggunakannya sebagai
postulat dan mengelaborasinya untuk menjelaskan fenomena lain di luar bidang biologi
sehingga teori evolusi digunakan dalam berbagai bidang, seperti: teori evolusi keluarga,
teori evolusi sejarah, teori evolusi pemikiran, teori evolusi geologi, dan lain-lain. Dalam
konteks pengkajian agama, khususnya, teori evolusi di bidang biologi ini sering dijadikan
oleh para sarjana Barat zaman modern sebagai postulat untuk menjelaskan dan
mendefenisikan agama dan keberagamaan umat manusia sehingga melahirkan Teori
Evolusi Agama (TEA). Pemaknaan terhadap agama secara evolutif ini pada gilirannya
berdampak terhadap pendangkalan makna dan muatan agama hanya menjadi semacam
produk budaya manusia sesuai dengan tingkat pemikiran dan peradaban mereka masing-
masing. Konksekuensinya, kebenaran ajaran agama menjadi bersifat relatif,
antroposentris, pluralistik, dan komunal sesuai dengan latar belakang penganutnya. Tentu
saja, pemaknaan seperti itu dapat mendegradasi entitas agama yang sejatinya
menekankan aspek absolutisme, normativisme, spiritualisme, eskatologis, di samping
ritual peribadatan.

5. Ajaran Islam memiliki konsepsi yang khas dan dapat dikenali dengan berbagai bidang
keilmuannya. Perbedaan karakteristik dalam Islam menunjukkan keragaman yang luas,
akan tetapi umat Islam mempunyai konsepsi jiwa persatuan umat “rahmatan lil „alamin”.
Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dimensi keimanan, akal
pikiran, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, sampai pada kehidupan rumah tangga
dan masih banyak lagi dimensi-dimensi lainnya. Untuk memahami berbagai dimensi
ajaran Islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari Al Qur’an
dan Hadist. Karena pedoman dan/atau dasar ajaran Islam untuk kehidupan umat Muslim
adalah al-Qur‟an 1 dan hadis2 yang mana di dalamnya terdapat berbagai petunjuk
tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara
lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Umat Muslim dituntut memiliki
kecakapan dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai dalam ajaran
agama Islam secara kaffah (sempurna) dalam bentuk perilakunya sebagai reprentasi dari
nilai-nilai (values) keislaman seseorang dalam kehidupan.

6. Aqidah merupakan kepercayaan, keimanan mengenai keesaan Allah. Syariah (hukum)


adalah jalan menuju sesuatu yang benar. Akhlak adalah budi pekerti, sopan santun, dan
perilaku.Aqidah, Syariah dan Akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam.
Ketiganya harus selalu bersamaan dengan aqidah berjalan di depan. Akhlak dan syariah
mencantol pada aqidah. Aqidah, Syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu
kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah
sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan
akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai
agama.Islam tidak hanya memberi tuntunan ritual, dalam rangka hubungan manusia
dengan Tuhan, tetapi juga memberi bimbingan dalam hubungan antar manusia, bahkan
hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya, baik lingkungan wujud nyata
maupun yang tak nyata (Yaa ‘alimal ghaibi wa syahadah).Tuntunannya bukan hanya
menyangkut hal-hal besar melainkan juga yang kecil-kecil, dan boleh dianggap remeh
oleh sementara orang, lalu yang remeh itu pun dikaitkan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
Allah SWT. Aneka aktivitas, bahkan makan dan berpakaian, tidur, cara tidur, bangun
tidur, mandi atau ke wc, termasuk kaki mana yang hendaknya didahulukan melangkah
ketika masuk dan keluar, semua ada aturan dan tuntunannya, dan semua dikaitkan dengan
Allah SWT.
7. Penyimpangan ajaran-ajaran Islam terkait erat dengan perkara akidah. Menurut Kiai
Satori, akidah memang merupakan inti dari agama Islam. Namun, akidah juga sangat
terkait dengan ibadah. Hasil dari ibadah akan tampak pada akhlak dan moral manusia.
Selain membentengi dari aliran menyimpang, pemahaman akidah yang baik akan
menjadikan seseorang menjadi umat yang baik pula. Oleh karena itu, pendidikan akidah
yang baik pada dasarnya menjadi hak dasar seorang Muslim.Pengajaran akidah
merupakan kewajiban orang tua. Mereka hendaknya telah menanamkan akidah Islam
kepada anak-anaknya sejak masih kecil. Namun, ada pula orang tua yang tidak mampu
atau tidak mempunyai kapasitas pengetahuan yang cukup untuk menjelaskan perkara
akidah kepada anaknya. Maka, mereka wajib memberikan pendidikan melalui sekolah
atau lembaga pendidikan Islam yang baik.
Menurut Kiai Satori, kemajuan teknologi memang memudahkan manusia untuk
mengakses sumber-sumber pembelajaran agama dengan lebih mudah. Namun, kehadiran
guru atau ustaz penting untuk memberikan pemahaman yang baik.Dalam mempelajari
akidah, seorang Muslim hendaknya memilih guru yang baik. Guru tersebut harus mampu
memahami kebutuhan spiritual muridnya. Seseorang bisa saja belajar pada beberapa guru
untuk perkara-perkara tertentu, misalnya fikih, akhlak, dan lain-lain. Namun, akan lebih
baik jika ada seorang guru yang mampu memahami perkembangan spiritualnya, sehingga
materi yang perlu diajarkan akan diberikan dengan tuntas.
8. Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat difahami
dari firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan
dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan
beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan
bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas
kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga
manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari
pelaksanaan pengabdian kepadaNya.

9. tujuan, prinsip dasar dan ruang lingkup hukum Islam :


 Tujuan
Tujuan hukum Islam tidak terbatas pada lapangan materiel saja yang sifatnya
sementara, tidak pula kepada hal-hal yang sifatnya formil belaka, akan tetapi lebih
dari itu hukum Islam memperhatikan pelbagai faktor seperti faktor Individu,
faktor masyarakat dan faktor kemanusiaan dalam hubungannya satu dengan yang
lain demi terwujudnya keselamatan di dunia dan kebahagiaan di hari kemudian.
Dari segi pelaku hukum Islam yakni manusia itu sendiri, tujuan hukum Islam
adalah untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera.
 Ruang Lingkup
Menurut Ahmad Azhar Basyir, hukum Islam mengatur perikehidupan manusia
secara menyeluruh, mencakup segala macam aspeknya. Hubungan manusia
dengan Allah diatur dalam bidang ibadat dan hubungan manusia dengan
sesamanya diatur dalam bidang muamalat dalam arti luas, baik yang bersifat
perorangan maupun bersifat umum, misalnya perkawinan, pewarisan, hukum
perjanjian, ketatanegaraan, kepidanaan, peradilan, dan seterusnya. Dalam
pandangan Azhar Basyir, jika dihubungkan dengan Ilmu Hukum dikenal adanya
klasifikasi hukum privat dan hukum publik, dalam hukum Islam pun dikenal
adanya pembagian tersebut dengan ditambahkan satu kelompok lagi, yaitu hukum
ibadat. Dengan demikian dalam hukum Islam dikenal klasifikasi tersendiri, yaitu
hukum privat Islam, hukum publik Islam dan hukum ibadat. Klasifikasi yang
disebutkan terakhir menunjukkan bahwa hukum Islam itu mencakup dua dimensi,
dunia dan hari kemudian.
 Prinsip Dasar
Syari‟at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk
mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur‟an dan
Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah
khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau
dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara
langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur
hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia
dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa
hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan)
maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah
dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan
hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.
Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan
asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah
atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas
dan tiang pokonya.(6)
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok.(7)
Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan;
tempat pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda.(8)
Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren
didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang
membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. 
10. Hukum Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang mayoritas memeluk agama
Islam, mempunyai kedudukan yang penting dan strategis. Dalam lintasan sejarah hukum
di Indonesia hubungan antara hukum Islam dengan hukum nasional dan kecenderungan
dalam kehidupan nasional, terlihat bahwa hukum agama (hukum Islam) berada dalam
hukum nasional Indonesia. Dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia terlihat
kecenderungan semakin kuatnya hukum nasional. Pegawai dan Pejabat negeri
diperintahkan memperhatikan norma keagamaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Bentuk hubungan antara hukum agama dan hukum nasional memiliki tiga pola yaitu: a)
Hukum agama, khusus untuk kaum beragama tertentu, b) Hukum agama masuk dalam
hukum nasional secara umum yang memerlukan pelaksanaan khusus, c) Hukum agama
masuk dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku umum bagi seluruh
penduduk Indonesia. Hukum Islam sebagai tatanan yang diperpegangi dan ditaati oleh
mayoritas penduduk dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam
masyarakat dan merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan dan ada dalam kehidupan
hukum nasional dan merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya.

Anda mungkin juga menyukai