PENDAHULUAN
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar,
pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka
mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat
kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun
kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis
yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam
hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai
ajaran akidah yang benar dan lurus.
1
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah
dan pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak
pandai membina jiwa generasi mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai
keimanan dalam nalar pikir dan akal budi mereka”, maka mereka tidak akan
selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada
yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari
sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar
pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari
ajaran spiritualitas Islam.
I.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
3
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain
Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti :
patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah.
Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai
berikut:
َِّللا
َّ ب ِ َّللاِ أ َ ْندَادًا يُ ِحبُّونَ ُه ْم َك ُح ِ اس َم ْن يَت َّ ِخذُ ِم ْن د
َّ ُون ِ ََّو ِم َن الن
“Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.”
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
4
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “Tidak Ada Tuhan”, kemudian
baru diikuti dengan suatu penegasan “Melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa
seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah SWT, Zat Yang
Maha Mutlak.
Dalam agama Islam, Asmaa'ul husna (bahasa Arab: أسماء هللا الحسنى, asmāʾ
allāh al-ḥusnā) adalah nama-nama Allah yang indah dan baik. Asma berarti nama
dan husna berarti yang baik atau yang indah, jadi asma'ul husna adalah nama
nama milik Allah yang baik lagi indah. "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara
dengan Dia". (Al-Ikhlas 112:1-4). Para ulama menekankan bahwa Allah adalah
sebuah nama kepada Dzat yang pasti ada namanya. Semua nilai kebenaran mutlak
hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Yang
Memiliki Maha Tinggi. Tapi juga Allah Yang Memiliki Maha
Dekat. Allah Memiliki Maha Kuasa dan juga Allah Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Sifat-sifat Allah dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu
nama-nama, sebutan atau gelar yang baik.
5
3. "Allah memiliki Asmaa' ulHusna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama yang baik itu..." (Al-A'raaf :180)
6
Pemikiran umat Islam tentang Tuhan dimulai dari embrio ketegangan
politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan segitiga
antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin
yang fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan
kelompok mayoritas yang mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode
kepemimpinan Abu Bakar dan Umar gejolak politik tidak muncul, karena sikap
khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan
melakukan gerakannya.
Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan
politik menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir)
pada masa khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan
warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman
sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah
berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Dendam yang dikumandangkan dalam
bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan darah, menjadi motto bagi
kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan,
antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian damai. Nampaknya bagi
kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan strategi untuk
memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah
mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara
pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi)
tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan
pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu :
kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar,
namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut
dengan kelompok syiah, dan kelompok kedua disebut dengan khawarij. Dengan
demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok
Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.
7
perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak
Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali
dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti
tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali
dan para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44
8
Wasil bersama beberapa orang yang sependapat dengannya memisahkan diri dari
kelompok pengajian Hasal Al-Bashry. Peserta pengajian yang tetap bergabung
bersama Hasan Al-Bashry mengatakan, “I’tazala Wasil ‘anna.” (Wasil telah
memisahkan diri dari kelompok kita.) Dari kata-kata inilah Wasil dan
pendukungnya disebut kelompok muktazilah. (Lebih jelasnya lihat Harun
Nasution dalam Teologi Islam).
9
II.3 Bukti Adanya Tuhan
Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian
lain alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena
bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan
hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas yang
membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin azali. Hukum tersebut
menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi
tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak
mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas.
Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak ada. Dengan bertitik tolak
dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung, serta
kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah
10
bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan
sesuai hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
4. Argumentasi Qur’ani
11
ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah
jamak dari yaum yang berarti periode. Jadi, sittati ayyam berarti enam periode
dan tentunya membutuhkan proses waktu yang sangat panjang. Dalam
menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya
jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai
kepada manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat
meneliti dan mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir
berbagai macam ilmu pengetahuan.
1. Al-Kindi
Tulisan Al-Kindi yang membicarakan ketuhanan, antara lain Fi al-
Falsafat al-Ula dan Fi Wahdaniyyat Allah wa Tanahi Jirm al-‘Alam. Dari
tulisan-tulisan tersebut dapat dilihat bahwa pandangan Al-Kindi tentang
ketuhanan sesuai dengan ajaran agama Islam dan bertentangan dengan
pendapat Aristoteles, Plato, dan Plotinus. Allah adalah wujud yang
sebenarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada. Ia mustahil tidak ada
dan selalu ada dan aka nada selamanya. Allah adalah wujud yang
sempurna dan tidak didahului wujud lain.
2. Al-Farabi
Al-Farabi dalam pembahasan tentang ketuhanan mengompromikan
antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujud al-Awwal
(Wujud Pertama) sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Konsep ini
tidak bertentangan dengan keesaan yang mutlak dalam ajaran Islam.
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan dengan dalil wajib
al-wujud dan mumkin al-wujud mengesankan duplikat Al-Farabi. Akan
12
tetapi, dalam filsafat wujudnya, bahwa segala yang ada ia bagi pada tiga
tingkatan dipandang memiliki daya kreasi tersendiri (Wajib al-wujud,
Mumkin al-wujud, Mumtani’ al-wujud).
4. Ibnu Miskawaih
5. Ikhwan Al-Shafa’
Dalam pembahasan masalah ketuhanan, Ikhwan Al-Shafa’
melandasi pemikirannya pada angka-angka atau bilangan. Menurut mereka
ilmu bilangan adalah “lidah” yang mempercakapkan tauhid, al-tanzih, dan
meniadakan sifat dan tasybih serta dapat menolak atas orang yang
mengingkari keesaan Allah Swt.
Inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta. Pernyataan lugas dan
sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan
dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban
atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah
13
yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah
sebagai Uswah hasanah.
Selain itu menurut Al-Quran sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada
dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan. Ketika masih dalam
bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia
terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga
menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia
memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis
akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Quran menegaskan ini dalam surah Az-
Zumar 39:8 dan surah Luqman 31:32.
14
Surat Al-Ikhlas – pondasi penting teologi:
Surat Al-Ikhlas (surat ke-112) Al-qur’an, adalah pondasi penting teologi. 'Theo'
dalam bahasa Yunani berarti Tuhan dan 'logi' berarti studi. Jadi Teologi berarti
studi tentang Tuhan, dan umat Islam menganggap empat ayat tentang Tuhan
dalam surat Al-Ikhlas berfungsi sebagai pondasi penting untuk mengenal Tuhan.
Setiap kandidat keilahian harus diuji dengan tes ini. Orang yang berpura-pura
sebagai tuhan dapat dengan mudah dieliminasi dengan menggunakan ayat-ayat
dari Surat Al-Ikhlas ini.
15
(2). َّ الَّهُ ال
ص َم ُد
Artinya: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.(QS.Al-Ikhlas:2)
Persyaratan kedua adalah, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu.” Kita tahu dari biografi Rajneesh bahwa ia menderita
diabetes, asma, dan sakit punggung kronis. Dia menuduh bahwa Pemerintah AS
memberinya racun dalam penjara. Bayangkanlah Tuhan diracuni! Dengan
demikian, segala sesuatunya tidak bergantung pada Rajneesh karena dia
membutuhkan bantuan orang lain untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang
dialaminya. Pada ayat ini Allah menambahkan penjelasan tentang sifat Tuhan
Yang Maha Esa itu, yaitu Dia adalah Tuhan tempat meminta dan memohon.
16
momen Anda bisa membayangkan atau mengilustrasikan suatu entitas, maka
entitas itu bukanlah Tuhan. Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tidak
ada yang setara dan sebanding dengan Dia dalam zat, Sifat dan perbuatan-Nya. Ini
adalah tantangan terhadap orang-orang yang beriktikad bahwa ada yang setara dan
menyerupai Allah dalam perbuatannya, sebagaimana pendirian orang-orang
musyrik Arab yang menyatakan bahwa malaikat itu adalah sekutu Allah.
SUFISME
1. Hulul
Hulul atau juga sering disebut "peleburan antara Tuhan dan manusia"
adalah paham yang dipopulerkan Mansur al-Hallaj. Paham ini menyatakan bahwa
seorang sufi dalam keadaan tertentu, dapat melebur dengan Allah. Dalam hal ini,
aspek an-nasut Allah bersatu dengan aspek al-lahut manusia. Al-Lahut merupakan
aspek Ketuhanan sedangkan An-Nasut adalah aspek kemanusiaan. Sehingga
dalam paham ini, manusia maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut dalam diri
masing-masing.
17
Mansur al-Hallaj menggunakan ayat Al-Quran semisal surah Al-
Baqarah ayat 34 untuk menjelaskan pahamnya. Dalam ayat itu berbunyi,
"Sujudlah wahai para malaikat kepada Adam...". Al-Hallaj menjelaskan bahwa
mengapa Allah memerintahkan bersujud kepada Adam padahal seharusnya hanya
bersujud kepada Allah dikarenakan saat itu Allah telah mengambil tempat dalam
diri Adam sehingga Adam memiliki kemuliaan Allah. Al-Hallaj juga
menyebutkan hadits yang mendukung pendapatnya, seperti, "Sesungguh-Nya
Allah menciptakan Adam sesuai bentuk-Nya," dan juga menurutnya hulul pernah
terjadi pada diri Isa, di mana Allah mengambil tempat pada dirinya.
2. Ittihad
3. Wahdatul Wujud
18
mengandung diri Allah, sehingga Allah adalah satu-satunya wujud yang nyata dan
alam semesta hanya bayang-bayang-Nya. Bedasar pikiran tersebut, Ibnu Arabi
berpendapat seorang sufi dapat keluar dari aspek kemakhlukan dan dapat melebur
dalam diri Allah.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang mutlak
keesaannya. Lafadz Allah swt adalah isim jamid, personal nama,
atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan, digantikan atau disejajarkan
dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku Islam dan telah mengikrarkan
kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah) berate telah
memiliki keyakinan yang benar, yaitu monoteisme murni/monoteisme mutlak.
Sebagai konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah Swt sebagai prioritas
utama dalam setiap aktivitas kehidupan.
19
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan
spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya
pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya
dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-
Rum: 30)
20
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten
(istiqomah). Pengertian taqwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-hadits.
Yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua
larangan_Nya (imtitsalu bi’awamirillahi wajtinabu annawahihi). Dalam surat Al-
Baqarah :117 Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertaqwa, yang secara umun
dikelompokkan menjadi lima indikator ketaqwaan.
1. Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi. Indikator
taqwa yang pertama adalah memelihara fitrah iman.
2. Mengeluarkan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak yatim, orang-
orang miskin, orang yang dalam perjalanan, orang yang minta-minta dana,
orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memerdekakan hamba
sahaya. Indikator taqwa yang kedua adalah mencintai sesama umat
manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.
3. Mendirikan salat dan menunaikan zakat. Indikator taqwa yang ketiga
adalah memelihara ibadah formal.
4. Menepati janji. Indikator taqwa yang keempat adalah memelihara
kehormatan atau kesucian diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan pada waktu jihad. Indikator kelima
adalah memiliki semangat perjuangan.
Sejak awal seluruh Roh manusia telah mengambil kesaksian bahwa Rabb-
nya Allah Swt. Ini berarti setiap manusia telah memiliki benih iman. Sebagaimana
dalam firman Allah Swt. yang artinya :
21
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”.” (Qs.Al-A’raf:172)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. (Qs.Ar-Rum:30)
Bahwa setiap ciptaan Allah dan dalam hal ini manusia fitrahnya adalah
mengesakan Allah. Artinya, fitrahnya berarti beriman kepada Allah dan berarti
pula fitrahnya adalah Islam. Potensi fitrah atau iman Islam tersebut perlu
ditindaklanjuti dan yang paling berkompeten menumbuhkan potensi iman Islam
tersebut adalah kedua orang tua. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi
Muhammad Saw yang artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,
orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi”. Pada kenyataannya bermacam agama atau kepercayaaan yang
dipeluk dan dianut manusia.Dan apabila dalam diri seseorang telah terikat dengan
tatanan iman,harus dikembangkan untuk mencapai iman yang kokoh. Dalam Al-
Qur’an Surat Ali Imron : 190-191 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah
kami dari siksa neraka”.
22
II.5.3 Tanda-Tanda Orang Beriman
23
Akidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan akan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu Ala Al Maududi menyebutkan
bahwa tanda-tanda orang yang beriman adalah sebagai berikut:
24
kebun kurmanya. Mengetahui dirinya telah tertinggal satu rakaat dalam
berjamaah, Syaidina Umar pun begitu menyesali perbuatannya sehingga
kebun kurma yang dianggap sebagai penyebab musibah itu akhirnya
dijual;
4. Tidak suka memenuhi perutnya dengan makanan haram & tidak sampai
kenyang. Ini merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah yang berbunyi
‘Makanlah sebelum engkau lapar dan berhentilah makan sebelum
kenyang’. Sungguh suatu perintah yang seakan-akan mudah dilaksanakan
namun saat mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari betapa sulitnya
melakukan hal itu. Dari sinilah bentuk ketakwaan seorang mukmin
dibentuk;
5. Apabila memandang orang lain, orang itu lebih sholeh dari dirinya. Tapi
bila memandang diri sendiri, dirinya adalah orang yang penuh dosa;
6. Beriman kepada Allah dan yang ghaib;
7. Sholat, zakat, puasa;
8. Infak disaat lapang dan sempit;
9. Menahan amarah dan memaafkaan orang lain;
10. Takut pada Allah;
11. Menepati janji.
25
kewajiban dakwah. Maka dari itu, setidaknya ada tujuh hal penting yang harus
ditanamkan kepada anak, yaitu : pendidikan, keimanan, akhlaq, sosial, psikis,
intelektual, fisik, dan pendidikan sex. Orang tua bertanggung jawab membimbing
anaknya atas dasar pemahaman dan pendidikan iman sesuai ajaran Islam dengan
cara membuka kehidupan anak dengan kalimat “Laa ilaha illa Allah” ketika
lahir, mengenalkan rukun iman, mengenalkan hokum halal dan haram,
mengajarkan tatacara beribadah (sholat, puasa, zakat), mendidik anak untuk
mencitai nabi dan ahli baitnya dengan cara membacakan shiroh nabi
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam penanaman keimanan ini adalah :
1. Membina anak-anak untuk beriman kepada Allah Swt. dengan cara
mengenalkan kekuasaan Allah Swt. atas diri anak-anak;
2. Menanamkan perasaan khusyu’, takwa, dan ‘ubudiyah dengan cara
mengajak anak memperhatikan cipataan-ciptaan Allah Swt. yang demikian
menakjubkan di alam semesta ini, kemudian melatih anak untuk
melakukan sholat dengan baik;
3. Menanamkan perasaan selalu ingat kepada Allah Swt. dengan cara melatih
anak untuk selalu ingat kepada Allah Swt. dengan cara melatih anak untuk
selalu ikhlas dalam perbuatannya adalah semata-mata untuk meraih
keridhaan-Nya
4. Menanamkan perasaan selalu diawasi Allah Swt. karena Allah Swt. selalu
berada bersama mereka dengan cara melatih anak untuk selalu berkata dan
berperilaku jujur walaupun tidak ada orang lain yang melihat tingkah
lakunya hanya untuk mendapat ridha Allah Swt.;
5. Menjelaskan kepada anak tentang buah keimanan Allah Swt., agar anak
bersemangat, dan istiqomah dalam beriman kepada-Nya.
26
4. Iman memberikan ketentraman jiwa;
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan thayibah);
6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen;
7. Iman memberikan keberuntungan dalam kehidupan.
27
menghendaki bangunan kesempurnaan taqwa dirinya. Keterkaitan antara iman dan
taqwa ini, juga disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Al imanu’uryanun
walibasuhu at-taqwa” (iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa). Maksud
hadits ini adalah iman harus diikuti dengan melakukan amal saleh (taqwa). Iman
tanpa disertai amal saleh maka imannya masih telanjang tanpa pakaian.
28
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Zar, S. (2004). Filsafat Islam filosof dan filsafatnya. Padang: Rajawali Pers
30
Lampiran :
CATATAN NOTULEN
Moderator : M. Fauzy Ridwan
31
makhluk yang lainnya). Manusia sebagai pemeran yang hanya bisa
mengikuti takdir yang telah ditetapkan. Namun, sebagai pemeran tentu
bisa meminta kepada sutradara jika si pemeran menginginkan peranan
yang lain. Tentu hal itu bisa terwujud dengan izin sutradara dan beberapa
cara yaitu do’a dan usaha. Sama halnya dengan apa yang diinginkan
manusia untuk takdirnya, manusia bisa merubah beberapa takdirnya
dengan do’a dan usaha serta dengan izin Allah Swt.
32