DI SUSUN OLEH :
NIM :160205069
Kelas : 2.2
MEDAN
2018
1. Konsep ketuhanan dalam islam
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[4] Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu
pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut,
yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan
"Maha Penyayang" (ar-rahim).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia.
Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-
Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-
Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang
disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya sepertiKristen dan Yahudi. Namun, hal
ini tidak diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut.
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWt yang memiliki peranan penting
dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang paling tinggi
derajatnya dibandingkan makhluk Allah SWT bahkan Allah menyuruh para malaikat untuk
bersujud kepada Adam Alaihi salam. Masyarakat barat memiliki pandangan bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki jiwa dan raga serta dibekali dengan akal dan pikiran.
Dalam agama islam, ada enam peranan yang merupakan hakikat diciptakannnya manusia.
Berikut ini adalah dimensi hakikat manusia berdasarkan pandangan agama islam
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai
seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalani
segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba, seorang
manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa ramadhan (baca puasa
ramadhan dan fadhilahnya), zakat (baca syarat penerima zakat dan penerima
zakat), haji (syarat wajib haji) dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan
segenap hati sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5).
Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Alquran
cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia lain atau
dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya (baca keutamaan
menyambung tali silaturahmi). Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT
berikut
“Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain dan
peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (QS: An Nisa:1).
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.
Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26).
Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi
kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang disebutkan
oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati
nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat. Dalam Alqur’an Allah SWT
berfirman
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu
ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : Al araf 26-27).
Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai Al
insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta
kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya (baca hukum menuntut ilmu).
Sebagaimana disebutkan dalam surat Al hud berikut ini
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari
padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: Al Hud:9).
Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia
memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan,
berkembang biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada umumnya.
Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan, hakikat manusia sebagai
makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal
dan pikiran serta perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT agar manusia dapat
menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi
tugas dan perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama penciptaannya. (baca
juga fungsi agama dalam kehidupan manusia dan hidayah Allah kepada manusia)
Iman menurut bahasa adalah yakin, keimanan berarti keyakinan. Dengan demikian,
rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh
setiap pemeluk agama Islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu –
amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin
yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti
yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan
ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang
beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang
urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi
Islam.
Artinya :
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).”
Tanda-tanda Orang yang Beriman
a) Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak
hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami
ayat yang tidak dia pahami sebelumnya.
b) Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi
dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah
Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim:
11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun: 13).
c) Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-
Anfal:3dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu
shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
d) Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang
kaya dengan yang miskin.
e) Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-
Mukminun: 3, 5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar
ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
f) Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
g) Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda
yang dimiliki maupun dengan nyawa.
h) Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan
ajaran Allah dan Sunnah Rasul.
Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan
seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh
dan konsisten ( istiqomah ).
Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya
dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini.
Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam
lima kategori atau indicator ketaqwaan.
a. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata
lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan
memelihara fitrah iman.
b. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang –
orang miskin, orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang
meminta – minta dana, orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang
kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang
diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.
c. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara
ibadah formal.
d. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan
diri.
e. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain
memiliki semangat perjuangan.
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang
bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan
ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya
pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau stimulus
yang kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga sifat-sifat luhur dan akhlak
mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang
bertakwa adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah
orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
orang yang berakhlak mulia merupakan cirri-ciri daro orang yang bertaqwa. Keimanan pada
keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan
tauhid praktis. Tahuid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan
Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan
berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang
Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah
satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha
illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid praktis (tauhid
ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang
disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-
Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan,
tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat
dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang
dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan
dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan
dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-
hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid
adalah mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran,
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Secara bahasa kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tidak pergi, tetap di
tempat, diwarisi turun temurun. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan,
kepatuhan, balasan, dan kebiasaan. Din juga berarti peraturan-peraturan berupa hukum-
hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun
berupa larangan yang harus ditinggalkan.
Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang diartikan dengan haluan,peraturan, jalan
atau kebaktian kepada Tuhan.
Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu A berarti tidak, Gama berarti kacau balau,
tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.
Syarat–syarat agama
Maksudnya adalah adanya keyakinan kepada yang gaib. Manusia merasa dirinya
lemah dan oleh karenanya ia berhajat pada kekuatan gaib sebagai tempat
memohon pertolongan. Manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan
kekuatan gaib dengan cara mematuhi perintah dan larangannya.
Maksudnya adalah adanya respon yang bersifat emosional dari manusia, baik
dalam bentuk perasaan takut atau perasaan cinta. Selanjutnya respon itu
mengambil bentuk pemujaan atau penyembahan dan tata cara hidup tertentu bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Praktik = amal
yaitu sebagai perwujudan konsep dalam segala segi kehidupan individu dan
masyarakat. Maksudnya adalah adanya paham / keyakinan tentang yang kudus
(the sacret) dan suci seperti kitab suci, tempat-tempat ibadah yang suci dan
sebagainya.
Klasifikasi agama
Perbedaan kedua agama ini dikemukakan Al Masdoosi dalam Living Religious of the World
sebagai berikut:
Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan, sedangkan agama budaya tidak
demikian
Agama wahyu sumber utamanya adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan agama
budaya kitab suci tidak pentin
Semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama budaya lahir di luar itu
Agama wahyu lahir di daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras simetik
Agama wahyu memberikan arah yang jelas dan lengkap baik spiritual maupun material,
sedangkan agama budaya lebih menitik beratkan aspek spiritual saja
Ajaran agama wahyu jelas dan tegas, sedangkan agama budaya kabur dan elastis.
Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan wahyu disebut
agama budaya (ardhi/bumi). Sedangkan yang termasuk dalam katagori agama samawi
hanyalah Agama Islam.
1) Agama Misionari
Yaitu agama yang menurut ajarannya harus disebarkan kepada seluruh umat manusia.
2) Agama Non Misionari
Yaitu tidak ada kewajiban dalam ajarannya untuk menyebarkan kepada seluruh umat.
Yaitu agama yang lahir dalam kawasan Timur Tengah yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam
Kata “islam” berasal dari bahasa arab yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi
“islaman” yang berarti damai. Kata ‘rahmatan” berasal dari bahasa Arab yaitu “rohima” yang
dimasdarkan menjadi “ rahmatan’ yang artinya kasih sayang. Dan kata “Al-alamin” berasal
dari bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta
yang mencakup bumi beserta isinya. Maka yang dimaksud dengan Islam Rahmatan
Lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu
mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
ِ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْد ُخلُوا فِي الس ِّْل ِم َكافَّةً َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا
ٌ ِت ال َّش ْيطَا ِن ۚ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُمب
ين
artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.
Islam dalam arti damai, selamat, dan sejahtera itu mengisyaratkan suatu makna bahwa
seorang muslim selain mencari keselamatan untuk dirinya juga mampu memberikan
keselamatan kepada orang lain, sedangkan Islam dalam arti kepatuhan dan ketundukkan
kepada ajaran yang diturunkan Allah swt juga merupakan inti dari agama yang diturunkan
kepada rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad saw. Semua nabi menuntun umatnya ke jalan
yang lurus agar terciptanya keselamatan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Hal ini
tercermin dalam do’a Nabi Ibrahim As dan beberapa ayat dalam Al-Qur’an di antaranya Q.S
Al-Baqarah : 128
ُم ْسلِ َمي ِْن َواجْ َع ْلنَا َربَّنَا َك ُم ْسلِ َمةً ُأ َّمةً ُذرِّ يَّتِنَا َو ِم ْن لَك
َ ََوتُبْ َمنَا ِس َكنَا َوَأ ِرنَا ل
artinya: Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau
dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
KESIMPULAN
Tuhan saya sebagai penganut agama islam adalah Allah SWT yang maha esa tiada
tuhan lain yang patut di sembah selain Dia. Dan nabi saya adalah Rasulullah Muhammad
SAW. Nabi Muhammad SAW adalah seorang manusia yang di utus oleh Allah SWT sebagai
rahmatan lil al-amin sehingga islam juga di sebut sebagai agama yang rahmatan lil al-amin.
Rahmatan lil al-amin artinya adalah rahmat bagi seluruh alam, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari Nabi Muhammad SAW sehingga menjadi panutan bagi umat-umatnya. Dalam
beragama sebaiknya kita harus beriman kepada Allah SWT, senantiasa melakukan ajarannya
dan meninggalkan larangannya di niakan dengan ucapan dilakukan dengan tindakan. Dan
tidak lupa juga kita saling membantu ke sesama karena sejatinya umat ialah umat saling
tolong menolong dalam kebaikan. Dalam megarungi kehidupan ini dalam agama islam juga
mrngajarkan bukan untuk memikirkan dalam dunia saja namun juga akhirat, dimana kala
datang hari berbangkit tiba hanya amal ibadah yang dapat menolong
Daftar pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam
https://dalamislam.com/info-islami/hakikat-manusia-menurut-islam
https://fitachoiyanti14.blogspot.co.id/2016/03/makalah-keimanan-dan-ketaqwaan-matkul.html
https://muslim.or.id/1800-islam-rahmatan-lil-alamin.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama