Anda di halaman 1dari 25

KONSEP

KETUHANAN
DALAM ISLAM
KELOMPOK 2
1. MUHAMMAD FAJRI HANAFI (61123068)
2. DIKI BAHRUL ALAM (61123054)
3. JEPRY AL BUKHORI (61123021)
4. AMELLIA (61123053)
5. NABILA RAUDHATUL JANNAH SAMRA (61123143)
6. NAZWA (61123075)
7. NINGTYAS PERMATA WULANDARI (61123141)
8. RURY DEVONA DARPIUS (61123098)
9. ZAHRA FITRIA RAHMADANI (61123137)
10. ERISA DESVINAILAH (61123130)
1 . PENGERTIAN TUHAN DALAM ISLAM
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, Ketuhanan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan sifat keadaan Tuhan atau segala sesuatu yang
berhubungan dengan Tuhan. Sedangkan Tuhan dalam bahasa arab disebut ilaah yang
berarti dalam "Ma'bud" (yang disembah). Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan
"Tuhan", dalam Al-Qur'an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan
atau dipentingkan manusia. Dalam konsep Islam, Ketuhanan disebut dengan
menyembah Allah SWT dan meyakini bahwa Allah sebagai Maha Tinggi Yang Nyata
dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan
Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang
Tunggal dan Maha Kuasa.
Tuhan adalah suatu dzat abadi dan supranatural yang menciptakan langit, bumi
beserta isinya dan menciptakan makhluk-makhluk yang ada di bumi.
A. PENGERTIAN TUHAN MENURUT PARA AHLI
Dalam pandangan Syeikh Siti Jenar (dalam Kandito,2012:69-70), Tuhan
merupakan Dzat yang melingkupi materi dan alam jiwa sekaligus, sehingga
wujud Tuhan tidak mampu diindera oleh manusia dan makhluk lain yang
diciptakan olehNya. Indera manusia hanya bisa digunakan untuk
mengindera hal-hal yang berwujud materi saja, yang sangat terbatas
jumlahnya. Dengan demikian, Dzat Tuhan yang juga melingkupi alam jiwa
dan alam esensi tak akan mampu diserep oleh indera. Pemaknaan tentang
Tuhan tidak akan mampu menunjukkan kesejatian Tuhan. Menurut Syeikh
Siti Jenar dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak dapat didefenisikan secara
mendasar, sebab pemahaman maupun bahasa yang digunakan oleh
manusia tidak akan pernah mampu untuk mengungkapkan esensi dan
kesejatian dari Tuhan itu sendiri.
Menurut Nasr (dalam Hunafa, 2006:43-64) Tuhan adalah Dzat
. yang Maha Suci, sehingga untuk mendekati Nya seseorang harus
dalam keadaan suci. Oleh karena itu, orang-orang sufi berusaha
untuk mensucikan dirinya demi perjumpaannya dengan Dzat yang
Maha Suci tersebut.
Menurut Al-Suhrawadi ( dalam Hunafa, 2006:4) Tuhan adalah
“Nur al-Anwar” atau cahaya dari segala cahaya dan merupakan
wujud realitas yang bersifat absolute dan tidak terbatas, karena
tidak terbatas sehingga atas kehendak Nya, maka segala sesuatu
yang ada di dunia ini beserta isinya tercipta. Nur al-Anwar adalah
Dzat Tuhan, yaitu Allah swt yang memancarkan cahaya-cahaya
terus menerus secara berkesinambungan dan melalui sinar-sinar
itu, maka terciptalah segala wujud dari segala kehidupan.
Menurut Ibnu Thufail (dalam Hamdan, 1994:34) Tuhan adalah Dzat yang
.
sempurna yang memberi eksistensi kepada segala sesuatu. Thufail
mengatakan bahwa Tuhan merupakan Wajibul Wujud, maksudnya yang
memberikan bentuk kepada segala yang ada dan Dia adalah sebab
effesien yang menciptakannya. Dia mendengar sebagaimana manusia
mendengar dan melihat sebagaimana manusia melihat. Dia mengetahui
setiap saat partikel kecil sekalipun baik di bumi maupun di surga.
•Menurut al Kindi (dalam Sharifah, 1994:35) Tuhan adalah Dzat tunggal
yang tak terlihat karena ia tidak tersusun dan tak ada susunan baginya,
tetapi sesungguhnya Ia terpisah dari segala apa yang dilihat. Ia bukan
materi, tak berbentuk, tak berjumlah dan tak berkualitas. Al-Kindi
menganggap Tuhan sebagai “Al-Wahidul haq” yakni Tuhan yang satu
dalam hakikatnya.
Menurut al Farabi (dalam Sharifah, 1994:42) Tuhan sebagai
.
“Al-Maujud Al- Awwal” yakni wujud yang pertama yang harus
dimengerti sebagai zat yang qadim. Keqadimannya itu bukan
karena sesuatu yang lain, melainkan karena dirinya sendiri.
Oleh karena Dirinya merupakan Dzat yang qadim, mau tidak
mau mestilah hubungannya dengan alam atau sesuatu diluar
diri Nya tidak menyentuh secara langsung.
Menurut Ibnu Rush (dalam Sharifah, 1994:32) Tuhan adalah
pencipta sesungguhnya, artinya Ia mencipta dengan tujuan
tertentu, manfaat tertentu, serta nilai-nilai tertentu. Yang
sangat jelas dalam Al-quran adalah diciptakannya alam
semesta.
B. SURAT AL-QUR’AN YANG MENJELASKAN TENTANG
KETUHANAN DALAM ISLAM
1. Surat Al-Ikhlas ayat 1-4
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat
meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-
Ikhlas:1-4)

2. Surat Al-An’am ayat 1


‫َاْلَحْم ُد ِلّٰلِه اَّلِذ ْي َخَلَق الَّس ٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َو َجَع َل الُّظ ُلٰم ِت َو الُّن ْو َر ۗە ُثَّم اَّلِذْي َن َكَف ُرْو ا‬
‫ِبَر ِّبِه ْم َيْع ِد ُلْو َن‬
Artinya: "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir
masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu."
3. Surat Ash-Shad ayat 65
‫َق‬ ‫ْل‬ ‫ْل‬ ‫اَّل‬ ‫ٰل‬ ‫ْن‬ ‫ْن‬ ‫۠ا‬‫َن‬‫َا‬ ‫َّن‬
‫ْل ِا َم ٓا ُم ِذ ٌرۖ َّو َم ا ِم ِا ٍه ِا ُهّٰللا ا َو اِح ُد ا َّه اُر‬ ‫ُق‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku
hanya seorang pemberi peringatan, tidak ada tuhan selain
Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa,"

4. Surat al-Insan ayat 30


‫َو َم ا َتَش ۤاُء ْو َن ِآاَّل َاْن َّيَش ۤاَء ُهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َكاَن َع ِلْي ًم ا َحِك ْي ًم ۖا‬
Artinya: "Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali apabila Allah kehendaki Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana."
C. KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
1. Kepercayaan kepada Allah yang Satu
Ajaran Islam menganut monoteisme ketat (Tauhid).
Umat Islam meyakini bahwa hanya ada satu Allah yang
Maha Kuasa, Maha Bijaksana, dan Maha Pengasih.
Tidak ada yang setara dengan-Nya, dan tidak ada
Tuhan selain-Nya. Ini dikenal sebagai Tauhid
Rububiyyah (kepercayaan kepada Allah sebagai
Pencipta dan Penguasa semesta).
2. Ketuhanan dalam Ibadah (Tauhid Uluhiyyah)
Konsep ini mengajarkan bahwa semua bentuk ibadah dan penghambaan
harus hanya ditujukan kepada Allah. Umat Islam dilarang menyembah
atau mengabdi pada sesuatu selain Allah, termasuk berhala, patung,
atau makhluk lainnya. Ini mencakup shalat, puasa, zakat, dan ibadah-
ibadah lainnya.

3. Sifat-sifat Allah
Islam mengajarkan berbagai sifat dan atribut Allah yang dinyatakan
dalam Al-Quran dan Hadis. Beberapa sifat-sifat tersebut mencakup
Rahman (Maha Pengasih), Rahim (Maha Penyayang), Al-Quddus (Maha
Suci), Al-Hakim (Maha Bijaksana), dan sifat-sifat lain yang menunjukkan
kekuasaan, kasih sayang, dan kebijaksanaan Allah.
4. Allah sebagai Pencipta
Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala
sesuatu di alam semesta. Tidak ada yang ada kecuali karena
kehendak-Nya, dan Dia mengatur segala sesuatu dengan
sempurna.

5. Pengabadian diri kepada Allah


Konsep ini mencakup pengabdian diri secara penuh kepada
Allah dalam segala aspek kehidupan. Muslim diharapkan
untuk hidup sesuai dengan ajaran agama, menjalankan
perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
6. Kepercayaan pada Hari Kiamat
Umat Islam meyakini bahwa ada Hari Kiamat di mana semua
manusia akan dihidupkan kembali dan akan diadili oleh Allah atas
perbuatan mereka di dunia. Orang-orang yang beriman akan
mendapatkan pahala, sedangkan yang berdosa akan mendapatkan
hukuman.
Konsep ketuhanan dalam Islam sangat penting karena menjadi dasar
bagi seluruh ajaran dan praktik keagamaan. Keimanan kepada Allah,
pengabdian kepada-Nya, dan mengikuti ajaran-Nya adalah prinsip-
prinsip utama dalam hidup seorang Muslim. Selain itu, konsep
ketuhanan dalam Islam juga mencerminkan hubungan yang
mendalam antara manusia dan Allah, di mana manusia mencari
petunjuk, pengampunan, dan rahmat-Nya dalam hidup mereka.
2. KETUHANAN SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN
AJARAN ISLAM YANG DAMAI
Islam berasal dari kata ‫ َس ِلَم‬yang artinya selamat, bebas dan damai. Dalam kaidah
tata bahasa Arab berbunyi: ‫ َس ِلَم – َيْس َلُم – ِس ْل ًم ا – َس ْل ًم ا – َس َال َم ًة‬yang berarti damai.
Kemudian, terdapat istilah ‫الَّس َال ُم اْلَع َلِم‬yang diartikan perdamaian dunia.
Kata ‫ َس َّلَم‬berarti menyerahkan, hal ini berarti melepaskan sesuatu yang di
dalamnya terdapat unsur pembebasan. Maka, dapat dipahami bahwa Islam
mengajarkan perdamaian yang di dalamnya terdapat prinsip pembebasan, baik dari
rasa takut, lapar maupun ketidakamanan. Sebagaimana dalam firman Allah, QS. Al
Quraisy/106: 4,
‫ْو ٍف‬ ‫َخ‬ ‫ْن‬ ‫َن‬ ‫َآ‬ ‫ْن‬ ‫َأ‬
‫اَّلِذي ْط َع َم ُه ْم ِم ُجوٍع َو َم ُه ْم ِم‬
Berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam hidup yang damai itu sendiri,
terbebas dari berbagai rasa ketakutan, kelaparan dan ketidakamanan. Itulah intisari
dari ajaran Islam yang terkadang banyak umatnya sering melupakan.
Selain memiliki maksud perdamaian, juga berarti pembebasan. Dari kata ‫َس ِلَم‬
juga ada kata ‫ُس َّلٌم‬, yang berarti tangga. Tangga ialah alat untuk naik ke
tempat yang lebih tinggi, kemudian dengannya dapat melihat wawasan luas
serta dapat melihat sekeliling. Di samping itu juga bermakna selamat dari
marabahaya, misalnya karena dikejar anjing galak, kemudian naik tangga.
Sehingga, di dalam kata Islam saja sudah terdapat unsur keselamatan,
perdamaian, pembebasan serta pandangan/wawasan yang luas.
Salam seorang muslim, ketika bertemu satu dengan yang lain ialah
‫ الَّس َال ُم َع َلْي ُكْم‬yang artinya ‘damai buat anda’, atau yang lebih baik dari itu
dengan menambahkan ungkapan warahmatullahi wabarokaatuh (rahmat dan
barokah dari Allah). Ketika kalimat tersebut sudah terucap, berarti seorang
muslim telah menjamin keselamatan orang yang ada di hadapannya.
Kedamaian orang tersebut dijamin, karena telah mengucapkan janji, yaitu
‫الَّس َال ُم َع َلْي ُكْم‬.
Namun terkadang masih terdapat paradok, ketika ada seorang muslim menagih
hutang kepada saudaranya, kemudian ia mengucapkan salam sambil mengetuk
pintu. Lalu setelah yang punya rumah keluar untuk membuka pintu, tamu tadi
kemudian berkata keras atau bahkan marah dan mencaci sambil menagih
hutang yang belum dibayar. Artinya, fenomena tersebut bertentangan dengan
ucapan salam tadi. Karena pada awalnya ia telah berjanji datang membawa
kedamaian, tapi malah mencak-mencak.
Kata ‫ َس ِلَم‬atau Islam, juga menjadi salah satu nama Allah SWT, yakni
‫ الَّس َال ُم‬yang berarti Maha Pemberi Keselamatan. Setiap muslim setiap kali
mengakhiri shalatnya juga dengan menolehkan wajahnya ke kanan dan kiri
sambil mengucap salam. Maka, sholat itu merupakan mi’roj, atau dalam riwayat
disebutkan ashsholaatu mi’rojul mu‘min. Setidaknya seorang mukmin naik
jiwanya kepada Tuhannya, lalu kembali lagi ke dunia. Menutup dengan salam,
menyebarkan perdamaian.
Adapun nilai-nilai ajaran Islam yang berorientasi kepada
pembentukan perdamaian ditengah umat manusia, sehingga
mereka dapat hidup sejahtera dan harmonis, diantaranya :
larangan melakukan kedzaliman
1.islam sebagai agama yang membawa misi perdamaian
dengan tegas mengharamkan kepada umat manusia melakukan
kedzaliman kapan dan dimana saja. seperti yang tercatat dalam
firman Allah Q.S Al- Furqaan :19 “bahwa barangsiapa diantara
kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab
yang besar”
disamping itu Rasulullah bersabda : “wahai umatku sesungguhnya
telah aku haramkan bagi diriku perbuatan dzalim dan aku juga
mengharamkannya diantara kalian maka janganlah berbuat zalim”.
2. Adanya persamaan derajat
persamaan derajat diantara manusia merupakan salah satu hal yang ditekankan
dalam islam. tidak ada perbedaan antara satu golongan dengan golongan lain, semua
memiliki hak dan kewajiban yang sama. kaya, miskin, pejabat, pegawai, perbedaan kulit,
etnis dan bahasa bukanlah alasan untuk mengistimewakan kelompok atas kelompok
lainnya. Allah berfirman : “ hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.
Rasulullah bersabda : “ sesungguhnya allah tidak melihat kepada bentuk kalian ataupun
kepada harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian”. jadii, yang
membedakan derajat seseorang atas yang lainnya hanyalah KETAKWAAN. yang paling
bertakwa dialah yang paling mulia. dengan adanya persamaan derajat itu, maka semakin
meminimalisir timbulnya benih- benih kebencian dan permusuhan diantara manusia,
sehingga semuanya dapat hidup rukun dan damai
3. Menjunjung tinggi keadilan
Islam sangat menekankan perdamaian dalam kehidupan sosial
ditengah masyarakat, keadilan harus diterapkan bagi siapa saja walau
dengan musuh sekalipun. dengan ditegakkannya keadilan, maka tidak
ada seorangpun yang merasa dikecewakan dan didiskriminasi sehingga
dapat meredam rasa permusuhan, dengan demikian konflik tidak akan
terjadi. Allah berfirman dalam Q.S Al-Maidah ; 8 “wahai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karna Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa. dan bertaqwalah kepada allah, sesungguhnya allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”
4. Memberikan kebebasan
Islam menjunjung tinggi kebebasan, terbukti dengan tidak
adanya paksaan bagi siapa saja dalam beragama, setiap orang
bebas menentukan pilihannya. Firman Allah Q.S Al- Baqarah ; 256 :
“ tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam),
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang
salah”.
dengan adanya kebebasan itu maka setiap orang puas untuk
menentukan pilihannya, tidak ada yang merasa terkekang hingga
berujung pada munculnya kebencian.
5. Menyeru hidup rukun dan saling tolong menolong
Islam juga menyeru pada umat manusia untuk hidup
rukun dan saling tolong menolong dalam melakukan perbuatan
mulia dan mengajak mereka untuk saling bahu membahu
menumpas kedzaliman dimuka bumi ini, dengan harapan
kehidupan yang damai dan sejahtera dapat terwujud. Allah
berfirman Q.S Al-Maidah: 2 “ dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebijakan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertaqwalah kamu pada allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-nya”
6. Menganjurkan toleransi
Islam menganjurkan kepada umatnya saling toleransi atas
segala perbedaan yang ada, dalam rangka mencegah terjadinya
pertikaian yang dapat merugikan semua pihak. dalam firman-Nya
Q.S Fushilat : 34-35 “ dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
tolaklah (kejahatan itu ) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia. sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar”.
7. Meningkatkan solidaritas sosial
Solidaritas sosial juga ditekankan oleh agama mulia ini
untuk ditanamkan kepada setiap individu dalam masyarakat, agar
dapat memposisikan manusia pada tempatnya serta dapat
mengentaskan kefakiran, kebodohan dan kehidupan yang tidak
menentu. maka islam mewajibkan kepada orang yang mampu
untuk menyisihkan hartanya guna diberikan kepada mereka yang
membutuhkan. Allah berfirman dalam Q.S Al- Ma’arij ; 24-25 “
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak punya
apa-apa (yang tidak mau meminta)”.
Dalam surah lain Allah berfirman Q.S At-Taubah : 103-104 “
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah
untuk mereka. sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. dan Allah maha mendengar
lagi maha mengetahui”.
dengan adanya kewajiban membayar zakat tersebut, maka
menunjukkan bahwa ajaran islam membentuk kehidupan
sejahtera bagi masyarakat. dengan adanya kehidupan
sejahtera itu mencerminkan bahwa perdamaian sudah
terwujud.

Anda mungkin juga menyukai