Anda di halaman 1dari 19

MATERI UJIAN KOMPREHENSIF

BIDANG KEISLAMAN
Dosen Penguji: Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M.Ag

Nama : Muhammad Aulia Gazali

NIM : 170104020136

A. Pengantar Ilmu Tauhid


1. Pengertian Ilmu Tauhid dan nama-namanya yang lain
a. Pengertian ilmu Tauhid
Tauhid berasal dari kata wahada yuwahidu wahdan yang artinya mengesakan.
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib
ada pada-Nya, sifat yang boleh dan sifat yang mustahil ada pada-Nya.1

b. Nama-nama lain dari ilmu tauhid:2


1) Ilmu ushuluddin: karena objeknya dasar-dasar agama
2) Ilmu kalam: karena membahas tentang eksistensi Tuhan, menggunakan
argumen filosofis
3) Ilmu teologi: karena mencakup persoalan-persoalan dasar dan soal pokok
seperti ketuhanan, iman, kufur dll.
4) Ilmu hakikat: menjelaskan hakikat segala sesuatu
5) Ilmu ma’rifat: dapat mengetahui benar-benar tentang Allah.

2. Tujuan dan Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid


a. Tujuan Ilmu Tauhid
Tujuan mempelajari ilmu tauhid bagi setiap muslim
- Agar manusia mengenal Allah dengan segala yang wajib, mustahil dan harus
pada-Nya
- Agar manusia membenarkan-Nya

1
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 13.
2
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, 14-17.
- Agar manusia mengEsakan-Nya
b. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid

Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardu ’ain atau wajib bagi setiap mukallaf
(orang yang akil dan baliqh), laki laki dan perempuan.

3. Sejarah pertumbuhan-perkembangan Ilmu Tauhid


Perintis utama yang mempengaruhi ilmu tauhid adalah faktor kejadian-kejadian
politis dan historis. Faktor lain yang mendorong lahirnya adalah:
Lahirnya ilmu tauhid dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Adapun faktor
internnya adalah  adanya dalil Al- Qur’an yang menjelaskan tentang ketauhidan dan
faktor ekternnya adalah masuknya pola pikir ajaran agama lain yang dibawa oleh
penganut Islam yang awalnya non Islam.
Ilmu tauhid mengalami perubahan dari masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum
terjadi konflik karena setiap ada masalah selalu langsung disandarkan kepada nabi, pada
masa khulafa’urrasidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3, yaitu pada
masa pemerintahan Usman bin Affan, tauhid pada masa daulah Umayyah adanya ajaran
non Islam yang masuk ke ajaran Islam yang dibawa oleh muallaf yang belum kuat
imannya. Pada masa Abbasyyah, muncul polemik-polemik menyerang paham yang
dianggap bertentangan, sehingga muilai muncul aliran-aliran, dan yang terakhir masa
paska Abbasiyah, muncul golongan asy’ariyah yang sedikit mendapat tantangan. 3
4. Fitrah bertauhid dan factor yang mempengaruhinya
Mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan dan berserah diri kepadanya
merupakan fitrah manusia sejak awal diciptakan. Faktor yang mempengaruhinya, karena
ketidakmampuan dari diri.
5. Tauhid dalam Al-Qur’an dan Hadits
a. Tauhid di dalam Al-Qur’an
1) Surah al-Ikhlas ayat 1 sampai 4

٤ ‫ َو َلمۡ َي ُكن لَّهُۥ ُكفُ ًوا أَ َح ۢ ُد‬٣ ‫ َلمۡ َيل ِۡد َو َلمۡ يُو َل ۡد‬٢ ‫ص َم ُد‬
َّ ‫ ٱهَّلل ُ ٱل‬١ ‫قُ ۡل ه َُو ٱهَّلل ُ أَ َح ٌد‬

3
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 27.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

2) Surah al-Baqarah 163

ِ ‫ ۖد ٓاَّل إِ ٰلَهَ إِاَّل هُ َو ٱلر َّۡح ٰ َم ُن ٱلر‬ٞ ‫ ٰ َو ِح‬ٞ‫َوإِ ٰلَهُ ُكمۡ إِ ٰلَه‬
١٦٣ ‫َّحي ُم‬
163. dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

b. Tauhid dalam hadis yaitu:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي` ِه َو َس`لَّ َم يَقُ``و ُل َم ْن لَقِ َي هَّللا َ اَل‬


َ ِ ‫ُول هَّللا‬ َ َ‫َع ْن َجابِ ِر ب ِْن َع ْب ِد هَّللا ِ ق‬
ُ ‫ال َس ِمع‬
َ ‫ْت َرس‬
ُ ‫ك بِ ِه َش ْيئًا َد َخ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن لَقِيَهُ يُ ْش ِر‬
َ َّ‫ك بِ ِه َد َخ َل الن‬
‫ار‬ ُ ‫يُ ْش ِر‬
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Barang siapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu,
maka dia masuk surga, dan barang siapa yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan
menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka ia akan masuk neraka.”   [HR. Muslim].

6. Ruang-lingkup pembahasan Ilmu Tauhid


Uluhiyyah, nubuwwah, sam’iyah: ghaib yang hanya diketahui dengan cara berita
yang didengar dari Allah dan Rasul: isra mi’raj. Qada qadhar, mukjizat, dan ruhaniyah:
jin setan iblis malaikat.
a. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan
istilah mabda. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir.
b. Hal-hal yang berhubungan dengan urusan Allah sebagai perantara antara manusia
dan Allah; atau disebut pula wasithah, meliputi : Malaikat, Nabi/Rasul, dan kitab-
kitab suci.
c. Hal-hal yang berhbungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad,
meliputi: surga, neraka, dan sebagainya
Ketiga ruang lingkup bahasan diatas terangkum dalam pembahasan rukun Iman: Iman
kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, dan iman kepada qada dan
qadar.

7. Pembagian Tauhid: Uluhiyyah dan Rububiyah


Uluhiyyah: ilmu tauhid yang membahas masalah ketuhanan tentang keEsaan Allah
dalam dzat, tuhan yang wajib disembah, semua pengabdian hanya kepada-Nya seperti
berdoa, nahr, raja’, khauf, tawakal, inabah. Tauhid uluhiyah atau ubudiyah merupakan
tekat yang bulat dari seorang muslim bahwa segala pujian, doa, dan harapan, amal dan
perbuatannya hanya semata untuk pengabdian dan kebaktian kepada Allah SWT. Tauhid
semacam ini tergambar dalam ucapan seorang muslim ketika ia membaca doa iftitah
pada waktu shalat. 4
Rububiyyah: pembahasan tentang Allah sebagai arrabu yaitu Esa pencipta,
pemeliharaan dan semua pengaturan semua makhluk-Nya. Tauhid Rububiyah ialah
keyakinan seorang muslim bahwa alam semesta ini diciptakan Allah SWT dan selalu
mendapat pengawasan dan pemeliharaan Allah.5

8. Masalah yang bertentangan dengan Tauhid


a. Kafir yaitu orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah SWT
kekafiran jelas berentangan karena tauhid adalah kepercayaan dan keimanan akan
adanya Allah SWT.6
b. Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah. Orang musyrik memiliki
kepercayaan kepada Allah tetapi dicampur adukkan dengan kepercayaan pada
yang lain. Kemusyrikan bertentangan dengan tauhid karena tauhid adalah
keyakinan pada kemahesaan Allah sedangkan musyrik mempercayai adanya
kekuatan yang lain selain Allah.7
c. Murtad adalah sebutan yang digunakan oleh orang yang keluar dari islam

4
Ansharullah, Ilmu Tauhid (Kajian Rukun Iman), 12.
5
Ansharullah, Ilmu Tauhid (Kajian Rukun Iman), 10.
6
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, 21.
7
Ansharullah, Ilmu Tauhid (Kajian Rukun Iman), 34.
d. Munafik adalah sebutan bagi orang yang secara lahiriah beragama Islam, tetapi
jiwa atau batinnya tidak beriman. Secara lahir ia mengaku beriman kepada Allah
mengaku beragama Islam tetapi hatinya tidak beriman.8

9. Hubungan Iman Islam Ihsan


Hubungannya sebgai pilar yang saling menguatkan. Iman berkaitan dengan akidah.
Islam berkaitan dengan syariah ihsan berkaitan dengan akhlak. Terkait bahkan tumpang
tindih. Islam tidak absah tanpa iman dan iman tidak sempurna tanpa ihsan

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan : Pembedaan antara islam dan iman. Ini terjadi apabila
kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-
amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila
disebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencukupi yang
lainnya. Seperti firman Allah Ta’ala “ Dan Aku telah ridho islam menjadi agama kalian.” ( al-
Maidah : 3 ) maka kata Islam disini sudah mencakup islam dan iman (Ta’liq syarah
Arba’in hlm.17).

10. Perbedaan ilmu Tahid dengan ilmu fiqih, Akhlak/Tasawuf


a. Perbedaan dengan fiqh:
1) Objek pembahasan tauhid terkait dengan akidah, sedangkan fiqh terkait
dengan hukum-hukum perbuatan lahir/hukum amaliyah.
2) Tauhid bertujuan menguatkan akidah dan syariah dijelaskan lewat utusan-
Nya. Ilmu fiqh berusaha mengambil hukum/istinbat dari perbuatan pada
ajaran yang belum dijelaskan secara rinci dalam nash.
3) Tauhid membicarakan tentang akidah sedangkan fiqh membahas masalah
furu’.
b. Perbedaan dengan Akhlak/Tasawuf:
1) Tauhid mewarnai akidah agama dengan petunjuk nash yang dikokohkan rasio
atau akal pikiran. Tasawuf bertujuan merasakan akidah dengan hati nurani
bukan pada akal serta tidak perlu logika.

8
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, 22.
2) Ulama tauhid berpendapat: ilmu produk dari akal, pengetahuan tentang Tuhan
dapat diperoleh dengan akal dengan tidak meninggalkan nash. Ulama tasawuf:
ilmu/kebenaran pasti itu dari terkaan batin.
Tauhid objeknya berkaitan dengan masalah kepercayaan sedangkan fiqih
berkaitan dengan hukum perbuatan lahiriah/amaliyah tauhid menguatkan aqidah dan
syariah fiqih mengambil hukum dari perbuatan/peristiwa yang belum secara rinci di
jelaskan oleh nash.
Tauhid memberi corak mewarnai aqidah agama dengan petunjuk nash yng
dikokohkan rasio atau akal dan cendrung membentuknya dengan rasio. Tasawuf
bertujuan merasakan aqidah dengan hati nurani dan bukann membahasnya lewat akal
dan logika melainkan dengan perasaan. Tauhid produk pemahaman akal dengan tidak
meninggalkan agama. Sedang tasawuf kebenaran berasal dari terkaan batin atau
intuisi.

11. Perbedaan Ilmu Tauhid dengan Ilmu Kalam dan Filsafat


Tauhid percaya kepada tuhan dan meyakini tidak ada yang lain selain tuhan,
mengesakan tuhan pada sesuatu yang menjadi sifat-sifat khususnya baik Rububiyah dan
Uluhiyah dan mempelajari sifat-sifat Allah yang diketahui dengan istilah asmaul husna.
Ilmu kalam ilmu yang membahas tentang ketuhanan yang berdasarkan rasio atau
argument logika sebagai pembuktian terhadap teks atau argument naqli. Ilmu ini
mempelajari firman Allah dalam Al-Qur’an.

12. Faktor Intern pendorong lahirnya aliran dalam Islam


Perbedaan keyakinan/aqidah; dosa besar, perbuatan manusia, masalah kalam.
Yaitu faktor yang muncul dari dalam umat islam sendiri yang dikarenakan:
a. Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda perbedaan ini terdapat dalam hal
pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula.
b. Adanya pemahaman ayat Al-Qur’an yang berbeda para pemimpin aliran pada waktu
itu dalam mengambil dalil Al-Qur’an beristinbat menurut pemahaman masing-masing
c. Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda penyerapan hadist berbeda, ketika
para sahabat menerima berita dari para perawinya dari aspek “matan” ada yang
disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya disusun oleh para
sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist (isra’iliyah), yaitu: hadist yang
disusun oleh orang-orang yahudi dalam rangka mengacaukan islam
d. Adanya kepentingan kelompok atau golongan kepentingan kelompok pada umumnya
mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana syiah sangat
berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij
sebagai kelompok yang sebaliknya.
e. Mengedepankan akal Dalam hal ini, akal di gunakan setiap keterkaitan dengan kalam
sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
f. Adanya kepentingan politik kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik
pada zaman Ustman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini
bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan. 
g. Adanya beda dalam kebudayaan orang islam masih mewarisi yang di lakukan oleh
bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti menghalalkan kawin kontrak yang hal itu
sebenarnya sudah di larang sejak zaman Rasulullah. Kemudian muncul lagi pada
masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran Syi’ah.
13. Faktor ekstern pendorong lahirnya aliran dalam Islam
Faktor ini muncul dari luar umat Islam, yaitu
a. Akibat adanya pengaruh dari luar Islam. Pengaruh ini terjadi ketika munculnya
aliran syi’ah yang  muncul  karena propaganda seseorang yahudi yang mengaku
Islam, yaitu Abdullah bin Saba
b. Akibat terjemahan filsafat yunani. Buku-buku karya filosofi yunani di samping
banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak
punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat Islam. Sehingga terdapat
keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi
islam.

B. Pengantar Studi Al-Qur’an


1. Konsep dasar studi al-Qur’an

Kajian-kajian yang berhubungan dengan al-Qur’an dari aspek turun, pengumpulan


susunan, kodifikasi, sabab nuzul, makki madani, nasikh mansukh, dll. Segala ilmu yang
membahas tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berkaitan
dengan turun, bacaan, kemukjizatan, dll.

2. Urgensi dan Relevansi Studi al-Qur’an dalam pengembangan Ilmu-ilmu keislaman

Al-Qur’an  merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan, karena ia berkontruksi


memberi petunjuk tentang prinsip-prinsip sains, yang selalu dikaitkan dengan
pengetahuan metafisik dan spiritual. Artinya, dalam epistimologi Islam, wahyu dan
sunnah dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi pondasi ilmu pengetahuan. Tanpa
mempelajari Studi al-Qur-an sebenarnya seseorang akan kesulitan memahami makna
yang terkandung dalam al-Qur-an, bahkan bisa jadi malah tersesatkan. Apalagi ada 2
jenis ayat yaitu ayat-ayat Muhkamaat dan Mutsayabihaat. Sejak masa nabi Muhammad
pun, terkadang sahabat memerlukan penjelasan nabi apa yang dimaksud dalam ayat-ayat
tertentu. Sehingga muslimin yang hidup jauh sepeninggal Nabi SAW terutama bagi yang
ingin memahami kandungan al-Qur’an dituntut untuk mempelajari ilmu tersebut.9

Untuk memahami kandungan kalamullah, untuk mengetahui cara dan gaya serta
metode yang digunakan para mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an, untuk mengetahui
persyaratan –persyaratan dalam menafsirkan al-Qur’an.

3. Hakekat al-Qur’an

Hakekat al-Qur’an yaitu makna yang berdiri pada dzat Allah, Menurut al-Ghazali
hakikat al-Qur’an adalah kalam yang berdiri pada dzat Allah yaitu suatu sifat yang qadim
diantara sifat-sifat-Nya.10

4. Wahyu : proses Tanzil dan perbedaannya dengan ilham dan inspirasi

Wahyu adalah yang dibisikkan kedalam sukma diilhamkan dan isyarat cepat yang
seperti dirahasiakan.11 Perbedaan antara ilham dengan wahyu, ilham yaitu perasaan halus

9
Erwandi Gunawan Dly, pengertian al-Qur’an dan ulumul Qur’an/ studi al-Qur’an, urgensi mempelajari
studi al-Qur’an . Diakses dari situs: http://erwandigunawandly.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-al-quran-
dan-ulumul-quran.html Pada tanggal 02 Juni 2017.
10
Tengku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2010), 8.
11
Tengku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR, 8.
yang diyakini jiwa dan terdorong untuk memenuhinya dengan tidak merasa dari mana
datangnya. Adapun wahyu adalah irfan yang diperoleh manusia pada jiwanya dengan
meyakini bahwa yang demikian itu dari Allah, baik dengan perantara atau tidak.12

Ilham tidak berdasarkan pada pelajaran, dia tergores dalam hati.


Cara wahyu diturunkan:13
a. Mimpi
b. Dihembuskan kedalam jiwa
c. Seperti gemerincing lonceng
d. Malaikat jibril menyerupai laki-laki
e. Jibril menampakkan wujud asli
f. Allah berbicara dibelakang hijab
g. Israfil turun membawa wahyu

5. Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai wahyu, berita dan khabar, pedoman hidup, al-Quran sebagai
sesuatu yang abadi, al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sumber segala sumber hukum.
Sebagai sumber hukum pertama dan utama, dan pedoman hidup manusia. Juga sumber
disiplin ilmu keislaman: ilmu tauhid, hukum, tasawuf, filsafat, sejarah Islam, pendidikan
Islam.

6. Peran dan fungsi al-Qur’an

Fungsi sebagai: mauizah (nasehat), syifa, hudan, rahmat, furqan. Selain itu juga
sebagai mukjizat, sumber dari segala sumber hukum, hakim tertinggi, penguat kebenaran
agama.

7. Karakteristik Ajaran Al-Qur’an


Diantara karakteristik al-Qur’an:14
- Keserasian bunyi al-qur’an dalam lafal-lafanya (makharijul huruf)/fonologi
- Pilihan lafal dan efek yang ditimbulkan
12
Tengku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR, 12.
13
Tengku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR, 15.
14
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al-Qur’an (Banjarmasin: Kafusari Press, 2011), 69-72.
- Pilihan kalimat dan efek yang ditimbulkan
- Deviasi/ ragam sastra ataupun struktur bahasa

8. Maqashid al-Qur’an dan kandungan makna al-Qur’an

Maqasid adalah tajuk pembicaraan utama dan prinsip-prinsip asas yang ditujukan
oleh surah dan ayat al-Qur’an serta pengetahuan tentang risalah Islam, akidah, akhlak,
ibadah, hukum, dan syarah.

Kandungan al-Qur’an: tauhid, janji dan ancaman, ibadah dan kisah umat terdahulu.

9. Al-Qur’an sebagai Living Phenomenon

Living qur’an adalah Al-Qur’an yang hidup dimasyarakat dan diamalkan oleh
masyarakat. Al-Qur’an diyakini, kemudian diamalkan dan ada motivasi pengamalan/apa
yang menjadi tujuannya .

10. Epistimologi studi al-Qur’an : Terjemah, Tafsir, Takwil dan Tadabbur

Tafsir: menyingkap maksud suatu lafaz yang musykil. Menurut az-Zarkasyi tafsir
adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhamad saw,
menerangkan makna-maknaya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya. Tafsir
menyingkapkan apa yang dimaksud oleh lafaz dan membebaskan sesuatu dari
pemahaman.

Tadabbur: merenungkan, menghayati, memikirkan/ proses berpikir mendalam dan


menyeluruh.

Ta’wil menurut bahasa: menerangkan, menjelaskan. Ta’wil berasal dari kata ‘aul
yang berarti ruju (kembali), as-shaf (memalingkan). Menurut istilah: memalingkan lafal
dari maknanya yang tersurat kepada makna yang lain (batin) yang dimiliki lafal itu, jika
makna lain tersebut dipandang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan sunnah. Adapun
sasarannya adalah ayat-ayat mutasyabihat.

Tarjamah: salinan dari satu bahasa kebahasa yang lain, atau mengganti, menyalin,
memindahkan kalimat dari satu bahasa kebahasa yang lain.
11. Beberapa tahapan dalam studi Al-Qur’an

12. Keilmuan pendukung dalam studi al-Qur’an


- Bahasa Arab
- Gramatika bahasa Arab/ nahu-sharaf
- Ilmu ma’ani dan badi’
- Ilmu hadis
- Ilmu ushul fiqh
- Ilmu kalam
- Ilmu qiraat
13. Penelusuran ayat dan Makna al-Qur’an dalam studi al-Qur’an

Penelusuran makna dengan lafal al-Qur’an yang ingin dicari, buka kamus mu’jam,
wujuh nazhair, nadhratun na’im. Aplikasi al-Qur’an.

14. Beberapa pendekatan dalam studi al-Qur’an


a. Kebahasaan/ analisis bahasa
b. Korelasi antar ayat (analisis ayat)
c. Sifat penemuan ilmiah
C. Pengantar Studi Hadis
1. Konsep dasar dan lingkup Studi Hadis

Konsep dasar studi hadis yaitu Segala perkataan, perbuatan, ketetapannya, dan
perjanjian dari nabi muhammad saw, untuk menetapkan hukum di dalam agama islam.
Studi sanad dan matan, studi perspektif hadis di masyarakat, studi pemikiran terhadap
hadis.15

Ruang lingkup pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis
besarnya meliputi ilmu Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah.16

2. Persamaan dan perbedaan Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar

15
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 37.
16
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar, 39.
Hadis yaitu segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwal.17

Sunah yaitu segala yang disandarkan dari Nabi SAW baik berupa perkatan,
perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat
menjadi rasul maupun sesudahnya.18

Khabar yaitu mencakup semua hal yang datang dari Nabi, sahabat dan tabi’in, baik
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.19

Atsar yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga
disandarkan kepada perkataan Nabi.20

Kesamaannya bahwa pengertian hadis, sunah, khabar, dan atsar memiliki kesamaan
maksud yaitu segala sesuatu yang disandarkan dari Nabi, atau kepada sahabat, atau
kepada tabi’in, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat-sifat. Sedangkan
yang membedakan antara yang datang dari Rasulullah atau sahabat, atau tabi’in, adalah
keterangan-keterangan dalam periwayatanya.21

3. Kedudukan dan fungsi Hadis

Kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam ke dua setelah Al-qur’an dan menjadi
sebagai sumber hukum syariat islam yang tetap.22

Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an yaitu sebagai bentuk menjelaskan kandungan dan
cara-cara melaksanakan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an seperti:23

a. Bayan at-Taqrir yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di
dalam Al-qur’an.
b. Bayan al-Tafsir yaitu untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an yang masih bersifat global, memberikan persyaratan/batasan ayat-ayat

17
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), 2.
18
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar, 45.
19
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar, 46.
20
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar, 47.
21
M. Alawi Maliki, Ilmu Ushul Hadis, penj. Adnan Qohar, 47.
22
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 49.
23
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 58-66.
Al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan menghkususkan terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an yang masih bersifat umum.
c. Bayan at-Tasyri yaitu mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak
didapati dalam al-Qur’an atau dalam al Quran hanya ada pokok-pokoknya saja
d. Bayan al-Naskh yaitu adanya dalil syara yang mengubah suatu hukum (ketentuan)
meskipun jelas, Karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa
diamalkan lagi

4. Perkembangan hadis periode Nabi Muhammad saw.

Perkembangan hadis pada periode Nabi pada masa itu umat islam dapat secara
langsung memperoleh hadis dari Rasul sehingga sahabat dapat berguru dan bertanya
langsung tentang segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya.24 tempat pertemuan
mereka seperti di masjid, rumah, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika
muqmin (berada di rumah) diantara acara-acranya yaitu melalui para jamaah majlis al-
ilmi melalui majlis tersebut para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima
hadis kedua dalam banyak kesempatan rasul juga menyampaikan hadisnya melalui
sahabat tertentu yang kemudian disampaikan pada sahabat yang lain, yang ketiga melalui
ceramah atau pidato ditempat terbuka. Selain itu pada masa ini rasul hanya menyuruh
menghafalkan hadis dan melarang untuk di tulis.

5. Perkembangan hadis periode sahabat

Perkembangan hadis pada masa sahabat dalam hal ini hadis tidak terlalu berkembang
karena sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-qur’an. maka
diantara perkembangana yaitu pada masa ini sahabat betul-betul memelihara pesan nabi
dan mengamalkan hadis nabi, sahabat sangat berhati hati dalam meriwayatkan hadis cara
meriwayatkan hadis pada masa ini yaitu dengan cara periwayatan lafzi dan dengan
periwayatan maknawi.25

6. Perkembangan hadis periode Tabi’in

24
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2009), 29.
25
Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), 138.
Perkembangan hadis pada masa ini tidak jauh berbeda denngan sahabat, hanya saja
pada masa ini para sahabat ahli hadis sudah menyebar ke berbagai wilayah kekuasaan
islam maka kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadis diantara penyebarannya
yaitu pertama melalui pembinaan hadis seperti di Makkah Madinah, Kufah, Syam, Mesir,
Maghribi, Andalusi, Yaman dan Khurasan. Pada masa ini juga umat islam menjadi
terpecah belah kedalam beberapa kelompok yang mana efek negatifnya bermunculanlah
hadis-hadis palsu. Maka pada masa ini lahirlah rencana untuk mendorong diadakanya
kodifikasi hadis.26

7. Perkembangan hadis periode Tadwin

Pada periode ini pemerintah islam yang dipimpin oleh Khalifah umar bin Abdul Aziz
melalui intruksinya agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para
penghafalnya. Hal ini dilator belakngi karena kehawatiran hilangnya hadis hadis dengan
meninggalnya para ulama di medan perang juga khawatirnya tercampurnya hadis shahih
dengan hadis palsu hal tersebut dilakukan dengan dua masa:27

a. Masa penyaringan hadis terjadi ketika pemerintah dipegang oleh dinasti Bani
Abbas pada masa al Makmun sampai dengan al-Muktadir dilatarbelakngi pada
periode tadwin belum berhasil memisahkan beberapa hadis mauquf dan maqthu
dari hadis marfu juga beberapa hadis yang daif dari yang shahih bahkan hadis
yang maudhu tercampur pada yang sahih. Maka pada masa ini ulama bersungguh-
sungguh mengadakan penyaringan hadis yang diterimanya melalui kaidah-kaidah
yang diterimanya
b. Masa pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadis
dalam masa ini penyusunan lebih mengarah kepada usaha mengembangkan
dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada
diantarnya mengumpulkan isi kitab shahih bukhari dan Muslim.

8. Perkembangan dan cabang-cabang ilmu Hadis


a. Perkembangan ilmu Hadis

26
Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 151.
27
Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 156.
Dalam tataran praktiknya, ilmu hadis sudah ada sejak periode awal islam, paling
tidak, dalam arti dasar-dasarnya. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya
periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat
dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Berawal dengan cara yang sangat
sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya masalah
yang dihadapi. 

Pada periode Rasulullah SAW., kritik atau penelitian terhadap suatu riwayat (hadis)
yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadis dirayah dilakukan dengan cara
yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima suatu riwayat dari
sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAW atau sahabat lain yang dapat
dipercaya utnuk mengonfirmasikannya. Setelah itu, barulah ia menerima dan
mengamalkan hadis tersebut. 

Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad maupun matan hadis
semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634 H; khalifah pertama
dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun atau empat khalifah Besar), misalnya, tidak mau menerima
suatu hadis yang disampaian oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan maupun
mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya. 

Ali bin Abi Thalib Khalifah terakhir dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun menetapkan
persyaratan tersendiri. Ia  tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh
seseorang, kecuali orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas
kebenaran riwayat tersebut. Meskipun demikian, ia tidak menurut persyaratan tersebut
terhadap sahabat-sahabat yang paling dipercaya kejujuran dan kebenaranya, seperti Abu
Bakar Ash-Shiddiq. 

Pada akhir abad ke-12 H, barulah penelitian atau pengkritikan hadis mengambil
bentuk sebagai ilmu hadis teoretis, di samping bentuk praktis seperti dijelaskan di atas.
Imam Asy-Syafi’i adalah ulama pertama yang mewariskan teori-teori ilmu hadisnya
secara tertulis sebagaimana terdapat dalam karya monumentalnya Ar-Risalah (kitab usul
fiqih) dan Al-Umm (kitab fiqh). 
Dalam catatan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa ulama yang pertama
kali berhasil menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkap adalah Al-Qadi Abu
Muhammad Al-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (265-360 H)
dalam kitabnya, Al-Muhaddits AL-Fashil bin Ar-Rawi wa Al-Wa’i.28 

b. Cabang-cabang ilmu hadis29


1) Ilmu Rijal al-Hadis
Ialah ilmu yang membahas para perawi hadis , dari sahabat, tabiin maupun dari
angkatan sesudahnya. Dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat
hidup perawi, azhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para
perawi itu saat menerima hadits.
2) Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil
Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para rawi), ilmu ini akan
dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana
yang bukan.
3) Ilmu Tarikh ar-Ruwah
Ilmu yang mengenalkan kepada kita perawi-perawi hadits dari segi mereka
kelahiran, hari kewafatan, guru-gurunya, masa dia mulai mendengar hadits dan
orang-orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, negerinya, tempat
kediamannya, perlawanan-perlawanannya, sejarah kedatangannya ke tempat-
tempat yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadits.
4) Ilmu ilal al-Hadis
Adalah ilmu yang menerangkan sebab –sebab tersembunyi, tidak nyata, yang
dapat merusakkan hadits, yakni yang menyambung dan munqathi, merafa’kan
yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang
serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui dapat merusak hadits.
5) Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan
6) Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
28
Fauzul Mustaqim, Ilmu Hadis dan Perkembangannya, diakses dari situs
(http://www.fauzulmustaqim.com/2015/12/makalah-ilmu-hadis-dan-sejarah.html), tanggal 07 Juni 2017.
29
M. Alfatih Suryadilaga dkk, Ulumul Hadis (Yogyakarta: Teras, 2010), 6-10.
Ilmu yang membicarakan tentang sebab-sebab nabi menuturkan sabda beliau dan
waktu beliau menuturkan itu.
7) Ilmu Gharib al-Hadis
Yang dimaksudkan ilmu hadis disini ialah yang bertujuan menjelaskan suatu
hadits yang dalma matannya terdapat lafaz yang pelik, dan yang susah dipahami
karena jarang dipakai, sehingga ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits
tersebut.
8) Ilmu at Tashif wa at-Tahrif
Ilmu yang menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah titiknya
(dinamai mushohaf), dan bentuknya dinamai muharraf.
9) Ilmu Mukhtalif al-Hadis
ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut lahirnya bertentangan atau
berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dilkompromikan
antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit dipahami
kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan
hakikatnya.

9. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi Kualitas


Shahih, Hasan dan Dhaif

Hadis Shahih adalah hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari
kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).30

Hadis hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak
bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki
lebih dari satu Sanad31

Hadis Dhaif adalah Setiap hadis yang tingkatannya berada dibawah hadits hasan
(tidak memenuhi syarat sebagai hadis shahih maupun hasan).32

30
M. Alfatih Suryadilaga dkk, Ulumul Hadis, 224.
31
M. Alfatih Suryadilaga dkk, Ulumul Hadis, 261.
32
M. Alfatih Suryadilaga dkk, Ulumul Hadis, 276.
10. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi kuantitas
Mutawatir dan Ahad.

Hadis Mutawatir, yaitu hadis yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya
berdusta atas Nabi Muhammad saw, sebab hadis itu diriwayatkan oleh banyak orang dan
disampaikan kepada banyak orang.33

Hadis ahad, yaitu hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.34

11. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi Sumber Periwayatan


Lafazh dan makna
12. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi penyandaran Riwayat
Marfu’, Mauquf dan Maqtu’

Hadits Marfu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik dari segi
perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat.35

Hadits Mauquf adalah Hadits yang disandarkan kepada sahabat dari segi perkataan,
perbuatan atau pendapat.36

Hadits Maqtu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Tabi’in dari segi perkataan ,
perbuatan.37

13. Pengertian sahabat, Tabiin dan al Mukhadhramun

Sahabat adalah: orang yang bertemu dan beriman kepada Nabi

Tabiin: orang yang bertemu dengan sahabat dan beriman kepada Nabi serta
meninggal dunia dalam keadaan beriman

Mukhadramun: adalah orang yang hidup pada masa jahiliyyah dan pada masa Nabi
lalu masuk Islam tapi tidak sempat melihat Nabi, menurut pendapat shahih mukhadramun
dimasukkan dalam golongan tabiin.

33
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 96.
34
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 107.
35
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Banjarmasin: COMDES, 2005), 129.
36
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 131.
37
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 134.
14. Gelar-gelar ulama hadis
a. Thalibul hadits, yaitu orang yang baru mulai menggeluti hadits
b. Al-Musnid, yaitu orang yang meriwayatkan hadits dengan menyebutkannya
secara bersanad baik ia memiliki pengetahuan tentangnya ataupun tidak memiliki
kecuali hanya sekedar meriwayatkan.
c. Al-Muhaddits, yaitu orang yang bergelut dalam ilmu hadits riwayah dan dirayah
serta menelaah banyak riwayat-riwayat dan mengetahui keadaan para perawinya
menurut jarh ta’dil.
d. al-Hafiz, lebih tinggi tingkatanya dari pada muhaddits dimana jumlah rijal yang ia
ketahui dari setiap thabaqat lebih banyak dari yang tidak ia ketahui. Ada yang
berpendapat bahwa ia adalah orang yang hafal 100 ribu hadits disertai
pengetahuannya tentang keadaan perawinya menurut jarh wa ta’dil.
e. Al-Hujjah, yaitu orang yang hafal 300 ribu hadits disertai pengetahuan-
pengetahuannya tentang keadaan para perawinya menurut jarh wa ta’dil.

Anda mungkin juga menyukai