Anda di halaman 1dari 5

Pengertian

Manusia diartikan sebagai makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain),
insan atau orang.1 Terdapat tiga kata yang menyebutkan tentang manusia dalam al-Qur’an, yaitu
al-basyar, an-nas dan al-ins atau al-insan. Kata al-basyar sendiri adalah gambaran manusia
secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan
kehidupannya. Kata basyar berasal dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan
sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit.
Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang
lain.2

Makhluk diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan atau diciptakan oleh Tuhan, ciptaan
Tuhan ini terbagi dua, yaitu yang hidup dan yang mati, yang hidupadalah sepertihewan,
tumbuhan dan manusia, dan yang matiadalah seperti planet-planet, matahari dll.3 Sedangkan
sosial bermakna manusia yang melakukan hubungan secara timbal-balik dengan manusia
lainnya, seperti komunikasi.4

Jadi sederhananya, manusia sebagai makhluk sosial dapat dipahami sebagai manusia yang
berhubungan secara timbal-balik dengan manusia lainnya, baik secara komunikasi, maupun
perilaku seperti jual-beli dan lain sebagainya.

Tafsir Al-Qur’an Mengenai Hubungan Sosial

ٍ َ‫ق ااْل ِ ْن َسا نَ ِم ْن َعل‬


‫ق‬ َ َ‫ ۚ  َخل‬

"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah." (QS. Al-'Alaq Ayat 2).

Begitu bunyi ayat kedua dari firman-Nya dalam wahyu pertama yang diterima oleh
Nabi Muhammad saw. Dari segi pengertian kebahasaan, kata ‘alaq antara lain berarti
tergantung. Memang, salah satu periode dalam kejadian manusia saat berada dalam rahim
ibu. Namun, kata al-‘alaq juga dapat diartikan dengan ketergantungan manusia kepada

https://kbbi.web.id/manusia.html diakses 11 April 2020


1

2
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996), 273.

https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/makhluk.html diakses pada 11 April 2020


3

https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/sosial.html diakses pada 11 April 2020


4
makhluk lain. Ia tidak dapat hidup sendiri. Bahkan sudah menjadi kebutuhan setiap orang
dalam memperoleh bantuan orang lain, dan ini merupakan sunnatullah yang pasti berlaku
bagi setiap diri manusia, si kaya misalnya, membutuhkan kekuatan fisik dan keterampilan
dari yang dimiliki si miskin. Begitu pula si miskin memerlukan uang atau pekerjaan dari si
kaya.5

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan
kepada manusia lainnya dan ketidakmampuan bagi salah satu dari mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tanpa bantuan dari yang lainnya, maka berdasarkan pada hal ini, Allah
menetapkan kepada manusia agar menjalin hubungan yang baik kepada sesamanya, seperti selalu
mendahulukan berbaik sangka kepada orang lain atau dengan menjauhi perkataan-perkataan
yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Tanpa adanya hubungan antar sesama manusia
maka hidup tak akan berjalan seimbang karena manusia hidup saling membutuhkan satu sama
lain. Hubungan antar sesama dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing
individu. Bahwa yang juga termasuk dalam katagori hubungan manusia dengan manusia adalah
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hubungan ini dapat berupa koreksi diri, yaitu
mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan dari segi agama dan berusaha memperbaiki
kesalahannya untuk masa yang akan datang. Dan dapat juga berhubungan dengan eksternal nya,
yaitu amar ma'ruf, nahi munkar, dan memberikan kebaikan kepada mereka.

Beberapa contoh ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang hubungan sosial yang baik
diantara manusia adalah sebagai berikut:

1. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 58 :


ۤ ٰ ‫اْل‬
 ۗ ‫م بِ ٖه‬Oْ ‫ بِا ْل َع ْد ِل ۗ اِ َّن هّٰللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك‬O‫س اَ ْن تَحْ ُك ُموْ ا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ ا َ مٰ ن‬O‫م اَ ْن تُ َؤ ُّدوا‬Oْ ‫اِ َّن َ يَأْ ُم ُر ُك‬
ِ ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا ۙ  َواِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ النَّا‬
‫هّٰللا‬
ِ َ‫اِ َّن َ َكا نَ َس ِم ْي ۢ ًعا ب‬
O‫ص ْي ًرا‬

”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran

M. Quraish Shihab, Ajaran Islam tentang Manusia sebagai Makhluk Sosial.


5

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/ajaran-islam-tentang-manusia-sebagai-makhluk-sosial-cpKp diakses
pada 16 April 2020
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”.

(Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat) ayat ini menjelaskan


tentang kewajiban untuk memenuhi amanat yang dipercayakan dari seseorang yang memberikan
amanat tersebut, (kepada yang berhak menerimanya), ayat ini turun mengenai peristiwa setelah
Fath al-Makkah yaitu ketika Ali bin Abi Thalib ingin mengambil paksa kunci Kabah dari Usman
bin Thalhah Al-Hajabi yang merupakan orang kepercayaan untuk memegang kunci tersebut.
Usman tidak mau memberikan kunci Kabah dengan mengatakan, “seandainya saya tahu bahwa
ia Rasulullah tentulah saya tidak akan menghalanginya”. Maka Rasulullah pun menyuruh untuk
mengembalikan kunci tersebut kepada Usman seraya bersabda, “terimalah ini untuk selama-
lamanya tiada putus-putusnya!” Usman yang mendengar hal itu merasa heran, kemudian
dibacakan ayat tersebut kepadanya, maka Usman masuk Islam. Meskipun ayat ini turun
disebabkan atas peristiwa khusus tetapi umumnya berlaku disebabkan persamaan di antaranya.
(dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah amat baik sekali) pada ni’imma di idgham kan mim kepada
ma, yakni nakiran maushufah artinya ni’ma syaian atau sesuatu yang amat baik (nasihat yang
diberikan-Nya kepadamu) yakni menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan dengan adil.
(Sesungguhnya Allah Maha Mendengar) akan semua perkataan (lagi Maha Melihat) segala
perbuatan.6

Nouman Ali Khan, seorang mufassir kontemporer dan merupakan seorang pembicara
muslim aktif di Amerika, memberikan penafsirannya mengenai ayat ini, “Allah menasihati
manusia dalam banyak waktu dan berbagai peristiwa, namun Allah tidak menekankan pada
nasihat itu bahwa Dia memberikan pengajaran yang terbaik kepada manusia, berbeda halnya
dengan ayat ini, Allah berfirman, sesungguhnya Allah adalah pemberi nasihat yang terbaik
kepadamu.7 Allah mengawali nasihat ini dengan Innallaha ya’murukum (Sesungguhnya Allah
menyuruhmu) yang menunjukkan bahwa perintah ini harus dilaksanakan setiap waktu. Ada dua
poin nasihat dalam ayat ini yang pada penerapannya mencakup seluruh inti ajaran Islam yang
rahmatan lil alamin, yang pertama yaitu, Allah menyuruhmu untuk menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, setiap sesuatu mempunyai amanat yang harus dipenuhi oleh
6
Nouman Ali Khan, Linguistic Miracle of Qur’an, 54. PDF
7
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-58#tafsir-jalalayn diakses pada 15 April 2020
manusia sebagai makhluk yang mengambil amanat tersebut, Allah mempunyai hak atas manusia
untuk mengesakan-Nya, Rasulullah mempunyai hak atas manusia untuk meneladaninya,
orangtua mempunyai hak atas anaknya untuk berbakti kepadanya, dan anak juga mempunyai
hak atas orang tuanya untuk dikasihi, bahkan hewan dan tumbuhan sekalipun mempunyai hak
atas amanat yang diberikan kepada manusia. Nasihat yang kedua yaitu, dan apabila kalian
menetapkan sesuatu diantara manusia maka tetapkanlah dengan adil. Kita mungkin berpikir
bahwa kita bukanlah seorang hakim dan kita tidak akan pernah berada pada posisi ini, namun
Allah berfirman idza yang artinya suatu waktu yang pasti, kalian akan menetapkan hukum di
antara dua manusia, maka ketika waktu itu datang, putuskan lah dengan adil, tidak terkecuali
jika yang bersalah itu adalah keluarga atau sahabat kita, jika mereka bersalah maka katakanlah
salah, dan jika yang benar itu adalah tetangga atau musuh kita maka katakanlah bahwa mereka
lah yang benar, bersikap adillah”.8

2. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 11:

‫ٰۤيا َ يُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل يَ ْسخَرْ قَوْ ٌم ِّم ْن قَوْ ٍم ع َٰۤسى اَ ْن يَّ ُكوْ نُوْ ا َخ ْيرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َسٓا ٌء ِّم ْن نِّ َسٓا ٍء ع َٰۤسى اَ ْن يَّ ُك َّن َخ ْيرًا‬
‫ولٓئِكَ هُ ُم‬
ٰ ُ ‫ق بَ ْع َد ااْل ِ ْي َما ِن ۚ  َو َم ْن لَّ ْم يَتُبْ فَا‬
ُ ْ‫س ااِل ْس ُم ْالفُسُو‬ َ ‫ب ۗ بِ ْئ‬ ِ ‫ِّم ْنه َُّن ۚ  َواَل ت َْل ِم ُز ۤوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَل تَنَا بَ ُزوْ ا بِا اْل َ ْلقَا‬
ٰ
َ‫الظّلِ ُموْ ن‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum


yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik
dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama
lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

Pada ayat ini Allah memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari agar tidak
terjadi pertikaian. Kata Yaskhar/memperolok-olok, yaitu menyebut kekurangan pihak lain
dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah
laku. Kata Qaum/sekelompok manusia, digunakan pertama kali untuk menunjuk kelompok laki-
8
https://nakindonesia.com/2018/07/26/jujur-dan-adil/amp/ diakses pada 16 April 2020
laki. Karena kata yang digunakan untuk jamak laki-laki juga bisa digunakan kepada perempuan,
sebagai contoh al-mu'minun yang mencakup mu'minin dan mu'minat. Namun pada ayat ini juga
digunakan kata yang menunjuk kepada wanita secara khusus yaitu nisa' karena hal seperti ini
sering terjadi di kalangan wanita dibandingkan laki-laki. Kata talmizu terambil dari kata nallamz
yang menurut Ibnu Asyur adalah ejekan langsung yaitu yang dilakukan dihadapan yang diejek,
baik dengan isyarat, bibir, tangan, atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman.
Ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran. Ayat ini melarang melakukan al-lamz terhadap diri
sendiri sedang maksudnya adalah orang lain.

Firman-Nya, "asa an yakunu khairan minhum" yang artinya boleh jadi yang diejek itu
lebih baik daripada yang mengejek, mengisyaratkan tentang adanya tolak ukur kemuliaan yang
menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum.
Hal ini menegaskan bahwa jika orang menggunakan tolak ukur Allah dalam menilai orang lain,
maka dia tidak akan pernah mengejek orang lain. Kata Tanabazu terambil dari kata an-nabz yang
artinya gelar buruk. Tanabazu adalah hubungan timbal balik yang berarti saling memberi gelar
buruk. Hal ini dikarenakan gelar buruk sering diberikan secara langsung dan terang-terangan,
sehingga menimbulkan balasan gelar buruk dari yang diberi kepada yang memberi. Namun tidak
semua gelar buruk itu adalah yang dilarang pada ayat ini. Kata yang dimaksud oleh ayat ini
bukanlah nama, tetapi sebutan. Dengan demikian ayat tersebut bagaikan menyatakan, "seburuk-
buruk sebutan adalah menyebut seseorang dengan sebutan yang mengandung makna kefasikan
setelah dia disifati dengan sifat keimanan". Ada juga yang memahami kata al-ism dengan tanda.9

9
M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah jilid 12, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), 605-607

Anda mungkin juga menyukai