Anda di halaman 1dari 6

Tujuan Peserta dapat mengenali untuk apa mereka berada di

dunia, serta peran mereka sebagai mahasiswa dan


masyarakat.
Luaran - Peserta dapat mengetahui cita-citanya dan
menentukan gambaran jalan menuju cita-citanya.
- Peserta memahami perannya sebagai khalifah fil
ardh dan hamba Allah.

WHO AM I?

Manusia secara alamiah akan terus mencari tahu akan dirinya sendiri.
Mencari tahu siapa dirinya, apa kelebihan, kekurangan, sifat, dan lain-
lain. Dengan mengamati diri, yang akhirnya sampai pada gambaran
dan penilaian diri, disebut konsep diri.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa konsep diri adalah


pandangan kita mengenai siapa, apa, dan bagaimana diri kita.
Pandangan tersebut mulai dari identitas diri, citra diri, harga diri, ideal
gambaran diri, serta peran diri kita yang diperoleh melalui interaksi diri
sendiri maupun dengan orang lain. Jika kita mampu mengenal diri
dengan lebih baik, kita akan menemukan fitrah dalam diri tentang
tujuannya ada di bumi ini,

Tujuan Penciptaan Manusia


Islam, sebagai agama syamil mutakamil, telah menjelaskan secara
jelas terkait orientasi hidup manusia di dalam Al-Quran. Kita dapat
menjumpainya di surat Adz-Dzariyat ayat 56. Allah berfirman,

‫نس ِإ ََّّل ِليَ ْعبُدُون‬ ِ ْ ‫ِو َما َخلَ ْقتُ ْٱل ِج َّن َو‬
َ ‫ٱْل‬ َ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Di dalam ayat itu, diterangkan bahwa manusia diciptakan untuk


beribadah kepada Allah. Lalu, bagaimana dengan kegiatan sehari-hari
kita? Apakah kuliah, praktikum, makan, tidur, dan aktivitas lain tidak
boleh dilakukan? Apakah berarti kita harus setiap saat mengaji dan
sholat? Maka kemudian, Ibadah, sebagai perwujudan dari
penghambaan kepada Allah, terdiri dari dua pembagian, yaitu ibadah
mahdhah dan ghairu mahdhah.

Ibadah mahdhah adalah ibadah yang merupakan murni hubungan


antara hamba dengan Allah, sedangkan ibadah ghairu mahdhah
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya. Maka aktivitas yang kita lakukan, selama ditujukan hanya untuk
Allah, akan menjadi ibadah di sisi Allah selama tidak ada dalil yang
melarangnya. Hal itu diperkuat dengan kaidah fiqih, “Hukum asal
muamalah (interaksi antar manusia) adalah halal kecuali ada dalil yang
melarangnya”.

Mengabdi kepada-Nya
Tugas hidup manusia adalah sebagai ‘Abdullah (hamba Allah) yang
merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti: memelihara
beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimat
tauhid, dan/atau ma’rifah kepada-Nya. Dalil yang mendasari hal itu
disebutkan juga dalam Adz-Dzariyat ayat 56.

Berdasarkan Adz-Dzariyat ayat 56, Ibnu Qayyim rahimahullah


mengatakan, “Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa
Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka,
bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan
tetapi, Allah Ta’ala menciptakan mereka justru dalam rangka berderma
dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada
Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan.
Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama
halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka
semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa
melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri”
(Thoriqul Hijrotain, hal. 222).

Dengan tugas yang telah diamanahkan Allah kepada manusia, maka


sudah sepantasnya manusia menjalankannya. Akan tetapi, manusia
diberikan kemampuan dasar untuk memilih atau mempunyai
“kebebasan” (QS. Asy-Syams: 7-10), sehingga walaupun ‘roh Ilahi’
yang melekat pada tubuh manusia telah melakukan perjanjian dengan
Tuhannya, tetapi ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara
otomatis dan pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan
keputusannya sendiri. Dalam perjalanannya, manusia sering luput
akan perjanjian yang telah mereka buat sehingga tugas Nabi dan Rasul
adalah untuk terus mengingatkan manusia untuk selalu menyembah
Allah dan setelah Rasulullah SAW wafat, maka tugas tersebut
diteruskan kepada sahabat, para pengikut Nabi, termasuk pendidik
muslim dan kita selaku umatnya.

Memakmurkan Bumi-Nya
Allah telah memberikan amanah kepada manusia, dengan segala
kesempurnaannya, untuk menjaga segala ciptaan Allah dan
menggunakannya sebaik-baiknya. Hal ini sebagaimana firman Allah di
dalam surat Al-Baqarah ayat 30:

َٰٓ
ُ‫ض َخلِيفَةً ۖ قَال ُ َٰٓو ۟ا أَتَجْ عَ ُل فِي َها َمن يُ ْف ِس ُد فِي َها َويَ ْس ِفك‬ ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َربُّكَ ل ِْل َملَئِ َك ِة ِإنِى َجا ِع ٌل فِى ْٱْل َ ْر‬
‫ِس لَكَ ۖ قَا َل إِن َِٰٓى أ َ ْعلَ ُم َما ََّل ت َ ْعلَ ُمون‬ ُ ‫سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَد‬
َ ُ‫ِٱلد َما َٰٓ َء َونَحْ نُ ن‬ِ ‫۝‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’
Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman:
‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS.
Al-Baqarah: 30)

Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, baik yang haq maupun
yang bathil. Allah juga mengetahui apa pun yang ciptaannya tidak
ketahui. Menjadi khalifah bukan berarti menjadi pemimpin saja, tetapi
juga menjaga, merawat, mengembangkan, memanfaatkan atas apa
yang telah Allah berikan di dunia. Di dalam ayat itu, Allah memberikan
penjelasan, melalui pernyataan malaikat, bahwa amanah sebagai
khalifah fil ardh bukanlah amanah yang dapat dilaksanakan oleh orang
yang selalu melakukan keburukan di dalam hidupnya apalagi orang
yang tidak pernah menyembah Allah Ta’ala. Pun juga bukan amanah
yang ringan. Sehingga, kita sebagai pengemban amanah tersebut
perlu untuk terus memperbaiki diri dan berusaha beribadah
semaksimal mungkin agar amanah yang telah Allah berikan tidak
dikhianati.

Peran Mahasiswa dan Pemuda


Permasalahan yang kita hadapi saat ini tidak terlepas dari ulah manusia
itu sendiri. Sebagai mahasiswa dan pemuda, kita adalah tonggak
peradaban yang akan menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di
dunia. Melalui aksi sosial, menumbuhkan rasa kepedulian dengan
sesama, toleransi atas setiap perbedaan, serta menjunjung tinggi
persaudaraan dan profesionalitas dapat memberikan peluang yang
besar dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Ir. Soekarno,
Presiden Pertama Indonesia, mengatakan di dalam pidatonya, “Beri
Aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri
aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat. Kalimat tersebut


mewakili dari tiga fungsi mahasiswa, yaitu sebagai Agent of Change
yang mana ketika terjadi perubahan yang salah di dalam masyarakat,
maka mahasiswa perlu turun tangan untuk menyelesaikan masalah
tersebut.

Kemudian, Social Control yang mana ketika mahasiswa turun ke


masyarakat, mahasiswa perlu untuk peduli dengan kondisi sosial di
lingkungannya, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan-
kegiatan yang ada di tempat tersebut dan senantiasa menjaga
kerukunan serta ketentraman daerah tersebut.

Yang terakhir adalah Iron Stock yang mana mahasiswa, sebagai


tulang punggung bangsa di masa depan, yang nantinya akan
memegang peranan penting di masyarakat dan pemerintahan. Peran
mahasiswa adalah untuk menjadi alumni yang professional dan
berintegritas di masyarakat dan pemerintahan dan juga terus
memberikan inovasi dan kreasi untuk kemajuan bangsa dan peradaban
Indonesia.

Pemuda yang terus menebarkan manfaat dan menjalin silaturahmi


antar tetangga akan semakin merukunkan kekeluargaan dan
merekatkan persaudaraan, pun juga sebagai tanda berimannya
seseorang kepada Allah dan hari akhir, sebagaimana hadits Nabi SAW,

‫ َم ْن كَا َن‬, ...:َ‫سل َّ َم قَال‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلَّى‬


َ ‫هللا‬ ِ ‫ع ْنهُ أ َ َّن َرس ُْو َل‬
َ ‫هللا‬ َ ‫هللا تَعَالَى‬ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ َر‬
َ
(‫ي َو ُم ْس ِل ٌم‬ ُّ ‫َار‬
ِ ‫ر َواهُ البُخ‬,
َ ... )ُ‫اره‬ ْ
َ ‫هلل َواليَ ْو ِم اآلخِ ِر فَليُ ْك ِر ْم َج‬
ِ ‫يُؤْ مِ نُ بِا‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “..., Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, ...” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Rasa persaudaraan juga akan terus tumbuh selama kita saling toleransi
dengan segala perbedaan yang Allah ciptakan di muka bumi. Allah
berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13,

ِ َّ ‫ارفُ َٰٓو ۟ا ۚ إِ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عِن َد‬


‫ٱَّلل‬ َ َ‫شعُوبًا َوقَبَآَٰئِ َل ِلتَع‬ ُ َّ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلن‬
ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَ ُكم ِمن ذَك ٍَر َوأُنثَى َو َجعَ ْلنَ ُك ْم‬
‫علِي ٌم َخ ِبير‬ َ َّ ‫۝ِأَتْقَى ُك ْم ۚ ِإ َّن‬
َ ‫ٱَّلل‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kami. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Tetapi, batas yang perlu kita perhatikan dalam toleransi tersebut yaitu
selama tidak melanggar aturan Allah SWT. Maka, pemuda, sebagai
satu entitas penting di Indonesia, perlu menjaga budaya, nilai-nilai,
perbedaan yang ada di Indonesia, selama hal tersebut masih sesuai
dengan Pancasila dan Islam.

Mahasiswa dan pemuda yang beriman kepada Allah adalah orang yang
selalu meniatkan atas apa yang dilakukan dan diusahakannya hanya
untuk Allah Ta’ala saja, selama yang dilakukan dan diusahakan tidak
melanggar Aturan Allah. Mahasiswa dan pemuda yang berusaha
menjadi khalifah fil ardh adalah orang yang berkontribusi maksimal
dengan menanamkan nilai keislaman di dalam diri dan masyarakat
sehingga terciptanya masyarakat madani dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai