Anda di halaman 1dari 8

Pendidkam Agama Islam, Kelas 9

Dosen Pengampu: Sarudin, S.Ag, M.Pd.I

HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM

Oleh;
Kelompok 3
Universitas Sumatera Utara
2022

Anggota:
1. Agha Zahwan Alhatama (220306028)
2. Irsan Halomoan Nasution (220306068)
3. Deandra Arfiandy (220401072)
4. M. Dowan Tibra Hermawan (220901057)
5. M. Ivan H Pratama GS (220906009)
6. Elang Yoga Perdana (221301146)
A. Hakikat, Eksistensi dan Martabat Manusia
1. Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk bumi yang pada hakikatnya terdiri dari jasmani dan rohani
(roh), karena memang jasmani manusia itu terdiri dari komponen-komponen yang dikandung di
dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas disampaikan dalam berbagai ayat yang
menunjukkan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama, yaitu: al-Ardhi
(QS. Hud: 61), Thuraab (QS. al-Kahfi: 37), Thin (QS. as-Sajadah: 7). Thinul laazib (QS. as-
Shafar: 11), Sholsholun min hamain masnuun (QS. al-Hijr: 26), Sulalatun min thin dan
al-Ma'/air (QS. Al-Furqon: 54).

Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia.
Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan roh menjadi
unsur penentu yang membedakan manusia dengan hewan.

B. Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal, Qalb dan Nafsu

Fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, yang artinya ciptaan, suci dan seimbang.
Menurut imam Al-Maraghi (1974:200), fitrah adalah kondisi dimana allah menciptakan manusia
yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan fikiran.

1. Aql

Kata aql (akal) tidak ditemukan dalam Al-Qur'an, yang ada adalah untuk kerja masa kini,
dan lampau. Kata tersebut dari segi bahasa berarti pengikat, penghalang. Al-Qur'an
menggunakannya bagi sesuatu yang mengungkap atau menghalangi seseorang terjerumus ke
dalam kesalahan atau dosa.

Kata Aql mengandung arti sebagai:

 Dorongan untuk memahami dan menggambarkan sesuatu


 Dorongan moral
 Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah.

2. Nafs

Nafs (nafsu) diciptakan Allah dalam keadaaan sempurna yang berfungsi menampung
serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam
manusia inilah yang oleh Al-Qur'an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.

Firman Allah dalam QS. al-Syams ayat: 7 — 8 mengatakan: "Demi nafs serta
penyempurnaan ciptaan Allah mengilhamkan kepada kesaksian dan ketaqwaan".

C. Eksistensi dan Martabat Manusia

Allah SWT berfirman di dalam Al Qur'an yang berbunyi :


ٰۤ
ۗ َ‫ك ال ِّد َم ۤا ۚ َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَدِّسُ لَك‬ ِ ْ‫ك لِ ْل َمل ِٕى َك ِة ِانِّ ْي َجا ِع ٌل فِى ااْل َر‬
ُ ِ‫ض خَ لِ ْيفَةً ۗ قَالُ ْٓوا اَتَجْ َع ُل فِ ْيهَا َم ْن يُّ ْف ِس ُد فِ ْيهَا َويَ ْسف‬ َ ُّ‫َواِ ْذ قَا َل َرب‬
َ‫ال اِنِّ ْٓي اَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ َ‫ق‬

Artinya: “30. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan
orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu
dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.””

Ayat ini menjelaskan bahwa sejak saat itulah dimulainya aktivitas berpikir menurut
kaidah sebab dan akibat, yaitu pasrah dan tunduk dalam menjalankan perintah Allah tanpa
pemikiran dan pertimbangan. Eksistensi dan martabat manusia sangat berbeda dengan
keberadaan makhluk lainnya termasuk malaikat, karena malaikat memiliki kelebihan berupa
kemampuan berpikir, berdebat dan mempertanggungjawabkan tindakannya. Manusia diberi akal
dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, yaitu Al Qur'an. Dengan ilmu
manusia mampu berbudaya, Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik baiknya (Q.S. At
thin, 95 : 4).
Jika manusia hidup dengan ilmu selain Allah, maka manusia tidak memiliki martabat
lagi. Dalam artian manusia dapat disamakan dengan binatang. "Mereka itu seperti binatang,
bahkan lebih dari binatang" (Q.S At thin : 4), dalam hal demikian manusia dapat dikatakan
bermartabat rendah.

D. Kedudukan, Tujuan dan Tugas Manusia

1. Kedudukan Manusia

Dalam hubungan dengan Tuhan, manusia menempati kedudukan sebagai hamba ciptaan
dan Tuhan sebagai penciptanya. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia
untuk menghambakan diri kepada Allah dan dilarang menghambakan dirinya sendiri maupun
menghambakan hawa nafsunya. Kesediaan manusia untuk menghamba hanya pada Allah inilah
yang akan mencegah manusia untuk menghambakan dirinya dan sesamanya. Tanggungjawab
kita adalah memelihara iman yang dimiliki, yang bersifat fluktuatif (naik & turun) seiring
berjalannya waktu dan terjadinya banyak hal di dalam hidup kita.

Allah memerintahkan kita untuk bersikap adil dan ihsan. Dan dengan itulah
tanggungjawab kita sebagai hamba-Nya adalah berbuat adil, baik terhadap diri sendiri dan orang
lain, di dalam maupun di luar keluarga. Dengan pedoman dari Allah, kita—sebagai manusia dan
hamba-Nya, harus terus berupaya untuk mencegah kemungkaran dan kekejian moral yang
mengancam diri kita sendiri maupun keluarga. Maka dari itu, kita diharapkan senantiasa
beribadah, berdoa, berpuasa Ramadhan, berzakat dan menaikkan haji bagi yang mampu dalam
rangka mencegah diri kita masuk ke dalam kekejian dan kemungkaran.

Demikian kedudukan serta tanggungjawab kita sebagai hamba Allah yang senantiasa
patuh dan turut kepada perintah serta ajaran Allah melalui sunnah-sunnah Rasul. Tidak lupa pula
berserah diri pada-Nya; karena ketaatan, kepatuhan dan penyerahan diri sepenuhnya adalah inti
dari menjadi seorang hamba Allah.

2. Tujuan Manusia

Tujuan utama manusia hadir di dunia adalah semata-mata hanya untuk penyembahannya
kepada Allah, Sang Pencipta. Penyembahan mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan manusia yang baik dan adil. Dengan itu,
penyembahan harus dilakukan dengan sukarela, sebab Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada
manusia beserta ritual-ritualnya.

Qur’an surah Al-Bayyina ayat 5 menjelaskan, bahwa Allah memerintahkan kepada kita
tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kita
kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus; mendirikan salat, menunaikan zakat, berdoa
memohon ampun dan berbuat baik hanya karena Allah SWT. Karena dengan itulah agama yang
lurus.

Penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikannya sebagai


Khalifah Allah di muka bumi ini. Keseimbangan dan kebahagiaan hidup manusia akan terjaga
dengan tegaknya hukum-hukum kemanusiaan yang telah ditetapkan Allah. Dan dengan ini,
selain semata-mata untuk penyembahan kepada Allah, tujuan manusia hadir adalah juga untuk
menciptakan kedamaian diantara manusia-manusia serta alam semesta lainnya, melalui perintah
dan ajaran-ajaran yang diberikan Allah SWT.

3. Tugas Manusia
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas tersebut adalah tugas kekhalifahan, tugas
kepemimpinan. Wakil Allah, serta pengelola dan pemeliharaan alam. Khalifah yang berarti wakil
yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang amanat Allah untuk
mewujudkan kemakmuran. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia adalah bersifat kreatif,
sehingga manusia bisa mengolah serta mendayagunakan apapun yang ada untuk kepentingan
hidupnya.

Allah mengajarkan kebenaran dalam segala ciptaan-Nya melalui pemahaman dan


penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya. Seperti
yang sudah dibahas tadi, manusia dapat menyusun konsep baru serta merekayasa mrmbentuk
wujud yang baru dalam kebudayaan.

Manusia diberikan wewenang berupa kebebasan untuk memilih dan menentukan,


sehingga kebebasannya dapat melahirkan kreativitas yang baik dan dinamis. Adanya kebebasan
dalam manusia adalah karena kedudukannya untuk memimpin. Sehingga manusia tidak tunduk
kepada siapapun, kecuali kepada Allah SWT. Dengan itu kebebasan manusia dalam memimpin
berlandaskan tauhidullah, sehingga manusia tidak bisa semena-mena dengan apa yang sudah
diperintahkan Allah. Kekuasaan manusia dibatasi pula dengan aturan dan ketentuan yang tertulis
dalam Al-Qur'an maupun yang ada di alam semesta (al-Kauniyah). Wakil yang melanggar batas
adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan
yang diwakilinya. Dan dengan itu, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan yang
diwakilinya, seperti firman Allah dalam sudah Fathir ayat 39.

Berpedoman pada al-Baqarah ayat 30 — 36, jika khalifah merupakan mahluk penerus
ajaran Allah, maka tugas/peran yang harus dilaksanakannya, diantaranya adalah:

1. Belajar (surat an-Naml 15 — 16 dan al-Mukminun 54)


Mempelajari ilmu Allah, dan yang dimaksud ilmu Allah adalah Al-Qur’an. Ayat-ayat
ini menjelaskan bahwa objek belajar tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu Allah
yang berwujud Al-Qur’an dan ciptaan-Nya.
2. Mengajarkan ilmu (al-Baqarah ayat 31 — 39)
Ilmu yang diajarkan bukan hanya ilmu yang dilarang manusia saja, tetapi juga ilmu
Allah. Al-Qur’an merupakan aturan hidup dan kehidupan manusia serta hal-hal yang
berhubungan dengan manusia. Mengajarkan Al-Qur’an berarti mengajarkan hidup
menurut Allah, pencipta manusia dan alam semesta.
3. Membudayakan ilmu (al-Mu'minun ayat 35)
Bukan hanya untuk disampaikan ke orang lain, yang paling utama dari ilmu adalah
diamalkan oleh diri sendiri. Rasulullah memberikan contoh dengan mengaplikasikan
dengan diri sendiri dan keluarga, teman dekat, lalu orang lain. Dan pembudayaan
ilmu ini berjalan seperti proses pembentukan iman dan kepribadian. Tahu, mau,
kemudian melakukan. Dan Sunnah Rasul merupakan contoh dari perwujudan
pembudayaan ilmu tersebut.

Sebagai seorang khalifah, yang dilakukan tidak boleh hanya untuk kepentingan diri
sendiri dan tidak hanya bertanggungjawab pada diri sendiri saja. Dengan itu, semua yang
dilakukan harus dilakukan untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah, serta
pertanggungjawabannya pada tiga hal, yaitu :
1. Diri sendiri
2. Masyarakat
3. Allah SWT

Dan dengan menyadari ada yang dipertanggungjawabkan terhadap tiga hal ini, maka
fungsi manusia berjalan sebagaimana harus tetap memelihara semua kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Manusia diserahi tugas yang merupakan amanat Allah dan akan
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Dan kembali, fungsi hidup yang dipikul manusia
adalah tugas-tugas kekhalifahan, menjadi wakil Allah, serta menjadi pengelola dan pemelihara
alam semesta.

E. Program Hidup Manusia

Program hidup manusia harus sejalan dengan tujuan dan bentuk program itu sendiri harus
berasal dari perumusan tujuan hidup manusia yaitu Allah pencipta manusia. Al-Quran sebagai
wahyu dari Allah ditambah dengan sunnah Nabi sebagai perwujudan realisasi ajaran Allah.
Keduanya merupakan tuntutan dari program hidup bagi orang yang beriman. Dengan perkataan
lain, program hidup manusia tidak didasarkan atas kehendaknya sendiri, tetapi didasarkan atas
kehendak penciptanya.

Program hidup manusia dituangkan dalam bentuk yang disebut syari’ah,. Syari'ah ialah
peraturan yang diciptakan Allah agar manusia berpegang kepada-Nya dalam menjalankan hidup
di muka bumi ini. Hanya dengan melalui peraturan tersebutlah manusia akan mendapatkan
bukan hanya kebahagiaan di dunia ini, tetapi juga sebenarnya akan mendapatkan kebahagiaan di
akhirat.

Anda mungkin juga menyukai