Anda di halaman 1dari 10

MANUSIA DAN AGAMA

A. MANUSIA
1. Pengertian Manusia
Dalam ilmu sosial manusia diartikan sebagai sekelompok makhluk yang hidup
dalam tatanan masyarakat. Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang di
dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain.
Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa
banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.

Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia
menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.

Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada
pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran:47) tegasnya memberi
pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan
lain-lain.

Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat


dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah
sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab :72), kedua al-insan dihubungankan dengan
predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij:19-
21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur
materi dan nonmateri (QS Al-Hijr :28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-
sifat manusia psikologis dan spiritual.

Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku
beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah :8)

Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapatdisimpulkan bahwa


manusia adalah mahkluk biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan
dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam
hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).

Allah SWT menciptakan manusia dalam 2 tunuh, yaitu

1.) Tubuh dari tanah dan akan kembali ke tanah.

2.) Tubuh rohani yang asalnya dari Allah SWT dan akan kemabali kepada Allah SWT.

Manusia menurut pandangan Islam manusia adalah makhluk Allah SWT. yang
memiliki unsur dan daya materi yang memiliki jiwa dengan ciri-ciri berfikir, berakal, dan
bertanggungjawab pada Allah s.w.t. yang diciptakan dengan memiliki akhlak. Secara
terperinci, manusia merupakan :
1.) Makhluk yang Sempurna dan Mulia
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna, baik dari wujud fisiknya
maupun rohaninya. Manusia menjadi makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna
dan mulia karena memiliki akal. Akal inilah yang membedakan manusia dengan
maklhuk lainnya. Akal membantu manusia untuk melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia. Dalam Q.S At-Tin Allah SWT berfirman :

ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ َٰ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ
٤ ‫يم‬
ٖ ِ ‫ٱۡلنسن ِِف أحس ِن ت‬
‫و‬‫ق‬ ِ ‫لقد خلقنا‬

Artinya :”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya”

2.) Makhluk yang Bertanggung jawab

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, dimintai pertanggung


jawabannya terhadap amanah yang telah diberikan Allah s.w.t. kepadanya untuk
mengelola alam semesta bagi kesejahteraan semua makhluk. Hal ini sesuai dengan
surat al-Ahzab ayat 72 berikut
ۡ ََََ َ َۡ َ ۡ َ ۡ ََ ََۡ َۡ َ َ َََۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َّ
َٰ َ ‫ٱۡل‬
ُۖ‫نسن‬ ِ ‫ا‬ ‫ه‬‫ل‬‫َح‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ِن‬
‫م‬ ‫ن‬ ‫ق‬ ‫ف‬‫ش‬ ‫أ‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ن‬‫ل‬‫م‬ِ ‫َي‬ ‫ن‬‫أ‬ ‫ۡي‬‫ب‬ ‫أ‬ ‫ف‬ ‫ل‬
ِ ‫ا‬ ‫ب‬‫ٱۡل‬
ِ ‫و‬ ‫ۡرض‬
ِ ِ َٰ ‫إِنا ع َرضنا ٱۡلمانة لَع ٱلسمَٰو‬
‫ت وٱۡل‬

ٗ ٗ ‫إنَّهۥ ََك َن َظل‬


٧٢ ‫وما َجهوٗل‬ ِ

Artinya :”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amnat itu dan mereka
khawati akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.

Setiap manusia menurut pandangan Islam adalah seorang pemimpin, terutama


memimpin dirinya sendiri. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya
terhadap apa yang telah dipimpinnya baik lahir maupun batin, serta di dunia maupun
di akhirat.

3.) Khalifah dan Hamba Allah

Manusia memiliki akal dan kalbu yang tidak dimiliki oleh makhuk lain, maka
manusia dijadikan sebagai khalifah dan sekaligus menjadi hamba Allah. Khalifah
mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia sebagai pemegang kekuasaan
yang bertugas untuk melaksanakan syariat-Nya di bumi, disebut dalam Qur’an
Surat Sad ayat 26 berikut :

َ َّ َ َٰ َ َ ۡ َّ َ َ َ َ ۡ ۡ َ‫ۡرض ف‬
َ ۡ ‫ٱحكم َب‬ َۡ َٗ َ َ ۡ َّ َ
‫ضلك َعن‬ ِ َّ‫ۡي ٱنل‬
ِ ‫اس بِٱۡل ِق وٗل تتبِعِ ٱلهوى في‬ ِ ‫ي َٰ َداوۥد إِنا َج َعل َنَٰك خل ِيفة ِِف ٱۡل‬
ۡ َ ۡ َ ْ َ َ ُۢ َ ٞ َ َ ۡ َ َّ
َ ‫ٱۡل‬ َ َ َ ُّ ِ َ‫ين ي‬ َّ َّ َّ
َ ‫ٱّل‬ َ
٢٦ ‫اب‬
ِ ‫ِس‬ ‫يل ٱّللِ لهم عذاب شدِيد بِما نسوا يوم‬
ِ ِ ‫ضلون عن سب‬ ِ ‫يل ٱّللِِۚ إِن‬
ِ ِ ‫سب‬

Artinya :”Wahai Dawud sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka


bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia kana menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupkan hari perhitungan.”

4.) Makhluk Berakhlak

Akhlak merupakan gambaran atau wujud diri manusia yang sebenarnya, ketika
manusia memiliki akhlak yang baik, maka ia memilki kedudukan yang tinggi di mata
Allah. Sebaliknya jika manusia memiliki akhlak yang buruk, maka kedudukannya
rendah di mata Allah. Akhlak merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki
manusia, karena manusia memiliki akhlak, maka manusia mempunyai kemampuan
untuk membedakan yang hak dengan yang batil.

5.) Makhluk Kontroversial

Manusia disebut makhluk kontrovesial, karena ketika manusia menggunakan


akalnya dan dapat mengendalikan nafsunya serta beriman kepada Allah, maka
manusia merupakan makhluk yang paling tinggi kedudukannya diantara makhluk
lain. Ketika manusia tidak mempergunakan akalnya dan diperbudak oleh hawa nafsu,
maka akan menjadi makhluk yang paling hina dan rendah. Hal ini akan terjadi apabila
manusia melakukan kerusakan dan kejahatan di muka bumi, maka dampak kerusakan
yang timbul akan amat dahsyat, karena tidak ada makhluk lain yang dapat melakukan
kerusakan yang sedahsyat manusia.

2. Tujuan di ciptakan manusia


a. Untuk beribadah kepada Allah SWT
Manusia diciptakan Tuhan mempunyai tujuan yang sangat mulia, setiap makhluk
yang diciptakan Tuhan sudah barang tentu mempunyai tujuan dan hikmah bagi Allah
yang tidak diketahui oleh manusia, karena Allah tidak akan menciptakan sesuatu
dengan sia-sia. Apalagi penciptaan manusia yang dibekali dengan akal. Allah tidak
menciptakan manusia untuk bersenang-senang sebagaimana hewan, tidak ciptakannya
hanya untuk hidup bertahun-tahun kemudian ditelan masa dan bumi begitu saja
sampai binasa di dalam tanah begitu saja tanpa di bangkit dan dihisab di hari kiamat.
Sesungguhnya manusia diciptakan untuk mengenal Allah dan menyembahNya, dan
dijadikan sebagai khalifahNya di bumi. Dia juga diciptakan untuk membawa amanah
yang sangat besar dalam kehidupan yang singkat ini yaitu, amanah Taklif dan
tanggung jawab dan untuk diuji dengan bermacammacam ujian untuk menghadapi
hari esok (akhirat/yang kekal abadi). Manusia diciptakan bukan untuk dirinya sendiri,
akan tetapi untuk menyembah penciptaNya. Allah berfirman dalam surat Adh-
dhariyat ayat 57-58 :
ۡ ۡ
٥٨ ‫ٱلر َّزاق ذو ٱلق َّوة ِ ٱل َمت ِۡي‬ َ َّ ‫ إ َّن‬٥٧ ‫َما ٓ أريد م ِۡنهم مِن ر ۡزق َو َما ٓ أريد أَن ي ۡطعِمون‬
َّ ‫ٱّلل ه َو‬ ِ ِ ِ ٖ ِ ِ

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Q.S. Al-Adh-
Dhariyat : 56-58)
b. Menjadi khalifah diatas muka bumi
Tujuan yang kedua diciptakannya manusia adalah sebagai khalifah di bumi ini.
Menurut Muhammad Quthub peran khalifah ini sangat luas sekali, yaitu meliputi
bermacam aktivitas, dalam kehidupan duniawi dalam memakmurkan bumi ini. Oleh
sebab itu manusia selaku khalifah Allah harus mengetahui sumber daya yang
terkandung di alam ini, dengan menggunakannya untuk meningkatkan taraf hidup
sesuai dengan keinginan Allah swt. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menegakkan
syariat Allah di bumi sehingga dengan demikian tercapailah metode Ilahi yang sangat
sinkron dengan rahasia alam yang sangat universal.
Menjalan tugas kekhalifahan di bumi (pribadi dan kolektif) merupakan ibadah.
Menurut M. Quraisy Shihab ibadah itu terbagi kepada dua macam, yaitu:
a. Ibadah murni (mahdhah), yaitu ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk,
kadar, atau waktunya, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
b. Ibadah ghairu mahdhah, yaitu segala aktivitas lahir dan batin manusia yang
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Fitrah Manusia
Fitrah merupakan kata yang diderivasi dari kalimat Bahasa Arab yaitu fatar yang
artinya ciptaan, suci dan seimbang. Arti fitrah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai
kondisi awal suatu penciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi
mengetahui dan cenderung kepada kebenaran.
Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti persiapan fisik,
melainkan juga dalam arti persiapan rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik.
Oleh karena itu, disebutkan dalam konotasi nilai yang dapat membawa manusia pada
pencapaian derajat kemuliaan yang tinggi, yaitu derajat keinsaniyahan dan bukan
kebayariyahan yang bersifat fisik.

Dalam fitrahnya manusia itu memiliki :

1) Hanief, artinya jalan yang lurus/kebenaran


2) Akal, dalam al-Qur’an diartikan dengan kebijasanaan intelegensia dan pengertian.
Dengan demikian di dalam al-Qur’an akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio,
tetapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu. Akal juga diartikan sebagai hikmah atau
kebijaksanaan.
3) Qolb. Al –Qolb berasal dari qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik.
Musa Asy’ari menyebutkan arti Al-Qolb dalam dua pengertian, yangpertama
pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging berbentuk bulat panjang (jantung)
dan arti yang kedua adalah pengertian yang halus, bersifat ketuhanan dan kerohanian,
yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian berpengetahuan dan
arif.
4) Nafsu adalah kekuatan yang mampu mendorong manusia mencapai keinginannya.
Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitive, karena sifatnya
yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk dan sering disebut juga dorongan
kehendak bebas.

4. Hakekat Manusia

Hakekat manusia adalah sebagai berikut :


1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
3. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah
selesai (tuntas) selama hidupnya.
4. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati
5. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan
dengan potensi yang tak terbatas
6. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik
dan jahat.
7. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa
hidup di dalam lingkungan sosial.
8. Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban,
mencari jwaban berarti mencari kebenaran.

a.) Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an

Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia,


bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi
Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan
Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan
argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran
justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan
menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia
harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di
dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual
yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).

Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar,
dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian
semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik
benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses
pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang
amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup
manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu
sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi
batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia
berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas
megingatkan kita pada teorisuperego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang
ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang
berbicara tentang kualitas jiwa manusia.

Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang


mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis),
sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah
menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik).
Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau
pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan
justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan
petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral.
Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke
arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang
merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.

b.) Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)

Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia dan unsure
biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi secara spiritual manusia adalah
roh atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan
rohani (jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan
untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun di darat, laut maupun udara. Jika
dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berpikir (kognatif), rasa
(affektif), dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai
kecerdasan.

B. AGAMA
1. Pengertian Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa
Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan,
patuh, utang, balasan atau kebiasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah system yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia dan
lingkungannya.

Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulisoleh Anshari bahwa walaupun


agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri,
mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis
terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a) Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan)
atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b) Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya
Maha Mutlak tersebut.
c) Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah
satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia
sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan
dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.

Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang


dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah
kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan
bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun
dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah
pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.

2. Syarat-syarat agama
Dalam Islam, agama mempunyai syarat-syarat sebagai berikut.

1.) Kepercayaan atau Akidah

Akidah adalah sistem kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan. Akidah


berisikan ajaran tentang apa saja yang harus dipercaya, diyakini dan diimani oleh
setiap orang Islam. Seseorang dikatakan muslim apabila dengan penuh kesadaran dan
ketulusan bersedia terikat dengan kepercayaan Islam. Dalam Islam, kepercayaan di
bangun atas enam dasar keimanan yang biasa disebut dengan rukun iman. Yaitu ;
Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat Allah, Iman kepada kitab Allah, iman
kepada Rasul Allah, iman kepada hari kiamat, iman kepada qadha dan qadar.

2.) Pemujaan atau Ibadah

Ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang wajib dijalankan oleh seluruh umat
beragama agar mendapatkan ridho dari Tuhan. Dalam Islam bentuk ibadahnya antara
lain ; Mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat lima waktu, puasa di bulan
Ramadhan, membayar Zakat fitrah, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

3.) Hukum atau Syariah

Hukum adalah peraturan Islam yang mengatur seluruh kehidupan umat Islam.

4.) Nabi
5.) Kitab suci

Kitab yang berisi tentang Wahyu-wahyu Allah kepada Rasul-nya. Sesuai dengan
namanya, kitab tersebut harus bersih dari pendapat manusia.

3. Unsur-Unsur Agama
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
1) Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan
lagi.
2) Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
3) Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agam.
4) Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami
oleh penganut-penganut secara pribadi.
5) Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama

4. Fungsi Agama
Fungsi agama, yaitu :
1.) Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2.) Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3.) Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4.) Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5.) Pedoman perasaan keyakinan
6.) Pedoman keberadaan
7.) Pengungkapan estetika (keindahan)
8.) Pedoman rekreasi dan hiburan
9.) Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

5. Karakteristik Agama
Karakteristik agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang
sempurna. Seperti dalam salah satu sabda nabi Muhammmad,bahwa beliau adalah
penyempurna bangunan agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul
sebelum kedatangan beliau.
Layaknya sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh, tegas,
dan jelas. Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan yang akan
dibangun diatasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan
yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus memiliki
luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai dengan bangunannnya. Itulah
sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya berperan sebagai pedoman
kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya dibumi. Manusia akan kehilangan
pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia bila tidak berpedoman pada
agama. Dewasa ini agama mengalami beralih dan berpedoman kepada akal logikanya.
Padahal akal dan logika manusia memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa
depan. Sedangkan agama telah disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi
pedoman sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme ini mnimbulkan gaya hidup
baru bagi kaum muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.

Adapun karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:


1) Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan (keyakinan) terhadap
eksistensi suatuyang absolute (mutlak), diluar diri manusia yang merupakan pangkal
pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.
2) Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan (penyembahan) dari manusia
kepada suatu yang absolut.
3) Agama adalah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan
manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari
yang absolut.

C. HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA DALAM KEHIDUPAN


Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan
dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan
beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk
dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang
dari adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan
sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan
dan pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman,
selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai
sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon
peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan adanya da
kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang merupakan
desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan
demikian rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.

1. Perkembangan Agama Dan Kehidupan Budaya Manusia

Pada tahap awalnya nampak bahwa agama mendominasi kehidupan budaya


masyarakat, kemudian dengan adanya perkembangan akal dan budidaya manusia, maka
mulai nampak gejala terjadinya proses pergeseran dominasi agama tersebut, yang pada
giliran selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya suatu masyarakat. Namun
demikan dengan tersingkirnya dominasi agama itu, maka pertumbuhan dan
perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia nampak menjadi kehilangan arah
dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka memerlukan lagi terhadap agama, bukan
sebagai yang mendomianasi, tetapi sebagai petunjuk da pengarah kehidupan mereka.

Perkembangan agama dan kehidupan budaya umat manusia dalam proses sejarah
yang panjang tersebut dapat dilihat secara selintas pada pertumbuhan dan perkembangan
manusia secara individual. Pada tahap awalnya kehidupan manusia diliputi oleh ketidak-
tahuan dan ketidak-berdayaan, sehingga sifat ketergantungan pada orang tua (yang
memelihara) sangat menonjol. Setelah akal fikiran dan kemampuan budidayanya tumbuh
dan berkembang, maka sifat ketergantungan itu semakin berkurang, dan setelah
menginajak dewasa sifat kemandiriannya inilah manusia memerlukan adanya pedoman
hidup, karena tanpa pedoman/tujuan yang pasti, maka kemandirian akan menimbulkan
kekacauan dan malapetaka dalam kehidupan manusia. Kemudian pada masa tua, dimana
kemampuan akal fikiran dan budidaya manusia sudah mulai berkurang, maka manusia
memerlukan kembali tempat bergantung yang pasti sebagai tempat kembali. Kalau di
hubungkan dengan hukum perkembangan, ketiga tahap perkembangan jiwa atau
masyarakat/budaya manusia itu adalah pada tahap awal (masa kanak-kanak) disebut
dengan tahap teologik, fiktif; masa remaja (masa tumbuh dan berkembangnya pemikiran
abstrak) sebagai tahap metafisik atau abstrak; dan masa dewasa sebagai
tahap positif atau riil. Sedangkan masa tua sebagai kelanjutan perkembangan lebih lanjut
dari tahap positif atau riil tersebut

Anda mungkin juga menyukai