Anda di halaman 1dari 15

Makalah

“Akhlak Professional”
Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Pai Di SD
Dosen Pengampuh : Jumri Hi. Tahang Basire, S.Ag, M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok II
1. Mohammad Jafar (201010083)
2. Moh. Safa’at (201010102)
3. Yuli Oktavia Ningsih (201010089)
3. Dela Adelia (201010098)
4. Moh. Fikriansyah (201010093)
5. Nur Safiah (201010073)
6. Nur Intan Avionita (201010095)

JURISAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU
TAHUN AJARAN
2021/2022

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang
telah melimpahkan berbagai nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan masalah
kami yang berjudul “Akhlak Professional” dengan tepat waktu Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan keharibaan junjungan kita Nabi
Muhammad SAW sebaik-baiknya insan lintang pemimpin bagi umat manusia
karena berkat beliaulah kita masih dapat merasakan nikmatnya islam

Makalah tentang “Akhlak Professional” ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah “Materi dan Pembelajaran Pai Di SD”.selain itu,kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.namun kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,kritik dan saran yang
membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 08 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i


DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................2
1.3. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................3
2.1 Paradigma Islam Tentang Imu Pengetahuan..........................................3
2.2 Amal Sholeh dan Profesionalitas...........................................................5
2.3 Karakter Seorang Profesional Islam......................................................7
BAB III. PENUTUP ...........................................................................................11
A. Kesimpulan .........................................................................................11
B. Saran ...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari kebenaran
ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Dengan ilmu pengetahuan maka
setiap manusia akan bisa mendapatkan sebuah kebenaran melalui proses-proses
tertentu baik dengan melakukan penelitian ilmiah maupun dengan bebagai cara
lainnya. Ilmu pengetahuan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan manusia
dalam mencapai kesejahteraan hidup didunia dan memberi kemudahan dalam
mengenal Tuhan. Oleh karena itu Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan
merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban manusia sebagai mahluk Allah
SWT. yang berakal. Islam adalah agama universal yang berlaku sepanjang zaman,
Islam bukan hanya terbuka terhadap pembaharuan yang dilakukan ilmu
pengetahuan, tetapi juga mendorong dicapainya kemajuan tersebut. Dengan
demikian melalui penelitian ilmiah manusia dapat menyusun teori-teori yang
merupakan deskripsi dari fenomena alam.
Manusia adalah makhluk berketuhanan sekaligus makhluk sosial. Sebagai
makhluk berketuhanan, wajinb baginya mengabdi, tunduk dan patuh, serta
berpegang teguh pada ajaran agama Allah yakni al-Islam. Sementara sebagai
makhluk sosial yang merupakan bagian dari aktualisasi sebagai makhluk
berketuhanan, mereka harus menjalin shilaturahmi dan kerjasama yang baik, jujur,
amanah, yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dari
kondisi tersebut, manusia menjadi berkembang secara dinamis, sehingga
kebutuhan hidup manusia juga semakin berkembang, begitu juga tantangan
hidupnya pun berkembang pesat. Sehingga ketergantungan manusia kepada
sesamanya juga semakin tinggi. Dari sini kemudian, lahirlah lapangan pekerjaan,
yang dengan lapangan pekerjaan seseorang dapat memenuhi kebutuhannya
sekaligus menolong pemenuhan kebutuhan orang lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana paradigma islam tentang ilmu pengetahuan ?
2. Bagaimana amal sholeh dan profesionalitas dalam islam ?
3. Bagaimana karakter seorang professional dalam islam ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui paradigma islam tentang ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui amal sholeh dan profesionalitas dalam islam
3. Untuk mengetahui karakter seorang professional dalam islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Paradigma Islam Tentang Ilmu Pengetahuan


Kata “paradigma” memiliki beberapa pengertian: pertama, cara
memandang sesuatu. Kedua, dalam ilmu pengetahuan: model, pola, ideal. Dari
model-model ini fenomena yang dipandang, dijelaskan. Ketiga, totalitas premis
premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi
ilmiah konkret. Keempat, dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola
untuk memecahkan problemproblem riset..
Bagaimana cara Islam memandang ilmu pengetahuan? Terdapat perbedaan
yang sangat mendasar antara tradisi Islam dan tradisi sekuler dalam memandang
ilmu pengetahuan. Dalam tradisi Islam, sebagaimana dibahas dalam ushul fiqih,
ada dua garis besar ilmu, yaitu 1) ilmu makhluk dan 2) ilmu Allah Ta’ala.
Prof. Wahbah Zuhaili dalam kitab beliau yang fenomenal, yaitu Tafsir Al-
Munir menjelaskan konsep ilmu manusia dan makhluk lainnya sebagai bekal
dalam kehidupan ini. Saat menjelaskan tafsir surat al-Fatihah ayat 6 beliau
menerangkan bahwa makhluk memiliki lima tingkatan ilmu.
a. Fitrah atau ilham
Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh hewan mamalia yang baru saja
dilahirkan oleh induknya. Dia akan segera mendekat untuk menyusu kepada
induknya. Inilah ilham yang Allah Ta’ala tanamkan kepada hewan.
b. Panca indera
Panca indera dimiliki oleh hewan dan manusia. Bahkan pada awal
kehidupan, panca indera hewan lebih berfungsi daripada manusia.
c. Akal
Dengan akal inilah manusia mengelola informasi yang diterima oleh panca
inderanya. Dengan akal manusia menelurkan konsep-konsep dan pemikiran
yang berpengaruh ke tingkah laku dan peradabannya sebagai manusia. Maka
dengan akal inilah peradaban manusia berkembang dan tidak statis
sebagaimana
d. Hidayah agama

3
Akal manusia memiliki keterbatasan. Terlebih lagi, akal sering dikaburkan
dengan keinginan hawa nafsu. Hal ini membuat manusia rentan melakukan
kesalahan dalam tingkah lakunya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan
panduan baku yang bersih dari polusi hawa nafsu. Ialah hidayah/ilmu agama.
Ilmu agama berasal dari Allah Ta’ala dan terbebas dari hawa nafsu. Ilmu
agama sudah pasti kebenarannya, dan seharusnya digunakan oleh makhluk
untuk mengatur tingkah lakunya.
e. Hidayah taufik
Banyak orang mendapatkan nasihat dan arahan agama. Namun pada
kenyataannya, seringkali manusia berpaling dari ilmu yang telah datang
kepadanya tersebut. Hal ini terjadi karena tidak semua manusia mendapatkan
hidayah taufik dari Allah Ta’ala. Taufik adalah kecocokan hati seseorang untuk
tunduk dan menerima nasihat/ilmu agama yang datang kepadanya.
Inilah perbedaan besar antara paradigma ilmu sekuler dengan paradigma
ilmu peradaban Islam. Paradigma sekuler mengingkari keberadaan “ilmu Tuhan”.
Mereka menganut empirisme untuk mengakui ilmu. Empirisme adalah suatu
prinsip bahwa semua pengetahuan didapatkan dengan pengalaman. Apa yang
tidak dialami atau tidak bisa dijelaskan dengan akal mereka, tidak diakui sebagai
ilmu. Pada akhirnya dibuanglah segala konsep agama dari bahasan ilmu
pengetahuan dalam paradigma sekuler.
Hal ini jelas bertentangan dengan pandangan ilmu dalam tradisi Islam.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hasil olahan akal manusia hanyalah
tingkat ketiga dari lima tingkatan ilmu. Adapun ilmu Allah Ta’ala yang sampai
kepada manusia sampai pada tingkat keempat dan kelima. Maka ketika seseorang
membatasi ilmu dengan empirisme, maka sebenarnya dia membatasi ilmunya
hanya sampai pada tingkat ketiga, yaitu tingkat akal.
Pembatasan ilmu hanya sampai ke tingkat akal akan membatasi ilmu itu
sendiri. Padahal, banyak informasi dari wahyu yang telah Allah sampaikan namun
belum dapat dipahami oleh manusia. Begitu pula pembatasan ilmu dengan
empirisme dapat meniadakan keimanan. Demikian karena salah satu rukun iman
adalah beriman kepada yang ghaib. Padahal, banyak hal ghaib yang belum dialami
oleh manusia. Maka pembatasan ilmu dengan empirisme membuat seseorang
mengingkari hal yang ghaib.

4
2.2 Amal Sholeh dan Professionalitas Dalam Islam
Dalam bahasa Indonesia, kata “amal” berarti perbuatan baik atau buruk.
Kata saleh secara bahasa artinya “baik”. Dengan demikian amal saleh secara
bahasa artinya “perbuatan baik”. Secara istilah amal saleh adalah segala perbuatan
yang sesuai dengan dalil akal (rasional), Al-Qur’an, dan sunnah Nabi Muhammad
SAW.
Firman Allah SWT tentang amal saleh: “Barang siapa mengerjakan
kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS.An-
Nahl, 16:97)
a. Jenis – Jenis Amal Sholeh
1. Dari Sisi Perbuatan
Amal Jariah adalah perbuatan kebajikan yang dilakukan secara
sukarela dengan mengharap ridha Allah SWT. dan mendatangkan balasan
kebajikan (pahala) bagi orang yang melakukannya, meskipun ia telah
meninggal. Amal Ibadah adalah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
ketentuanketentuan hukum islam dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
2. Dari segi subjek pelakunya
Dari segi subjek pelakunya terdapat dua jenis amalan. Amal batiniah
dan lahiriah.
a) Amal Batiniah
Amal Batiniah adalah amal yang dilakukan oleh hati (al-qalb).
Amal batiniah meliputi perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Beberapa contoh di antara amal batiniah yang termasuk amal baik ialah
sebagai berikut.

1) Beriman adalah menyakini dengan sepenuh hati keesaan Allah


SWT., adanya para malaikat, para rasul, kitab-kitab Allah SWT.,
dan beriman kepada Hari Akhirat, serta menyakini adanya Qada
dan Qadar Allah SWT

2) Tawakal yaitu menyerahkan segalausaha yang telah dilakukan

5
kepada Allah SWT.,dan dengan senang hati menerima semua
ketetapan Allah SWT.

3) Bersabar merupakan kekuatan danketenangan hati dalam


menghadapi segala cobaandari Allah SWT.

4) Ikhlas yaitu menyucikan, menyatukan, dan menyerahkan hati


sepenuhnya kepada Allah SWT.,atas segala amalan yang
dikerjakan dan merupakan suatu amalan hati yang sangat penting

5) Berniat sepenuhnya karena Allah SWT.

6) Berani, tegar, dan berpendirian.


b) Amal Lahiriah adalah perbuatan yang dilakukan dengan anggota badan
dan dapat diketahui melalui pengelihatan atau pendengaran. Amal
lahiriah dibagi dua macam, yaitu sebagai berikut :
1) Amal lahiriah melalui ucapan Contohnya: Menasihati dalam hal
kebajikan dan mencegah hal yang buruk, berbicara dengan
pembicaraan yang baik, dan membaca Al-Qur’an
2) Amal lahiriah dengan anggota badan Contohnya: Menolong orang
dalam melakukan kebajikan, melakukan jual beli sesuai dengan
tuntunan Allah SWT. dan Rasul-Nya, Menjenguk orang sakit, dan
Mengiringi jenazah ke kuburan.
Setiap amal shaleh yang dilakukan seorang Muslim, maka baginya akan
mendapatkan ganjaran dan palaha yang berlipat dari Allah SWT, terutam di
akhirat kelak. Diterima atau tidaknya ibadah seseorang merupakan hak perogratif
Allah SWT., manusia hanya bisa melihat indikatornya, yang antara lain terkait
kepada dua faktor penting yaitu amal shaleh harus dilaksanakan secara ikhlas dan
dilakukan secara benar.

b. Etos kerja menurut Islam


Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang,meyakini, dan memberikan sesuatu yang
bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang
optimal (high performance).

6
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu
obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian
amanah dari Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus
didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu),
dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensi syariat (aku berbuat).
a) Dimensi Ma’rifat (Aku Tahu)
1) Tahu siapa aku, apa kekuatan dan kelemahanku
2) Tahu apa pekerjaanku
3) Tahu siapa pesaingku dan kawanku
4) Tahu produk yang akan dihasilkan
5) Tahu apa bidang usahaku dan tujuanku
6) Tahu siapa relasiku
7) Tahu pesan-pesan yang akan kusampaikan
b) Dimensi hakikat (aku berharap)
Sikap diri untuk menetapkan sebuah tujuan kemana arah tindakan
dilangkahkan. Setiap pribadi muslim meyakini bahwa niat atau dorongan
untuk menetapkan cita-cita merupakan ciri bahwa dirinya hidup.
c) Dimensi Syariat (Aku Berbuat)
Pengetahuan tentang peran dan potensi diri, tujuan serta harapan-
harapan hendaklah mempunyai arti kecuali bila dipraktikkan dalam bentuk
tindakan nyata yang telah diyakini kebenarannya.
Yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya
dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja
merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah.
Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan untuk
memuaskan hawa nafsu.

2.3 Karakter Seorang Professional Islam


Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang
mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifah yang
mengatur dengan baik bumi dan isinya. Pesan-pesan yang sangat mendorong
kepada setiap muslim untuk berbuat dan bekerja secara profesional yakni bekerja
dengan benar, optimal, jujur, disiplin, dan tekun.

7
Akhlak Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang memiliki
sifat-sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme
yaitu:

1. Sifat Kejujuran (shiddiq)


Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk
membangun profesionalisme. Hampir semua bentuk usaha yang dikerjakan
bersama menjadi hancur karena hilangnya kejujuran. Oleh sebab itu kejujuran
menjadi sifat wajib bagi Rasululloh saw dan sifat ini pula yang selalu diajarkan
oleh Islam melalui al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan
di dunia organisasi, perusahaan, dan lembaga modern saat ini sangat ditentukan
oleh kejujuran. Demikian pula tegaknya negara sangat ditentukan oleh sikap
hidup jujur para pemimpinnya. Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan
korup, maka negara itu menghadapi problem nasional yang sangat berat dan
sangat sulit untuk membangkitkan kembali.
2. Sifat Tanggung Jawab (amanah)
Sikap bertanggungjawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat
diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan / organisasi /
lembaga apapun pasti hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak
amanah.
3. Sifat Komunikatif (tabligh)
Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan.
Dengan sifat komunikatif, seorang penanggungjawab suatu pekerjaan akan
dapat menjalin kerja sama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga
meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerja sama atau melaksanakan visi
dan misi yang disampaikan. Sementara degnan sifat transparan, kepemimpinan
diakses semua pihak, tidak ada kecurigaan, sehingga semua masyarakat
anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang tinggi
kepada kepemimpinannya. Dengan demikian perjalanan sebuah organisasi
akan berjalan lebih lancara serta mendapat dukungan penuh dari berbagai
pihak.
4. Sifat Cerdas (fathanah)

8
Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang
dan menangkap dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi,
kepemimpinan yang cerdas akan cepat dan tepat dalam memahami
problematika yang ada di lembaganya. Ia dengan cepat memahami aspirasi
anggotanya sehingga setiap peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal
dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.

Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai Islam yang dapat mendasari
pengembangan profesionalisme, yaitu:
1. Bersikap Positif dan Berfikir Positif (husnudzon)
Berfikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas-
tugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif
mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah.
Husnudzon tersebut tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja,
tetapi yang paling utama adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah swt.
Dengan pemikiran tersebut, sesorang akan lebih bersikap objektif dan
optimistik. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak menjadi sombong dan
lupa diri, sebaliknya apabila gagal tidak mudah putus asa dan menyalahkan
orang lain. Sukses dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil untuk
menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada
Allah swt.
2. Memperbanyak Silaturrahim
Dalam Islam kebiasaan silaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda
keimanan. Namun dalam dunia profesi, silaturrahuim sering dijumpai dalam
bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.
3. Disiplin Waktu dan Menepati Janji
Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur'an menegaskan makna waktu
bagi kehidupan manusia dalam surat al-'Asr yang diawali dengan sumpah
"Demi Waktu". Begitu juga menepati janji, al-Qur'an menegaskan hal tersebut
dalam ayat pertama al-Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting
lainnya. "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu," yang
dimaksud aqad-aqad adalah janji-janji sesama manusia.
4. Bertindak Efektif dan Efisien

9
Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan, dan mengevaluasi
sebuah kegiatan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan
fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros, dan memnuhi sasaran, juga
melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat
menganjurkan sikap efektif dan efisien.

5. Memberikan Upah secara Tepat dan Cepat


Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang mengatakan berikan upah
kadarnya, akan mendorong sesorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah
ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas karena dia harus memikirkan
beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai secara
memadai.

Berdasarkan uraian di atas dapat simpulkan bahwa Islam adalah agama yang
menekankan arti penting amal dan kerja. Islam mengajarkan bahwa kerja harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
Pertama, bahwa pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan
pengetahuan yang memadai sebagaimana firman Allah yang artinya, "Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungjawabannya." (QS. al-Isra: 36)
Kedua, pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian berdasarkan sabda
Nabi, "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka
tunggulah saat kehancuran."
Ketiga, berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalam Islam, amal
dan kerja harus dilakukan dalam bentuk yang shalih, sehingga makna amal shalih
dapat dipahami sebagai kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah
maupun dihadapan manusia rekanan kerjanya.
Keempat, pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan
masyarakat. Oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

10
Ke lima, pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi.
Keenam, pengupahan harus dilakukan secara tepat dan sesuai dengan amal
atau karya yang dihasilkannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bagaimana cara Islam memandang ilmu pengetahuan? Terdapat
perbedaan yang sangat mendasar antara tradisi Islam dan tradisi sekuler dalam
memandang ilmu pengetahuan. Dalam tradisi Islam, sebagaimana dibahas
dalam ushul fiqih, ada dua garis besar ilmu, yaitu 1) ilmu makhluk dan 2) ilmu
Allah Ta’ala.Paradigma sekuler mengingkari keberadaan “ilmu Tuhan”.
Mereka menganut empirisme untuk mengakui ilmu. Hal ini bertentangan
dengan pandangan ilmu dalam tradisi Islam. Sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas, hasil olahan akal manusia hanyalah tingkat ketiga dari lima
tingkatan ilmu. Adapun ilmu Allah Ta’ala yang sampai kepada manusia
sampai pada tingkat keempat dan kelima. Maka ketika seseorang membatasi
ilmu dengan empirisme, maka sebenarnya dia membatasi ilmunya hanya
sampai pada tingkat ketiga, yaitu tingkat akal.
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif
atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah
dari Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan
kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu), dimensi
hakikat (aku berharap), dan dimensi syariat (aku berbuat).

11
Akhlak Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang memiliki
sifat-sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme
yaitu siddiq, amanah, fathanah, dan tablig.
Islam adalah agama yang menekankan arti penting amal dan kerja. Islam
mengajarkan bahwa kerja harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip al-
quran dan hadits.

3.2. Saran
Dalam makalah ini kami berkeinginan pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun,agar kami dapat menulis makalah yang
lebih baik lagi di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

- https://dppai.uii.ac.id/paradigma-keilmuan-dalam-islam/
- https://jurnal.lldikti4.or.id/index.php/jurnalsoshum/article/view/106/49
- https://id.scribd.com/presentation/425055182/Amal-Sholeh-Dan-
Profesionalitas
- https://www.banjarsari-
labuhanhaji.desa.id/first/artikel/2020/4/2/profesionalisme-dalam-perspektif-
islam
-

12

Anda mungkin juga menyukai