Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi Muslim bukan hanya sekedar klaim ‘identitas’ saja, namun lebih
jauh dari itu, menjadi muslim berarti tunduk dan patuh mengikuti secara lahir
bathin terhadap ajaran – ajaran (hukum - hukum) agama Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam selaku utusan Allah subhanahu
wata’ala. Dengan demikian ketika setiap hamba mengaku menjadi penganut
Islam (muslim), berkomitmen terhadap Islam, dan beradaptasi dengan Islam
dalam setiap aspek kehidupannya.

Penggabungan diri dengan agama Islam bukanlah penggabungan diri yang


terjadi secara keturunan dan juga bukan penggabungan secara lahiriyah saja.
melainkan penggabungan yang dimaksudkan ialah penggabungan diri kita dengan
ajaran Islam secara ikhlas dan dengan cara berpegang teguh pada seluruh ajaran
Islam serta menyesuaikan diri dengan Islam di segenap bidang kehidupan dengan
penuh kerelaan.

Menurut fathi Yakan, muslim sejati mempunyai beberapa karakter, yaitu


mengislamkan aqidah, mengislamkan ibadah, mengislamkan akhlak,
mengislamkan keluarga, mampu mengawal diri, dan yakin bahwa masa depan di
tangan Islam.

Berpegang dengan akidah yang benar lagi murni adalah syarat pertama bagi
seseorang mengaku dirinya beragama Islam dan menjadikan Islam sebagai cara
hidupnya. Ibadah di dalam Islam merupakan puncak kepatuhan dan kerendahan
kepada Allah dan ia juga adalah puncak bahwa hanya Allah lah yang patut
disembah. Serta kemuliaan akhlak adalah tanda utama bagi ajaran Islam
sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tentang
tujuan pengutusan baginda, yang bermaksud: "Sesungguhnya aku diutuskan untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak".
Bertanggung jawab terhadap keluarga adalah salah satu usaha untuk
menciptakan keluarga yang muslim sejati. Seorang muslim sejati juga harus
mampu mengawal dirinya dari segala macam hawa nafsu, agar terhindar dari
godaan setan yang ingin selalu menyesatkan manusia. Keimanan seorang muslim
sejati sepatutnya sampai ke peringkat meyakini bahwa masa depan kelak ialah
milik Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan komitmen muslim sejati?
2. Bagaimana menjadi muslim sejati?
3. Bagaimana cara mengislamkan aqidah?
4. Bagaimana cara mengislamkan ibadah?
5. Bagaimana cara mengislamkan akhlak?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian komitmen muslim sejati?


2. Untuk menjadi muslim sejati?
3. Untuk mengetahui cara mengislamkan aqidah?
4. Untuk mengetahui cara mengislamkan ibadah?
5. Untuk mengetahui cara mengislamkan akhlak?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komitmen

Komitmen adalah janji pada diri kita sendiri atau pada orang lain yang
tercermin dalam tindakan kita. Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya,
sebagai sikap yang sebenarnya yang berasal dari watak yang keluar dari dalam
diri seseorang.
Komitmen akan mendororong rasa percaya diri, dan semangat kerja,
menjalankan tugas  menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai
dengan peningkatan kualitas fisik dan psikologi dari hasil kerja.

Komitmen mudah diucapkan. Namun lebih sukar untuk dilaksanakan.


Mengiyakan sesuatu dan akan melaksanakan dengan penuh tanggung-jawab
adalah salah satu sikap komitmen. Komitmen sering dikaitkan dengan tujuan, baik
yang bertujuan positif maupun yang yang bertujuan negatif.

B. Pengertian Muslim sejati

Kata Muslim (bahasa Arab: ‫مسلم‬ ) secara harfiah berarti "seseorang yang


berserah diri (kepada Allah)," termasuk segala makhluk yang ada
di langit dan bumi. Kata muslim kini merujuk kepada penganut agama Islam saja,
kemudian pemeluk pria disebut dengan Muslimin (‫ )مسلمون‬dan pemeluk wanita
disebut Muslimah (‫ )مسلمة‬adalah sebutan untuk wanita Islam.

Al-Qur'an menjelaskan tentang semua  nabi  dan  rasul  adalah sebagai


Muslim, dari  Adam alaihis salam,  Nuh alaihis salam,  Ibrahim alaihis salam,
Musa alaihis salam,  Isa alaihis salam dan Muhammad shalallahu alaihi
wassalam. Al-Qur'an menyatakan bahwa mereka adalah Muslim karena mereka
hanya berserah diri kepada Tuhan, memberikan firman, dan menegakkan agama
Allah. Bahkan para sahabat Nabi Isa alaihis salam disebut juga sebagai muslim
dalam surah Al-Imran dalam al-Qur'an:

        


        
   
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah
dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia)
menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman
kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-
orang yang berserah diri (muslim).” (Qs. Ali Imran [3] : 52).

Menjadi Muslim bukan hanya sekedar klaim ‘identitas’ saja, namun lebih
jauh dari itu, menjadi muslim berarti tunduk dan patuh mengikuti secara lahir
bathin terhadap ajaran – ajaran (hukum - hukum) agama Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam selaku utusan Allah subhanahu
wata’ala. Dengan demikian ketika setiap hamba mengaku menjadi penganut
Islam (muslim), berkomitmen terhadap Islam, dan beradaptasi dengan Islam
dalam setiap aspek kehidupannya. Inilah yang disebut dengan Muslim sejati.

Muslim sejati merupakan sosok makhluk Allah yang tidak pernah takut dan
gentar akan segala hal kecuali kekhawatirannya untuk tidak selalu bersama Allah
dalam setiap langkah dan gerak-geriknya, kekuatan dan keteguhan iman yang
ditimbulkan dari Hasbunallaah wani'mal wakiil mampu mengantarkannya menuju
pada puncak ketakwaan, dimana dalam jiwa muslim sejati hanya Allah yang
bersemayam dalam dirinya. Jika di dalam jiwanya telah bersemayam Allah, maka
kegelapan apapun akan menjadi terang, dan permasalahan apapun akan
terselesaikan.

Seorang muslim sejati akan yakin segala keperluan hidupnya telah


mendapat jaminan dari Allah. Ia yakin jika keimanannya kuat, maka ia akan
menempati derajat yang tinggi di sisi Allah.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, pernah mengatakan bahwa seorang


muslim adalah orang yang dengan mulut dan tangannya membuat orang lain
merasa damai. Tutur katanya tidak menyakiti dan perilakunya tidak memalukan.
Kedua unsur perilaku ini menyatu, saling melengkapi untuk membentuk karakter
sebagai muslim sejati.

Allah subhanahu wata’ala pun telah berfirman:


       
       

Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu,
dan (begitu pula) dalam (al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia
(tentang yang benar dan yang salah)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka disimpulkan bahwa komitmen


muslim sejati adalah janji pada diri kita sendiri dan pada Allah subhanahu
wata’ala yang tercermin dalam tindakan kita untuk tunduk dan patuh mengikuti
secara lahir bathin terhadap ajaran – ajaran (hukum - hukum) agama Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, dan selalu beradaptasi
dengan Islam dalam setiap aspek kehidupannya
C. Keutamaan Muslim Sejati
Hamba Allah yang telah berkomitmen menjadi Muslim sejati akan mampu
menepis segala bentuk ketakutan yang menjadi sifat kemanusiaannya, sehingga
hanya sifat pemberani-lah yang bersemayam dalam jiwanya. Karakter seperti ini
hanya bisa didapat jika “Hasbunallaah wani'mal wakiil” dengan tingkah laku
yang menunjukkan bahwa Allah-lah yang akan memberi kekuatan dan memberi
pertolongan. Sehingga tidak ada ragu menapaki jalan yang benar dan tak gentar
menghadapi segala rintangan.
Muslim sejati tidak takut dihina, dan mampu merendam amarah ketika ia
terhina, sehingga mampu memberikan senyuman maaf kepada mereka. Karena ia
yakin Allah-lah yang akan melindunginya dari segala keburukan penghinaan. Dan
di dalam dirinya terucap kata, “lebih baik memaafkan akan mendapat pahala,
daripada membalas penghinaan setimpal hanya dapat puas dan impas namun tak
dapat apa-apa, biar Allah sajalah yang akan menampakkan bahwa penghinaan
mereka terhadap diriku tidaklah benar.”

D. Ciri-Ciri Muslim Sejati


Sebagaimana yang diutarakan sebelumnya menjadi muslim sejati tidak
cukup sekadar pengakuan saja, karena hal itu belum tentu diakui Allah subhanahu
wata’ala (Qs. Al-Baqarah [2] : 8). Oleh karena itu ada lima ciri muslim sejati
yang keimanannya diakui oleh Allah subhanahu wata’ala,
1. Bertakwa kepada Allah swt (QS Ali Imran [3] : 102)
2. Masuk ke dalam islam secara kaffah (totalitas) sehingga seluruh aspek
kehidupan dijalani sesuai dengan nilai-niai islam (QS Al-Baqarah [2] : 208)
3. Selalu terwarnai dalam sibghah atau terwarnai dengan nilai-nilai yang
datang dari Allah subhanahu wata’ala (QS Al-Baqarah [2] : 138)
4. Istiqamah ataumemiliki pendirian yang kuat dalam mempertahankan nilai-
nilai islam dalam kehidupannya (QS Al-Ahqaaf [46] : 13)
5. Memiliki sikap tawazun atau keseimbangan antara duniawi dengan
ukhrawi (QS Al-Qashshash [28] :77)

E. Karakter Muslim Sejati


Menurut fathi Yakan, dalam bukunya “Komitmen Muslim Sejati”, bahwa
muslim sejati mempunyai beberapa karakter, yaitu:

1. Mengislamkan aqidah,
2. Mengislamkan ibadah,
3. Mengislamkan akhlak,
4. Mengislamkan keluarga,
5. Mampu mengawal diri,
6. Dan yakin bahwa masa depan di tangan islam.

Adapun uraian dari karakter muslim sejati sebagaimana yang telah


disebutkan diatas adalah sebagai berikut:

1. Mengislamkan Aqidah
Berpegang dengan aqidah yang benar lagi murni adalah syarat pertama bagi
seseorang yang mengaku dirinya beragama Islam dan menjadikan Islam sebagai
cara hidupnya. Pegangan tersebut mestilah sejalan dengan apa yang terkandung di
dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.
Adapun cara mengislamkan aqidah yaitu harus dengan perkara-perkara
berikut:

a. Meyakini  bahwa pencipta alam ini adalah Allah, Tuhan yang Maha


Bijaksana lagi Berkuasa, Maha Mengetahui serta tidak memerlukan
pertolongan siapapun. Firman Allah subhanahu wata’ala,

         


    
“Kalau ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan yang lain dari Allah, niscaya
rusaklah pentadbiran kedua-duanya. Maka (bertauhidlah kamu kepada
Allah dengan menegaskan): Maha Suci Allah, Tuhan yang mempunyai
Arasy, dari apa yang mereka sifatkan”. (Qs. Al-Anbiya' [21] : 22).

b. Meyakini bahwa Tuhan yang Maha Mulia tidaklah menciptakan segala


kejadian alam secara sia-sia tanpa apa-apa tujuan.

c. Meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala.  telah mengutuskan Rasul-rasul


dan diturunkan untuk mereka kitab-kitab dengan tujuan mengajar manusia
supaya mengenali Allah dan memahami matlamat kejadian mereka,
mengetahui asal-usul mereka dan ke mana mereka akan kembali.
d. Meyakini bahwa matlamat kewujudan insan ialah mengenali Allah seperti
mana yang Allah subhanahu wata’ala. sendiri menjelaskannya, memberi
penuh ketaatan kepada-Nya dan mengabdikan diri kepada-Nya.
e. Meyakini bahwa ganjaran bagi orang mukmin yang taat kepada Allah ialah
syurga. Manakala balasan ke atas orang kafir lagi neraka ialah api neraka.
f. Meyakini bahwa sekalian manusia melakukan kebaikan dan kejahatan
dengan pilihan dan kehendak mereka sendiri. Namun demikian kebaikan
yang dilakukan itu tidaklah berlaku, melainkan dengan taufik dan 'inayah
dari Allah.
g. Mengimani bahwa urusan penciptaan undang-undang itu adalah hak mutlak
Allah subhanahu wata’ala. Tidak harus sama sekali manusia mendahului
atau membelangkanginya.
h. Berusaha mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah yang layak bagi
kemuliaan-Nya

i. Berfikir merenungi kehebatan kejadian-kejadian Allah, bukan memikirkan


tentang Zat-Nya sebagai mengikuti dan mentaati perintah Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam.

j. Berhubung dengan sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala.  terdapat banyak


ayat-ayat suci al-Quran al-Karim yang membuktikan kesempurnaan
ketuhana (Uluhiyyah-Nya).

k. Meyakini bahwa pendapat dan pandangan para salaf adalah lebih utama
untuk diikuti supaya dapat menyelesaikan perbahasan tentang penta'wilan
dan pentha'thilan sesetengah ayat suci al-Quran, yakni membiarkan
sebahagian dari sifat-sifat Allah di dalam al-Quran dengan menyerahkan
hakikat sebenar mengenai maknanya kepada Allah subhanahu wata’ala

l. Mengabdikan diri hanya kepada Allah semata-mata tidak menyekutukan


dengan yang lain.

m. Takut hanya kepada-Nya dan tidak takut kepada yang lain. Perasaan takut
tersebut seharusnya menyebabkan setiap muslim menjauhi kemurkaan Allah
dan larangan-larangan-Nya.

n. Sentiasa mengingati Allah dan berzikir menyebut nama-Nya untuk


menjadikan diam saya itu adalah dalam keadaan berfikir dan apabila
bercakap adalah kerana berzikir.

o. Wajib menyintai Allah dengan sebenar-benar cinta. Cinta yang menjadikan


senantiasa merasa rindu dan terikat dengan-Nya.

p. Bertawakal sepenuhnya kepada Allah dalam setiap keadaan dan


menyandarkan setiap urusan kepadanya.
q. Mensyukuri nikmat-nikmatnya ke atas diri saya yang merupakan kurniaan
dan rahmat yang tidak terhitung  jumlahnya.

r. Senantiasa beristighfar memohon keampunan kepada Allah, Istighfar  itu


dapat membersihkan diri dari dosa di samping memperbaharui taubat dan
iman. Istighfar juga dapat memberikan kerehatan dan keheningan kepada
jiwa.

s. Senantiasa bermuraqabah (merasai berada di bawah pengawasan) dengan


Allah subhanahu wata’ala. dalam keadaan terang maupun tersembunyi.

2. Mengislamkan Ibadah

Ibadah di dalam Islam  merupakan puncak sifat kepatuhan dan kerendahan


kepada Allah dan ia juga adalah puncak merasakan  keagungan Tuhan yang
disembah. Ia menjadi anak tangga di antara hamba dengan Tuhannya. Ibadah ini
juga memberi kesan yang mendalam di dalam hubungan manusia dengan makhluk
lainnya. Begitu juga dengan ibadah-ibadah dalam rukun Islam seperti shalat,
puasa, zakat dan haji serta amalan-amalan lainnya yang dilaksanakan untuk
mendapat keredaan Ilahi dan dalam mengamalkan Syariat-Nya adalah termasuk
dalam pengertian ibadah.

Adapun cara mengislamkan ibadah kita yaitu harus dengan perkara-


perkara berikut :

a. memastikan ibadah kita mempunyai hubungan dengan Tuhan yang


disembah. Inilah apa yang dikatakan martabat "keihsanan dalam  ibadah.

b. Melakukan ibadah dengan penuh khusyuk sehingga dapat meraskan


kenikmatan  dan kemanisannya serta mendatangkan kekuatan untuk selalu
mengerjakannya.

c. Beribadah dalam keadaan hati yang merasakan kehadiran Allah,


membuang dan melupakan kesibukan dunia dan hiruk-pikuknya.
d. Beribadah dalam keadaan senantiasa ingin terus menambahnya, tidak
merasa cukup dan tidak kenyang. Dan selalu mendekatkan diri kepada Allah
dengan amalan-amalan sunah untu memenuhi seruan Allah.

e. Selalu melaksanakan ibadah qiamullail (shalat malam) serta melatih diri


melakukannya sehingga ia menjadi satu kebiasaan.

f. meluangkan waktu tertentu untuk membaca Al-Quran dengan cara


merenungi maksud dan pengajarannya terutama di waktu Dhuha.

g. Menjadikan doa sebagai perantaraan dengan Allah di dalam setiap urusan


hidup karena doa adalah otak bagi segala ibadah. Untuk itu setiap muslim
mestilah memilih doa-doa yang sesuai sunah Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam, seperti do’a ketika hendak tidur, ketika bangun tidur, ketika
memakai pakaian dan menaggalnya, ketika keluar rumah dan memasukinya,
ketika berjalan ke masjid, dan lain sebagainya.

3. Mengislamkan Akhlak

Kemuliaan akhlak adalah tanda utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang
ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, tentang tujuan pengutusan
baginda, yaitu: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak".

Hal ini dipertegaskan lagi di dalam Al-Quran:


       
       
  
Artinya: ”Mereka (umat Islam) yang jika Kami berikan mereka kekuasaan
memerintah di bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang serta
memberi zakat, dan mereka menyuruh berbuat kebaikan serta melarang
dari melakukan kejahatan dan perkara yang mungkar dan (ingatlah) bagi
Allah jualah kesudahan segala urusan. (Qs. Al-Hajj [22] : 41).

Kemuliaan akhlak adalah tanda keimanan seseorang karena ia adalah hasil


dari keimanannya. Adalah tidak dikira beriman seseorang yang tidak berakhlak.
Berhubung dengan hal inilah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.
menyatakan: Bukanlah iman itu hanya dengan cita-cita tetapi iman itu ialah
keyakinan yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.  (HR. Ad-
Dailami).

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. pernah ditanya tentang apa itu


agama? Baginda menjawab: Kemuliaan akhlak (Husnul Khuluq). Apabila ditanya
tentang apa itu kejahatan, baginda menjawab: Akhlak yang buruk (Su'ul Khuluq).
Akhlak mulia yang dimiliki oleh seseorang hamba merupakan amalan yang paling
berat dalam timbangan di hari kiamat nanti. Oleh itu siapa yang rusak akhlaknya
dan buruk amalannya tidak akan dipercepatkan hisabnya.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:


“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di atas neraca timbangan seorang
hamba di hari kiamat selain dari akhlak yang baik”. (HR. Abu Daud dan
Tirmizi).

Di antara ciri-ciri akhlak yang sewajarnya menghiasi diri seseorang insan


supaya dia menjadi seorang muslim sejati adalah akhlak-akhlak yang berikut:

1. Menjauhkan diri dari perkara-perkara syubhat

Seorang muslim sejati haruslah menjauhkan dirinya dari segala perkara


yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar di
antara halal dan haramnya (syubhat) berdasarkan ajaran dari hadist
Rasulullah saw.
“Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang)
dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak
diketahuinya  oleh kebanyakan manusia. Maka siapapun   yang memelihara
(dirinya dari) segala yang kesamaran, sesungguhnya  dia memelihara bagi
agamanya dan kehormatannya. Dan siapapun  yang jatuh ke dalam
kesamaran, jatuhlah ia ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala
yang menggembala di sekeliling kawasan larangan, hampir sangat
(ternakannya) makan di dalamnya. Ketahuilah! bahwa bagi tiap-tiap raja
ada kawasan larangan. Ketahuilah bahwa larangan Allah ialah segala
yang diharamkannya. Ketahuilah! Bahwa di dalam badan ada seketul
daging, apabila ia baik, baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rusak,
rusaklah seluruhnya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan hati”. (H.R. Imam
Bukhari dan Muslim).
2. Memelihara pandangan

Seseorang muslim sejati iu harus memelihara dirinya dari melihat perkara-


perkara yang diharamkan oleh Allah karena pandangan terhadap sesuatu
(yang menarik itu) boleh merangsang syahwat dan merupakan faktor yang
membawanya ke dalam pelanggaran dan  maksiat. Berhubung dengan
perkara-perkara ini Al-Quran mengingatkan orang-orang mukmin supaya
memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah.

3. Memelihara lidah

Kata  yang tidak berfaedah, perbuatan-perbuatan yang buruk dan kotor,


percakapan-percakapan kosong, mengumpat keji dan mengadu domba.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan: Ketahuilah, seseorang
mukallaf  itu sewajarrya menjaga lidahnya dari sebarang percakapan kecuali
percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam
diri adalah sama saja hasilnya maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik
berdiam diri karena percakapan yang diharuskan  mungkin membawa
kepada yang haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku
tetapi kebaikan darinya adalah jarang.

4. Bersifat pemalu

Seseorang muslim sejati haruslah mempunyai sifat  pemalu dalam setiap


keadaan. Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalanginya
dari memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia
tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah
diri, tidak meninggikan suara ketika bercakap, berasa cukup serta memadai
sekadar yang ada serta sifat-sifat seumpamanya

5. Bersifat lemah-lembut
Di antara sifat-sifat yang paling ketara yang wajib tertanam di dalam diri
seseorang muslim sejati ialah sifat sabar dan lemah-lembut karena kerja-
kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak
menyenangkan, malah jalan dakwah memang  penuh dengan kepayahan,
penyeksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan persendaan yang memalukan.
Semua halangan-halangan ini sering dihadapi oleh para petugas amal Islami,
sehingga hemah mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh malah
mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan dakwah.

6. Bersifat benar

Seorang muslim itu mestilah bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata
benar sekalipun kepada diri sendiri kerana takut kepada Allah dan tidak
takut kepada celaan orang. Sifat dusta adalah sifat yang paling jahat dan
hina malahan ia menjadi pintu masuk kepada tipu daya syaitan. Seseorang
yang memelihara dirinya dari kebiasaan  berdusta bererti dia memiliki
pertahanan dan benteng yang dapat menghalang dari was-was syaitan dan
lontaran-lontarannya. Berhatihati dan memelihara diri dari sifat dusta akan
menjadikan jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang
kukuh menghadapi hasutan dan tipu-daya syaitan. Dengan demikian jiwa
seseorang akan sentiasa besih, mulia dan terhindar dari tipu-daya syaitan.
Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa kehinaan kepada
peribadi insan. Lantaran itu Islam mengharamkan sifat dusta dan
menganggap sebagai satu penyakit dari penyakit-penyakit yang laknat.

7. Bersifat tawaduk

Seseorang muslim sejati harusah bersifat tawaduk atau merendah diri


khususnya terhadap saudara-saudaranya yang muslim dengan cara tidak
membezakan (dalam memberikan layanan) sama ada yang miskin mahupun
yang kaya. Rasulullah s.a.w sendiri memohon perlindungan kepada Allah
agar dijauhkan dari sifat-sifat takbur (membangga diri).
8. Menjauhi sangka buruk dan mengumpat

Menjauhi sangka buruk, mengumpat dan mengintai-intai keburukan orang


lain. Oleh itu seseorang itu mestilah menjauhi sifatsifat ini kerana mematuhi
Firman Allah:

      


         
        
         
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan
(supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena
sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah
kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan
janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah
seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati?
(Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik
kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan
bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat,
lagi Maha mengasihani. (Q.S. Al-Hujuraat  [49] : 12).

9. Bermurah hati
Seorang Muslim sejati haruslah bersifat pemurah, sanggup berkorban
dengan jiwa dan harta bendanya pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat
menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara memintanya
membelanjakan uang ringgit karena berapa banyak dari kalangan mereka
yang berkedudukan, bercita-cita tinggi sertaberpangkat gugur tercicir dari
jalan ini, disebabkan oleh sikap rakus terhadap mata benda. Di dalam Al-
Quran sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri
keimanan yang dikaitkan dengan sifat pemurah.

10. Qudwah Hasanah (Suri Teladan Yang Baik)

Selain dari sifat-sifat yang dinyatakan di atas, seorang muslim sejati


haruslah menjadikan dirinya contoh ikutan yang baik kepada orang ramai.
Segala tingkah-lakunya adalah menjadi gambaran kepada prinsip-prinsip
Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal makan minum, cara berpakaian,
pertuturan, dalam suasana aman, dalam perjalanan malah dalam seluruh
tingkah laku dan diamnya.

 
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Mengaku Muslim bukan sekadar klaim terhadap identitas saja, namun
lebih jauh dari itu: pengakuan untuk menjadi penganut Islam, berkomitmen
terhadap Islam, dan beradaptasi dengan Islam dalam setiap aspek kehidupan.

2. Penggabungan diri dengan agama Islam bukanlah secara warisan, bukan


secara hobi malah ia juga bukan penggabungan secara zahir sahaja.
Sebenarnya penggabungan yang dimaksudkan ialah penggabungan dengan
ajaran Islam itu sendiri dengan cara berpegang teguh dengan seluruh ajaran
Islam serta menyesuaikan diri dengan Islam di segenap bidang kehidupan
dengan penuh kerelaan.

3. Untuk menjadi muslim yang sejati kita harus mempunyai karakteristik,


yaitu mengislamkan aqidah, mengislamkan ibadah, mengislamkan akhlak,
mengislamkan keluarga,mampu mengawal diri, dan yakin bahwa masa depan
di tangan islam.

4. Berpegang dengan aqidah yang benar lagi murni adalah syarat pertama
bagi seseorang yang mengaku dirinya beragama Islam dan menjadikan Islam
sebagai cara hidupnya.

5. Ibadah di dalam Islam  merupakan puncak sifat kepatuhan dan kerendahan


kepada Allah dan ia juga adalah puncak betapa ia merasakan  keagungan
Tuhan yang disembah. Ia menjadi anak tangga pertatehan di antara si hamba
dengan Tuhannya.

1. Kemuliaan akhlak adalah tanda keimanan seseorang karena ia adalah hasil


dari keimanannya. Seseorang yang tidak berakhlak tidak dikira sebagi
seseorang yang beriman.
2. Cara mengislamkan akhlak saya, yaitu menjauhkan diri dari perkara-
perkara syubhat, memelihara pandangan, memelihara lidah, bersifat
pemalu,bersifat lemah-lembut, bersifat benar, bersifat tawaduk, menjauhi
sangka buruk dan mengumpat, bermurah hati.

Anda mungkin juga menyukai