Anda di halaman 1dari 5

Hadits dhaif berarti hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits shahih dan hasan.

Ada banyak penyebab hadits dhaif, namun dari keseluruhan penyebab itu dapat
disimpulkan menjadi dua sebab. Mahmud Thahan dalam Taisiru Musthalahil
Hadits menjelaskan:

‫ سقط من اإلسناد‬:‫ لكنها ترجع بالجملة إلى أحد سببين رئيسين هما‬،‫أما أسباب رد الحديث فكثيرة‬
‫وطعن في الراوي‬
Artinya, “Penyebab hadits ditolak atau tidak bisa diterima ada banyak. Namun
keseluruhannya merujuk pada dua sebab: sanadnya tidak bersambung dan di
dalam rangkaian sanadnya terdapat rawi bermasalah.”

Ada dua penyebab utama hadits dhaif: keterputusan sanad dan perawinya
bermasalah. Masing-masing penyebab itu dirinci lagi oleh para ulama sehingga
pembagian hadits dhaif menjadi semakin banyak.

Mahmud Thahan menjelaskan, dilihat dari keterputusan sanad, hadits dhaif dapat
dibagi menjadi enam macam: muallaq, mursal, mu’dhal, munqati’, mudallas, dan
mursal khafi. Berikut penjelasannya:

Muallaq
Muallaq adalah setiap hadits yang tidak disebutkan rangkaian sanadnya dari
awal sanad, baik satu orang rawi yang tidak disebutkan, dua rawi, maupun lebih.
Yang terpenting, perawi hadits tidak disebutkan dari awal sanad.

‫المعلق هو ما حذف من مبدأ إسناده راو فأكثر على التوالي‬


Artinya, “Muallaq ialah hadits yang dihilangkan perawinya dari awal sanad, baik
satu orang ataupun lebih secara berturut-turut.”
Misalnya, bila seseorang mengatakan “Rasulullah berkata” atau “Dari Sahabat
Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata” tanpa menyebutkan rangkaian
sanadnya dari awal, maka hadits tersebut dinamakan hadits mu’allaq.

Mursal
Mursal berarti:

‫ما سقط من آخر اسناده من بعد التابعي‬


Artinya, “Hadits yang dihilangkan perawi setelah thabi’in (sahabat) dari akhir
sanadnya.”

Maksudnya hadits yang tidak disebutkan nama sahabat dalam rangkaian


sanadnya. Periwayatan hadits pasti melalui sahabat, karena tidak mungkin tabi’in
bertemu Rasulullah langsung. Bila ada hadits yang tidak menyebutkan sahabat
dalam rangkaian sanadnya, dari tabi’in langsung lompat kepada Rasulullah,
maka hadits itu bermasalah.

Misalnya, Imam Muslim bin Hajjaj pernah meriwayatkan hadits dari Muhammad
bin Rafi’, dari Hujain, dari Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin
Musayyab, bahwa Rasulullah pernah melarang jual beli dengan cara
muzabanah, yaitu jual beli tanpa takaran. Redaksi haditsnya sebagai berikut:

‫عن سعيد ابن المسيب أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم نهى عن بيع المزابنة‬
Artinya, “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli
dengan cara muzabanah.”

Ulama menghukumi hadits di atas dengan mursal karena Sa’id bin Musayyab
adalah seorang tabi‘in yang tidak mungkin bertemu Rasulullah SAW. Pasti Sa’id
bin Musayyab mendengar hadits itu dari sahabat. Tetapi dalam rangkaian sanad
hadits di atas tidak disebutkan nama sahabat yang menjadi perantara antara
Sa’id bin Musayyab dan Rasulullah.

Mu’dhal
Mu’dhal berarti:

‫ما سقط من إسناده اثنان فأكثر على التوالي‬


Artinya, “Hadits yang dalam rangkaian sanadnya terdapat dua perawi yang
dihilangkan secara berturut-turut.”

Maksudnya, dalam rangkaian sanad ada dua perawi yang dihilangkan, syaratnya
harus berturut-turut. Kalau tidak berturut-turut, misalnya di awal sanadnya ada
perawi yang hilang, kemudian satu lagi di akhir sanad, maka ini tidak bisa
dinamakan hadits mu’dhal.

Munqathi’
Munqathi’ berarti:

‫ما لم يتصل إسناده على أي وجه كان انقطاعه‬


Artinya, “Hadits yang rangkaian sanadnya terputus di manapun terputusnya.”

Persyaratan hadits munqathi’ lebih longgar daripada sebelumnya. Hadits


munqathi’ tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau jumlah perawi yang
hilang ditentukan, selama ada dalam rangkaian sanad itu rawi yang hilang atau
tidak disebutkan, baik di awal, pertengahan, maupun akhir sanad, maka hadits itu
disebut munqathi’.

Mudallas
Ulama membagi dua macam hadits mudallas: tadlis isnad dan tadlis syuyukh.

Tadlis Isnad adalah:

‫أن يروي الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر أنه سمعه منه‬
Artinya, “Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia
sampaikan itu tidak didengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa
dia mendengar hadits darinya.”

Maksudnya, seorang rawi mendapatkan hadits dari orang lain, tetapi dia
meriwayatkan dengan mengatasnamakan gurunya, di mana sebagian hadits dia
terima dari gurunya tersebut. Padahal untuk kasus hadits itu dia tidak mendengar
dari gurunya, tetapi dari orang lain.

Tadlis Syuyukh adalah:

‫ فيسميه أو يكنيه أو ينسبه أو يصفه بما ال يعرف به كي‬،‫أن يروي الراوي عن شيخ حديثا سمعه منه‬
‫ال يعرف‬
Artinya, “Seorang perawi meriwayatkan hadits yang didengar dari gurunya, tetapi
dia menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak populer, tujuannya
supaya tidak dikenal orang lain.”

Perawi sengaja menyebut gurunya dengan nama atau gelar yang tidak populer
supaya orang lain tidak tahu siapa guru sebenarnya. Karena kalau disebut nama
asli gurunya, bisa jadi guru perawi itu tidak tsiqah (dipercaya) dan haditsnya nanti
menjadi bermasalah. Untuk menutupi kekurangan itu, dia mengelabui orang
dengan menyebut nama yang tidak populer untuk gurunya.

Mursal Khafi
Mursal khafi berarti:

‫أن يروي عمن لقيه أو عاصره مالم يسمع منه بلفظ يحتمل السماع وغيره‬

Artinya, “Perawi meriwayatkan hadits dari orang yang semasa dengannya, tetapi
sebenarnya dia tidak mendengar hadits itu darinya, dia sendiri meriwayatkannya
dengan redaksi sima’ (seolah-olah dia mendengar langsung).”

Maksudnya, perawi menerima hadits dari orang yang semasa dengannya dan dia
bertemu langsung dengan orang tersebut, namun sebenarnya dia tidak
mendengar langsung hadits itu dari orang yang semasa dengannya. Namun
persoalannya, dia meriwayatkan hadits seolah-olah dia mendengar langsung,
padahal tidak seperti itu. Ini disebut dengan hadits mursal khafi, hukumnya
dhaif. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)
Penyebab hadits ditolak atau tidak bisa diterima ada dua: sanadnya tidak
bersambung dan di dalam rangkaian sanadnya terdapat perawi yang
bermasalah. Pembagian hadits dhaif dilihat dari terputusnya sanad sudah
dibahas pada tulisan sebelumnya. Sebab itu, tulisan ini difokuskan pada
penyebab kedua, perawi bermasalah.

Masalah perawi hadits biasanya terkait dengan dua aspek: ‘adalah dan dhabt.
‘Adalah berkaitan dengan moralitas atau integritas, sementara dhabt berkaitan
dengan kekuatan hafalan.

Sebagaimana dijelaskan Mahmud Thahan dalam Taisiru Mustalahil Hadits,


penyebab rusaknya ‘adalah seorang perawi karena suka berbohong, fasik atau
pelaku maksiat, melakukan bid’ah tercela, dan lain-lain. Sementara penyebab
rusaknya dhabt adalah karena sering lupa, hafalannya tidak bagus, sering salah,
dan berbeda dengan orang yang lebih kuat hafalannya.
Berdasarkan penyebab di atas, ulama hadits membagi hadits dhaif menjadi
beberapa macam. Di antara pembagiannya sebagai berikut:

Maudhu’
Maudhu’ termasuk hadits yang paling parah kedhaifannya, bahkan sebetulnya
maudhu’ bukanlah hadits karena tidak termasuk dari perkataan, perbuatan, dan
ketetapan Rasul. Sebab itu, sebagian ulama tidak memasukkan maudhu’
sebagai kategori hadits dhaif.

Dalam musthalah hadits, maudhu’ berati:

‫هو الكذب المختلق المصنوع المنسوب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya, “Berita bohong yang dibuat-buat dan disandarkan kepada Rasulullah.”

Contoh hadits maudhu’ ialah hadits yang dibuat Muhammad bin Sa’id As-Syami.
Dia mengatakan bahwa Humaid meriwayatkan hadits dari Anas, kemudian dari
Rasulullah yang berkata:

‫أنا خاتم النبيين ال نبي بعدي إال أن يشأ هللا‬


Artinya, “Aku penutup para Nabi. Tidak ada Nabi setelahku, kecuali bila Allah
menghendaki.”

Pernyataan di atas bukanlah perkataan Rasulullah, tetapi perkataan yang dibuat


Muhammad bin Sa’id. Ini termasuk contoh hadits maudhu’ dan tidak boleh
disebarluaskan kecuali dibarengi dengan penjelasan status haditsnya.

Matruk
Matruk ialah:

‫هو الحديث الذي في اسناده راو متهم بالكذب‬


Artinya, “Hadits yang terdapat di dalam sanadnya rawi yang terduga kuat
berdusta.”

Mahmud Thahan menjelaskan, perawi hadits diduga kuat berdusta karena dua
alasan: pertama, hadits tersebut tidak diriwayatkan kecuali darinya dan
bertentangan dengan kaidah umum atau prinsip umum beragama; Kedua, di
dalam sanad hadits ditemukan seorang perawi yang dalam kehidupan sehari-
harinya suka berbohong.

Cara mengetahui perawi hadits berdusta atau tidak adalah dengan merujuk kitab
biografi perawi hadits yang sudah didokumentasikan oleh ulama hadits. Kitab
biografi tersebut menjelaskan nama lengkap perawi, guru dan muridnya, biografi
kehidupannya, termasuk kredibilitas dan kekuatan hafalannya. Di antara buku
biografi perawi hadits yang populer adalah Siyar A’lamin Nubala karya Adz-
Dzahabi, Al-Jarhu wat Ta’dil karya Abu Hatim Ar-Razi, dan lain-lain.

Munkar
Ulama tidak satu suara dalam mendefenisikan hadits munkar. Ada banyak
defenisi hadits munkar, tetapi yang paling populer ada dua defenisi:

‫هو الحديث الذي في اسناده راو فحش غلطه أو كثرت غفلته أو ظهر فسقه‬
Artinya, “Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang sering salah atau
suka lupa, dan tampak kefasikannya.”

Ada juga yang mendefenisikan dengan:

‫هو ما رواه الضعيف مخالفا لما رواه الثقة‬

Artinya, “Hadits yang diriwayatkan perawi dhaif bertentangan dengan perawi


yang tsiqah.”

Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa hadits munkar adalah hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang sering lupa, sering melakukan kesalahan,
dan berbuat fasik terang-terangan. Akibatnya, hadits yang diriwayatkannya itu
bertentangan dengan perawi yang tsiqah (kredibel).

Anda mungkin juga menyukai