Anda di halaman 1dari 16

PEMBAGIAN AKHLAQ DAN INDIKATORNYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Tauhid dan Akhlaq
Dosen Pengampu: Zenal Muftie, M.Pd.

Disusun oleh:
Regina Arfarines (1222060095)
Resti Pitafalah (1222060096)
Rojan Nurjannah (1222060098)
1C-Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan dan karunia nikmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah “Lingkungan
Pendidikan Islam” Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ilmu
Pendidikan lingkungan.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan,arahan dan masukan dari
berbagai pihak. untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah ilmu akhlaq dan tauhid, bapak Zenal Muftie M.Pd Yang telah membimbing dalam
penyusunan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata Bahasa maupun isi. Sehingga
penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca demikian apa
yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat
umumnya,dan untuk kami khususnya.

Bandung, 12 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................4
C. TUJUAN.........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Definisi Akhlaq..............................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhlak itu merupakan suatu cerminan perbuatan kebiasaan yang merupakan buah dari
iman dan Islam yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan
mengharap ridho Allah SWT. Dapat dipahami bahwa akhlak ada kesamaan dengan etika
yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang baik dan yang buruk karena perilaku
yang tercermin dari perbuatan keseharian selalu dinilai oleh manusia-manusia yang lain.
Adanya cara berpikir yang baik atau buruk, maka manusia akan dapat berperilaku
sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Pemikiran-pemikiran yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku itu disebut akhlak. Sehingga dengan adanya cara berpikir akan
membedakan cara bertindak seseorang.
Memahami pembagian akhlaq adalah salah satu cara untuk bisa membedakan sifat
dengan tepat dan benar. Karena akhlaq tentang sebuah prilaku baik dan buruk yang
digunakan oleh agama atau disebut tingkah laku.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik menulis tentang “Pembagian Akhlaq dan
Indikatornya”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi Akhlaq?
2. Apa Macam–Macam Akhlaq?
3. Apa Saja Indikator Akhlaq?

C. TUJUAN
Dari rumusan masalah yang telah penulis rumuskan,maka tujuan yang ingin di capai
melalui penelitian ini,sebagai berikut:

1. Mengetahui Definisi Akhlaq


2. Mengetahui Bentuk-Bentuk Akhlaq
3. Mengetahui Indikator Akhlaq
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Akhlaq
Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya“khuluqun” yang
berari budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah
pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk (benar dan salah), mengatur
pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. Akhlak
pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku atau perbuatan.
Etika berasal dari bahasa Yunani“ethes’’ artinya adat. Etika adalah ilmu yang
meyelidki baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang
diketahui oleh akal pikiran. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin “mores” yang
berarti kebiasaan. Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas
masalah baik dan buruk tingkah laku manusia. Perbedaannya terletak pada dasarnya
sebagai cabang filsafat, etika bertitik tolak dari pikiran manusia. Sedangkan akhlak
berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan
pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga
tergambarkan dalam perilaku yang baik. Akhlak merupakan perilaku yang tampak
dengan jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang memotivasi oleh dorongan
karena Allah SWT. Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap
batin ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek,
yaitu pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam.
Akhlak islam dapat dikatakan sebagai aklak yang islami adalah akhlak yang
bersumber pada ajaran Allah dan Rasulullah. Akhlak islami ini merupakan amal
perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah
seorang muslim yang baik atau buruk. Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan
syariah yang benar. Secara mendasar, akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia
yaitu khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan).
Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki
hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan baik antara manusia dengan
manusia. Kata “menyempurnakan” berarti akhlak itu bertingkat, sehingga perlu
disempurnakan. Hal ini menunjukan bahwa akhlak bermacam-macam, dari akhlak sangat
buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali hingga sempurna. Rasulullah sebelum bertugas
menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna.
Perhatikan firman Allah Swt dalam Surah Al-Qalam [68]: 4

ٍ ُ‫ك لَ َع ٰلى ُخل‬


)٤( ‫ق َع ِظي ٍْم‬ َ َّ‫َواِن‬

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang


agung” Dalam arti ayat diatas, Allah Swt. sudah menegaskan bahwa Nabi Muahammad
Saw. mempunyai akhlak yang agung. Hal ini menjadi syarat pokok bagi siapa pun yang
bertugas untuk memperbaiki akhlak orang lain. Logikanya, tidak mungkin bisa
memperbaiki akhlak orang lain kecuali dirinya sendiri sudah baik akhlaknya. Karena
akhlak yang sempurna itu, Rasulullah Saw patut dijadikan uswah al- hasanah ( teladan
yang baik ).
Firman Allah Swt dalam surah Al-Ahzab [33] :21
٢١ َ‫يُ َع ِّذبُ َم ْن يَّ َش ۤا ُء َويَرْ َح ُم َم ْن يَّ َش ۤا ُء ۚ َواِلَ ْي ِه تُ ْقلَبُوْ ن‬
Artinya: “Sesungguhya pribadi Rasulullah merupakan teladan yang baik untuk
kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhirat dan
mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-
benar ingin bertemu dengan Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka
Rasulullah Saw adalah contoh dan teladan yang paling baik untuknya.
B. Macam-Macam Akhlak
Berdasarkan sifatnya, akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaituakhlak terpuji (akhlak
mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakmadzmumah). Adapun penjelasan dan macam-
macam akhlak terpuji danakhlak tercela adalah sebagai berikut:
a. Akhlak Terpuji (akhlak mahmudah)
Akhlak terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab,
akhlaq mahmudah. Mahmudah merupakan bentuk maf’ul dari kata hamidayang berarti
“dipuji”. Akhlak terpuji disebut pula dengan akhlak karimah
(akhlak mulia), atau makarim al-akhlaq (akhlaq mulia), atau akhlaq al-munjiyat (akhlak yang
menyelamatkan pelakunya).

1. Akhlak Terhadap Allah SWT

1.) Menauhidkan Allah SWT
Yaitu pengakuan bahwa Allah SWT satu-satunya yang memilikisifat rubbubiyah
(Allallah yang mencipta, memiliki, mengatur, memberi,mengkehendaki dll) dan uluhiyyah
(mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya yang disembah), serta kesempurnaan nama dan
sifat-Nya.
2.) Berbaik Sangka (Husnu zhann)
Berbaik sangka terhadap keputusan Allah SWT merupakan salahsatu akhlak
terpuji kepada-Nya. Di antara cirri akhlak terpuji ini adalahketaatan yang sungguh-sungguh
kepadanya. Sebagaimana sabda NabiMuhammad SAW :
“Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal, melainkan dia berbaik sangka terhadap
Rabb-Nya.” (HR. Muslim)
 
3.) Zikrullah
Mengingat Allah (Zikrullah) adalah asas dari setiap ibadah kepadaAllah SWT.
karena pertanda hubungan antara hamba dan pencipta padasitiap saat dan tempat.

4.) Tawakal
Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada AllahSWT.
membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menapakikawasan-kawasan hokum dan
ketentuan. Tawakal merupakan gambaranketeguhan hati dalam menggantungkan diri hanya
kepada Allah SWT.

2. Akhlak terhadap Diri Sendiri

1.) Sabar
Sabar adalah menahan diri dari dorongan hawa nafsu demimenggapai keridhoan
Tuhannya dan menggantinya dengan bersungguh-sungguh menjalani cobaan-cobaan Allah
swt. terhadapnya. Sabarterbagi menjadi tiga, yakni sabar dari maksiat (bersabar diri untuk
tidakmelakukan hal yang dilarang agama), sabar karena taat kepada Allahswt (sabar untuk
tetap melaksanakan perintah Allah dan menjauhilarangannya) dan sabar karena musibah
yakni ketika ditimpakemalangan, ujian serta cobaan dari Allah.
 
2.) Syukur
Syukur merupakan sikap seseorang untuk tidak menggunakannikmat yang diberikan
oleh Allah swt dalam melakukan maksiatkepada-Nya. Bentuk syukur terhadap nikmat Allah
swt adalah dengan jalan mempergunakan nikmat tersebut dengan sebaik-baiknya.Apabila kita
sudah mensyukuri nikmat yang telah diberikan olehAllah SWT berarti kita telah berskukur
kepada-Nya sebagai pencipta.Semakin banyak kita bersyukur, maka semakin banyak pula
nikmmatyang akan kita terima.

3.) Menunaikan Amanah
Amanah secara bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaanatau kejujuran.
Amanah adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia,tulus hati dan jujur dalam
melaksanakan sesuatu yang dipercayakankepadanya, baik berupa harta benda, rahasia
ataupun rugas kewajiban.

4.) Benar dan Jujur
Maksud akhlak terpuji ini adalah berlaku benar dan jujur, baik
dalam perkataan maupun perbuatan. Benar dalam perkataan adalahmengatakan yang
sebenarnya, tidak mengada-ada dan tidak pulamenyembunyikan. Benar dalam perbuatan
adalah mengerjakan sesuatusesuai dengan perintah agama.

5.) Menepati Janji
Dalam Islam, janji merupakan utang dan utang harus di bayar.Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra Ayat: 34
 Dan tepatilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggung jawabannya.” (QS. Al
-Isra: 34)
6.) Memelihara Kesucian Diri
Yaitu menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah dan memeliharakehormatan. Upaya
memelihara kesucian diri hendaknya dilakukan setiaphari agar diri tetap berada dalam status
kesucian.

3. Akhlak Terhadap Orang Tua

1.) Berbakti kepada Orang Tua
Berbakti kepada orang tua merupakan factor utama diterimanya doaseorang anak,
juga merupakan amal shalih yang paling utama yangdilakukan oleh seorang muslim. Salah
satu keutamaan berbuat baikterhadap orang tua selain melaksanakan ketaatan atas perinta
AllahSWT adalah menghapus dosa-dosa besar.
2. ) Bersikap baik kepada Saudara
Agama Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada sanaksaudara atau kaum kerabat
sesudah menunaikan kewajiban kepadaAllah SWT. dan Ibu Bapak.

4. Akhlak terhadap Masyarakat

1.) Berbuat Baik Terhadap Tetangga
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. RasullullahSAW bersabda:
“Demi Allah, tidaklah beriman. Demi Allah tidaklah beriman. Demi Allah tidaklah beriman”.
kemudian beliau ditanya,’siapawahai rasullullah:’. beliau menjawab “Orang yang
tetangganya tidakaman dari kejelekannya (kejahatannya)” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.) Suka Menolong Orang Lain
Dalam hidup ini jarang sekali ada orang yang tidak
memerlukan pertolongan orang lain. Ada kalanya karena sengsara dalam hidup, penderitaan b
atin atau kegelisahan jiwa, mendapat musibah dll. Olehsebab itu, semua manusia baik kaya
maupun miskin sangat memerlukan bantuan dari orang lain. Baik berupa material maupun
immaterial.

5. Akhlak Terhadap Lingkungan

Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadaplingkungan bersumber


dari fungsi manusia sebagai khalifah.Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia
dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung
arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan
penciptaannya.

b. Akhlak Tercela (akhlaq madzmumah)

1. Al-Nani’ah
  Yaitu sifat egois, tidak memperhatikan kepentingan orang lain.Manusia sebagai
makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial. Olehkarenanya, dalam mengejar kepentingan
pribadi, hendaknyamemperhatikan kepentingan orang lain janganlah boros dan juga kikir,
namun hendaknya berada di antaranya yaitu pemurah.
2. Al-Bukhlu
Yaitu kikir. Orang yang kikir, tidak mau membelanjakan
hartanya, baik untuk dirinya, misalnya biar makan tidak baik dan bergizi, padahaluang ada,
baik untuk kepentingan keluarganya, maupun untuk kepentinganorang banyak, yang
merupakan zakat, infak atau sadakah. Bagi orang yangkikir, mendengar istilah-istilah tersebut
bagaikan petir di siang hari. Sifat kikir ini dapat mempersempit pergaulan, sering menuduh
orang tama (ingin diberi). Kemudian orang yang kikir itu apabila hartanya telah berkumpul,
ia merasa kaya dan tidak lagi memerlukan bantuan orang lain yang juga lupa kepada
pemberinya. Allah berfirman dalam surat al-Lailayat 8-10 yang artinya, “Tetapi orang yang
kikir dan merasa dirinya serba cukup, dan mendustakan yang baik, akan kami mudahkan
baginya (jalan) kesukaran.”
 
3. Al-Butan
Yaitu suka berdusta. Berdusta adalah mengada-adakan sesuatu baikdengan
ucapan, tulisan, maupun dengan isyarat, padahal sebenarnya tidakada, mungkin untuk
kepentingan dirinya atau membela orang lain, atausengaja untuk menjatuhkan nama orang
lain, apalagi lempar batusembunyi tangan. Firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 112 yang
artinya, “Siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang
lain yang tidak bersalah, sesungguhnya dia memikul kebohongan dan dosa yang jelas.”
 
4. Khianat
Yaitu tidak menempati janji. Khianat ini lawan dari amanat, apabilaamanat dapat
melapangkan rezeki, maka khianat akan dapat menimbulkankefakiran. Sifat khianat ini
seringkali tidak nampak, sehingga kadang-kadang ada orang yang membela orang yang
khianat karena ia tidakmengetahuinya. Allah berfirman dalam surat al-Nisa ayat 107 yang
artinya, “Dan janganlah engkau membela orang
-orang yang khianatkepada dirinya sendiri, sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang
yang khianat dan berdosa.”
 
5. Al-Jubn
Yaitu pengecut. Orang pengecut penuh dengan rasa takut, yang menyebabkan
dirinya menjadi hina, sebab sudah mundur sebelum dicoba,tidak berani berjalan untuk
mendapatkan kemenangan. Ia selalu iriterhadap keuntungan atau hasil yang dicapai orang
lain. Allah berfirmandalam surat An-Nisa Ayat72 dan 73 yang artinya, “Dan sesungguhnya di
antara kamu ada orang yang lembek/pengecut kalau kamu ditimpa bahaya (dalam
perjuangan), dia berkata, sesungguhnya Tuhan memberi karuniakepadaku karena aku tidak
ikut beserta mereka. Dan kamu memperoleh karunia dari Tuhan (atas perjuanganmu), mereka
tentu mengatakan,sebagai tidak ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan mereka,
supaya aku turut mendapat kemenangan yang besar.”
 
6. Al-Gibah
Yaitu menggunjing atau mengumpat. Menggunjing adalah mengatakankeadaan
orang lain dibelakangnya dengan celaan kepada orang-orang yangada dimukanya, dengan
tujuan untuk menjatuhkan nama orang tersebutatau tujuan lain, meskipun memang
sebenarnya keburukan itu ada padaorang yang digunjingnya. Bila tidak ada, hal itu
merupakan fitnah. FirmanAllah dalam surat al-
Hujurat ayat 12 yang artinya, “Hai orang
-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sebagian kecurigaanitu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah
mempergunjingkan orang satu sama lain.”

7. Al-Hasad
Yaitu dengki. Dengki atau hasud suatu perbuatan kerusakan terhadap
orang lain, kemungkinan timbul disebabkan ni’mat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang
lain dengan keinginan agar ni’mat orang lain itu terhapus. Dengki juga karena benci dan
dendam atas kegagalan usahadirinya, kemudian membuat cara-cara yang tidak diridlai Allah
Swt. Allah berfirman dalam surat al-Falak ayat 1-5 yang artinya, “Katakanlah
Aku berlindung kepada Tuhan subuh, terhadap bahaya makhluk yangdiciptakan-Nya, dan
dari kegelapan ketika ia telah datang, dan dari bahaya hembusan dalam ikatan, dan
dari bahaya dengki ketika ia mendengki.”
 
8. Al-Ifsad
Yaitu berbuat kerusakan. Seringkali sifat perusak mendorong manusiadalam
usaha mencapai kepentingan pribadinya dengan tidakmemperhatikan akibatnya, misalnya
merusak lingkungan baik sendiri-sendiri, maupun bersama-sama dengan orang lain. Dalam
surat Asyu’ara Ayat 151-152 Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu turuti
perintah orang-orang yang melanggar batas. Yaitu orang-orang yang membuat kerusakan
(bencana) di muka bumi, dan tidak mengadakan perbaikan.”

9. Al-Israf
Yaitu berlebih-lebihan. Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 31
yangartinya, “Hai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap waktu shalatdan makan
minumlah kamu, dan janganlah melampaui batas,sesungguhnya Tuhan tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” Masih banyak lagi akhlak tercela yang terdapat dalam
al-Qur’an dan hadits, misalnya: al-gadab, yaitu pemarah; al-gurur,yaitu memperdayakan; al-
hikdu, yaitu dendam; al-intihar, yaitu menjerumuskan diri; al-namimah, yaitu mengadu
domba; dan lain sebagainya.

C. Indikator Akhlak

Indikator merupakan sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan.
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari
waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan
tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk atau indikasi tentang keadaan keseluruhan
tersebut sebagai suatu pendugaan.
Dalam hal penentuan baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa segi pandang.
Penentuan ini bisa dilihat dari konteks filsafat, agama, tradisi, budaya, ideologi, dan lain-
lain. Definisi baik dan buruk biasanya sangant bertentangan satu sama lain tergantung
dari mana kita melihat definisi itu. Bahkan definisi itu bisa bertentangan, walaupun
definisi itu berasal dari konteks yang sama, misalnya budaya, akan bertentangan antara
baik dan buruk budaya satu dengan yang lainnya. Sehingga pengertian baik dan buruk itu
bersifat subjektif, karena tergantung dari individu yang menilainya.
Kebanyakan manusia berselisih dalam pandangannya mengenai sesuatu; diantara
mereka ada yang melihatnya baik dan diantara mereka ada yang melihatnya buruk;
bahkan ada seorang yang melihat sesuatu baik dalam waktu ini, lalu melihatnya buruk
pada waktu lain. Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan
adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbedaan tolak
ukur tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir,
ideologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting.
Hal ini berfungsi bagi manusia untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, yang berbeda-beda, karena pengaruh kondisi dan situasi lingkungan. Dan
seandainya dalam satu lingkungan pun belum tentu mempunyai kesamaan insting.
Kemudian pada diri manusia juga mempunyai ilham yang dapat mengenal nilai sesuatu
itu baik atau buruk.

1. Baik dan Buruk menurut Agama

Perilaku manusia yang baik ditunjukan oleh sifat-sifat dan gerak kehidupannya sehari-
hari. manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial, tidak berhenti dari
berperilaku. setiap hari, perilaku manusia dapat berubah-rubahmeskipun manusia dapat
membuat perencanaan untuk bertindak secara rutin.
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini, tentang
terminologi hitam-putih mengenai perilaku yang baik dan buruk, memgenai akhlak yang
baik dan tercela. manusia wajib mengerti dan memahami makna yang baik dan buruk.
sesuatu yang baik juga sebaliknya, sesuatu yang buruk menurut manusia belum tentu
buruk menurut Allah SWT. Hal tersebut dapat dialami oleh seluruh manusia karena pada
dasarnya, akal pikiran manusia dan kemampuan intelegensinya sangat terbatas.
sebagaimana dalam Qs. Fussilat ayat 34-35 "dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga yang ada rasa permusuhan
di antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. dan (sifat yang baik itu) tidak di
anugerahkan, kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar."
firman Allah diatas menjelaskan perbuatan baik dan buruk, perilaku jahat dan
bajik. manusia yang beriman harus mengenal dan memahami secara lebih mendalam
tentang jenis-jenis perbuatan yang baik dan buruk, sehingga setiap tindakan merupakan
pilihan yang rasional dan dijaga oleh tuntutan Allah SWT. dan Rasulullah SAW.

2. Indikator Akhlak Perspektif Agama

Yang dimaksud dengan “akhlak” yang baik ialah segala tingkah laku yang terpuji
(mahmudah) yang biasa juga dinamakan “fadillah” (kelebihan). Imam Al- Ghazali
menggunakan juga perkataan “munjiyat” yang berarti segala sesuatu yang memberikan
kemenangan atau kejayaan.
Sebagai kebalikan dari akhlaqul mahmudah ialah akhlaqul mazmumah yang berarti
tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat (qahibah) yang menurut istilah al-Ghazali
disebutnya muhlikat artinya segala sesuatu yang membinasakan atau mencelakan.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr (dalam bahasa Arab) yang
artinya “ yang baik”, good; best (dalam bahasa Inggris) good = that which is morally right or
acceptable sedangkan kebalikan kata baik adalah buruk, kata buruk sepadan dengan kata
syarra, kobikh dalam bahasa Arab dan evil ;bad dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang
disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan,
persesuaian, dan seterusnya. Bila dihubungkan dengan akhlak, yang dimaksud dengan baik
(sebut: akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah adanya keselarasan antara
prilaku manusia dan alam manusia tersebut.
Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu definisi, sebab
definisi pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang dihasilkan, sementara definisi
kedua lebih menitik beratkan pada tujuan terwujudnya perilaku. Dengan hanya
mempertimbangkan tujuan pelaku, seseorang akan cenderung berani melakukan tindakan
yang tidak selaras dengan alam dengan dalih bertujuan baik, juga adanya kesulitan mengukur
kebenaran tujuan pelaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali dapat dirumuskan
bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras dengan alam
manusia.
Islam (Al-Qur’an) menentukan baik dan buruk sesuai dengan firman Allah ataupun hadist
nabi. Baik dan buruk di sini harus sesuai dengan pandangan Islam itu sendiri. Pandangan
Islam tentang baik dan buruk kata ma’ruf adalah ism maf’ul, kata kerjanya adalah ‘arafa yang
mengandung arti mengetahui (to know), mengenal atau mengakui (to recognize), melihat
dengan tajam atau mengenali perbedaan (to discern). Kata ma’ruf kemudian diartikan sebagai
sesuatu yang diketahui, yang dikenal atau yang diakui. Adakalanya juga diartikan sebagai
menurut nalar (reason), sepantasnya dan secukupnya. Al-Raghib al-Ashfahani mengartikan
sebagai “apa yang dianggap baik oleh syariat dan akal”. Kata ma’ruf dalam Al-Quran
terulang sebanyak 32 kali, di antaranya Q.S. Al-Baqarah: 263. “Perkataan yang baik dan
pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al- Baqarah: 263)
Lawan dari kata ma’ruf adalah munkar. Munkar berasal dari kata nakara yang berasal dari
kata nun, kaf, dan ra. Akar kata ini mengandung arti aneh, sulit, buruk, tidak dikenal (lawan
ma’ruf) dan juga mengingkari. Secara bahasa, munkar diartikan sebagai segala sesuatu yang
dipandang buruk, baik dari norma dari syariat maupun norma akal sehat.

Kejahatan adalah satu dari sekian banyak kesulitan yang beerkaitan dengan persoalan
keadilan Tuhan. Pembahasan ini bukan persoalan ilmiah yang dapat dijawab melalui
eksperimen dan observasi, bukan juga masalah praktis yang bisa diselesaikan dengan
keputusan dan tindakan. Tetapi, ia lebih merupakan problem filosofis yang menghendaki
suatu dalil pemikiran yang dapat menjelaskannya secara proporsional. Begitu
fundamentalnya persoalan ini, sehingga hampir semua ajaran yang bersifat keagamaan
(teologis) maupun kefilsafatan merasa perlu memberikan tanggapan dengan cara dan
metodenya masing-masing.
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan atau
hubungan personal, interpersonal dan masyarakat secara agung dan luhur, tidak ada
perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang mengikat semua aspek
manusia. Karena Islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah
kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika
manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri kea rah memanusiakan manusia dan atau
memosisikan dirinya sebagai makhlik ciptaan Tuhan yang sempurna.
Kelompok Mu’tazilah yang merupakan salah satu aliran teologi besar dalam sejarah Islam
berkeyakinan bahwa perbuatan-perbuatan pada hakikatnya ada yang baik secara esensinya
dan adapula yang buruk secara esensinya, dan akal manusia dapat mengetahui kebaikan dan
keburukan, dan dari sinilah hukum Islam akan tersingkap, karena hukum Islam tidak
mungkin bertentangan dengan akal.
Menurut paham Asy’ariyah, nilai kebaikan suatu tindakan bukannya terletak pada
obyektivitas nilainya, melainkan pada ketaatannya pada kehendak Tuhan. Asy’ariyah
berpandangan bahwa manusia itu bagaikan ‘anak kecil’ yang harus senantiasa dibimbing oleh
wahyu karena tanpa wahyu manusia tidak mampu memahami mana yang baik dan mana yang
buruk.
Adapun komprehensi-komprerhensi yang digunakan dalam akhlak (etika) seperti
“baik”, “buruk”, “harus”, “tidak boleh”, “benar”, “tiddak benar”, “tugas”, dan “tanggung
jawab”, semuanya merupakan komprehensi-komprehensi khusus yang mempunyai makna
dan pengertian masing-masing. Pemahaman-pemahaman nilai ini memiliki faedah dalam
penggunaanya ketika mempunyai basis dan landasan ontologisme, sehingga jika seseorang
melanggar nilai-nilai akhlak, ia akan merasakan konsekuensi dari pelanggarannya dalam
bentuk penderitaan atau kepedihan hidup serta jauh dari kebahagiaan.
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini, tentang
terminologi yang hitam-putih mengenai perilaku baik dan buruk, mengenai akhlak terpuji dan
tercela.
Indikator utama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut:
1) Perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Allah SWT. dan Rasul-Nya.
2) Perbuatan yang mendatangkan kemashlahatan dunia dan akhirat.
3) Perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan manusia di mata Allah dan sesama
manusia.
4) Perbuatan yang menjadi tujuan syariat Islam.

Indikator utama perbuatan yang tercela, sebagai berikut:


1) Perbuatan yang didorong oleh nafsu yang dating dari setan.
2) Perbuatan yang dimotivasi oleh ajaran thogut yang mendatangkan kerugian.
3) Perbuatan yang membahayakan dunia dan akhirat.
4) Perbuatan yang menyimpang dari syariat Islam.
5) Perbuatan yang mengakibatkan permusuhan.
6) . Perbuatan yang menimbulkan bencana.
7) Perbuatan yang membuat kebudayaan menjadi punah.
8) Perbuatan yang melahirkan konflik.

3. Indikator akhlak perspektif filsuf

Filsafat adalah seni kritik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi
atau seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnya sendiri. Sifat kritis filsafat
ditunjukkan oleh tiga pendekatan filsafat, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk secara ilmu pengetahuan,
di antara mereka berpendapat bahwa ukuran itu ialah bahagia; bahagia ialah tujuan akhir dari
hidup manusia. Mereka mengartikan bahagia ialah kelezatan dan sepi dari kepedihan.
Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan. Maka perbuatan yang mengandung kelezatan
itu baik, sebaliknya yang mengandung pedih ialah buruk.
Ahli-ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak memperhatikan pada akhlak, tetapi kebanyakan
penyelidikannya mengenai alam. Sehingga datang Sophisticians (500-450 SM) (arti
Sophisticians ialah orang yang bijaksana). Buah fikiran dan pendapat mereka berbeda-beda,
akan tetapi taqwa mereka adalah satu, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar
menjadi nasionalist yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya.
Pandangan dalam kewajiban-kewajiban ini menimbulkan pandangan mengenai pokok-pokok
akhlak dan diikuti pula dengan keutamaan-keutamaan mengenai sebagian adat-adat lama dan
pelajaran-pelajaran yang dilakukan oleh orang-orang dahulu.
Socrates terpandang sebagai pembangun (perintis) ilmu akhlak, karena ia pertama yang
usaha dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan dasar ilmu
pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi
benar kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Para filsuf kuno berkata, “manusia dilahirkan bagaikan lembaran-lembaran putih yang akan
dilukis oleh pendidik atau yang dikehendakinya”. Maksudnya adalah: jiwa anak kecil dilatih
oleh nalurinya, ia mudah dipengaruhi oleh pendidik dan pembimbingnya. Sebab, insting anak
kecil selalu bersih (benar) dan tidak menyimpang dan tidak berupa karakter tertentu. Oleh
karena itu, ia mudah diarahkan dan siap untuk dididik. Jadi, yang mereka maksudkan dari
“lembaran putih” pada anak kecil ialah kekosongan jiwanya dari malakah al khu luqiyah
(akhlak yang melekat dalam jiwa), bukan kekosongannya dari naluri dan watak yang
terwarisi. Sedangkan pendidik menanamkan padanya berbagai akhlak, yang tidak berarti ia
menciptakan naluri di dalamnya. Mereka mengatakan demikian guna menyanggah orang-
orang yang mengatakan: “manusia menjadi baik karena tabiatnya”, dan perkataan: “manusia
menjadi jahat juga dikarenakan wataknya”. Adapun hukum keturunan yang dijadikan sebagai
sandaran untuk menyanggah teori ini tidak menunjukkan bahwa anak kecil mewarisi akhlak
dari nenek moyangnya. Namun ia hanya mewarisi prinsip-prinsip akhlak dan kesiapan dalam
naluri, yang mana filsafat kuno tidak mengingkari hal itu, bahkan syariat serta adab bangsa
arab ortodoks juga mengerti hal itu.
Akhlak manusia yang didasarkan pada landasan normatif filosofis tergambar dengan
jelas dalam kehidupan sebagai berikut:
1) Kehidupan manusia individu yang dianut secara personal sebagai pijak tingkah laku
seseorang.
2) Kehidupan bermasyarakat yang ditunjuk dari pemahaman filosofis terhadap berbagai
pandangan para filsuf.
3) Kehidupan berbangsa dan bernegara.
4) Kehidupan beragama yang berdasarkan pandangan filosofis pendiri atau agamanya.
5) Kehidupan berpolitik.

Pandangan-pandangan tentang akhlak dalam kajian filsafat melahirkan berbagai aliran yang
kemudian digolongkan pada aliran etika dalam filsafat atau filsafat etika yang paradigma
didasarkan pada aksiologi dalam filsafat. Filsafat sebagai induk pemikiran ilmiah selalu
berada di belakang setiap kemajuan suatu peradaban dialektika yang dibangun oleh Plato dan
muridnya, Aristoteles. Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini bahwa eksistensi berada
di luar aspek fisik. Sementara bagi muridnya, Aristoteles, eksistensi melekat pada sesuatu
yang fisik. Bagi Plato, kebenaran yang ditangkap oleh panca indra dan dibenarkan secara
rasional oleh rasio. Pandangan tersebut mengesankan keyakinan Aristoteles tentang
keberadaan kebenaran yang paling hakiki, berada di luar segala sesuatu yang empirik dan
fisik.
Menurut pemikiran Agustinus, manusia yang dipengaruhi platonisme, tetapi tidak mengakui
dualisme ekstrim Plato, jiwanya senantiasa terkurung oleh tubuh. Dengan demikian manusia
terdiri atas jasmani dan rohani yang harus berjalan seimbang karena jiwa menggerakkan
badan, badan mengamalkan motivasi jiwa, dan jiwa harus selalu dibimbing oleh ajaran-ajaran
yang datang dari Tuhan.
Tingkah laku manusia sangat bergantung pada cara pandang manusia tentang kebenaran
serta tujuan yang menjadi target bagi kehidupannya. Motivasi manusia dalam berakhlak
terdapat dalam hatinya, yang disebut dengan niat. Akan tetapi, rahasia niat dapat dilihat
dalam gambaran yang sesungguhnya sebagaimana dipraktikkan oleh jasmaninya. Secara
filosofis, tingkah laku lahir dari paham- paham dan pandangan hidup seseorang.
Dengan pandangan filosofis, akhlak manusia dapat dilihat dari aliran-aliran yang terdapat
dalam filsafat yaitu sebagai berikut:

A. Positivme
Kaum ini percaya Positivime
bahwa penemuan hukum-hukum alam akan membukakan batas-batas pasti yang dalam
kenyataan sosial. Pandangan posistivisme, masyarakat merupakan suatu keseluruhan organik
yang kenyataannya lebih dari jumlah bagian-bagian yang saling bergantung.
B. Pragmatisme
Pandangan utama pragmatisme adalah nilai dan konsep tentang akibat suatu perbuatan

C. Humanisme
Humanisme merupakan bagian dari filsafat, aliran ini memandang bahwa manusia adalah
makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya.
D. Marxisme
Ia berpandangan bahwa etika tidak ada hubungan dengan pemasangan norma-norma abstrak
dan daftar kewajiban. Marxisme memahami manusia sebagai makhluk objektif. Akhlak
Marxisme bukan merupakan akhlak yang buruk jika dilihat dari segi upaya menyatukan
kekuatan manusia, menurutnya manusia selalu menemukan diri dalam struktur sosial tertentu.
E. Empirisme
Aliran ini berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia
yang mendahului rasio, akhlak manusia akan terus berkembang karena merupakan bagian
dari penggalian pengalaman dan kebenaran yang dipengaruhi oleh manusia ketika
pengalaman hidupnya semakin banyak

 4. Indikator Akhlak Perspektif Budaya

Budaya berasal dari dua kata, yaitu “budi” artinya akal dan “daya” artinya kekuatan. Dengan
demikian budaya artinya sebagai kekuatan akal. Potensi akal terwujud dalam bentuk
kehendak berpikir, berkarya, dan mengembangkan karya ciptanya. Kebudayaan sebagai
sistem hidup dalam arti cara manusia mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu, akhlak
baik buruk dalam perspektif kebudayaan adalah dengan melihat dan meneliti cara kerja dan
cara berpikir manusia untuk mengembangkan kehidupannya dari generasi ke generasi.
Manusia akan terus menciptakan kebudayaan secara sadar maupun tidak sadar. Dalam
kebudayaan manusia, yang mendasar dari perilaku individu memiliki subjektivitas dan
orientasi yang berbeda. Oleh sebab itu, baik dimensi motivasional maupun dimensi nilai
sebagai unsur orientasi diri manusia, dapat lebur menjadi satu bentuk perilaku sosial,
kemudian terbentuklah kebudayaan.
Dengan pemahaman teoritik, indikator akhlak yang terpuji atau tercela menurut kebudayaan
sifatnya sangat relatif karena sistem normatif yang dijadikan standar baik dan buruk adalah
tradisi yang telah terlembagakan, akan tetapi, tradisi normatif dapat berasal dari berbagai
sumber, yaitu agama, legenda, mitos, filsafat, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Habibah Syaripah. “Akhlaq Dan Etika Dalam Islam”. Jurnal Pesona Dasar Vol.1 No.4
(2015):73-75

Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), halaman. 38

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), halaman. 61

Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), halaman. 81


Thaib,  Risalah Akhlak, (Yogyakarta: CV Bina Usaha, 1984), halaman. 97
Abdullah Zakiy Al-Kaaf ,”Membentuk Akhlak (mempersiapkan generasi islami) pustaka
setia, bandung 2001 . Mustofa,

Akhlak Tasawuf, pustaka setia Bandung, 1997. Al-Ghazali, Rindu dan Cinta kepada Allah,
Pustka Panji Mas, Jakarta, 2005

Abdul Rohman, Menjaga Akidah dan AkhlaK Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2009

Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak Jakarta: Bulan Bintang,

Anda mungkin juga menyukai