Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-
Nya penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhamad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul qiamah
nanti.

Maksud dan tujuan kami menyelesaikan tugas makalah ini adalah tidak lain untuk
memenuhi salah satu dari tugas kelompok yang di berikan pada mata kuliah Al-Islam 2
serta merupakan tanggung jawab kami pada tugas yang diberikan.

Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan dimana kami sadar bahwa kami
pun hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT hingga dalam pembuatannya masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa kami nanti
dalam evaluasi diri.

Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan pembuatan


tugas makalah ini ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bahkan hikmah bagi
penyusun, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Riau.

Pekanbaru, 10 Mei 2017

Penulis

Al Islam 2
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 3

1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................... 3

1.3. Tujuan....................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Harta....................................................................................................... 5

2.2. Pandangan Islam Terhadap Harta............................................................................. 5

2.3. Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah............................................ 6

2.4. Sikap terhadap Harta dan Jabatan............................................................................ 8

2.5. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah.................................................... 9

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

Al Islam 2
2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara


lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya
memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan
lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa
sandang, pangan dan papan.

Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus


berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu
seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.

Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Quran maupun Sunnah tidak dibatasi
dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan
selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,
memiliki unsur nilai ekonomis. Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari
suatu barang.

Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan


berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti
berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis,
dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau
melenyapkannya.

Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai


ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam
harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi
patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu
barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian harta?

b. Bagimanakah pandangan Islam terhadap harta?

c. Harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia Allah?

d. Bagaimanakah sikap terhadap harta dan jabatan?

Al Islam 2
3
e. Bagaimanakah pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah?

1.3. Tujuan

a. Memahami pengertian harta

b. Memahami pandangan Islam terhadap harta

c. Memahami harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia dari Allah

d. Memahami sikap terhadap harta dan jabatan

e. Memahami pendayagunaan harta dan jabatan dijalan Allah

Al Islam 2
4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Harta

Istilah harta, atau Al-Mal dalam al-Quran maupun Sunnah tidak dibatasi
dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan
selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas :
pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang
diperoleh dari suatu barang.

Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan


berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat. As-Suyuti
berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis,
dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau
melenyapkannya.

Dengan demikian tempat bergantungna status Al-Mal terletak pada nilai


ekonomis (Al-Qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya Al-Qimah dalam
harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi
patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu
barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.

2.2. Pandangan Islam Mengenai Harta

Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk
melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya
(QS Al-Hadiid : 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda :
Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal : usianya
untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana
didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan.

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :

1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang
amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

Al Islam 2
5
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan (QS Al-Imran : 14). Sebagai perhiasan
hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan
diri. (QS Al-Alaq : 6-7).

3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. (QS Al-Anfal :
28)

4. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan


melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan
sedekah. (QS At-Taubah : 41, 60; QS Ali-Imran : 133-134).

Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) atau mata
pencaharian (Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. (QS Al-Baqarah :
267). Sesungguhnya Allah SWT mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa
yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan
mujahid di jalan Allah SWT. (HR Ahmad). Mencari rezeki yang halal adalah wajib
setelah kewajiban yang lain. (HR Thabrani). Jika telah melakukan sholat subuh
janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezeki (HR Thabrani).

Keempat, dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan


mati (QS At-Takatsur : 1-2), melupakan zikrullah/mengingat Allah SWT (QS Al-
Munafiqun : 9), melupakan sholat dan zakat (QS An-Nuur : 37), dan memusatkan
kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (QS Al-Hasyr : 7).

Kelima, dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba
(QS Al-Baqarah : 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (QS Al-Maidah :
90-91), mencuri merampok (QS Al-Maidah : 38), curang dalam takaran dan
timbangan (QS Al-Muthaffifin : 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (QS
Al-Baqarah : 188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

2.3. Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah

Harta atau al-maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala


sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan
sebuah upaya baik itu berupa zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al
maaladalah sesuatu yang mungkin dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Pendapat
Mayoritas Ulama, al-maal adalah segala sesuatu yang memilki nilai dimana bagi
orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya.

Al Islam 2
6
Dalam Al-Quran bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Quran surat
Al-Kahfi : 46 dan surat An-Nisa : 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap
harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka
kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar.

Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap


harta dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewjiban manusia mengeluarkan
sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya. Cara-cara pengambilan
manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanannya dapat diatur
oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya. Harta perorangan boleh digunakan untuk
umum, dengan syarat pemiliknya mendapat imbalan yang wajar, masyarakat tidak
boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak merugikan
orang lain dan mayarakat, karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan
hartanya, maka pemilik boleh untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain,
misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.

Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang
diemban. Semua orang yang punya tugas tertentu, kedudukan tertentu atau
terhormat dalam setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya
jabatan.

Dalam Al-Quran banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik


yang menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang
menunjukkan keburukan seperti ayat-ayat tentang Firaun, Qarun dan sebagainya.
Dalam surat Al-Haqqah, Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman
itu di akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu
di dunia ia miliki).

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah
SWT. Disebut sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat
bukan semata-mata karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia
dari Allah, juga sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya,
tetapi juga buat kemaslahatan orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah,
maka harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar,
sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.

Itu sebabnya maka Al-Quran dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu
juga merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal ayat 28
:

Al Islam 2
7
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Juga Firman Allah pada Surat At-Taghabun ayat 15:

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi


Allah-lah pahala yang besar.

Sehubungan dengan hal itu, maka harta dan jabatan adalah karunia Allah
yang sangat baik buat manusia, tetapi manakala tidak dapat dijaga dan dipelihara
dengan baik, maka ia akan menjadi fitnah dan bencana.

Harta dan jabatan yang halal serta digunakan dengan baik akan membawa
manfaat dan barokah, sedangkan harta dan jabatan yang disalahgunakan atau
diperoleh dengan tidak halal akan menjadi fitnah bahkan musibah. Sehubungan
dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:

( 17763) " "




" " .

Rasulullah bersabda : Sebaik-baik harta yang soleh adalah yang dimiliki oleh
orang yang soleh. HR Ahmad dan Ibnu Hibban. (Musnah Ahmad 29/16 hadits 17763
dan sohih Ibnu Hibban 8/6) Dijelaskan bahwa hadits ini adalah sohih.

2.4. Sikap terhadap Harta dan Jabatan

Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan amanah dari Allah SWT,
maka kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib
berupaya dan berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai
bahagian dari modal hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan
itu merupakan amanah, oleh karena itu kita tidak harus ambisus untuk
memperolehnya.

Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi
yang maslahat kelak dalam jabatannya, maka boleh meminta jabatan, dengan
ketentuan bahwa ia juga tidak boleh terlalu percaya akan keahliannya, sebaliknya
jabatan atau menjaga amanah bagi yabg tidak punya kompetensi atau keahlian, oleh
Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh, sebagaimana Firman allah pada
Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-Ahzab ayat 72 :

Artinya:

Al Islam 2
8
54. dan raja berkata : Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia
sebagai orang yang rapat kepadaku. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap
dengan Dia, Dia berkata: Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.

55. berkata Yusuf : Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);


Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.

Artinya:

72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi


dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

2.5. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah

Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan


bahkan didayagunakan di jalan Allah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung
jawab dan sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta misalnya
hendaklah digunakan selain untuk kemaslahatan kehidupan duniawi, juga harus
digunakan sebagai infak atau belanja untuk akhirat.

Sebagaimana Firman Allah pada Surat Al-Munafiqun ayat 10 :

10. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya
Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang
dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang
yang saleh.

Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya


akan mengalir terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen,
terutama bila yang dibelanjakan itu bertahan lama zatnya atau yang disebut sebagai
wakaf, ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

" :

"] [
:

Artinya:

Al Islam 2
9
Dari Abu Hurairah RA berkata ,Nabi SAW bersabda : Apabila manusia telah
meninggal dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: ilmu
yang dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang
mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi dan Tarmidzi. (Sunan Darimi 1/462
dan Sunan Tirmidzi 3/53. Sanadnya Sohih.)

Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari
akhirat kelak jabatan itu akan dipertanggungjawabkan, sebagaimana firman Allah
SWT dalam Surat Al-Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi:

13. Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada
hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.

34. Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta


pertanggunganjawabnya.

Al Islam 2
10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa harta dan jabatan


adalah hal yang menjadi prioritas manusia didunia, namun kembali pada sebuah
hadist yang menjelaskan bahwa dunia adalah ladang akhirat. Bekerjalah untuk tetap
dapat hidup didunia menambah amalan diakhirat kelak. Karena harta dan jabatan
adalah amanah dari yang maha kuasa.

Al Islam 2
11

Anda mungkin juga menyukai