Disusun oleh :
SERLINDA 2020310139
PNF 20B
FAKULTAS PENDIDIKAN
2021/2021
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan penulisan..........................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagaimana urgensi keluarga dalam hidup manusia......................................4
B. Bagaimana akhlakul karimah dalam rumah tangga......................................7
C. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri ...........................................................8
D. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak ............................................12
E. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua ...........................................19
F. Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah................................................21
G. Bagaimana Larangan kekerasan dalam rumah tangga................................22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................24
B. Saran............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia
yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat
manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat
baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga,
sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi
mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
َوْ نَ هللاFْص ُ دَا ٌد الَ يَعF ةٌ ِغالَظٌ ِشFيَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَئِ َك
ََما أَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما ي ُْؤ َمرُوْ ن
“Wahai orang – orang yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-
malaikat yg kasar, yg keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling
membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri
dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua
untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan
baik.
Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh
anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku.
Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali
diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis
sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai persoalan-persoalan yang
tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan kesadaran diri untuk
senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama yang sudah digariskan.
Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana
seperti ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak
hanya terbatas dengan sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut,
seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak
belajar berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-
lain. Keluarga bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan
dengan kultural, sosial maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di
dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal siapa dirinya dan
lingkungannya.
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang
datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari
luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu,
rujukan utama anak adalah keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang
tua yang bijaksana dan memiliki wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada
anak tentang apa yang dihadapinya. Dengan demikian, anak tidak mudah
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan
memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali,
akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan
perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar
atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan
itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.
a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun tidur
yang lihat hanya pasangan)
a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri
adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-
Nya. (At-Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al
Furqan : 74)
d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan
(4). pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah:
Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia
sebagai ratumu. Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan
berlandaskan cinta kasih dan ketaatan kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya
makanan yang cukup dan persembahkan untuknya beragam jenis pakaian. Belikan
untuknya minyak wangi karena wanita menyukai minyak wangi. Buatlah dirinya
bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan halal untuk isteri dan
anak – anakmu. Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi suaminya dan
menjadi bukti akan apa yang diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan
ataupun kesengsaraan. Engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu
menampakkan kecantikan diri dan pribadinya serta menutupi setiap
kekurangannya. Jangan terlalu keras dalam rumah tanggamu karena isteri
diciptakan dari tulang rusukmu, bagian dari dirimu. Tulang rusuk berada di
tempat yang terlindung sehingga isterimu pun ada untuk kau lindungi.
Sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap
isterimu karena jika engkau keras dalam meluruskan maka ia akan patah dan jika
engkau biarkan maka selamanya ia akan bengkok.
a. Berbakti kepada suami baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun
miskin
b. Patuh dan taat pada suami, menghormatinya dalam batas-batas tertentu sesuai
dengan ajaran Islam
d. Menghargai usaha atau jerih payah suami dan bahkan membantu suami dalam
menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya
e. Isteri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-laki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
f. Isteri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)
Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak
dan kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang
harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua
adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang
memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Poin yang terpenting adalah
teladan dari orang tuanya.
Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab.
Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab sejak bangun tidur hingga tidur. Semua
ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya, murid kepada
gurunya, pendidik kepada peserta didik.
Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua mengajarkan
adab kepada anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum melakukan adab itu,
dengan belajar adab tersebut bersama anaknya, maka hal itu bisa berubah menjadi
kebiasaan dalam beradab. Hal ini akan berujung pada terbentuknya karakter yang
bagus.
Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi
bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak generasi yang
seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat
anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti
Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang cara mengajarkan akhlak
yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak menjadi generasi rabbani
dan beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan mendidik
anak dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak
dalam keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek
kehidupan, seperti lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah
iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian.
Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua aspek perkembangan anak,
baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental, maupun masalah
akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah
lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan
spiritual pada anak. Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik
dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya
mendidik anak, antara lain:
Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada,
kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan
kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., berbagai rizki yang kita
peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan
segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka
bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-
kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul
berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita
bayangkan.
Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin
terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa
diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan
petunjuk Allah SWT mempunyai peranan yang sangat besar, berbuat baik kepada
orang adalah kewajiban dan semestinya mereka diperlakukan dengan baik,
bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada
orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang
tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban
demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka
bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan
menyekolahkannya, disanping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa
muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu
sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak
kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun
apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung
sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka
secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari
pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh
seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat
mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh
seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya.
Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya
mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan
orang tua
Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan
ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak
menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat
zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan
sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan
orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak meridhainya sehingga orang tua itu
meridhainya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al-Luqman : 14
ِ ي ْال َم
صي ُر َ ِص ْينَا اإْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف
َّ َصالُهُ فِي عَا َم ْي ِن أَ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْيكَ إِل َّ َو َو
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Al-
Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada
anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah
disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan
penganiayaan orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si
orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha
kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang
tua
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap
si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan
kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau
ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan
mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya.
Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang
yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku
lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh
sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara.
Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara
sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai pedoman
dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah Firman
Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang Artinya : Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada.
Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi
Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami
pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya
meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang
tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan
memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya,
memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada
mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila
beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh
SWT dari segala dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai
janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati
janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai
melaksanakannya, maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua
tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan
temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua
orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan
teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi
pemuda Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits.
Akan tetapi anak yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak
dapat menghayati tanggung jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak
terhadap orang tua terhadap anak dan akan menyebabkan mereka tidak berbuat
baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya
rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan anak harus
sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing, antara
hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak
terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
F. Membangun Keluarga Sakinah
Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia
sejahtera, penuh dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan
tahun namun aroma cinta kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami
isteri. Allah berfirman dalam surah Ar- Rum ayat : 21 “Di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian
merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta
dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau
merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-
laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat
laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar
sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada
kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi
penerus.
Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta
penuh kasih sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi
setiap Muslim. “Mawaddah” sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada
pasangan dan keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan keluarga Muslim dapat
bertahan sekalipun harus mendapatkan cobaan dalam dinamika rumah tangganya.
“Wa Rahmah” terdiri dari dua kata, yaitu “Wa” yang berarti dan, dan “Rahmah”
yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan anugerah. Tentunya hal ini diharapkan
agar keluarga senantiasa berada di jalan yang benar dan mendapatkan segala
Rahmat disisi Allah SWT
- Memperbanyak doa,
رْ تَهُ َوإِ ْنF هُ َك َسFضلَ ِع أَعْاَل هُ فَإ ِ ْن َذهَبْتَ تُقِي ُم
ِّ ضلَ ٍع َوإِ َّن أَ ْع َو َج َش ْي ٍء فِي ال ْ َا ْستَوْ صُوا بِالنِّ َسا ِء فَإ ِ َّن ْال َمرْ أَةَ ُخلِق
ِ ت ِم ْن
تَ َر ْكتَهُ لَ ْم يَ َزلْ أَ ْع َو َج
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para
wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari
tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami)
keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan
mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya),
maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang
baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Cara meraih kehidupan yang sakinah
1. Berdzikir
Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam.
Termasuk pasangan. Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak
mengenakkan yang pernah mewarnai rumah tangga. Jika tak ingin terseret dalam
arus negatif, lupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi. Sambutlah masa depan
dengan senyuman. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan berhak untuk
menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-ingat lagi mantan orang yang
dicintai saat belum menikah dulu. Tidak ada gunanya dan hanya menghalangi
kebahagiaan untuk hadir dalam kehidupan Bunda dan Sista.
Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya
tampak suram. Ini terjadi jika Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional.
Padahal, masalah apapun itu, termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak,
membutuhkan pikiran yang jernih untuk menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu
agar pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah
merasa tenang, barulah mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan
antara kedua pihak.
Artinya, kita masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan pasangan
kita. Saat masih gadis mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping
hidup yang tampan, baik hati, terhormat dan berkecukupan. Namun setelah
menjalani rumah tangga beberapa tahun, kita mulai tahu sifat aslinya, kebiasaan
buruknya yang mungkin membuat penilaian kita menjadi berubah. Ternyata dia
posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-hal baik ini. Kalaupun tidak bisa
menyingkirkan keburukannya dari depan mata, temukanlah alasan bahwa itu
dibalik itu ada hikmahnya.
4. Saling Percaya
Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya ,
kehidupan rumah tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman,
tenteram yang menjadi salah satu tujuan pernikahan tidak akan muncul.
Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan Sista selalu gelisah, curiga dan khawatir
memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-jangan dia ketemu sama klien
yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang yang lebih solehah
dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika suami berlaku demikian.
Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan
suami.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks
memang perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh
keturunan, namun manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai
kebahagiaan bersama pasangan hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah
adanya keterbukaan dan kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan Anda
masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling memuaskan, namun
perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang
menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.
Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan
masyarakat Bunda/Sista telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga
dari keluarga yang dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi
dianggap sebagai bagian dari keluarga lama tapi telah menjadi kelompok
tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan, selesaikanlah berdua saja. Tentunya
suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah rumah tangga ke depan.
Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang membesarnya konflik
justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu mertua,
saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang berbeda,
maka mintalah pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang
telah diketahui baik akhlaknya dan yang kemungkinan tidak akan melibatkan
emosi pribadi dalam memberikan nasehat.
7. Menjaga Romantisme
Salah satu pijakan yang paling utama seseorang rela berumah tangga adalah
karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-
hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala
yang Allah janjikan. Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya,
kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT. Sertakan rasa baik
sangka kepada Allah SWT. Dan ambil hikmahnya dari setiap masalah.
Membangun keluarga yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk
menciptakan kondisi masyarakat yang ideal.
b. Berlakunya sistem “Yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi
yang muda”.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk membangun
keluarga Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat melekat di dalam
dinamika kehidupan masyarakat mengakitbatkan ketimpangan sosial yang sangat
signifikan dalam berperilaku, sehingga mayoritas masyarakat yang terlalu nyaman
dengan perkembangan zamanpun sedikit demi sedikit meninggalkan pola hidup
lama dan lebih memilih pola hidup baru yang dibawa oleh dampak globalisasi.
Untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan cara:
c. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih.
Diutamakan yang memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.
d. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala
hubungan yang dilarang-Nya.
f. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya selaku
anggota keluarga dengan sebaik-baiknya.
Al Qur’an menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah pakaian untuk
pasangannya, hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah Al Baqarah ayat
187 “ Mereka (isteri-isteri kamu) adalah pakaian bagi kamu (wahai para suami)
dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”.
Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil ‘Alamin, sangat menghargai
kepada semua manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya Islam sebagai
agama pembebas dari ketertindasan dan penistaan kemanusiaan yang membawa
misi untuk mengikis habis praktik-praktik tersebut. Dalam Islam manusia baik
laki-laki dan perempuan adalah sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat (human
dignity di mana parameter kemuliaan seorang manusia tidak diukur dengan
parameter biologis sebagai laki-laki atau perempuan, tetapi kualitas dan nilai
seseorang diukur dengan kualitas taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat
ayat 13).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah
anak mula-mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati
suasana kehidupan religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh
dalam perilakunya sehari-hari yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya,
agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi pekerti yang luhur yang berguna
bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa dan negara.
B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya
dalam membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan
yang baik tetapi hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi
anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan
menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum
anak apabila bersalah, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang
hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi,
Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001