Anda di halaman 1dari 26

TRAINING OF TRAINER

“Retorika”

Disusun Oleh :

Nisra Elmi Maulidya

HIMPUNAN PELAJAR MAHASISWA

BANTAENG RAYA

(HPMB-RAYA)

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang
telah menciptakan rasa cinta sebagai jalan; yang menciptakan ketaatan
dan ketundukan kepada-Nya berdasarkan ketulusan cinta sebagai bukti,
yang menggerakkan jiwa kepada berbagai macam kesempurnaan sebagai
sugesti untuk mencari dan mendapatkan cinta tersebut. Tuhan yang telah
membangkitkan hasrat dan minat demi meraih harapan sang pencari
cinta, sehingga manusia dapat hidup dalam indahnya kasih sayang dan
cinta dalam kedamaian.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada


utusan Allah swt. Nabi Muhammad saw. yang telah menghibahkan
hidupnya di jalan Allah swt. dan juga kepada orang-orang yang senantiasa
berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Syukur alhamdulillah, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan


makalah yang berjudul : “Retorika”. Penyusunan makalah ini bertujuan
menmenuhi salah satu tugas TOT “Training Of Trainer” Himpunan Pelajar
Mahasiswa Bantaeng raya. Selesainya Makalah ini tentunya tidak terlepas
dari peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan
bantuan kepada penulis. Olehnya itu saya ucapkan jazakumullahu khaeran
katsiran, tanpa terkecuali.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna


dan juga ada kelemahan, kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran-saran dan bimbingan untuk melakukan
perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
umumnya bagi para pembaca.

Bantaeng, 06 mei 2022


Penyusun,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................1
C. Tujuan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3

A. Pengertian Retorika......................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Retorika...................................................5
C. Tokoh-Tokoh Retorika................................................................10
D. Unsur-unsur Retorika..................................................................11
E. Jenis-Jenis Retorika....................................................................14
F. Tujuan Retorika.........................................................................16
G. Fungsi Retorika........................................................................17
H. Cara Beretorika........................................................................18
BAB III PENUTUP............................................................................21

A. Kesimpulan................................................................................21
B. Saran........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retorika adalah penggunaan bahasa dengan baik atau efektif yang harus
dipelajari seseorang yang menggunakan bahasa dengan cara yang efektif
untuk tujuan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang
diutarakan oleh Keraf (2000:1) bahwa retorika adalah suatu istilah yang
secara tradisional diberikan pada suatu tehnik pemakaian bahasa sebagai
seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Jadi,
retorika tidak dapat dilepaskan dari hakikat bahasa. Sebab erat kaitannya
dengan penggunaan semua unsur kebahasaan. Berbahasa yang efektif,
dalam kaitannya dengan gaya penulisan, dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga hal pokok yaitu, kejujuran, sopan santun, menarik. Kejujuran dalam
kaitannya dengan gaya penulisan, yaitu tercermin pada susunan yang
jelas dan tidak berbelit-belit. Penulisnya tidak termasuk mendustai
pembaca dengan kata-kata yang hebat. Sopan santun adalah salah satu
cara menghormati atau menghargai orang lain dengan sikap santun,
dalam pergaulan sehari-hari, dan berperilaku yang akrab, misalnya
berbicara dalam nada lembut. Namun, dalam kaitannya dengan gaya
penulisan sikap sopan santun ini diwujudkan dalam susunan kalimat yang
menarik. Rasa menghormati dan menghargai orang lain justru diuraikan
melalui penggunaan kalimat yang efektif atau kalimat yang jelas.
Sedangkan menarik merupakan sesuatu yang ditunjukkan dan tidak
membosankan, agar pembaca mudah memahami cara penulisan dalam
kosa kata harus mengubah panjang pendek kalimat dan sruktur
morfologisnya artinya dalam penulisan surat pembaca bahasanya jangan
terlalu luas. Kemenarikan diharapakan dapat menciptakan rasa senang
bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian retorika?
2. Bagaimana sejarah perkembangan retorika?
3. Siapa toko-toko retorika?
4. Apa unsur-unsur retorika?
5. Bagaimana jenis-jenis retorika?
6. Apa tujuan retorika?
7. Apa fungsi retorika?
8. Bagaimana cara beretorika?

C. Tujuan penulisan
1. untuk mengetahui pengertian retorika?
2. untuk mengetahui sejarah perkembangan retorika?
3. untuk mengetahui toko-toko retorika?
4. untuk mengetahui unsur-unsur retorika?
5. untuk mengetahui jenis-jenis retorika?
6. untuk mengetahui tujuan retorika?
7. untuk mengetahui fungsi retorika?
8. untuk mengetahui cara beretorika?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Retorika

Ditinjau dari segi bahasa (Effendy, 1997: 53), retorika berasal dari
bahasa yunani “Rhetor” yang berarti seorang juru pidato yang mempunyai
sinonim “orator” dalam bahasa inggris “Rhetoric” bersumber dari
perkataan “Rhetorica” yang berarti ilmu berbicara. Berbicara yang akan
dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah
orang lain, bukanlah sekedar berbicara, tetapi berbicara yang menarik
(atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif) dan
berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara
berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika.
Sejalan dengan perkembangan retorika, pengertian retorika juga
mengalami perkembangan. Beberapa ahli Barat, seperti D. Beckett,
Donald Bryant dan Bishop Whately sampai abad ke-20 mendefinisikan
retorika. Definisi yang diberikan pada hakikatnya sama dengan pengertian
yang diberikan oleh Aristoteles. Akan tetapi penafsiran yang berbeda-beda
menimbulkan keragaman pengertian (Abidin, 2013: 52).
Selain itu, pengertian retorika dapat dikatakan mencakup semua
pengertian yang ada. Hal ini disebabkan setiap periode retorika
melahirkan konsep retorika yang berbeda setiap periode dan zamannya.
Adapun ragam pengertian retorika (Abidin, 2013: 53) antara lain adalah:

1. Menurut Plato, retorika yang tidak memandang kemanfaatan dan


kebenaran bukanlah retorika. Menurutnya retorika merupakan seni
bertutur untuk memaparkan kebenaran.
2. Menurut Aristoteles (peletak dasar retorika ilmiah dan disebut bapak
retorika), retorika adalah ilmu dan seni yang mengajarkan kepada
orang unuk terampil menyusun dan menyampaikan tuturan secara
efektif untuk mempersuasi pihak lain. Tuturan yang efektif adalah
memaparkan kebenaran, disiapkan dan ditata secara sistematis dan
ilmiah, mengolah dan menguasai topik tutur, serta mempunyai alasan
pendukung atau argumen.
3. Menurut Becket, retorika adalah seni yang mengafeksi pihak lain
dengan tutur, yaitu memanipulasi unsur-unsur tutur dan respons
pendengar. Tindakan manipulasi ini dilakukan dengan perhitungan
yang matang sebelumnya.
4. Donal C. Bryant memandang retorika sebagai suatu tutur yang
mempersuasi dan memberikan informasi rasional kepada pihak lain.
5. Bishop Whately memandang retorika sebagai masalah bahasa. Karena
itu, kita dapat memahami bahasa jika membatasi retorika. Retorika
adalah seni yang mengajarkan orang tentang kaidah dasar pemakaian
bahasa yang efektif .
Littlejohn dalam bukunya Teori Komunikasi: Theories of Human
Communication menyebutkan bahwa pada awalnya, retorika berhubungan
dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumen dan
pembuatan naskah pidato. Kemudian, berkembang sampai meliput proses
“adjusting ideas to people andpeople to ideas ” dalam segala jenis pesan.
Fokus dari retorika telah diperluas bahkan lebih mencakup segala cara
manusia dalam menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungan di
sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal (Little
John,2009: 73).

Jadi, retorika bisa didefinisikan sebagai bentuk komunikasi di mana


seseorang menyampaikan buah pikirannya baik lisan maupun tertulis
kepada hadirin yang relatif banyak dengan pelbagai gaya dan cara
bertutur, serta selalu dalam situasi tatap muka ( face to face) baik
langsung maupun tidak langsung (Suhandang, 2009: 28).

Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika yang


disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya
seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus
mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika ( logos), emosi (pathos) dan
etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang
efektif dan silogisme retoris, yang memandang khalayak untuk
menemukan sendiri potongan-potongan yang hilang dari suatu pidato
digunakan dalam persuasi. Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa
retorika adalah teori yang memberikan petunjuk untuk menyusun sebuah
presentasi atau pidato persuasif yang efektif dengan menggunakan alat-
alat persuasi yang tersedia.

B. Sejarah Perkembangan Retorika


Dasar utama dari retorika adalah berbicara atau penuturan kata-
kata dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dengan demikian usia retorika
sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Menelusuri sejarah
retorika,menurut De Vito(dalam Suhandang, 2009:35), teori-teori retorika
mulai dikenal pada tahun 3000-an SM, yakni dengan adanya sebuah esai
yang berisi saran atau anjuran mendasar untuk berbicara yang efektif
kepada para Fira’un (penguasa Mesir). Menurut Suhandang (2009: 35),
retorika dikenalsejak tahun 465 SM melalui makalah Coraxyang berjudul
“Techne Logon”(seni kata-kata),dimana pada waktu itu seni berbicara
atau ilmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan
mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain pada waktu itu retorikaatau
ilmu komunikasi digunakan untuk membeladiri yang berhubungan dengan
kepentingansesaat dan praktis (http://nesaci.com/).

Corax membagi pidato dalam lima bagian yaitu:


a. Pembukaan

b. Uraian

c. Argumen

d. Penjelasan tambahan

e. Kesimpulan

Di Yunani, retorika yang efektif mulai berkembang pada abad ke-5


SM, yakni pada masa kejayaan filsafat Sophisme yaitu aliran yang
mendahului zaman filsafat klasik atau dikenal juga dengan sebutan zaman
pra-klasik (Suhandang,2009: 36). Georgias (480-370 SM) dari kaum
sofisme mengatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat
dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Georgias ini
merupakan guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika
yang mengajarkan dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara
impromptu (berbicara tanpa persiapan). Ia meminta bayaran mahal,
sekitar 10.000 dollar per mahasiswa. Georgias bersama Protagoras
menjadi “dosen terbang” yang mengajar berpindah dari satu kota ke kota
lain (Rakhmat, 2008: 4). Sekolah tersebut dibuka dalam rangka
memenuhi pasar akan kemampuan berrpikir yang jernih dan logis serta
berbicara yang jelas dan persuasif.

Protagoras (500-432 SM) dari Abdeira berpendapat bahwa


kecakapan berbicara bukannya untuk mencari kemenangan, melainkan
untuk keindahan bahasa. Baginya retorika bukan sekedar ilmu berpidato,
melainkan di dalamnya juga mencakup pengetahuan tentang sastra,
gramatika dan logika. Sokrates (469399 SM) juga menentang pendapat
Georgias, ia berpendapat bahwa retorika harus dipergunakan untuk
menemukan kebenaran. Tekniknya adalah dialog, dengan dialog orang
akan mencapai dasar dan inti keterangan. Namun Sokrates dianggap
menyimpang karena dialog digunakan untuk mempengaruhi, bukan untuk
mengumpulkan fakta atau data.

Sementara menurut Isokrates hakikat pendidikan adalah kemampuan


membentuk pendapat yang tepat tentang masyarakat. Isokrates percaya
bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat, retorika tidak
boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Berbeda pendapat dengan
Isokrates, Plato (427-347 SM) mempunyai pendapat bahwa inti
pendidikan adalah ilmu pasti dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Bagi
Plato yang menjadi murid Sokrates pula, retorika adalah penting sebagai
metode pendidikan, alat untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan
dan untuk mempengaruhi rakyat. Sebagai metode pendidikan, menurut
Plato retorika bertujuan memiliki dan menggunakan bahasa yang baik
serta memberikan kemampuan menyusun kalimat-kalimat yang sempurna
disamping merupakan dasar dan jalan bagi orang untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yang luas dan mendalam terutama dalam bidang politik.
Dalam hal ini ia sepakat dengan Isokrates yang menggunakan retorika
demi persiapan para muridnya untuk menjadi negarawan, namun
sebaliknya Plato mengecam para pengikut Georgias yang membuat teks
pidato secara profesional untuk para penyelenggara negara demi uang.

Teori-teori retorika yang efektif selanjutnya dikembangkan oleh


Aristoteles (384-322 SM) dengan mengajarkan bentuk-bentuk retorika
yang jelas, singkat dan meyakinkan. Zaman pun beralih pada era klasik di
mana pendidikan retorika lebih dikembangkan serta ditekankan kepada
cara berpikir dalam mempelajari retorika. Aristoteles merupakan murid
dari Plato. Ia menulis tiga jilid buku berjudul De ArteRhetorica, yang
diantara berisi lima tahap penyusunan suatu pidato yang dikenal sebagai
“Lima Hukum Retorika” seperti Inventio (penemuan), Dispositio
(penyusunan),Elocutio (gaya), Memoria (mengingat) dan Pronuntiatio
(penyampaian).
Setelah mengalami perkembangannya di Yunani,retorika kemudian
menyebar ke Romawi. Di Romawi pun retorika mengalami pengkajian
lebih sempurna lagi, terutama dilakukan oleh salah seorang pengikut
Aristoteles yang bernama Marcus Tulius Cicero (106 SM-43 M). Cicero
berusaha megembangkan retorika melalui buku karangannya yang diberi
judul De Oratore. Ia menjelaskan bahwa retorika pada hakikatnya
memiliki dua tujuan yaitu suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan).

Dalam hal ini Cicero menyadarkan publiknya akan pentingnya


retorika dalam sidang pengadilan. Cicero juga mengajarkan bahwa dalam
mempengaruhi khalayak, seorang orator harus meyakinkan mereka akan
kejujuran dan kebenarannya. Puncak kejayaan retorika di Romawi adalah
pada masa Cicero. Dialah orang pertama yang memperkenalkan metode
retorika. Dalam pelaksanaannya, Cicero membagi kegiatan retorika dalam
dua tahap. Pertama, investio yang berarti mencari bahan dan tema yang
akan diuraikan dalam pidato. Pada tahap ini bahan-bahan dan bukti harus
dibahas sesingkat mungkin dengan memperhatikan kewajiban si
pembicara untuk mendidik, membangkitkan kepercayaan dan
menggerakkan isi hati khalayaknya. Kedua, orde cellocatio yang
mengandung arti menyusun teks, atau isi pidato dengan menuntut
kecakapan si pembicara dalam memilih mana yang lebih penting
didahulukan penyampaiannya dan mana yang kurang penting. Urutan
penyampaian isi pidato pun meminta perhatian si pembicara akan
exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan), confirmatio
(pembuktian), refutatio (bandingan serta bantuan pendapat lain) dan
pexoratio (penutup).

Plutarch (46-120 SM) berpendapat bahwa si pembicara harus


memiliki keyakinan pada dirinya sendiri, menguasai bahan, percaya akan
diri sendiri, menggunakan teknik bahasa yang; merupakan peningkatan,
aliterasi dan susunan kalimatnya baik. Mula-mula pendidikan retorika
dilakukan dengan cara membawa murid ke ruang pengadilan untuk
mendengarkan persoalan-persoalan yang sedang digelar dalam proses
peradilan disana atau membawanya ke forum sidang senat untuk
mendengarkan argumentasi-argumentasi yang dinyatakan terhadap
pelbagai persoalan yang sedang dibahas. Jadi tujuan tertinggi dari
mempelajari retorika pada saat itu adalah untuk menjadi anggota
perwakilan atau pemimpin negara.

Selanjutnya, Tacitus (55 SM-116 M) dalam bukunya yang berjudul


Agricela dan Dialogus Oratorebus secara jelas mengatakan bahwa retorika
akan hilang nilainya seiring dengan berkurang atau memudarnya
demokrasi, seperti pada saat bertambah buruknya situasi politik Romawi
di bawah pemerintahan Konsul Domitinius. Masa kemunduran Romawi di
abad pertengahan itu turut melanda pula pada anggapan masyarakat
Eropa terhadap retorika. Ketika keyakinan Nasrani berkuasa, semua ilmu
pengetahuan didominasi oleh dogma gereja, retorika dianggap sebagai
kesenian jahiliyah, malah disamakan dengan berhala (Suhandang, 2009:
37-43).

Retorika modern (dalam Jurnal Komunikasi Rajiyem, 2005: 148-


149) ditandai dengan munculnya Renaissance atau abad pencerahan
sekitar tahun 1200-an. Menurut Jalaluddin Rakhmat, ada tiga aliran
retorika modern:

1. Aliran epistemologis
Epistemologis membahas teori pengetahuan, asal-usul, sifat, metode
dan batas-batas pengetahuan manusia. Pemikiran epistemologis
berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologi kognitif yakni yang membahas proses mental.
2. Aliran belles lettres
Retorika dalam aliran ini sangat mengutamakan keindahan bahasa dan
segi estetis pesannya, sehingga tidak jarang mengabaikan aspek
informatifnya.
3. Aliran elokusionis

Aliran ini menekankan teknik penyampaian pidato.

Terakhir, pada abad 20 retorika mengambil manfaat dari


perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu perilaku seperti
psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun bergeser menjadi speech,
speech communication atau oral communication atau public speaking
(Suhandang, 2009: 48).

C. Toko Toko Retorika


1. GEORGIAS ( dari kaum sosialis )
Georgias adalah seorang guru retorika yang pertama. Ia membuka
sekolah retorika yang mengajarkan dimensi bahasa yang puitis dan
teknik berbicara impromptu ( berbicara tanpa persiapan ).
2. PROTAGORAS
Protagoras adalah seseorang yang menyatakan bahwa kemahiran
berbicara bukan untuk kemenangan melainkan demi keindahan bahasa.
3. SOKRATES
Sokrates menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran. Metode
Sokrates dalam beretorika adalah :
a) Memisahkan pemikiran salah dari yang tepat, yaitu dengan jalan
berpikir mendalam dan memperhatikan suatu persoalan dengan
sungguh-sungguh agar dapat menemukan suatu “nilai universal” yang
ada dalam masyarakat.
b) Bertanya ( dialog ) dan menyelidiki argumentasi yang diberikan
kepadanya.
4. ISOKRATES
Isokrates mendirikan sekolah retorika tahun 931 SM dengan penekanan
pada penggunaan kata-kata dalam susunan yang jernih tapi tidak
berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan
pergeseran suara dan gagasan yang lancar.
5. PLATO
Menurut Plato, retorika penting sebagai model pendidikan, sarana
mencapai kedudukan dalam pemerintahan, dan mempengaruhi rakyat.
Beberapa karangannya yang terkenal :
1. .Nomoi yaitu tulisan berupa jawaban atas bukunya ‘Politikos’ yang
mengupas tentang undang-undang.
2. .Dialogues berbicara tentang pembuatan kerangka retorika yang
dianggap benar yaitu berkaitan dengan kebenaran dan moral.
6. ARISTOTELES
Menurut Aristoteles, tujuan retorika adalah membuktikan maksud
pembicaraan atau menampakkan pembuktian. Ia menulis 3 jilid buku
berjudul De Arte Rhetorica, yang diantaranya berisi 5 tahap
penyusunan pidato.

D. Unsur-Unsur Dalam Proses Retorika


Adapun yang termasuk unsur-unsur dalam proses retorika anntara lain:
a. Pembicara  (Komunikasi)
Ketika mempersiapkan dan menyampaikan pidato, apapun tentang
kita akan menjadi berarti dan memperbesar akibat pidato kita itu,
seperti misalnya pengetahuan kita terhadap pokok permasalahan,
maksud kita berpidato didepan hadirin, kita berpidato, sikap kita
terhadap pokok permasalahan yang disajikan kepada hadirin, dan
sejumlah faktor lainnya. Seperti terlukis dalam diagram dimaksud, si
pembica merupakan pusat transksi.meskipun secara fisik ia selalu
berhadapan baik langsung maupun tidak langsung dengan hairan,
dalam diagram itu pembicara yang bertindak sebagai komunikator
tampil sebagai sentral kegiatan yang menggambarkan terpusatnya jiwa
para hadirin dengan “memandang” si pembicara tampil sebagai alasan
untuk berkumpulnya mereka ditempat itu. 

Pembicara yang cerdas adalah orang yang selalu memerhatikan


reaksi yang timbul dari audiensnya, sehingga ia dengan segera akan
mengubah strategi dan gaya pidato jika mengetahui bahwa respons yang
muncul dari audiens bersifat negatif atau positif.keadaan demikian sering
mennimbulkan terjadinya apa yang disebut contagion mentale atau
“wabah mental” yaitu munculnya suatu situasi di mana kalau seorang dari
hadirin itu berteriak, misalnya “setuju” atau bertepuk tangan maka
dengan serempak para hadirin yang lain akan mengikuti perilaku atau
teriakan orang itu.

b. Pendengar (Hadirin) 

Para pendengar atau hadirin (audiens) yang terlibat dalam proses


kegiatan retorika pada hakikatnya merupakan insan-insan yang jelas
masing-masing berbeda dan memiliki kekhasan sendiri. Masing-masing
insan pendengar dimaksud masuk dalam situasi retorika dengan berbagai
maksud, berbeda motif, berlainan harapan, berbeda pengetahua, dan
berlainan sikap, kepercayaan, dan nilai. Berbeda dengan kaum intelek
yang selalu menyandarkan rasionalitas untuk menyikapi semua keadaan,
maka kalangan praktisi dominan menggunakan tindakan ketimbangan
rasionalitasnya.

Adapun kaum non-intelek adalah golongan terbesar dan mereka


umumnya terdiri dari orang-orang yang selalu memperhatikan kesulitan
hidupnya. Terciptanya general opinion itu merupakan tanda bahwa hadirin
bisa menerima dan menyetujui pesan yang dikemukakan oleh
pembicaranya. Dengan demikian mereka akan selau mendukung maksud
yang dikemukakan sehingga dengan demikian retorika itu dapat dikatakan
efektif dan sukses dalam arti komunikasinya well tuned, dimana tercipta
persamaan makna terhadap topic pembicara dengan pendengar.

c. Bahasa

Maksudnya yaitu bahasa yang dikuasai audience tentang pemilihan


jenis bahasa(bahasa daerah, bahasa nasional, atau campuran) tergantung
kondisi dan tingkat formalitas acaranya. Bahasa merupakan factor yang
sangat kuat pengaruhnya terhadap keberhasilan pidato. Hal ini dapat kita
pahami dengan melihat funsi bahasa sebagai alata komunikasi atau lata
pengungkap gagasan manusia. Pembicara harus mampu secara tepat
memilih bahsa yang cocok dengan situasi dan kondisi hadirin, di samping
ia harus mampu menyampaikan bahasa yang dipilihnya itu dengan lafal
yang tepat dan jelas, intonasi yang sesuai dengan isi bahasa yang
disampaikan.

d. Penggunaan bahasa

Maksudnya adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar. Baik


artinya jelas, mudah dipahami dan komunakitif. Benar artinya
menggunakan bahasa sesuai dengan kidah-kaidah bahasa dan etika
berbahasa.

e. Pengetahuan atau materi

Beberapa pengetahuan, kecakapan dan keteramipilan tentang


dakwah, sangat menentukan corak strategi dakwah. Seorang da’I di
dalam kepribadianya harus piula dilengkapi dengan ilmu penegetahuan
agar pekerjaanya dapat mencapai hasil yang efektif dan efisien.
Pengetahuan seorang da’I meliputi pengetahuan yang berhubungan
denga materi dakwah yang disampaikan.
f. Kelincahan dalam hal berlogika

Kepandaian dan kecerdasan sudah merupakan sifat seorang


mumin. Dengan demikian, jika seorang mukmin menjadi da’I, maka dia
harus lebih pandai dan lebih cerdas. Kecerdasan dan kepandaian ini harus
dipenuhi oleh da’I agar dia dapat mengontrol dirinya sendiri juga untuk
berhubungan dengan mad’u. kepandaian dan kecerdasan ini merupakan
pokok dalam berdakwah kejalan Alah untuk bergaul dengan mad’u hal ini
merupakan tanda pemahaman da’I dan kepiwaianya dalam menghadapi
sesuatu.

E. Jenis-Jenis Retorika

Jenis-jenis teori retorika adalah salah satu ragam retorika yang


telah dikelompokan berdasarkan fungsinya, situasi yang tepat dan
ketepatan menggunakan jenis retorika dalam penyampaian gagasan atau
penyampaian pidato dengan mengetahui  jenis-jenis retorika maka teori
retorika akan lebih mudah dipahami dan dilaksanakan bagi orator atau
pembicara. Jenis-jenis retorika harus diketahui bahkan dipahami oleh
seorang pembicara. Karena dalam komunikasi yang efektif, tidak cukup
hanya dengan menggunakan satu jenis retorika saja untuk menyampaikan
pesan atau mempengaruhi khalayak secara persuasive positif. Di bawah
ini ada beberapa jenis retorika menurut Aristoteles, yaitu :

a. Retorika forensic (forensic rhetoric), adalah jenis retorika yang


berkaitan dengan pengadilan, pembicaraan fokus pada keputusan
pengadilan. Berkaitan dengan keadaan dimana pembicara mendorong
timbulnya rasa bersalah atau tidak bersalah dari khalayak. Pidato
forensic atau juga disebut pidato yudisial biasanya ditemui dalam
kerangka hukum. Retorika forensic berorientasi pada masa waktu
lampau. Contoh retorika forensic yaitu retorika atau seni berbahasa
yang digunakan oleh seorang hakim dalam menimbang keputusan
tentang salah atau tidak seorang tersangka dalam perkara yang
disidangkan dilihat dari perbuatanya di masalalu.
b. Retorika epideiktik (epideictic rhetoric), adalah jenis retorika yang
berkaitan dengan wacana yang berhubungan dengan pujian atau
tuduhan. Pidato epideiktik sering disebut juga pidato seremonial. Pidato
jenis ini disampaikan kepada publik dengan tujuan untuk memuji,
menghormati, menyalahkan dan mempermalukan. Pidato jenis ini
berfokus pada isu-isu sosial yang ada pada masa sekarang.
c. Retorika deliberative (deliberative rhetoric), adalah jenis retorika yang
dirancang untuk memengaruhi khalayak, dalam kebijakan
pemerintah. Retorika ini yang menentukan tindakan yang harus
dilakukan atau yang tidakboleh dilakukan oleh khalayak. Pidato ini
sering disebut juga dengan pidato politis. Pidato deliberative
berorientasi pada masa waktu yang akan datang. Contohnya pidato
yang disampaikan oleh calon ketua partai dalam kampanye.
d. Retorika Demonstrative adalah jenis retorika yang mengembangkan
wacana yang dapat memuji dan menghujat. Pada umumnya retorika
menerapkan retorika demonstrative, untuk mempengaruhi khalayak.[1]

Selain menurut Aristoteles pada dasarnya etorika sebagai bagian


dalam ilmu bina bicara ini yang mencakup :

1. Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni bicara secara monolog, dimana
hanya seorang yang bicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam
mologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah,
khutbah, dan deklamasi.
2.  Dialogika

Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara berdialog, dimana dua
orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses
pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, Tanya jawab,
perundingan, percakapan, dan debat

3. eknik bicara
Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara.
Sedangkan  menurut Arman Agung dalam tulisannya yang berjudul
“keterampilan berbicara” adalah retorika dan berbicara efektif
menjelaskan bahwa dari segi kepentingannya atau tujuan yang ingin
dicapai.
F. Tujuan Retorika

Retorika pada awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika


adalah seni penyusunan argumentasi dan pembuatan naskah pidato.
Persuasi dapat diartikan sebagai metode komunikasi sebagai ajakan,
permohonan atau bujukan yang lebih menyentuh emosi, yaitu aspek
afeksi dari manusia (Arifin, 2011: 261)

Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi


merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap,
kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan (Okta, 1976:
63). Meskipun demikian persuasi dapat dipahami bahwa selain mengajak
atau membujuk khalayak dengan menggugah emosi, tetapi juga dapat
dilakukan dengan cara logis dengan menyentuh aspek kognitif individu,
yaitu dengan menggugah khalayak berdasarkan situasi dan kepribadian
khalayak (Arifin, 2011: 263).

Secara massa, retorika bertujuan sebagai berikut:

a. To inform, memberikan penerangan dan pengertian kepada massa,


guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian
dengan sebaik-baiknya.
b. To Confise, meyakinkan dan menginsafkan.
c. To Inspire, menimbulkan inspirasi dengan teknik sistem penyampaian
yang baik dan bijaksana.
d. To Entertain, menggembirakan, menghibur atau menyenangkan dan
memuaskan.
e. To Ectuate (to put into action) , menggerakkan dan mengarahkan
mereka untuk berindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah
dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.

G. Fungsi retorika

1. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam


hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini
antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk
bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika
bertutur ditampilkan.
2. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang
biasa diangkat menjadi topik tutur. Misalnya saja gambaran tentang
hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.
3. Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur misalnya
dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-
bagiannya dan sebagainya.

Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut


disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara-cara memilih topik

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur dengan


menentukan sasaran ulasan yang persuasif dan edukatif
c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak
dicapai.
1. Fungsi Informasi
Sebagai fungsi informasi, komunikasi politik ditujukan kepada target
sasaran, dalam hal ini penerima, dengan maksud agar penerima
memperoleh pengetahuan dan pengenalan tentang sesuatu yang
dikomunikasikan. Pada sisi ini, komunikasi politik lebih ditujukan pada
aspek kognitif dari para penerima. Misalnya ketika diseminasi visi,
misi,tujuan, sasaran atau arah kebijakan dari suatu partai politik pada
suatu acara komunikasi politik dengan tujuan memperoleh
pengetahuan tentang visi, misi,tujuan, sasaran atau kebijakan dari
partai politik tersebut.
2. Fungsi Persuasi
Fungsi komunikasi politik yang berhubungan dengan kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain sehingga melakukan, melaksanakan
atau mengubah sesuatu seperti yang diharapkan oleh pemberi pesan.
Dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain menyajikan mimpi
masa depan yang indah melalui janji implementasi visi, misi, tujuan,
sasaran atau arah kebijakan.

H. Cara Beretorika
1. Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan
meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling
tepat. Bagi Aristoteles, Retorika tidak lain merupakan “kemampuan
untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu,
metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini juga, pembicara
merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai
dengan kebutuhan khalayak. Aristoteles menyebut tiga cara untuk
mempengaruhi manusia. a) Anda harus sanggup menunjukkan kepada
khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian
yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). b) Anda harus
menyentuh hati khalayak perasaan, emosi, harapan, kebencian dan
kasih sayang mereka (pathos). Kini para ahli Retorika modern
menyebutnya imbauan emosional (emotional appeals). c) Anda
meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan
sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos).Di
samping ethos, pathos, dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara
lagi yang efektif untuk mempengaruhi pendengar yaitu entimem dan
contoh. Entimem (Bahasa Yunani: “en” di dalam dan “thymos” pikiran)
adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap (sebagian premis
dihilangkan), tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk
menimbulkan keyakinan.
2. Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato
atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang
berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang
berkaitan secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir
manusia: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut
Aristoteles, pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan
kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan.
3. Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan
menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya.
Aristoteles memberikan nasihat, “gunakan bahasa yang tepat, benar,
dan dapat diterima; pilih kata-kata yang jelas dan langsung; sampaikan
kalimat yang indah, mulia, dan hidup; dan sesuaikan bahasa dengan
pesan, khalayak, dan pembicara.”
4. Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan
pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demosthenes
menyebutnya hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipokrit).
Pembicara harus memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakan-
gerakan, anggota badan (gestus moderatio cum venustate). Objek
studi Retorika sudah berusia setua kehidupan manusia. Setiap orang
tentu memanfaatkan Retorika menurut kemampuannya masing-masing.
Khusus dalam bidang pendidikan, para pendidik dalam tugasnya sadar
atau tidak telah memanfaatkan Retorik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari


perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Ilmu ini dinamakan
dalam bahasa Yunani “rhetorike” yang di kembangkan di Yunani purba,
kemudian abad-abad berikutnya di kembangkan di Romawi dalam bahasa
latin “retorika” (dalam bahasa Inggris “rhetoric” dalam bahasa Indonesia
“retorika”). Sejak dua ribu tahun terbukti banyak orang menjadi ahli
pidato, karena mempelajari teknik berbicara dan tekun melakukan latihan
berbicara. Mempelajari retorika membangun orang untuk menjadi
pemimpin. Dan dalam proses komunikasi, menguasai teknik dan seni
berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan itu
dan berusaha secara optimal untuk melatih diri. Retorika adalah bagian
dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina bicara
(Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini
mencakup : Monologika, Dialogika, Pembinaan Teknik Bicara. Menguasai
kesanggupan berbahasa dan keterampilan berbicara menjadi alasan
utama keberhasilan orang – orang terkenal di dalam sejarah dunia.
Pengetahuan tentang retorika dan ilmu komunikasi yang memadai akan
membawa keuntungan bagi pribadi bersangkutan dalam bidang–bidang di
bawah ini, antara lain : Kemampuan Pribadi, Keberhasilan Pribadi, Tugas
dan jabatan, Kehidupan pada umunya. Sejarah Retorika terbagi atas tiga
periode zaman, yaitu zaman Yunani, zaman Romawi, dan zaman Modern.
Retorika di zaman Yunani dipelopori oleh Georgias. Georgias berasal dari
kaum sofis yang menganggap bahwa manusia adalah “mahluk yang
berpengetahuan dan berkemauan”. Tokoh lain yang berperan dalam
pengembangan retorika di Yunani adalah Sokrates, Aristoteles, dan Plato.
Di zaman Romawi tokoh yang terkenal karena suaranya dan bukunya
yang berjudul de Orator. Retorika dapat disebut sebagai proses
komunikasi karena retorika mengandung aspek –aspek komunikasi retoris
yang mampu dipakai oleh komunikator dan komunikan dalam kegiatan
tukar menukar pesan. Adapun aspek- aspek retoris yang dimaksud adalah
sebagi berikut : Seorang pembicara menyampaikan, Seorang pendengar
sebagai kawan bicara atau pelanggan, Sesuatu, Dengan maksud dan
tujuan tertentu, Memberikan argumen- argumen dan mempertimbangkan
argumen-argumen balik dari pendengar.

B. Saran

Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang Retorika


yang telah diambil dari berbagai literature referensi, diharapkan makalah
ini mampu menjadi acuan bagi mahasiswa agar mampu mengenal,
memahami, dan mempraktekan metode retorika dengan baik dan benar.
Selain itu, diharapkan dengan makalah ini Mahasiswa mengetahui sejarah
perkembangan retorika dari berbagai zaman dan kemunculan retorika ini
telah berpengaruh pada peradaban manusia pada umumnya dalam hal
berinteraksi dengan orang lain, dimana dalam interaksi ini seseorang akan
lebih mengedepankan pada prinsip-prinsip seni dan teknik komunikasi
persuasif.
DAFTAR PUSTAKA

http://clemaor13.blogspot.com/2018/11/jenis-jenis-retorika-dan-unsur-
unsur.html?m=1

https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/98590

http://clemaor13.blogspot.com/2018/11/jenis-jenis-retorika-dan-unsur-
unsur.html?m

http://nesaci.com/pengertian-dan

https://www.slideshare.net/luculblimbing/makalah-retorika

Anda mungkin juga menyukai