Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MENULIS KREATIF

HAKIKAT DIKSI, KALIMAT DAN WACANA

Disusun Oleh:
Kelompok 1
NURZIFA QOLBI
UCI KURSIAH
SILVIA ATHIFAH WILANDA

Dosen Pembimbing
RINI WIRASTY. B, S.S.,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN
SOLOK
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah


SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata
kuliah Menulis Kreatif dengan judul “Hakikat Diksi, Kalimat dan Wacana”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Solok, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Diksi.............................................................................. 2
B. Hakikat Kalimat.......................................................................... 8
C. Hakikat Wacana.......................................................................... 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................ 25
B. Saran........................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana kita dituntut untuk
bisa menjalani keseharian dengan cepat, tepat, dan sosialis, sudah barang
tentunya semua itu membutuhkan komunikasi yang juga sekaligus
menunjukkan kalau manusia itu merupakan makhluk sosial. Makhluk yang
saling membutuhkan satu sama lain, dan untuk menunjukkan itu, maka
komunikasi tentunya menempati tempat yang sangat penting dalam kehidupan
manusia.
Dalam berkomunikasi tentunya dibutuhkan banyak aspek untuk bisa
menciptakan suatu sistem atau tataran komunikasi yang baik. Agar pesan
yang akan disampaikan bisa diterima dengan jelas dan baik oleh lawan bicara
kita. Hal tersebut diantaranya adalah bahasa. Di dalam bahasa ada banyak
aspek lagi yang perlu kita pahami agar komunikasi bisa tersampaikan sesuai
dengan yang kita harapkan. Dan media untuk menyampaikan pesan dalam
berbahasa pun itu ada banyak jenisnya, mulai dari puisi, novel, lagu, dan
wacana.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah
pada makalah ini adalah:
1. Apakah hakikat dari diksi?
2. Apakah hakikat dari kalimat?
3. Apakah hakikat dari wacana?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalahh:
1. Untuk mengetahui hakikat diksi.
2. Untuk mengetahui hakikat kalimat.
3. Untuk mengetahui hakikat wacana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Diksi
1. Pengertian Diksi
Diksi atau pilihan kata sebenarnya merupakan salah satu unsur
penting dalam penulisan sebuah karya sastra. Hal ini dikarenakan pilihan
kata yang tepat dalam penulisan karya sastra akan menarik minat orang
untuk terus membaca. Di dalam KBBI (2008) diksi dapat diartikan sebagai
pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya dalam
mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu seperti yang
diharapkan.
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
dan selaras untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga
memperoleh efek tertentu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat
penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur
setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi di antaranya adalah membuat
pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham
terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk
mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan gagasan yang
diekspresikan secara verbal, membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat
(sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau
pembaca.
Menurut Keraf (1984: 24) diksi merupakan kemampuan
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai
(cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar. Hal ini dapat diartikan diksi tidak hanya mempersoalkan
ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang
dipilih itu juga diterima atau tidak merusak suasana yang ada.
Pendapat dari yang dikemukakan Keraf di atas juga memberikan
gambaran mengenai diksi secara jelas. Berikut adalah kesimpulan utama
mengenai diksi yang diungkapkan oleh Keraf.

2
3

a. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-katra makna yang


dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokkan kata-kata yang tepat.
b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan
kemampuan menemukan bentuk yang sesuai atau cocok dengan situasi
dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa.

Perbendaharaan kata disamping sangat penting untuk kekuatan


ekspresi juga menunjukkan ciri khas penulis. Dalam memilih kata-kata,
disamping penulis memilh berdasarkan makna yang akan disampaikan dan
tingkat perasaan serta suasana batinnya, juga dilator belalangi oleh faktor
sosial budaya penyair.

2. Fungsi Diksi
Fungsi Pilihan kata atau Diksi adalah Untuk memperoleh
keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan
lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan
kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara
penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan
kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu berfungsi
untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga
dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk mendukung jalan
cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas
mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita
tersebut.

3. Jenis Diksi
Menurut Keraf (1984: 27-111) menerangkan jenis-jenis diksi
sebagai berikut:
a. Berdasarkan makna kata
Makna merupakan segi yang menimbulkan reaksi dalam
pikiran pendengar atau pembaca bentuk. Dari definisi itu dengan kata
4

lain makna merupakan hubungan antara bentuk dan barang atau hal
yang diacu. Berikut adalah pembagian diksi menurut makna kata.
1) Denotasi
Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu
kata (makna itu menunjuk pada konsep, referen, atau ide). Denotasi
juga merupakan batasan kamus atau definisi utama suatu kata. Jadi,
denotasi mengacu pada makna yang sebenarnya. Contoh makna
denotasi:
 Rumah itu luasnya 250 meter persegi
 Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu

2) Konotasi
Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung
arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi
merupakan kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, dan biasanya
bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata disamping
batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi mengacu pada
makna kias atau makna bukan sebenarnya. Contoh makna konotasi
yaitu:
 Rumah itu luas sekali
 Banyak sekali orang yang menghadiri pertemuan itu

b. Berdasarkan golongan kata


1) Kata Umum
Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang
lingkup yang luas. Kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal,
kepada himpunan, dan kepada keseluruhan. Contoh dari kata
umum adalah binatang, tumbuh-tumbuhan, penjahat, kendaraan
dan sebagainya.
2) Kata Khusus
Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada
pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkrit. Kata khusus
memperlihatkan kepada objek yang khusus. Contoh kata khusus
adalah Yamaha, Nokia, Kerapu, Kakak Tua, Sedan dan sebagainya.
5

3) Kata Abstrak
Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa
konsep, kata abstrak sukar digambarkan karena referensinya tidak
dapat diserap dengan panca indera manusia. Kata-kata abstrak
merujuk kepada kualitas (panas, dingin, baik, buruk), pertalian
(kuantitas, jumlah, tingkatan), dan pemikiran (kecurigaan,
penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk
menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus.
4) Kata Konkret
Kata konkret atau indri adalah kata yang menunjuk pada
sesuatu yang dapat dilihat atau diindera secara langsung oleh satu
atau lebih dari pancaindera. Kata-kata konkrit menunjuk kepada
barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkrit
digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran
pembaca melebihi kata-kata yang lain. Contoh kata konkrit adalah
meja, kursi, rumah, mobil dan sebagainya.

c. Berdasarkan lapisan pemakaian bahasa


1) Kata ilmiah
Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar,
terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah. Contoh kata ilmiah adalah
analogi, formasi, konservatif, fragmen, kontemporter dan
sebagainya.
2) Kata populer
Kata popular adalah kata-kata yang umum dipakai oleh
semua lapisan masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh
orang kebanyakkan. Contoh kata popular adalah bukti, rasa
kecewa, maju, gelandangan, dan sebagainya.
3) Jargon
Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu
bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan
rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Misalnya seperti
kata jargon sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan
kontra), kap (kapten), dok (dokter), prof (professor) dan
sebagainya.
6

4) Kata Percakapan
Kata Percakapan ialah kata-kata yang biasa dipakai dalam
percakapan atau pergaulan orang terdidik. Kata-kata mencakup
pula sebgian kata-kata ilmiah atau kata-kata yang tidak umum
(slang) yang dipakai oleh golongan terpelajar saja. Suatu bentuk
dari percakapan adalah singkatan-singkatan seperti dol, prof kep,
masing-masing untuk dokter, professor dan kapten.
5) Kata slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang informal,
yang disusun secara khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai
dalam percakapan. Kata slang juga merupakan kata-kata yang
tinggi atau murni, misalnya saja saat orang menyebutkan kata-kata
“mana tahan”, “eh ketemu lagi”, “unyu-unyu”, “cabi”, dan
berbagai kata lainnya lagi dalam percakapan kelompok tertentu.

4. Pembentukkan Kata dalam Diksi


a. Definisi
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian
suatu hal atau konsep istilah tertentu. Dalam membuat definisi hal
yang perlu di perhatikan adalah tidak boleh mengulang kata atau istilah
yang kita definisikan. 
Contoh definisi : 
Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan
binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati seakan hidup selayaknya
manusia, seolah punya maksud, sifat, perasaan dan kegiatan seperti
manusia.

Definisi terdiri dari :


1) Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan
kata lain yang lebih umum di mengerti. Umumnya di gunakan pada
permulaan suatu pembicaraan atau diskusi. 
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu definisi
sinonim, definisi simbolik, definisi etimologik, definisi semantik,
definisi stipulatif, dan definisi denotatif. 
7

2) Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang
terkandung dalam sebuah istilah, bukan hanya menjelaskan tentang
istilah. Definisi realis ada tiga macam, yaitu :
a) Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan
perbedaan antara penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-
bagian suatu benda (definisi analitik) dengan penjelasan
dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas
genus dan diferensia (definisi konotatif).
b) Definisi diskriptif yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan
sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut dengan
penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal
terjadi.
3) Definisi praktis
Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal yang
di jelaskan dari segi kegunaan atau tujuan. Definisi praktis
dibedakan atas tiga macam yaitu:
a) Definisi operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan
langkah-langkah pengujian serta menunjukkan bagaimana hasil
yang dapat diamati. 
b) Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu hal dengan cara
menunjukkan kegunaan dan tujuannya. 
c) Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan
suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain, bersifat
membujuk orang lain. 

2. Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang
sudah sesuai dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian
perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah banyak
menyerap terutama dalam unsur kosa kata. Bahasa asing yang masuk
dan memberi pengaruh terhadap kosa kata bahasa Indonesia antara lain
dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris
dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali kata serapan
8

dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia


terdapat 2 unsur, yaitu: 
a. Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata
tersebut memiliki bunyi yang sesuai antara ejaan dengan
pelafalannya. 
b. Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan
anomali apabila kata tersebut tidak sesuai antara ejaan dan
pelafalannya. 

3. Analogi
Karena analogi adalah keteraturan bahasa, tentu saja lebih
banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk
sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa. Ada beberapa
contoh kata yang sudah sesuai dengan sistem fonologi, baik melalui
proses penyesuaian ataupun tidak, misalnya :Menurut taraf
integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa asing dapat dibagi dua
golongan. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia. Unsur seperti ini di pakai dalam konteks
bahasa Indonesia, tetapi penulisan dan pengucapannya masih
mengikuti cara asing. Kedua unsur pinjaman yang pengucapan dan
tulisannya telah di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. 

B. Hakikat Kalimat
1. Pengertian Kalimat
Kalimat merupakan salah satu objek kajian sintaksis. Kalimat
adalah rangkaian kata yang berisi pikiran dan makna lengkap. Sasangka
(2014:15) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang
dapat mengungkapkan pikiran utuh dan informasi yang lengkap. Setiap
tuturan dalam kalimat dapat mengungkapkan suatu informasi yang jelas.
Akan tetapi, kata tersebut tidak termasuk kalimat apabila suatu susunan
kata tidak memiliki pikiran yang utuh.
Kalimat dalam ragam resmi harus memiliki sebuah subjek (S) dan
predikat (P). Namun, jika tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan
itu bukanlah kalimat melainkan hanya sebuah frasa. Itulah perbedaan
9

antara frasa dan kalimat. Syahriandi (2018:13) menyatakan bahwa kalimat


merupakan kesatuan bahwa yang mengandung pikiran dan makna serta
memiliki unsur relatif lengkap, yaitu sekurang-kurangnya memiliki
predikat (P) dan subjek (S) yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan kesenyapan final.
Kalimat merupakan susunan kata yang dapat berdiri sendiri dan
mengikuti kaidah kebahasaan serta dapat mengungkapkan gagasan secara
tepat. Kridalaksana (dalam Zulmaliza (2018:7) menyatakan bahwa kalimat
sebagai satuan bahasa yang berdiri sendiri dan mempunyai pola intonasi
final.
Penyusunan kalimat tidak terlepas dari kaidah kebahasaan, dalam
susunan kalimat sekurang-kurangnya harus memiliki subjek dan predikat
yang diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan intonasi final.
Kalimat dalam wujud lisan diucapkan dengan intonasi naik turun dan
keras lembut disela jeda, serta diakhiri dengan intonasi akhir berupa
intonasi final, yaitu intonasi berita, intonasi tanya, intonasi perintah, dan
intonasi seru. Sementara itu, dalam wujud tulisan kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan lambang intonasi final, yaitu tanda titik
(.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa kalimat
adalah satuan bahasa terkecil berupa ujaran atau teks yang
mengungkapkan suatu informasi secara utuh. Kalimat merupakan susunan
kata yang diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan intonasi final.
Selain itu, unsur fungsi sintaksis yang wajib ada dalam kalimat adalah
subjek dan predikat, sedangkan unsur lainnya hanya sebagai unsur
penunjang dalam sebuah kalimat.

2. Fungsi dan Unsur-unsur Kalimat


Kalimat terdiri dari beberapa unsur yaitu subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan. Sofia (2017:39) menyebutkan 5 unsur kalimat,
yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Masing-masing
unsur tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya antara
unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Sama halnya dengan pendapat
tersebut, Syahriandi (2018:13) menyatakan bahwa wujud fungsi sintaksis
adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Namun, tidak
10

semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis tersebut, unsur


sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan predikat.

3. Kalimat Efektif
a. Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif mampu menciptakan kesepahaman antara
penulis dan pembaca sehingga tidak terjadinya kesalahan penalaran.
Putrayasa (2010:35) menyatakan bahwa kalimat efektif merupakan
kalimat yang mudah dipahami karena pernyataan yang disampaikan
oleh penulis atau pembicara dapat diterima oleh pembaca ataupun
pendengar. Selain itu, Sasangka (2014:54) menyatakan bahwa efektif
bermakna “membawa pengaruh”, artinya kalimat efektif dapat
mempengaruhi pembaca serta dapat menyampaikan informasi kepada
pembaca secara utuh, komunikatif, dan sesuai dengan kebahasaan yang
berlaku. Kalimat efektif tidak hanya dibangun oleh struktur gramatikal,
tetapi keefektifan kalimat dapat ditingkatkan melalui kemampuan
menggunakan variasi pemilihan kata serta keragaman konstruksinya.
Kalimat efektif mencangkup keseluruhan dari kaidah bahasa,
mulai dari tanda baca, ejaan, dan lain sebagainya. Atmazaki (dalam
Kusmiyati, 2016:5) menyatakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat
yang tidak memerlukan banyak kosa kata, melainkan kata yang
tersusun sesuai dengan pola kalimat yang benar menurut kaidah
bahasa, sehingga dapat dipahami oleh pembaca secara tepat. Apabila
terdapat kesalahan pada salah satu ciri kaidah kebahasaan, kalimat
tersebut bukanlah kalimat efektif.
Salah satu faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan dalam
ragam komunikasi tulis adalah penggunaan kalimat efektif. Kalimat
efektif menjadi peran penting dalam menyampaikan ide dan gagasan
kepada pembaca. Sofia (2017:42) menyatakan bahwa kalimat efektif
adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, sehingga apa yang
disampaikan oleh penulis dapat diterima dan dipahami secara tepat
oleh pembaca. Kalimat efektif adalah satuan bahasa yang secara tepat
dapat mengungkapkan maksud penulis.
Jehamin (2019:45) menyatakan bahwa penyimpangan kalimat
efektif yang sering terjadi adalah penyimpangan prinsip kehematan,
11

kesepadanan, penggunaan konjungsi, penyimpangan prinsip


kecermatan, dan kelogisan. Penyimpangan prinsip kehematan meliputi
penggunaan kalimat yang memiliki makna yang sama. Penyimpangan
prinsip kesepadanan struktur meliputi ketidakjelasan predikat dan
penggunaan konjungsi yang kurang tepat. Penyimpangan penggunaan
konjungsi meliputi penggunaan konjungsi antarkalimat. Penyimpangan
prinsip kecermatan meliputi penggunaan tanda baca dan kesalahan
penulisan ejaan.

b. Ciri-ciri Kalimat Efektif


Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai ciri-ciri
kalimat efektif. Salah satunya adalah pendapat Parto (2018:247)
menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif, yaitu kesepadanan, keparalelan,
kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan. Sementara itu,
Syahriandi (2019:139) membagikan ciri kalimat efektif dalam dua
bagian, yaitu ketepatan struktur kalimat, dan ketepatan makna kalimat.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pendapat dari Syahriandi
(2019) karena penjelasan ciri-ciri kalimat efektifnya lebih terperinci.

4. Ketepatan Struktur Kalimat


Kalimat efektif mempunyai struktur kalimat yang jelas. Struktur
kalimat merupakan salah satu syarat keilmiahan suatu karya tulis. Syarat-
syarat ketepatan struktur kalimat mencakup beberapa hal berikut ini, yaitu:
a. Ketepatan Bentukan bagian Kalimat
Dalam pemakaian bahasa, sering ditemukan bagian kalimat
majemuk yang ditulis terpisah dari bagian kalimatnya, hal tersebut
biasanya terjadi karena kekeliruan ketika menggunakan konjungsi.
Febriantika (2016:19) menyatakan bahwa konjungsi adalah kata yang
menghubungkan kata dengan kata dalam sebuah frasa atau
menghubungkan klausa dengan klausa dalam sebuah kalimat disebut
konjungsi intrakalimat.

Contoh:
12

1) Kami datang terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti


perkuliahan
Perbaikan kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, mengubah kalimat menjadi kalimat majemuk dengan
menggunakan penghubung (konjungtor) sehingga, dan cara yang
kedua adalah mengganti ungkapan penghubung intrakalimat
(sehingga) menjadi ungkapan penghubung antarkalimat (oleh karena
itu), seperti pada kalimat dibawah ini:
1) Kami datang terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat
mengikuti perkuliahan.
2) Kami datang terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti
perkuliahan.

b. Kejelasan penggunaan unsur/fungsi kalimat


Kejelasan penggunaan unsur/fungsi kalimat dapat juga
dikatakan dengan kesepananan struktur kalimat. Kesepadanan struktur
adalah keseimbangan antara gagasan dan unsur kalimat yang
digunakan. Kejelasan subjek sebuah kalimat dapat dilakukan dengan
cara menghindari penggunaan kata depan di, dalam, untuk, bagi, pada,
sebagai, tentang, menurut, mengenai, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
1) Bagi semua mahasiswa UMMY harus membayar uang kuliah.
2) Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti harus ke lapangan.

Kalimat tersebut tidak efektif karena kalimat (1) tidak memiliki


kesepadanan karena fungsi subjek tidak jelas. Kalimat di atas tidak
menampilkan apa atau siapa yang harus membayar uang kuliah.
Ketidakjelasan subjek disebabkan penggunaan kata depan bagi.
Kalimat (2) tidak memiliki predikat. Kalimat di atas seharusnya ditulis
seperti kalimat berikut
1) Semua mahasiswa UMMY harus membayar uang kuliah.
2) Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti harus pergi ke
lapangan.

c. Ketepatan dalam kesejajaran Penggunaan Bentuk Kalimat


13

Santhi, Meita Sandra (2018:39) menyatakan bahwa bentuk-


bentuk bahasa yang sejajar dalam sebuah kalimat memperlihatkan
gagasan yang sejajar pula. Misalnya, jika bentuk kata pertama adalah
nomina, maka bentuk kata kedua, ketiga, dan seterusnya juga harus
menggunakan nomina. Kesejajaran antara gagasan dan bentuk bahasa
yang dipakai dapat mempermudah pembaca untuk memahami makna
kalimat.
Contoh:
1) Tahap akhir penelitian ini adalah penyusunan laporan dan
menyerahkan hasil penelitian.
2) Jangan buang sampah di sini!

Pada kalimat (1) tidak menunjukkan kesejajaran bentuk, yaitu


unsur penyusunan laporan dan menyerahkan hasil penelitian. Dengan
demikian, kalimat di atas tidak memiliki kesejajaran atau keparalelan.
Kalimat (2) juga tidak memiliki kesejajaran karena si penulis kalimat
ingin menyatakan bahwa jangan buang sampah ke tempat tertentu.
Akan tetapi, pada kenyataannya kalimat (2) bermakna bahwa jangan
membuang sampah yang sudah ada di tempat tersebut. Supaya
memperlihatkan kesejajaran, kedua kalimat tersebut dapat diperbaiki
menjadi seperti kalimat berikut:
1) Tahap akhir penelitian ini adalah penyusunan laporan dan
penyerahan hasil penelitian.
2) Jangan buang sampah ke sini!

d. Ketepatan Struktur Pengungkapan dan Makna Kalimat


Syahriandi (2019:147) menyatakan bahwa kepaduan kalimat
adalah keeratan hubungan antara unsur-unsur yang membentuk
kalimat tersebut. Ketidaktepatan hubungan dapat disebabkan oleh
kesalahan penempatan kata atau penambahan kata yang seharusnya
tidak diperlukan.
1) Laporan ini saya harus perbaiki secepatnya.
2) Kita telah bahas masalah tersebut dalam diskusi kita bulan lalu.
14

Kalimat (1) dan (2) adalah kalimat pasif persona. Dalam kedua
pasif tersebut, antara pelaku (persona) dan kata kerjanya (pasif) tidak
boleh disisipkan unsur lain. Namun, dalam kedua kalimat tersebut
terdapat harus dan telah antara persona dan pasif. Jadi, untuk menjaga
kepaduan, keterangan modalitas harus pada kalimat (1), dan
keterangan aspek telah pada kalimat (2) harus dipindahkan ke depan
pelaku. Kedua kalimat tersebut, dapat diperbaiki menjadi sebagai
berikut.
1) Laporan ini harus saya perbaiki secepatnya.
2) Telah kita bahas masalah tersebut dalam diskusi kita bulan lalu.

C. Hakikat Wacana
1. Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse”, yang artinya
antara lain ”Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur
dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik
lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana dapat diartikan
sebagai sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya
atau logis.
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami
oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal
dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu
adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana
sehingga isi wacana apik dan benar.
Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar
bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan
dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut
adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi
merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian
15

frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk


wacana.
Berikut ini adalah pengertian wacana menurut beberapa ahli
a. Hawthorn (1992)
Mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi yang
terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar,
sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh
tujuan sosialnya.
b. Roger Fowler (1997)
Mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan
yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai.
c. Alwi dkk (2003)
Wacana adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi satu
dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan.
2. Jenis-Jenis Wacana
Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana dapat
dibedakan menjadi wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan
narasi.
a. Wacana Narasi
Wacana narasi adalah salah satu jenis wacana yang
menceritakan / mengisahkan sesuatu peristiwa secara berurutan
berdasarkan urutan kejadiannya. Unsur-unsur penting dalam sebuah
narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri
atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Dengan demikian wacana jenis ini tidak bermaksud untuk
mempengaruhi seseorang melainkan hanya menceritakan sesuatu
kejadian yang telah disaksikan, dialami dan didengar oleh pengarang
(penulisnya). Narasi dapat bersifat fakta atau fiksi (cerita rekaan).
Narasi yang bersifat fakta, antara lain biografi, autobiografi,
pengalaman sedangkan yang berupa fiksi diantaranya cerpen dan
novel.
Ciri-ciri narasi:
1) Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman penulis.
16

2) Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang


benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau
gabungan keduanya. atau berupa rekaan.
3) Berdasarkan konfliks, karena tanpa konflik biasanya narasi tidak
menarik.
4) Memiliki nilai estetika.
5) Menekankan susunan secara kronologis.

Tujuan menulis karangan narasi yaitu:


1) Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas
pengetahuan.
2) Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
3) Memberikan hiburan kepada pembaca.

Contoh wacana narasi:


Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku
masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul
04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera
mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang
harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku
bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku
makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah.
Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah
dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang
membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering
berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak
siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam
pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu,
aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul
11.00.

Paragraf narasi di atas berisi sebuah fakta berupa catatan


kegiatan sehari-hari yang dialami oleh penulis. Apabila dicermati,
paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut: bangun pukul 04.30,
mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi,
berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian
peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik”
dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.
17

b. Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah wacana yang menggambarkan sesuatu
dengan jelas dan terperinci. Wacana deskripsi bertujuan melukiskan
atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya
sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca
atau merasakan hal yang dideskripsikan, penulis merinci objek dengan
kesan, fakta, dan citraan. Oleh sebab itu deskripsi yang baik adalah
deskripsi yang dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang
panca indra. Contoh: seperti keadaan banjir, suasana di pasar dan
sebagainya, melihat pemandangan pegunungan, rumah, gedung, dan
lain-lain.
Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam,
yaitu sebagai berikut:
1) Deskripsi Imajinatif/Impresionis
Adalah deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai
kesan/imajinasi si penulis. Pengertian lain tentang deskripsi
impresionis yaitu ialah ragam pemaparan yang didasarkan pada
impresi (kesan atau perasaan) penulis terhadap peristiwa, kejadian,
tempat, perbuatan, karakter, dan lain-lain.
Hal ini didasarkan pada kuat lemahnya kesan yang didapat
dari objek. Contoh: Deskripsi mengenai kota Malang yang dingin,
sejuk, dan segar. Banyak objek wisata yang menyenangkan di sana.
Wahananya pun seru-seru dan asyik-asyik.

Contoh Deskripsi Imajinatif:


Aku tidak lagi berada di kamarku, tetapi di suatu ruangan
bersama-sama dengan sekelompok orang yang sama sekali belum
pernah kulihat sebelumnya. Bau asap tembakau memenuhi
ruangan itu, tapi tak seorang pun yang kelihatan peduli. Kami
semua duduk di kursi yang diatur membentuk sebuah lingkaran,
mirip dengan ruangan diskusi. Semua tampak duduk tenang,
semua kelihatan sedang menulis, dan tidak seorang pun yang
kelihatan peduli pada orang lain di ruangan itu.

2) Deskripsi faktual/ekspositoris
Ialah deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan
urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat. Menurut Kamus Besar
18

Bahasa Indonesia, faktual dapat diartikan sebagai hal (keadaan,


peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar
ada atau terjadi.atau juda biasanya diartikan sebagai sesuatu hal
yang berdasarkan kenyataan; mengandung dan kebenaran. Ada
juga pendapat lain mengenai deskripsi ekspositoris, yaitu ragam
pemaparan atau penggambaran secara logis.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa semua yang ada
di dunia ini mempunyai “logika urut-urutan sendiri”.
Contoh: Bila kita ingin mendeskripsikan manusia, maka logika
urutannya: dari atas (kepala) ke bawah (kaki).
Contoh Deskripsi Faktual:
Di sebelah kiri pintu tergantung sebuah penanggalan dan
sebuah cermin yang bertuliskan ”Anda manis, Nona.” Di
bawahnya merapat sebuah meja belajar yang diberi alas kertas
berbunga-bunga merah jambu, dan dilapisi lagi dengan plastik
bening. Di atas meja ada sebuah tape recorder kecil, sebuah mesin
ketik, jam weker, alat-alat tulis, beberapa helai kertas berserakan
dan buku-buku dalam keadaan terbuka. Pasti semalam dia habis
mengerjakan paper, pikirku.

Ciri-Ciri Karangan Deskripsi:


1) Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan
sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau
merasakan hal tersebut.
2) Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.
3) Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan
melibatkan kesan indera.
4) Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau
mengalami sendiri.

c. Wacana Argumentasi
Kata argumentasi berarti alasan. Wacana Argumentasi yaitu
paragraph yang mengemukakan berbagai alasan, contoh, dan bukti
yang kuat atau logis serta meyakinkan agar pembaca terpengaruh dan
membenarkan pendapat, gagasan, sikap dan keyakinan penulis. Dalam
berargumentasi, kita boleh mempertahankan pendapat tetapi juga harus
mempertimbangkan pendapat orang lain yang berbeda dengan
19

pendapat kita. Penalaran yang sehat dan didukung oleh penggunaan


bahasa yang baik dan efektif sangat menunjang sebuah karangan
argumentative. Karangan argumentasi juga dpat berisi tanggapan atas
sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memeparkan alasan-alasan
yang logis. Tujuan wacana argumentasi yaitu berusaha meyakinkan
pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.

Ciri-Ciri Wacana Argumentasi:


1) Berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan pengarang
sehingga kebenaran itu diakui pembaca.
2) Pembuktian dilengkapi dengan data, fakta, grafik, table, atau
gambar. (Ada alasan, data, atau fakta yang mendukung).
3) Pengarang berusaha mengubah sikap, pendapat, atau pandangan
pembaca.
4) Dalam membuktikan sesuatu, pengarang menghindarkan
keterlibatan emosi dan menjauhkan subjektifitas.
5) Dalam menyusun argumentasi, penulis menerapkan kerangka
berfikir rasional, kritis dan logis.
6) Membuktikan kebenaran pendapat pengarang dapat menggunakan
macam-macam pola pembuktian.

Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana atau


paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket,
observasi, penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan. Pada akhir
paragraf atau karangan perlu disajikan kesimpulan.
Contoh: laporan penelitian ilmiah, karya tulis dan sebagainya. Pada
akhir paragraf atau karangan perlu disajikan kesimpulan.

Contoh Wacana Argumentasi:


Kota Solok adalah salah satu kota kecil di wilayah propinsi
Sumatera Barat. Beberapa fasilitas umum seperti Puskesmas, Taman
Kanak-Kanak dan ekolah Dasar Negeri berdiri megah disana.
Bangunan megah ini sudah sangat permanen dengan arsitektur yang
beragam. Listrik pun sudah menerangi kota tersebut sejak 7 tahun
terakhir. Jaringan telepon sudah banyak dinikmati warga. Semua
jalan yang ada di desa itu juga sudah diaspal. Hampir 75% warganya
telah berpendidikan sarjana. Jadi dapat disimpulkan bahwa desa Kota
Solok adalah kota yang sudah maju.
20

d. Wacana Persuasi
Wacana persuasi merupakan wacana yang berisi imbauan atau
ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang
diharapkan oleh penulisnya. Oleh karena itu biasanya disertai
penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat
mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan
emotif yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.
Ciri-Ciri Wacana Persuasif:
1) Berupa ajakan atau mempengaruhi pembaca.
2) Berisi imbauan.
3) Menarik pembaca atau pendengar.

Syarat-syarat membuat Wacana Persuasi agar pembaca atau pendengar


tertarik:
1) Menggunakan Bahasa Emotif
Bahasa emotif disini bukanlah suatu bahasa yang membuat
orang emosi karena marah, tetapi bahasa yang bisa membuat
seseorang merasakan sesuatu perasaan yang datang dari hati untuk
melakukan sesuatu. Bahasa emotif juga membuat seseorang
penasaran terhadap sesuatu untuk bisa mengalami dan terlibat
didalamnya.
Contoh: Bintang buana filter, Maju tak Gentar.

2) Menggunakan Struktur Kalimat yang Unik


Stuktur kalimat yang unik maksudnya adalah struktur
kalimat yang cenderung membuat para pembaca menikmati dan
mudah mengerti serta terkesan ketika membaca wacana tersebut.
Contoh: Diplomat, Arti Sebuah Kesuksesan.

3) Pilihan Kata yang Khusus


Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang
mudah dipahami oleh pembacanya tidak berbelit-belit. (kohesi dan
koherensi )
Contoh: Nikki, memang tangguh.
21

4) Ajakan yang Efektif


Ajakan yang efektif adalah ajakan yang tidak bertele-tele
dan tidak tersembunyi secara makna, tetapi bisa membuat
seseorang tersentuh dan bergerak serta mendapat dorongan untuk
melakukan sesuatu.
Contoh: Rindang, Pilihan Kita Semua.

Wacana persuasif dapat berupa:


1) Bentuk pidato, misalnya Propaganda kelompok / golongan,
kampanye, penjual jamu, dan lain-lain.
2) Bentuk tulisan brupa Iklan dalam media massa, selebaran, dan lain-
lain.
3) Berupa elektronik misalkan televisi, radio, internet, dan lain-lain.

Contoh Wacana Persuasif:


Pernahkah anda mencoba minum sari jahe Taka Tunga?
sungguh sangat disayangkan jika anda melalui hidup anda tanpa
sedikitpun mencoba minuman tradisional berkashiat ini. Minuman ini
adalah minuman berkasyat tinggi. Diproduksi secara natural dari
bahan alamiah, yaitu jahe-jahe pilihan dari kampung Taka Kecamatan
Golewa Kabupaten Ngada dan dikemas menjadi sebuah produk yang
sangat bermutu.
Entah anda mau yakin atau tidak, tetapi saya hanya mau
mengatakan bahwa akan sangat disayangkan jika anda tidak pernah
mau mencobanya. Saya sendiri pernah mencobanya dan rasanya tidak
seperti meminum sari-sari jahe biasa. Ketika itu saya sedang masuk
angin akibat kehujanan saat mengendarai motor dari Mauponggo ke
Bajawa. Saya singgah sebentar di kampung Taka untuk membeli
sebungkus sari jahe. Saya meminta segelas air hangat kepada seorang
ibu di kampung itu lalu melarutkan sari jahe ke dalam gelas air dan
langsung diminum. Alhasil, perut saya menjadi lebih baik dan masuk
angin langsung hilang.
Di samping kashiatnya untuk menyebuhkan masuk angin, juga
sari jahe Taka Tunga juga dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit, seperti mag, lambung, sesak napas, brongkitis, asma,
sariawan, radang paru-paru, sakit kepala dan juga batuk tidak
berdahak. Kenyataan ini sudah dibuktikan oleh sebagaian orang yang
sudah mengkonsumsi minuman ini dan menjadi sembuh dari
penyakitnya akibat meminum minuman ini.
Sebagai sebuah minuman yanng diproduksi secara alamiah
oleh tangan-tangan trampil masyarakat Taka Tunga, anda tidak perlu
harus berpikir tentang efek samping dari minuman ini. Minuman ini
dikemas tanpa ada polusi kimiawi ataupun tanpa adanya bahan
22

pengawet. Minuman ini sudah menjadi pilihan banyak orang karena


disamping sebagai obat juga dapat digunakan sebagai minuman
pengganti kopi pada pagi hari taupun sore hari. Sudah sejak tahun
2002 sari jahe Taka Tunga sudah Go Internastional dan dan laris
dikonsumsi di Cina, Kanada, Amerika Serikat dan Bangkok.
Kalau anda sempat lewat, anda bisa membeli minuman ini di
kios-kios yang ada di kampung Taka Tunga atau mungkin ada yang
berminat, anda dapat menghubung langsung ke Nomor Telepon:
085253237046. Silahkan mencoba dan anda akan langsung
merasakan sendiri kashiatnya.

e. Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau
menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan
memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-
karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar,
simposium, atau penataran.
Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu:
1) Menentukan objek pengamatan,
2) Menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
3) Mengumpulkan data atau bahan,
4) Menyusun kerangka karangan,
5) Dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat


berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan
antiklimaks

Contoh Wacana Eksposisi:


Jika kamu benar-benar membutuhkan sesuatu yang harganya
tidak terjangkau oleh orang tuamu, kamu bisa mencari pekerjaan guna
memperoleh cukup uang untuk membelinya sendiri. Berikut ini
terdapat empat saran yang membantumu memperoleh pekerjaan.
Pertama, sebarkan berita. Beritahu kepada tetangga, teman ataupun
dosen bahwa kamu membutuhkan pekerjaan. Kalau kamu malu untuk
langsung meminta pekerjaan, kamu bisa menanyakan kepada mereka
tentang pekerjaan mereka sewaktu mereka seusiamu. Semakin banyak
orang tahu bahwa kamu mencari pekerjaan maka semakin banyak
peluang untuk kemungkinan besar kamu dapatkan.
23

Kedua, tidak lanjuti setiap peluang. Tanggapi iklan lowongan


pekerjaan yang dimuat di surat kabar/harian-harian, seperti Flores
Pos dan Pos Kupang ataupun di radio, yang dipasang di depan toko
dan tempat umum lainnya. Segera mencari tahu informasinya atau
kalau tidak berhasil, bisa meyakinkan orang yang mempunyai usaha
bahwa ia memebutuhkan jasa yang bisa anda berikan.
Ketiga, tuliskan dan sebarkan lamaran serta daftar riwayat
hidup. Tulis surat lamaran yang dilampiri data diri, alamat, nomor
telepon, serta daftar keterampilan dan pengelaman kerjamu.
Bagaimana kalau kamu merasa tidak memiliki keterampilan atau
pengelaman kerja? coba diingat-ingat bahwa anda mungkin pernah
mengasuh adikmu ketika orang tuamu pergi atau pernah diminta untuk
menjaga orang-orang lain. Hal itu menunjukan bahwa anda bisa
dipercaya. Cantumkan semuanya itu dalam daftar riwayat hidupmu
dan berikan daftar itu kepada calon atasanmu.
Keempat, ciptakan pekerjaan sendiri. Pertama-tama yang
harus dipikirkan adalah lingkungan tempat tinggalmu. Adakah barang
atau jasa yang belum ada penyediaannya? misalnya, kalau kamu suka
binatang, kamu bisa menawarkan diri untuk memandikan atau
mencukur bulu hewan kesayangan tetanggamu dengan tarif tertentu.
Atau jika kamu bisa memainkan alat musik, bagaimana kalau kamu
memberikan les musik? atau kamu bisa melakukan pekerjaan yang
biasanya orang lain tidak melakukannya, seperti membersihkan
jendela, atau rumah. Tentu saja yang paling penting dari semuanya itu
adalah bahwa kamu harus mempunyai motivasi diri, disiplin dan mau
berinisiatif.

3. Prinsip-Prinsip Wacana
a. Tujuan
Setiap wacana yang hendak dihasilkan mesti mempunyai
tujuan kerana tujuanlah yang menentukan jenis wacana yang
digunakan. Tujuan adalah penting untuk memilih teknik penyampaian
wacana, sama ada secara naratif, deskriptif atau eksposisi atau
penghujahan. Tujuan juga menentukan bentuk wacana, sama ada
ucapan, ceramah, surat rasmi atau tidak rasmi dan sebagainya. Jika
tujuan wacana adalah untuk mendapatkan maklumat, ayat yang
digunakan ialah ayat tanya. Jika maklumat pula yang hendak
disampaikan, ayat penyata digunakan.

b. Tautan
Tautan atau kohesi bermaksud keserasian hubungan antara
unsur linguistik dengan unsur linguistik yang lain dalam sesebuah
wacana. Keserasian ditinjau daripada hubungan antara sesuatu
24

perkataan, frasa atau ayat dengan sesuatu perkataan dalam wacana


tersebut. Tautan dapat mewujudkan kesinambungan antara sebahagian
teks dengan sebahagian teks yang lain sehingga membentuk satu
kesatuan.

c. Runtutan
Runtutan atau koheran merupakan kesinambungan idea yang
terdapat dalam sesebuah wacana sehingga menjadi satu teks yang
bermakna. Runtutan merupakan asas dalam pembinaan wacana kerana
tanpa makna, teks tidak dianggap sebagai wacana.

d. Penerimaan
Sesuatu wacana perlu mempunyai pendengar atau pembaca
yang merupakan penerima sesuatu wacana. Tahap penerimaan
seseorang itu tinggi jika pendengar atau pembaca memahami
sepenuhnya wacana yang disampaikan. Sebaliknya tahap penerimaan
adalah rendah jika wacana tersebut tidak difahami oleh pendengar atau
pembaca.

e. Maklumat
Setiap wacana perlu mempunyai maklumat, iaitu maklumat
baharu dan maklumat lama. Maklumat lama ialah maklumat yang telah
dinyatakan pada peringkat awal dan diulang dalam konteks berikutnya,
manakala maklumat baharu ialah maklumat yang baharu sahaja
dinyatakan dalam wacana tersebut.

f. Keadaan
Sesuatu wacana perlulah sesuai dengan keadaan. Kesesuaian
itu menjadikan sesuatu wacana relevan dengan situasi ujaran.
Pemilihan kata, frasa dan susunan ayat yang tepat amat penting untuk
menjadikan sesuatu wacana itu sesuai dengan keadaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diksi merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Hal ini dapat diartikan diksi tidak
hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan
apakah kata yang dipilih itu juga diterima atau tidak merusak suasana yang
ada.
kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat mengungkapkan
pikiran utuh dan informasi yang lengkap. Setiap tuturan dalam kalimat dapat
mengungkapkan suatu informasi yang jelas. Akan tetapi, kata tersebut tidak
termasuk kalimat apabila suatu susunan kata tidak memiliki pikiran yang utuh.
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan
bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam
wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan berusaha untuk lebih terperinci dalam menjelaskan
makalah diatas dengan menggunakan sumber-sumber yang jauh lebih lebih
banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Mujianto, Gigit. Sudjalil dll. 2013. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah.
Malang: UMM Press.

Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Febriantika, Reza. 2016. “Keefektifan Kalimat Pada Tajuk Rencana Surat Kabar
Harian Lampung Post Edisi Maret 2015 dan Implikasinya Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK”. Skripsi. Lampung: Universitas
Lampung.

Jehamin, Emilinda Oktaviani. 2019. “Analisis Ketidakefektifan Peggunaan


Kalimat Pada Abstrak Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Sejarah Universitas Sanata Dharma Lulusan Tahun 2017”. Skripsi,
Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma.

Kusmiyati, Indri. 2016. “Penggunaan Kalimat Efektif Pada Soal Latihan dalam
Buku Paket Bahasa Indonesia SMP Kelas VII Karya Mariati Nugroho
dan Sutopo”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Parto. 2018. “Kalimat Efektif dan Pengajarannya di SMP/MTs Pada Era Global”.
Jember: PS PBSI FKIP Jember.

Putrayasa, Ida Bagus. 2010 Kalimat Efektif: Diksi Struktur, dan Logika
EdisiRevisi. Bandung: Revika Aditama.

Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2014. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia
Kalimat. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Syahriandi. 2018. Sintaksis Bahasa Indonesia Pemahaman Objek Kajian.


Lhokseumawe:. Seva Bumi Persada.

Zulmaliza, Septia Nita. 2018. “Analisis Keefektifan Kalimat Pada Skripsi


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Unsyiah”. Skripsi.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai