Anda di halaman 1dari 45

TUGAS BAHASA INDONESIA

DIKSI

OLEH :
KELOMPOK 4 : 1. FITRIA (2111222020)

2. AIDIL FITRA (2110612085)

3. MUFIDAH RONA (2111212023)

4. OKTIA WULANDARI (2110252001)

DOSEN PENGAMPU :
MEKSI RAHMA NESTI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Salawat serta salam
semoga tercurah pada arwah junjungan alam yakni-Nya Nabi besar Muhammad
SAW, serta para keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya, aamiin.

Dengan kehendak dan kuasa Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan


Tugas Bahasa Indonesia yang membahas tentang Diksi tanpa adanya kendala
yang berarti. Makalah ini bertujuan untuk menyampaikan hal yang berkaitan
dengan pengetahuan seputar Diksi.

Dengan makalah ini penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat


kedepannya, aamiin.

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Diksi...........................................................................................
B. Manfaat Diksi...............................................................................................
C. Penggunaan Diksi.........................................................................................
D. Ciri-ciri Diksi................................................................................................
E. Syarat-syarat Diksi.......................................................................................
F. Jenis-jenis Diksi dan Contohnya..................................................................
G. Makna dalam Diksi.......................................................................................
H. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemilihan Diksi...................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang perlu menjalin interaksi atau komunikasi
dengan sesamanya. Dalam berkomunikasi, manusia membutuhkan serta
menggunakan bahasa. Tentunya pada saat berinteraksi, manusia harus menggunakan
bahasa yang baik dan benar, agar tidak ada kesalahpahaman dan suasananya tetap
baik atau kondusif. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam berbahasa
adalah pemilihan serta penggunaan kata yang tepat dengan kondisi atau peristiwa
yang sedang terjadi. Contohnya jika ada teman yang sedang berulang tahun,
sebaiknya mengucapkan selamat serta memberikan harapan yang baik untuknya.
Pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya disebu diksi.
Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan diksi? Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), diksi merupakan pemilihan kata yang harus selaras dan tepat
dalam penggunaannya, digunakan untuk mengungkapkan gagasan.

Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan diksi!
2. Jelaskan apa saja manfaat diksi!
3. Jelaskan apa saja fungsi penggunaan diksi!
4. Sebutkan apa saja ciri-ciri diksi!
5. Sebutkan apa saja syarat-syarat diksi!
6. Jelaskan jenis-jenis diksi dan contohnya!
7. Jelaskan makna apa saja yang ada didalam diksi!
8. Jelaskan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan diksi!
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Diksi
Diksi menurut KBBI Daring adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti yang diharapkan). Pemilihan kata atau diksi lebih luas dari pada apa yang
disusun oleh jalinan kata-kata. Pemilihan kata bukan saja dipergunakan untuk
menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau
gagasan, melainkan juga meliputi persoalan fraseologis, gaya bahasa dan ungkapan
dalam kalimat.
Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya
ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum
digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat
didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini
membicarakan pengucapan dan intonasi dari pada pemilihan kata dan gaya.

Marwoto (1985:117) menyatakan bahwa diksi mengandung pengertian teknis


sebagai pemilihan kata dalam mengarang. Tujuan pemilihan kata tersebut agar orang
lain dapat memahami pikiran dan perasaan pemapar karangan secara pasti.

Keraf (2008: 24) mengemukakan tiga kesimpulan utama mengenaidiksi, yaitu:

• Pemilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang akan
dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan
kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya
mana yang paling baik digunakan dalam situasi.

• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan,dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyaraka tpendengar.

• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang
dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata
yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

Ketepatan diksi atau pemilihan kata dalam suatu karangan merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan
menimbulkan ketidakjelasan makna.

B. Manfaat Diksi
1. Untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah
kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan
kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis
atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata
bertujuan agar tidak merusak suasana.
2. Untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga dengan
adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih
runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar
tempat, dan latar sosial dalam cerita tersebut.
3. Dapat membedakan secara cermat kata-kata denotatif dan konotatif, bersinonim
dan hampir bersinonim, kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
4. Dapat membedakan kata-kata ciptaan sendiri dan juga kata yang mengutip dari
orang yang terkenal yang belum diterima dimasyarakat. Sehingga dapat
menyebabkan kontroversi dalam masyarakat.

Selain itu, manfaat diksi lainnya adalah tidak hanya dirasakan penerima pesan
yaitu pembaca dan pendengar saja, melainkan juga penyampai pesan atau gagasan
tersebut. Adapun berikut beberapa manfaat diksi yang juga wajib untuk kamu ketahui:

a. Bagi penulis dan pembicara

Seorang penulis dan pembicara yang baik harus memiliki tujuan yang benar
ketika ingin menyampaikan ide dan gagasannya. Tujuan tersebut tidak lain adalah
sampainya pesan yang akan disampaikan kepada pembaca dan pendengarnya, baik
berupa pemahaman yang benar maupun respon terkait apa yang disampaikan. Diksi
atau pilihan kata yang tepat sangat bermanfaat bagi penulis untuk membedakan antara
kata-kata yang telah ditulisnya dengan kata-kata kutipan dari orang lain. Diksi yang
tepat juga dapat memudahkan proses menulis agar lebih mengalir dan tidak terkesan
dibuat-buat dengan kalimat yang tidak sesuai konteks.

b. Bagi pembaca atau pendengar

Bagi pembaca atau pendengar, hal yang terpenting ketika membaca atau
mendengarkan suatu cerita adalah bagaimana cerita tersebut mudah dipahami.
Bahasan yang ringan dan diksi yang tepat biasanya lebih disukai dibandingkan bahasa
yang berbelit-belit dan alur cerita yang berputar-putar. Dengan pemilihan diksi yang
tepat, diharapkan para pembaca maupun pendengar dapat membedakan kata-kata
sinonim, antonim, maupun kata lain yang ejaannya mirip. Sehingga pembaca dan
pendengar pun dapat memahami dengan lebih baik jika penggunaan diksi sudah
sesuai dengan konteksnya.

C. Penggunaan Diksi

Mengacu pada pengertian diksi di atas, fungsi diksi adalah agar pemilihan kata
dan cara penyampaiannya dapat dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti
maksud yang disampaikan. Diksi juga berfungsi untuk memperindah suatu kalimat.
Misalnya diksi dalam suatu cerita, dengan diksi yang baik maka penyampaian cerita
dapat dilakukan secara runtut, menjelaskan tokoh-tokoh, mendeskripsikan latar dan
waktu, dan lain sebagainya.

Adapun, berikut ini adalah beberapa fungsi diksi:

1. Memudahkan pembaca atau pendengar dalam memahami dan mengerti apa yang
ingin disampaikan penulis atau pembicara
2. Kata yang disampaikan menjadi lebih jelas sehingga terasa tepat dan sesuai dalam
konteks penggunaannya
3. Mengantisipasi terjadinya interpretasi atau tafsiran yang berbeda antara
penyampai kalimat dengan penerimanya
4. Diksi yang bagus dan sesuai dapat digunakan untuk memperindah kalimat
sehingga cerita yang dibuat bisa lebih runtut dengan mendeskripsikan karakter
tokoh, latar dan waktu, serta alur cerita
5. Untuk menggambarkan ekspresi terhadap ide dan gagasan yang akan disampaikan
6. Membuat komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif dan efisien

Hal yang harus diperhatikan untuk mendayagunakan diksi dengan tepat :

• Ketepatan

Kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasanyang tepat


pada imajinasi pembacaseperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis.

• Kesesuaian

Apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang samadalam
semua kesempatan danlingkungan yang kita masuki.

1.) Ketepatan Diksi

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan


yang sama pada imajinasi pembicara atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau
dirasakan penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus
berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud
tersebut.

Terdapat sepuluh hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kata, antara
lain adalah sebagai berikut:

• Membedakan Secara Cermat Denotatif dan Konotatif

a.) Denotatif

Adalah makna yang sebenarnya yang sama dengan makna lugas untuk
menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat yang
denotatif tidak mengalami perubahan makna. Makna denotatif berhubungan
dengan bahasa ilmiah. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam
relasi:

1.) Relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya.

2.) Antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang
diwakilinya.

Contoh Makna Denotatif :


Misal : Kata makan. Kata ini berarti memasukkan sesuatu kedalam mulut,
dikunyah, dan ditelan. Makna ini berarti denotatif.
Contoh lain :

- Andi makan roti.

- Irma menulis surat di meja belajar.

- Uma minum susu.

b.) Konotatif

Adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang di kenakan pada sebuah
makna konseptual. Makna konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya
yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang
mengalami penambahan.

Contoh Makna Konotatif :

Misal : Kata kamar kecil. Kata ini berarti sebuah ruangan yang kecil pada
makna denotatif tapi pada makna konotatif berarti jamban.

Contoh lain :

- Joni adalah sampah masyarakat dikampungnya.

- Andi menjadi kambing hitam dalam masalah tersebut.

- Bu Marcella sangat sedih karena terjerat hutang lintah darat.

• Membedakan dengan Cermat Kata-Kata yangBersinonim.

Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama tetapi bentuknya berlainan. Sinonim ini dipergunakan untuk
mengalihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak
membosankan.

a.) Sinonim Mutlak : Kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks
kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan makna leksikal
dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat.
Contoh Sinonim mutlak :

- Kosmetik = Alat Kecantikan

- Laris = Laku, Larap

- Leksikografi = Perkamusan

- Kucing = Meong

b.) Sinonim Semirip : Kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks
kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja.

Contoh Sinonim semirip :

- Melatis = Menerobos

- Lahiriah = Jasmaniah

C.) Sinonim Selingkung : Kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu
konteks kebahasaan tertentu saja secara struktural dan leksikal.

Contoh Sinonim selingkung :

- Lemah = Lemas

- Binatang = Fauna

- Bohong = Dusta

- Haus = Dahaga

- Pakaian = Baju

Kesinoniman masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan


makna konotatif suatu kata.

Contoh kalimat :

Aku masih beruntung karena perusahaan pakaian milik perancang


busana wanita terkenal, tempat ibuku bekerja, berbaik hati mau melunasi
semua tunggakan kuliahku.
• Membedakan Kata-Kata yang Mirip denganEjaannya.

Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi
lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika
yangsama adalah ejaannya maka disebut Homofon. Ada dua bentuk
Homonim:

- Homograf : Homonim yang mempunyai lafal yang sama.

- Homofon : Homonim yang mempunyai ejaan yang sama.

Contoh Homofon :

- Masa dengan Massa

o Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai : (masa = waktu)


o Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat dimedia massa :
(massa =masyarakat umum)

Contoh Homograf :

- Amplop

o Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan


amplop : (amplop = amplop surat biasa)
o Agar bisa diterima menjadi PNS ia memberi amplop kepada para
pejabat : (amplop = sogokan atau uang pelicin)

- Bisa

o Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya : (bisa = mampu)


o Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti : (bisa = racun)

• Hindarilah Kata-Kata Ciptaan Sendiri.

Kata-kata yang dipakai dalam tulisan hendaknya merupakan kata yang


sudah dibakukan atau ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bila
penulis hendak memperkenalkan kata ciptaan sendiri harus menggunakan
tanda ejaan yang berlaku, misalnya kata baru tersebut diapit oleh tanda kutip
dua (“…”).
• Waspadalah terhadap Penggunaan Akhiran Asing, Terutama Kata-Kata Asing
yang MengandungAkhiran Asing Tersebut.

Istilah asing adalah kata yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal
di sebuah tempat tertentu, dalam hal ini istilah asing adalah kata atau istilah
yang berada di luar bahasa Indonesia. Penulis hendaknya memakai kata yang
ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia saja, tetapi bila diperlukan, penulis
dapat memakai istilah asing. Penggunaan kata bahasa asing harus dicermati
karena penggalan kata atau imbuhan dalam bahasa tertentu memiliki arti
tertentu pula. Contoh padanan kata istilah asing adalah saling-tempel dari asal
kata copy-paste.

Contoh kalimat yang menggunakan istilah asing :

- Semua data itu telah aku salin-tempel (copy paste) ke komputer perusahaan.

- Saat libur kuliah, Bara biasanya bekerja sebagai pramuwisata (guide) bagi
turis yang tengah berlibur ke Yogyakarta.

• Menggunakan Kata Umum dan Kata Khusus Secara Cermat

Kata umum ialah kata-kata yang memiliki makna dan cakupan


pemakaian yang lebih luas. Kata-kata yang termasuk dalam kata umum
disebut dengan hipernim. Sedangkan kata khusus ialah kata-kata yang ruang
lingkup dan cakupan maknanya lebih sempit disebut juga dengan hiponim.
Pada umumnya kata umum memiliki beberapa macam kata khusus, meskipun
kata-kata khusus memiliki bentuk yang berbeda, maknanya tetaplah sama
dengan makna kata umum.

Contoh:

1.) Kata Umum : Melihat


Kata khusus: Menengok, menyaksikan, melirik, memandang, memelototi,
mengamati dan memperhatikan
2.) Kata Umum : Mendatangi
Kata Khusus : Mampir, singgah, berkunjung
Setiap kata umum dapat digunakan dalam setiap konteks penggunaan
bahasa di dalam kalimat, sedangkan kata khusus hanya digunakan dalam
konteks-konteks kalimat tertentu. Dengan kata lain, kata khusus tidak bisa
sembarangan digunakan pada kalimat. Oleh karena itu, pemilihan kata atau
diksi dalam kata khusus sangat penting untuk diperhatikan.

Perhatikan contoh berikut ini:

- Ayah melihat adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit.


- Ayah menengok adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit.
- Ayah melirik adiknya yang sedang sakit dirumah sakit.

Kalimat di atas memiliki kata umum yakni melihat dan kata khusus
seperti menengok dan melirik. Pada kalimat pertama, kata umum masih bisa
digunakan sesuai dengan konteks kalimat di atas. Sedangkan pada kalimat
ketiga kata khusus melirik tidaklah sesuai dengan konteks kalimat tersebut.
Kata khusus yang sesuai ialah menengok pada kalimat kedua.

Contoh kata umum dan khusus dalam kalimat:

- Mata ibu mengeluarkan air mata ketika mengiris bawang merah. (Kata
Khusus)

- Ketika hari raya tiba, umat muslim memotong sapi dan kambing sebagai
hewan kurban. (Kata Umum)

- Adik disuruh ibu untuk memangkasrumput yang sudah tinggi di halaman


belakang. (Kata Khusus)

• Menggunakan Kata yang Berubah Makna Secara Cermat

Perubahan makna adalah berubahnya atau bergesernya makna suatu


kata menjadi/memiliki makna baru. Perubahan makna tersebut diakibatkan
oleh beberap faktor, seperti faktor kebetulan, perkembangan zaman, tabu, dan
faktor polysemy. Kata-kata yang mengalami pergeseran makna akan
mengalami perluasan (generalisasi), menyempit (spesialisasi), memburuk
(peyorasi), membaik (ameliorasi), pertukaran makna (sinestesia), persamaan
makna (sinestesia).
Faktor penyebab perubahan atau pergeseran makna :

1.) Kebahasaan

a.) Perubahan Intonasi : Perubahan makna yang diakibatkan oleh


perubahan nada, irama, dan tekanan.

b.) Perubahan Struktur Frasa : Kaleng susu (kaleng bekas tempat susu),
susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng).

c.) Perubahan Bentuk Kata : Perubahan makna yang ditimbulkan oleh


perubahan bentuk. Tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- menjadi
ketua.

d.) Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah.

2.) Kesejarahan

Penggunaan kata bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan


dengan pemakaian kata bahasa masa sekarang.

- Prestasi orang itu berbobot. (Sekarang Berkualitas)

- Prestasi kerjanya mengagumkan. (Sekarang Kinerja)

3.) Kesosialan

Masalah sosial berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata


gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumun.
Kemudian kata itu tidak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak,
perampok dan sebagainya.

Perhatikan kata-kata berikut:

- Petani kaya disebut petani berdasi

- Militer disebut baju hijau

- Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa

4.) Kejiwaan
Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh
pertimbangan: (a) rasa takut, (b) kehalusan ekspresi, dan (c) kesopanan.
Perhatikan contoh berikut ini :

- Tabu : Koruptor disebut penyalahgunaan jabatan.

- Kehalusan (pleonasme) : Bodoh disebut kurang pandai.

- Kesopanan : Gagal disebut kurang berhasil.

- Bahasa Asing : Jalur khusus bus disebut busway.

5.) Kata Baru

Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan


kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi
dan komunikasi. Kreativitas baru dihadapkan pada kelangkaan makna leksikal,
yang mendasari bentuk inflesi suatu kata atau istilah baru yang mendukung
pemikirannya. Kebutuhan tersebut mendorong untuk menciptakan istilah baru
bagi konsep baru yang ditemukannya.

Contoh:

- Jaringan kerja (jejaring) untuk menggantikan network.

- Justifikasi untuk menggantikan pembenaran.

• Perhatikan Nilai-Nilai Sosial

Ketepatan pemilihan kata harus memperhatikan nilai dan norma-norma


sosial di sekitar kita. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk
oleh masyarakat.

Menentukan baik atau buruk maupun pantas atau tidak pantasnya


sesuatu harus melalui proses menimbang. Hindari penggunaan kata yang dapat
menimbulkan sentimen tersendiri atau menimbulkan kesalahpahaman.

• Hindari Penggunaan Kata-Kata Klise


Karya ilmiah merupakan karya terbaru yang akurat, objektif, dan
cermat. Oleh karena itu, jangan menggunakan kata yang sering digunakan oleh
orang lain. Kata klise adalah kata atau istilah yang terlalu sering digunakan
sehingga makna atau efek aslinya memudar.

• Hindari Penggunaan Kata Tidak Baku

Kata baku adalah kata yang digunakan sudah sesuai dengan pedoman
atau kaidah bahasa yang telah di tentukan. Kata baku merupakan kata yang
sudah benar dengan aturan maupun ejaan kaidah bahasa Indonesia dan sumber
utama dari bahasa baku yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata
baku umumnya sering digunakan pada kalimat yang resmi, baik itu dalam
suatu tulisan maupun dalam pengungkapan kata-kata.

Kata-kata baku yaitu kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang sudah ditentukan sebelumnya dan suatu kata bisa disebut
dengan kata tidak baku jika kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia. Ketidakbakuan suatu kata bukan hanya ditimbulkan oleh
salah penulisan saja, akan tetapi bisa juga disebabkan oleh pengucapan yang
salah dan penyusunan suatu kalimat yang tidak benar. Biasanya kata tidak
baku selalu muncul dalam percakapan kita sehari-hari.

Kata baku biasanya sering digunakan ketika : Membuat karya ilmiah;


membuat surat lamaran pekerjaan; membuat surat dinas, surat edaran dan surat
resmi lainnya; membuat laporan; membuat nota dinas; saat berpidato dan rapat
dinas; saat musyawarah atau diskusi; dan surat menyurat antara organisasi,
instansi atau lembaga.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya kata tidak


baku, antara lain: pengguna bahasa tidak mengetahui bentuk penulisan dari
kata yang dia maksud; pengguna bahasa tidak memperbaiki kesalahan dari
penggunaan suatu kata, itulah yang menyebabkan kata tidak baku selalu ada;
pengguna bahasa sudah terpengaruh oleh orang-orang yang terbiasa
menggunakan kata yang tidak baku; dan pengguna bahasa sudah terbiasa
memakai kata tidak baku.

Contoh:
- pergi (baku)

pigi (nonbaku)

- praktik (baku)

praktek (nonbaku)

- November (baku)

Nopember (nonbaku)

Ciri-ciri bahasa baku antara lain: (1) tidak dipengaruhi oleh bahasa
daerah; (2) tidak dipengaruhi oleh bahasa asing; (3) bukan merupakan ragam
bahasa percakapan; (4) tidak rancu; (5) digunakan sebagai konteks kalimat;
dan (6) pemakaian imbuhan secara eksplisit.

Ciri-ciri bahasa nonbaku antara lain: (1) bentuk kalimatnya sederhana,


singkat, kurang lengkap, tidak banyak; (2) menggunakan kata penghubung;
dan (3) menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari,
contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.

• Penggunaan Majas

Penggunaan majas dalam gaya bahasa ini bertujuan untuk membuat


pembaca bisa merasakan efek emosional tertentu dari gaya bahasa tersebut.
Berbagai jenis majas sering digunakan sesuai dengan arah pembicaraan atau
efek gaya bahasa yang diinginkan. Itu sebabnya, dikenal ada banyak jenis
majas dalam bahasa Indonesia. Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005: 989) majas atau gaya bahasa sendiri merupakan cara
melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain
atau kiasan. Majas umumnya digunakan dalam penulisan karya sastra,
termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Tujuannya sederhana, memperkaya
pemilihan kata dan bahasa dalam karya. Artinya sendiri bisa berbeda
tergantung pada konteks penggunaannya.

Secara umum, majas dibagi ke dalam empat kategori, yakni: (1) majas
perbandingan; (2) majas pertentangan; (3) majas sindiran; dan (4) majas
penegasan.
1.) Majas Perbandingan

Jenis majas perbandingan meliputi majas yang menggunakan gaya


bahasa ungkapan dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu
objek dengan objek yang lainnya, yakni melalui proses penyamaan, pelebihan,
atau penggantian. Di dalam majas perbandingan ini pun masih dapat dibagi ke
dalam beberapa sub jenis, sebagai berikut :

a.) Majas Personifikasi

Majas personifikasi menggunakan gaya bahasa yang ungkapannya


seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia.
Majas ini membandingkan benda mati dan manusia. Jadi, intinya adalah pada
kata ‘person’ yang berarti orang, atau meng-orang-kan benda mati. Contoh:

- Pensil itu menari-nari di atas kertas untuk menghasilkan gambar yang indah.

- Hembusan angin di tepi pantai membelai.

b.) Majas Metafora


Metafora adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara
langsung berupa perbandingan analogis. Pemakaian kata atau kelompok kata
bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam
kalimat: pemuda adalah tulang punggung negara. Contohnya :

- Cuaca mendung karena sang raja siangenggan menampakkan diri.

- Raja kelanabertiup lirih di celah dedaunan.

c.) Majas Asosiasi atau Perumpamaan

Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan terhadap dua


hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini
ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, bak, dan
laksana. Contoh :

- Semangatnya keras bagaikan baja.

- Lidahmu bagaikan pisau belati.


d.) Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu dengan


kesan yang berlebihan, dan bahkan membandingkan sesuatu dengan cara yang
hampir tidak masuk akal. Dalam pengertian yang lebih lengkap, hiperbola
adalah majas yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dengan maksud
untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh, baik jumlah,
ukuran, maupun sifat-sifatnya.

Bukan hanya dalam karya sastra, tanpa kita sadari majas hiperbola
sering kali mengisi percakapan kita. Bisa saja, pesan yang ingin disampaikan
biasa-biasa saja namun menjadi lebih wah ketika kalimatnya dibentuk
sedemikian rupa dengan majas hiperbola. Untuk mendapat kesan dramatis dari
sebuah kalimat, pengarang kerap menggunakan majas hiperbola. Kesan
hiperbola (sangat berlebih-lebihan) dalam menceritakan sesuatu sengaja
dilakukan dengan tujuan, yaitu untuk manarik perhatian dari para pembaca.
Contoh :

- Harga beras mencekik lehersetelah kenaikan harga bahan bakar minyak.

- Sampah-sampah di kota Jakarta bertumpuk setinggi gunung.

e.) Majas Alegori

Majas alegori adalah majas yang menjelaskan maksud tanpa secara


harfiah. Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika, tetapi alegori
tidak harus ditunjukkan melalui bahasa, misalnya alegori dalam lukisan atau
pahatan. Atau dengan kata lain, majas alegori adalah majas dengan gaya
bahasa yang menyandingkan suatu objek dengan kata-kata kiasan bermakna
konotasi atau ungkapan. Contoh :

- Pertandinganpolitik ini, membutuhkan kapten yang tepat.

- Di dalam perlombaan memenangkan hati, jurinya adalah perasaan.

f.) Majas Eufemisme

Dari segi bahasa, kata eufimisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu
euphemizein yang berarti kata-kata yang baik. Dari segi istilah majas
eufimisme adalah gaya bahasa jenis perbandingan yang dapat menggantikan
satu pengertian dengan kata-kata lain yang memiliki makna yang hampir
sama. Ada juga yang mengartikan majas eufimisme sebagai ungkapan atau
gaya bahasa pelembut dengan menghindari kata-kata kasar dan kurang sopan
untuk menjaga tata krama. Jadi, dapat dikatakan bahwa majas eufimisme
berfungsi untuk menghaluskan suatu maksud kalimat agar lebih sopan atau
tidak menimbulkan kesan menyinggung lawan bicara. Contoh:

- Anggota DPR yang terlibat korupsi itu mengenakan rompi orange saat
digandeng polisi.

- Dia adalah seorang tuna daksa.

g.) Majas Metonimia

Majas metonimia adalah salah satu jenis majas yang sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang
ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya, misalnya kata.

Majas metonimia adalah majas yang menggunakan sebagian atau


seluruh kata yang merupakan merek, ciri khas, lebel maupun atribut tertentu
yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Penggunaan majas ini
bertujuan untuk memberi efek khusus yang berbeda kepada pendengar
sehingga dapat menghaluskan kata yang ingin diucapkan. Contoh:

- Sehabis berolah raga saya minum satu gelas Aqua.

- Pejalan kaki itu tewas tertabrak Avanza.

h.) Majas Simile

Majas simile atau ibarat adalah salah satu majas dalam bahasa
Indonesia. Simile adalah majas yang membandingkan sesuatu hal dengan hal
yang lainnya dengan menggunakan kata penghubung atau kata pembanding.
Kata penghubung yang digunakan contohnya seperti, bagaikan, bak, layaknya,
laksana, dll. Hanya bedanya, pada majas simile tidak membandingkan dua
objek yang berbeda, melainkan membandingkan kegiatan dengan
menggunakan ungkapan yang maknanya serupa. Contoh:
- Kasih sayang ibu kepada anaknya bagai sang suryamenyinari dunia.

- Orang itu sangat sombong seperti raja Fir’aun.

i). Majas Sinekdok

Gaya bahasa sinekdok ini menunjukkan adanya perwakilan dalam


mengungkapkan sesuatu. Agar lebih jelas, kita bisa melihat pada pembagian
majas sinekdok ini, di mana majas ini masih terbagi lagi dalam dua macam,
yaitu (1) sinekdok pars pro toto; dan (2) sinekdok totem pro parte.

Sinekdok pars pro toto (part/sebagian mewakili total) adalah gaya


bahasa yang menyebutkan sebagian unsur dengan maksud mewakili
keseluruhan benda. Sedangkan sinekdok totem pro parte (total mewakili
part/sebagian) adalah kebalikannya, yaitu berupa gaya bahasa yang
menunjukkan keseluruhan bagian yang mewakili hanya pada sebagian benda
atau situasi saja.

Contoh majas sinekdok pars pro toto :

- Kita hanya perlu mewakilkan satu kepala saja dalam rapat ini.

- Ibu membeli tiga ekor ayam untuk pesta nanti malam.

Contoh majas sinekdok totem pro parte:

- Malaysia berhasil mengalahkan Thailand dalam pertandingan bola itu.

- Amerika Serikat menyerang negara-negara yang dianggapnya berbahaya.

j.) Majas Simbolik

Majas simbolik termasuk dalam salah satu kategori majas


perbandingan. Sesuai dengan namanya, majas simbolik merupakan gaya
bahasa yang membandingkan suatu hal dengan simbol lain, dapat berupa
lambang, tokoh, hewan, ataupun benda. Simbol yang digunakan dalam majas
ini mempunyai makna tertentu yang mewakili suatu hal yang ingin
disampaikan.
Fungsi penggunaan majas simbolik adalah untuk memperhalus makna
sesungguhnya yang ingin disampaikan serta memberikan efek yang menarik
bagi pendengar. Majas simbolik dapat digunakan untuk menyampaikan
gagasan, mengkritik atau beropini terhadap suatu hal atau seseorang. Dengan
kata lain, majas simbolik digunakan untuk menyampaikan pesan secara tersirat
atau implisit. Simbol yang digunakan merupakan simbol yang sudah umum
digunakan. Baik pembicara maupun lawan bicara sudah mengetahui tentang
simbol yang digunakan. Contoh:

- Sejak ayah sakit-sakitan, ibulah yang menggantikan peran ayah menjadi


tulang punggung

- Tenaga pemadam kebakaran tidak sanggup mengatasi kekuatan si jago


merah

2.) Majas Pertentangan

Majas pertentangan adalah sebuah ungkapan gaya bahasa yang


menjelaskan maksud tertentu dengan menggunakan peryataan kalimat yang
berlawanan dengan makna yang sebenarnya. Pernyataan berlawanan ini
dimaksudkan untuk menguatkan makna dari wacana yang disampaikan. Gaya
bahasa ini juga dimaksudkan agar tercipta sebuah kesan estetika pada redaksi
wacana, sehingga pembaca merasa terkesan dengan gaya bahasa yang ditulis.

a.) Majas Litotes

Sebagaimana majas pada umumnya, majas litotes memiliki gaya


bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas, yaitu adanya bentuk pertentangan
dalam pernyataan kalimatnya. Menurut KBBI (2008:836) litotes adalah
pernyataan yang memperkecil sesuatu atau melemahkan, dan menyatakan
kebalikannya, misalnya untuk mengatakan pandai digunakan ungkapan tidak
bodoh. Majas ini mengungkapkan suatu hal dengan penuturan kata yang
cenderung merendah dan seringkali berlawanan dengan makna sebenarnya.
Contoh:

- Mari saya antar anda ke kantor dengan motor butut

- Mudah-mudahan hadiah murah dari ku ini bisa bermanfaat untukmu.


b.) Majas Paradoks

Dalam KBBI (2008: 1019) dijelaskan bahwa paradoks adalah suatu


pernyataan yang sepertinya berlawanan (bertentangan) dengan pendapat
umum atau kebenaran, tetapi sebenarnya mengandung kebenaran. Artinya,
paradoks ini menyiratkan adanya kontradiksi yang terkandung dalam suatu
pernyataan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian majas paradoks adalah
majas yang menerangkan pernyataan yang tampaknya bertentangan, padahal
kenyataannya tidak. Majas paradoks mempertentangkan dua objek berlainan
yang terkandung dalam satu baris kalimat. Contoh:

- Kenaikanharga BBM berimbas pada penurunan kesejahteraan rakyat.

- Meski cuaca sedang panas tetapi pikiran harus tetap dingin.

c.) Majas Antitesis

Secara bahasa, antitesis berasal dari gabungan dua kata yaitu anti yang
berarti berlawanan dan tesis yang berarti penempatan. Menurut KBBI (2008:
77)) antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan dalam susunan
kata yang sejajar, seperti dalam semboyan Merdeka atau mati. Adapun secara
istilah, pengertian majas antitesis dapat diartikan sebagai suatu gaya bahasa
yang dibuat dengan memadukan dua kata yang saling berlawanan pada kondisi
yang saling berhadapan. Contoh:

- Jangan terpengaruh pada kaya miskinnya teman Anda jika ingin menjalin
tali persahabatan yang baik.

- Keras lunaknya keybord komputer biasanya dipengaruhi oleh bahan yang


digunakan untuk membuatnya.

d.) Majas Kontradiksi Interminus

Majas kontradiksi interminus adalah majas yang menyatakan suatu


penyangkalan atas pernyataan yang sudah di ucapkan sebelumnya. Biasanya,
pernyataan yang dipertentangkan oleh majas ini adalah pernyataan yang
diawali oleh kata semua kemudian dipertentangkan dengan pernyataan kata
kecuali. Contoh:
- Semua mahasiswa wajib hadir di saat jam pelajaran tiba, kecuali karena
sakit atau izin.

- Semua buku di perpustakaan boleh dipinjam mahasiswa, kecuali buku


ensiklopedia yang hanya boleh dibaca di ruang perpustakaan saja.

3.) Majas Sindiran

Majas sindiran adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu


maksud atau pernyataan dengan menggunakan perkataan yang bersifat
menyindir dan bertujuan untuk memperkuat makna atau kesan kalimat
tersebut.

a.) Majas Ironi

Kata Ironi berasal dari kata dalam bahasa Yunani eironeia artinya
berpura-pura tidak mengerti. Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang
bertentangan dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan
tiga cara, yaitu: (1) mengemukakan makna yang berlawanan dengan makna
yang sebenarnya; (2) ketidaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan
kenyataan yang mendasarinya; dan (3) ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan (Moeliono, 1984: 3).

Menurut Tarigan (1985: 61) ironi adalah sejenis gaya bahasa yang
mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya
bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Ironi ringan merupakan
bentuk humor, tetapi ironi berat atau ironi keras biasanya merupakan suatu
bentuk sarkasme atau satire.

Dapat disimpulkan majas ironi adalah majas yang berisi suatu hal yang
berlawanan dengan makna sesungguhnya dimana penyampaian dan
pengungkapan kata-katanya menggunakan sindiran halus. Contoh:

- Enak sekali masakan yang kamu buat ini, rasanya pedas dan asin sekali.

- Kelakuanmu begitu baiknya sampai-sampai orang tuamu menagis karena


ulahmu.

b.) Majas Sarkasme


Sarkasme adalah majas sindiran yang sangat kasar dan menyakitkan
(Lestari, 2008: 22). Bila dibandingkan dengan ironi dan sinisme, maka
sarkasme ini lebih kasar. Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang
mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati (Tarigan, 1985:
92).

Majas sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan
sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang
getir. Sarkasme ini akan menyakiti hati dan kurang enak didengar (Keraf,
2004: 143-144).

Dapat disimpulkan bahwa sarkasme adalah salah satu jenis majas


sindiran yang bertujuan untuk menyindir atau menyinggung seseorang/sesuatu
sebagai bentuk penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah
dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan
seseorang. Biasanya sarkasme digunakan dalam konteks humor. Contoh :

- Putih benar wajahmu, sampai bisa disendoki bedaknya.

- Jadi koruptor banyak hartanya. Kasihan, hidupnya lebih banyak di penjara.

c.) Majas Sinisme

Menurut KBBI (2008: 1314) sinisme memiliki dua pengertian yakni:


(1) pandangan atau pernyataan sikap yang mengejek atau memandang rendah;
(2) pandangan atau gagasan yang tidak melihat suatu kebaikan apapun dan
meragukan sifat baik yang ada pada manusia.

Majas sinisme digunakan untuk menyatakan sindiran secara langsung.


Oleh karena itu, majas ini termasuk ke dalam kategori majas sindiran. Majas
sinisme merupakan kebalikan dari majas ironi yang menyindir seseorang atau
sesuatu dengan mengatakan hal yang berlawanan/sebaliknya. Contoh:

- Harusnya kau malu dengan nilaimu. Masa anak seorang kepala sekolah
nilainya gagal semua.

- Seharusnya kau berhenti merokok sejak dari dulu. Lihatlah badanmu


sekarang, sangat kurus seperti mayat hidup.
d.) Majas Satire

Menurut KBBI (2008: 1231) satire adalah gaya bahasa yang dipakai di
kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau
seseorang; sindiran atau ejekan. Gorys Keraf (2004: 144) satire adalah
ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

Satire adalah gaya ejekan yang menetapkan nada dan makna suatu
karya. Hakikat satire adalah sublimasi dan pemurnian rasa berang, tetapi dapat
berfungsi menghilangkan sebab-sebab penyakit jiwa, seperti kemunafikan,
kebohongan, dan keserakahan. Gaya satire dapat muncul dalam sajak, novel,
dan drama. Satire barasal dari bahasa Latin Satire (Zaidan, dkk, 2007: 184).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya


bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu
sindiran. Contoh:

- Tumben sekali kau berpikiran secerdas itu. Jangan-jangan, tadi kau salah
minum obat.

- Badan sih boleh tinggi, tapi hatinya jangan tinggi juga dong!

e.) Majas Innuendo

Majas ini tergolong majas sindiran yang unik dibanding majas-majas


sindiran lainnya. Sebab, majas ini justru menyindir sesuatu dengan cara
mengecilkan fakta sebenarnya dari sesuatu yang hendak disindir. Hal itu
sangat berbeda dengan majas-majas lain yang menyindir sesuatu dengan cara
yang terkadang melebihkan fakta dari sesuatu yang disindir tersebut. Contoh:

- Sudahlah, jangan kau hiraukan kata-kata mereka yang meragukanmu.


Mereka hanya belum tahu siapa kamu sebenarnya.

- Kau tak perlu iri kepadanya terus. Lagian, kau ini sebetulnya bisa ebih baik
dari dia. Asalkan, kau mau bekerja keras dan jadi dirimu sendiri.

4.) Majas Penegasan

a.) Majas Pleonasme


Ditinjau dari bahasanya, pleonasme berasal bahasa Yunani pleonasmus
yang berarti kata yang berlebihan. Dalam KBBI (2008: 1085) pleonasme
adalah pemakaian kata-kata yang lebih daripada yang diperlukan, misalnya
dalam kalimat kita harus dan wajib saling menghormati.

Majas pleonasme adalah majas yang berfungsi untuk menegaskan arti


suatu kalimat dengan menambahkan frasa yang berlebihan. Majas pleonasme
menggunakan kata keterangan tambahan yang sebenarnya keberadaannya
tidak dibutuhkan. Namun keberadaan kata tambahan tersebut membuat
kalimat lebih tegas dan lebih jelas. Contoh:

- Bapak naik ke atas genting rumah.

- Barisan tentara musuh mundur ke belakang mengaku kalah dalam


peperangan.

b.) Majas Repetisi

Dalam KBBI (2008: 1167) repetisi adalah gaya bahasa yang


menggunakan kata kunci yang terdapat di awal kalimat untuk mencapai efek
tertentu dalam penyampaian makna ulangan (sandiwara dan
sebagainya).Sedangkan majas repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan
pengulangan kata, frasa, atau klausa yang sama dalam suatu kalimat.
Pengulangan kata dalam gaya bahasa ini bertujuan untuk menegaskan hal atau
maksud yang hendak disampaikan. Contoh:

- Dia terus belajar, belajar,dan belajar demi lulus dengan nilai terbaik.

- Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik aku selalu memikirkan
amarah ibu kepadaku.

c.) Majas Tautologi

Secara etimologis, tautologi berasal dari bahasa Latin tautologia, yang


memiliki arti pengulangan makna. Menurut KBBI (2008: 1412) diartikan
sebagai pengulangan gagasan, pernyataan atau kata yang berlebih yang tidak
diperlukan. Jadi, majas tautologi dapat didefinisikan sebagai gaya bahasa yang
menggunakan pengulangan kata atau menggunakan kata yang memiliki makna
serupa untuk memberikan penegasan lebih.

Majas tautologi menyebabkan kalimat menjadi tidak efektif karena


adanya pengulangan kata yang maknanya serupa atau sama. Namun pada
konteks tertentu pengulangan ini menjadikan kalimat yang disampaikan
menjadi lebih tegas. Misalnya saat menyampaikan pidato, ceramah, karya
sastra atau pengucapan sumpah. Adanya penggunaan. Pada majas pleonasme
pengulangan tidak diperlukan karena kata sebelumnya mengandung makna
implisit sedangkan majas tautologi cenderung menggunakan sinonim sebagai
pengulangan dengan tujuan menegaskan kalimat yang dibentuk. Contoh:

- Desti hanya bisa diam dan membisu di depan kelas saat teman sekelas
menertawakannya.

- Dengan menggunakan krim ini kulit wajahmu akan terlihat lebih sehat, lebih
cerah dan lebih

d.) Majas Paralelisme

Paralelisme menurut tinjauan katanya berasal dari bahasa Inggris yaitu


paralelizm yang berarti sejajar. Dalam KBBI (2008: 1020) paralelisme
diartikan hal sejajar; kesejajaran.

Majas paralelisme menurut arti katanya dapat diartikan sebagai majas


yang mengungkapkan tentang suatu hal yang saling menunjukkan titik
kesejajaran. Majas paralelisme ini juga sering dipakai dalam mengungkapkan
kata-kata dalam puisi dengan menggunakan kata yang sama pada setiap baris
dalam satu bait. Contoh:

- Para orang tua tak kalah saing dengan anak muda dalam perlombaan 17
Agustus di Desa Pancurbatu.

- Rakyat menginginkan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan yang menjadi


hak mereka sebagai warga negara yang baik dan patuh terhadap aturan yang
diterapkan.

e.) Majas Retorik


Dalam KBBI (2008: 1171) retorik adalah bersifat retorika, artinya
berkaitan dengan keterampilan berbahasa secara efektif. Pengertian majas
retorik adalah suatu gaya bahasa yang berbentuk kalimat pertanyaan, namun
pada dasarnya pertanyaan tersebut tidak perlu untuk dijawab karena
jawabanya sudah sangat jelas. Majas ini juga berfungsi sebagai kalimat
penegas dan juga penyindir. Contoh:

- Tanpa perbekalan yang cukup, apa menurutmu kita bisa bertahan tanpa
makanan dan minuman?

- Pasar kliwon buka pada hari apa?

f.) Majas Klimaks

Menurut KBBI (2008: 707) klimaks adalah puncak dari suatu hal,
kejadian, keadaan, dan sebagainya yang berkembang secara berangsur-angsur;
kejadian atau adegan yang paling menarik atau penting. Dapat disimpulkan
majas klimaks adalah sebuah bentuk gaya bahasa yang menggunakan kata-
kata yang berurutan mulai dari tingkat paling bawah atau sederhana ke tingkat
yang lebih tinggi, dan biasanya menggunakan kata hubung hingga, ke, dalam
kalimatnya.

Majas ini berfungsi untuk memberikan penegasan, penjelasan,


penguatan pada suatu makna dari sebuah pernyataan. Contoh:

- Mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tuatelah terdaftar
dalam pemilu 2019.

- Saking terpananya dengan artis Korea, dari awal hingga akhir ia mengikuti
alur cerita itu.

g.) Majas Antiklimaks

Dalam KBBI (2008: 76) antiklimaks adalah kemerosotan atau


kemunduran mendadak sampai taraf yang tidak berarti dan amat
mengecewakan, sangat berlawanan dengan kemajuan atau kehebatan yang
telah dicapai sebelumnya.
Jika majas klimaks menggunakan kata-kata yang urutannya dari yang
terkecil atau paling rendah ke yang terbesar atau paling tinggi, maka majas
antiklimaks menggunakan kata-kata dari yang urutannya terbesar atau paling
tinggi menuju kata dengan urutan paling kecil atau paling rendah, seperti tiga,
dua, satu. Sama dengan majas klimaks, kata-kata tiga, dua, satu ini bisa diganti
menggunakan kata seperti hingga, sampai, dan lain sebagainya. Sama seperti
majas klimaks, majas antiklimaks juga termasuk jenis majas penegasan.
Contoh:

- Kompetisi sepak bola tahun ini pesertanya terdiri dari pemain level
profesional sampai pemain level amatir.

- Mulai bulan ini kereta api tujuan Surabaya mulai melayani kelas eksekutif,
bisnis, dan ekonomi.

2.) Kesesuaian Diksi

Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan mencakupi soal kata mana


yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Dalam persoalan ketepatan,
kita bertanya apakah pilihan kata yang kita pakai sudak setepat-tepatnya,
sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara
pembicara dengan pendengar; sedangkan dalam persoalan kecocokan atau
kesesuaian, kita mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipergunakan tidak
merusak suasaba dan menyinggung perasaan orang yang hadir.

Sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau
pembicara agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana,
dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara pembicara dengan pendengar.
Menurut Keraf (2008:103-104), syarat-syarat tersebut sebagai berikut :

a.) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu
situasi yang formal.

Bahasa substandar digunakan untuk pergaulan biasa, tidak cocok


dipakai dalam situasi formal atau resmi. Bahasa standar lebih ekspresif dari
bahasa substandar. Bahsa substandar cukup untuk dipergunakan dalam
kebutuhan-kebutuhan umum. Kata-kata terbatas, sehingga sulit dipakai dalam
penjelasan berbagai macam gagasan yang kompleks.

b.) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.

Dalam situasi umum hendaknya menggunakan kata-kata populer.


Pembicara harus mengenal sasarannya (pendengar) agar dapat memilih kata
yang sesuai. Jika pendengar dari suatu kelompok khusus yang diikat oleh
suatu bidang ilmu tertentu maka pembicara harus menggunakan kata-kata
ilmiah, tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, maka
kata yang dipilih adalah kata-kata populer.

c.) Pembicara sejauh mungkin menghindari kata-kata slang.

Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau


murni. Kata slang adalah kata-kata substandar yang informal, yang disusun
secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara erbitrer; atau kata-kata
kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan.
Kadang kala kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau
kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang
makna lain.

d.) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).

Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam


bahasa Indonesia. Sebenarnya pengertian idiom ini jauh lebih luas dari
peribahasa. Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setioap orang harus
mempelajarinya sebagai seorang penutur asli, tidakj mungkin hanya melalui
makna dari katakata yang membentuknya. Misalnya seorang asing yang sudah
mengetahui arti makandan tangan, tidak akan memahami makna frasa makan
tangan. Tidak akan terpikir oleh orang asing tersebut, bahwa makan tangan
berarti kena tinju atau beruntung besar. Contoh idiom lain yaitu makan garam,
makan hati, makan suap, dan sebagainya. Oleh sebab itu, sebagai pembicara
kita harus mengenal pendengar dan tidak asal menyebutkan atau
mengungkapkan sebuah idiom, karena belum tentu semua orang atau
pendengar mengerti dengan idiom yang kita ungkapkan. Untuk amannya,
lebih baik hindari idiom-idiom yang tidak dimengerti oleh pendengar.
e.) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.

Bahasa artifisialadalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang


artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam
pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan pernyataan-
pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung
yang tidak perlu disembunyikan. Berikut ini contoh penggunaan kata artifisial:

- Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan,
karena angin pada kemuning.

- Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali
menampakkan bimasakti yang jauh.

Kalimat-kalimat tersebut dapat diganti dengan kalimat yang biasa :

- Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di
daun.

- Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

Dalam karya sastra, memang perlu ditampilkan bahasa yang indah.


Dalam bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa artifisial ini perlu dihindari.
Jika pembicara menggunakan bahasa artifisial, belum tentu pendengar dapat
memahami arti dari bahasa artifisial yang ungkapkan tersebut.

Memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana,


dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.
Syarat kesesuaian kata menurut Widjono Hs.(2012: 126) sebagai berikut :

a.) Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan


penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam
pergaulan. Misalnya:

- hakikat (baku), hakekat (tidak baku)

- konduite (baku), kondite (tidak baku)

b.) Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat.
Misalnya:
- kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan)

c.) Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan


cermat. Misalnya:

- sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar),

- bukan hanya … melainkan juga (benar),

d.) Menggunakan kata dengan nuansa tertentu. Misalnya:

- Berjalan lambat, mengesot, dan merangkak;

- Merah darah, merah hati.

e.) Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan


komunikasi nonilmiah (surat-menyurat,diskusi umum) menggunakan kata
populer. Misalnya:

- argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer);

- psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).

f.) Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis.


Misalnya:

- tulis, baca, kerja(bahasa lisan);

- menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan,


dikerjakan (bahasa tulis).

Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang


hendak ditulis dalam karangan. Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna.
Sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai
dengan situasi yang hendak diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana
batin, emosi, atatu psikis antara penulis dengan pembacanya, pembicara dan
pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan, keprofesionalan, dan situasi
tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis. Oleh karena itu, untuk
menghasilkan karangan yang berkualitas penulis harus memperhatikan
ketepatan dan kesesuaian kata.
Penggunaan kata dalam surat, proposal, laporan, pidato, diskusi ilmiah,
dll harus tepat dan sesuai dengan situasi yang hendak diciptakan. Dalam
karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian,
hasil pemikiran, atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi merupakan faktor
penting dalam menentukan kualitas suatu karangan. Pilihan kata yang tidak
tepat dapat menurunkan kualitas suatu karangan.

Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah


menuntut penguasaan: (1) keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang
digunakan; (2) wawasan ilmu yang ditulis; (3) konsistensi penggunaan sudut
pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan
salah penafsiran; (4) syarat ketepatan kata; dan (5) syarat kesesuaian kata.

D. Ciri-ciri Diksi
1. Tepat pada pemilihan kata guna mengungkap gagasan ataupun hal yang
diamanatkan.
2. Bisa digunakan untuk membedakan nuansa makna dengan bentuk yang sesuai
terhadap gagasan dan situasi maupun nilai rasa pembacanya.
3. Memakai pembendaharaan kata yang dipunya oleh masyarakat bahasanya serta
bisa menggerakan atau memberdayakan kekayaan itu menjadi sebuah kata yang
jelas.

E. Syarat-syarat Diksi
Agar cerita yang dihasilkan lebih menarik, maka diksi atau pilihan kata yang baik
juga harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim misalnya:
ialah, adalah, dalam pemakaian berbeda beda. Kata ialah harus diikuti sinonim,
bukan definisi formal. Jika menggunakan kata ialah maka harus disertai sinonim.
Manusia ialah orang. ( benar dan cermat) Manusia ialah makhluk yang berakal
budi ( salah, tidak cermaat) Manusia adalah makhluk yang berakal budi. ( benar
dan cermat)
2. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat. Denotasi yaitu kata
yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat
menimbulkan makna yang bermacam macam , lazim digunakan dalam
pergaulan, untuk tujuan estetika dan kesopanan.
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaanny, misalnya :
interferensi (saling mempengaruhi) dan inferensi ( kesimpulan), sarat (penuh,
bunting) dan syarat (ketentuan).
4. Menggunakan kata abstrak dan konkret secara cermat, kata abstrak
(konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan
kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, berenang).
5. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya pria dan laki laki, saya
dan aku, serta buku dan kitab) berhomofon ( misalnya: bang dan bank)
berhomograf (misalnya: apel( buah) dan apel (upacara) teras ( serambi) dan
teras (pejabat) berhomonim ( misalnya buku (tulang) dan buku (kitab).
6. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya:isu (dalam
bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya,kabar angin, desas
desus).
7. Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat. Untuk mendapatkan
pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata
khusus, misalnya: mobil (kata umum) fortuner (kata khusus).
8. Menggunakan kata –kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang
benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
9. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya
secara tepat, misalnya dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya
koordinasi.
10. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri,
jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna
yang tepat dalam kamus, misalnya modern sering diartikan secara
subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih
berarti banyak cakap, suka mengganggu, rewel,bergaya intelektual.

F. Jenis-jenis Diksi dan Contohnya


Berdasarkan leksikal, diksi dibedakan berdasarkan makna leksikalnya atau
makna kamus karena berasal dari kamus bahasa Indonesia. Makna leksikal
merupakan makna jenis-jenis kata yang bersifat konkret dan denotatif serta belum
mengalami perubahan bentuk. Diksi berdasarkan leksikalnya dibedakan menjadi
beberapa jenis lagi, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Sinonim

Sinonim disebut juga padanan kata atau persamaan kata karena memiliki
makna yang sama. Contoh kata sinonim, di antaranya:

1. Pandai: pintar
2. Baju: pakaian
3. Matahari: mentari
4. Buruk: jelek
5. Rajin: giat

Contoh kalimat yang menggunakan sinonim:

1. Dini menjadi anak yang paling pandai di kelas karena rajin belajar
2. Dini menjadi anak yang paling pintar di kelas karena giat belajar

Kedua kalimat tersebut menggunakan kata atau diksi yang berbeda pada
pilihan kata “pandai” dan “rajin”. Namun, keduanya tetap memiliki makna dan
pemahaman yang sama meskipun diganti dengan kata “pintar” dan “giat”.

2. Antonim

Antonim disebut juga sebagai lawan kata atau perbedaan kata karena memiliki
makna yang berlawanan. Contoh kata antonim, di antaranya:

1. Rajin >< Malas


2. Pintar >< Bodoh
3. Besar >< Kecil
4. Panjang >< Pendek
5. Tua >< Muda

Contoh kalimat yang menggunakan antonim:

1. Dini malas belajar sehingga dia menjadi anak yang bodoh.


2. Dini rajin belajar sehingga dia menjadi anak yang pintar.

Ketika dua kalimat tersebut menggunakan kata yang berlawanan, maka makna
yang disampaikan pun menjadi berbeda dan berlawanan.

3. Homonim

Homonim merupakan jenis kata yang memiliki makna yang berbeda namun
lafal atau pengucapan dan ejaannya sama. Contoh kalimat penerapannya adalah
sebagai berikut:

1. Kalimat 1: Genting rumah bocor sehingga air masuk ke dalam rumah ketika hujan
turun.
2. Kalimat 2: Keadaan di sekolah sedang sangat genting karena murid sekolah lain
tawuran menyerbu sekolah.

Kata “genting” pada kalimat pertama mengandung makna yang menunjukkan


kata benda berupa atap atau genting. Sedangkan kata “genting” pada kalimat kedua
mengandung makna gawat atau mendesak.

4. Homofon

Berbeda dengan homonim, homofon memiliki lafal yang sama, namun makna
dan ejaannya berbeda. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai berikut:

1. Kalimat 1: Aku rindu masa remaja saat masih sekolah dulu.


2. Kalimat 2: Massa demo yang merapat ke gedung DPR semakin banyak.

Kedua kalimat tersebut menggunakan kata “massa dan masa” yang memiliki
pelafalan yang sama namun ejaan dan artinya berbeda. Kata “masa” pada kalimat
pertama memiliki makna saat atau waktu. Sedangkan kata “massa” pada kalimat yang
kedua memiliki makna kumpulan orang dalam jumlah yang banyak.

5. Homograf
Homograf merupakan jenis kata atau diksi yang memiliki ejaan yang sama
namun makna dan lafalnya berbeda. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai
berikut:

1. Kalimat 1: Pagi hari tadi aku sarapan buah apel.


2. Kalimat 2: Setiap pagi sebelum masuk kelas anak-anak harus apel terlebih dahulu.

Kata “apel” pada kalimat pertama diucapkan dengan lafal yang sama seperti
kata me pada kata memukul dan memiliki arti nama buah apel. Sedangkan, kata
“apel” pada kalimat kedua dilafalkan seperti melafalkan ejaan huruf L (el) dan
memiliki arti kumpul.

6. Polisemi

Polisemi merupakan jenis kata yang ejaan dan lafalnya yang sama namun
memiliki banyak arti dan pengertian jika digunakan dalam konteks kalimat yang
berbeda. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai berikut:

1. Kalimat 1: Risna menanam bunga melati yang sangat harum baunya.


2. Kalimat 2: Risna memiliki paras yang sangat cantik sehingga menjadi bunga desa
di kampungnya.
3. Kalimat 3: Bank konvensional memberikan bunga sebesar 10% setiap bulannya.

Kata “bunga” tersebut memiliki ejaan dan lafal yang sama namun memiliki
arti yang banyak dan berbeda-beda. Kalimat pertama mengandung arti nama bunga
atau tanaman. Kalimat kedua mengandung makna kiasan sebagai gadis yang paling
cantik. Kaimat ketiga mengandung makna keuntungan.

7. Hipernim dan Hiponim

Hipernim merupakan kata umum yang menjadi penyebutan kata lainnya


karena dapat mewakili kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata yang terwakili
maknanya oleh kata hipernim. Contoh penerapan kalimatnya adalah sebagai berikut:

1. Pak Tono memelihara banyak sekali burung di rumahnya seperti merpati, beo,
perkutut, dan lain sebagainya.
Hipernim dalam kalimat tersebut adalah “burung” yang mewakili hiponimnya
yaitu “merpati, beo, dan perkutut”.

G. Makna dalam Diksi


1. Makna Denotasi
Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan makna yang
sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus.
Contoh :
-          Adik makan nasi. (Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.)
Contoh Kata lain Makna Denotasi :
-          Adik kecilku sangat suka menggigit jari
-          Zakiyan memiliki seekor sapi perah
-          Tangan adikku terbakar ketika bermain api
-          Kabarnya harga BBM akan naik bulan ini

2.      Makna Konotasi

Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka seharusnya


Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal
yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa
makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna
figuratif, bukan makna konotasi. Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang
atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam
tangan.

Contoh :

-          Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia
selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega
yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang
lain “Jam tangan pak Slesh bagus yah”.

Penjelasan :
Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti
sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja
di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam
Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji.

Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu konotasi positif  merupakan kata yang
memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan, dan konotasi negatif merupakan
kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

Contoh Makna kata Konotasi lainnya :


-          Karena besar kepala, Robert dijauhi teman-temannya (besar kepala:sombong)
-          Alini anak kutu buku dan terus mendapat juara (kutu buku: rajin)
-          Didin sudah tau akal bulus Bejo (akal bulus: licik/ penipu)
-          Dian hanya sebagai sapi perah bagi bosnya (sapi perah: dimanfaatkan saja)
H. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemilihan Diksi

Diksi menjadi salah satu faktor penentu apakah gagasan atau pesan yang ingin
disampaikan bisa sampai dan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Seringkali
karena memiliki keterbatasan kosakata seorang penulis dan pembicara kesulitan untuk
menyampaikan maksudnya.

Tidak hanya memilih diksi yang tepat, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penulisan sebuah kalimat dan paragraf. Unsur-unsur diksi yang
terdiri dari 8 elemen tersebut harus disusun sedemikian rupa agar mudah dipahami
oleh pembaca atau pendengar. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan diksi, di antaranya:

1. Tidak menggunakan pengulangan kata

Pengulangan kata akan membuat kalimat yang dibuat menjadi boros, tidak
efektif, dan terkesan berbelit-belit. Hindari penggunaan kata yang diulang seperti
berikut ini:

1. Rina diminta untuk maju ke depan. (kata maju otomatis digunakan untuk
menuju ke arah depan, sehingga tidak perlu diulang dengan menambahkan
kata ke depan)
2. Jangan mundur ke belakang karena ada parit, nanti kamu jatuh! (kata mundur
otomatis digunakan untuk menunjuk arah ke belakang)
3. Dea sudah membuat rencana yang akan datang untuk liburan selanjutnya.
(kata rencana mengandung arti segala sesuatu yang belum terjadi dan yang
akan terjadi di masa mendatang sehingga tidak perlu ditambahkan akan
datang)

2. Kalimat yang disampaikan harus menggunakan diksi yang ringkas agar tidak
boros kata

Tidak perlu menggunakan kata-kata yang diulang-ulang dan mengandung arti


yang sama dalam sebuah kalimat agar tidak boros kata. Usahakan kalimat yang dibuat
ringkas dan jelas agar lebih mudah dipahami. Berikut ini contoh kalimat yang kurang
tepat dan contoh pembetulannya:

1. Direktur keuangan menyatakan bahwa akibat dari langkah yang diambil pada
bulan lalu mengakibatkan budget keuangan untuk produksi dan operasional
menjadi membengkak. (diksi yang kurang tepat)
2. Direktur keuangan mengatakan, budget keuangan untuk produksi dan
operasional membengkak. (diksi yang tepat)

3. Sederhanakan struktur kalimat

Semakin sederhana kalimat yang dibuat, maka kalimat tersebut akan lebih
mudah dipahami. Sebisa mungkin tidak perlu menggunakan anak kalimat dan
gunakan bahasa radio atau bahasa tutur sehari-hari. Pecahlah ke dalam beberapa
kalimat jika menemukan kalimat yang memiliki anak kalimat.

Berikut ini contoh penerapannya:

1. Tugas mendidik haruslah menjadi tugas bersama antara guru dan orang tua di
rumah sehingga anak-anak mendapatkan panutan yang sesuai baik di sekolah
maupun di rumah. (diksi yang kurang tepat)
2. Guru dan orang tua harus bersama-sama dalam mendidik anak-anak. Sehingga
anak-anak akan mendapatkan panutan yang baik ketika di sekolah dan di
rumah. (diksi yang tepat)
4. Hindari pemborosan kata

Seringkali dalam sebuah kalimat terdapat kata-kata yang sebenarnya tidak


perlu ditulis karena tidak memiliki fungsi sebagai pelengkap maupun pendukung kata
lainnya. Berikut ini contohnya:

1. Hasil daripada pertemuan antara guru dan orang tua Rino kemarin adalah Rino
harus diskors atau dilarang masuk sekolah selama beberapa hari. (kalimat non
baku)
2. Hasil daripada dari pertemuan antara guru dan orang tua Rino kemarin adalah
Rino harus diskors. (kalimat baku)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diksi menurut KBBI Daring adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti yang diharapkan). Pemilihan kata atau diksi lebih luas dari pada apa yang
disusun oleh jalinan kata-kata. Pemilihan kata bukan saja dipergunakan untuk
menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau
gagasan, melainkan juga meliputi persoalan fraseologis, gaya bahasa dan ungkapan
dalam kalimat.

Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya
ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum
digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat
didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini
membicarakan pengucapan dan intonasi dari pada pemilihan kata dan gaya.

Manfaat diksi :

1. Untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas.


2. Untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah.
3. Dapat membedakan secara cermat kata-kata denotatif dan konotatif, bersinonim
dan hampir bersinonim, kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
4. Dapat membedakan kata-kata ciptaan sendiri dan juga kata yang mengutip dari
orang yang terkenal yang belum diterima dimasyarakat.
a. Bagi penulis dan pembicara
Seorang penulis dan pembicara yang baik harus memiliki tujuan yang
benar ketika ingin menyampaikan ide dan gagasannya. Tujuan tersebut
tidak lain adalah sampainya pesan yang akan disampaikan kepada
pembaca dan pendengarnya, baik berupa pemahaman yang benar maupun
respon terkait apa yang disampaikan.
b. Bagi pembaca atau pendengar
Bagi pembaca atau pendengar, hal yang terpenting ketika membaca
atau mendengarkan suatu cerita adalah bagaimana cerita tersebut mudah
dipahami.

Fungsi diksi adalah agar pemilihan kata dan cara penyampaiannya dapat
dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti maksud yang disampaikan.
Diksi juga berfungsi untuk memperindah suatu kalimat. Misalnya diksi dalam suatu
cerita, dengan diksi yang baik maka penyampaian cerita dapat dilakukan secara
runtut, menjelaskan tokoh-tokoh, mendeskripsikan latar dan waktu, dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/13/200016469/mengapa-diksi-
diperlukan-dalam-berbahasa

https://winarialubis.wordpress.com/2019/11/29/diksi-pilihan-kata/amp

https://bahasa.foresteract.com/diksi/2

Anda mungkin juga menyukai