Anda di halaman 1dari 16

DIKSI dan ARTI

Disusun Oleh:
1. Annissa Aprilyani Vinata NIM. 1931410025
2. Dina Wulan Sari NIM. 1931410159
3. Mochamad Iqbal Nizar Zamzami NIM. 1831410134
4. Raka Dwi Wicaksono NIM. 1931410133

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2021
BAB II
DIKSI dan ARTI
2.1. Pengertian Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata yang paling tepat untuk menyampaikan suatu
maksud. Pemilihan kata yang tepat bertujuan untuk memberikan kesan serta pesan
agar mudah diterima dengan lawan bicara. Diksi sangat berguna dalam penulisan
karya tulis seperti puisi, novel, laporan dan sebagainya.
2.2. Fungsi Diksi
Mengacu pada pengertian diksi diatas, fungsi diksi adalah agar pemilihan kata
dan cara penyampaiannya dapat dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti
mengerti maksud yang disampaikan. Diksi juga berfungsi untuk memperindah suatu
kalimat. Misalnya diksi dalam suatu cerita, dengan diksi yang baik maka
penyampaian cerita dapat dilakukan secara runtut, menjelaskan tokoh-tokoh,
mendeskripsikan latar dan waktu, danlain sebagainya.
Adapun berikut ini adalah beberapa fungsi diksi :
1. Memudahkan pembaca atau pendengar dalam memahami dan mengerti apa
yang ingin disampaikan penulis atau pembicara
2. Kata yang disampaikan menjadi lebih jelas sehingga terasa tepat dan sesuai
dalam konteks penggunaannya
3. Mengantisipasi terjadinya interpretasi atau tafsiran yang berbeda antara
penyampai kalimat dengan penerimanya
4. Diksi yang bagus dan sesuai dapat digunakan untuk memperindah kalimat
sehingga cerita yang dibuat bisa lebih runtut dengan mendeskripsikan karakter
tokoh, latar dan waktu, serta alur cerita
5. Untuk menggambarkan ekspresi terhadap ide dan gagasan yang akan
disampaikan
6. Membuat komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif dan efisien

1
2.3. Kaidah Penulisan – Memilih Kata (Diksi)
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang berdiri sendiri dan mempunyai
Makna. Kata terbentuk dari gabungan huruf yang sudah memiliki makna. Perhatikan
kata bunga, mobil, ambil, makan. Kata-kata tersebut merupakan kata, karena setiap
kata memiliki makna.
Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa (2009) memberikan pengertian
bahwa pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh kata-kata
itu. Istilah ini bukan dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai
untuk mengungkapkan sebuah ide gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya
Bahasa dan ungkapkan. Gaya Bahasa sebagai bagian dari diksi dengan ungkapan
yang individualistic atau karakteristik.
Oleh sebab itu keraf menyimpulkan pemakaian kata dalam sebuah karangan adalah
sebagai berikut :
1. Pilihan kata mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, ungkapan, dan gaya bahasa yang sesuai yang
akan diungkapkan penulis itu sendiri.
2. Pilihan kata menuntut kemampuan penulis membedakan secara tepat nuansa
makna dengan gagasan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Karena hal
tersebut bisa jadi memiliki nilai khas tersendiri berdasarkan kemampuan
penulis itu sendiri.
3. Pilihan kata dapat dikatakan berhasil apabila didukung dengan khasanah
pengetahuan dan penguasaan sejumlah besar kosakata yang ditampilkan
dalam sebuah tulisan itu sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh faktor penulis,
apakah penulis banyak membaca refrensi untuk menulis ataukah tidak .
sehingga, pada akhirnya pembacalah yang menjadi juri kelayakan anda dalam
menulis. Oleh sebab itu amatilah hal-hal diatas agar apa yang anda tulis
dengan hasil yang sudah anda tulis memiliki kualitas yang baik bagi pembaca
anda.

2
4. Penguasaan kosakata sebagai dasar dalam kemampuan komunikatif anda
sebagai penulis secara keseluruhan yang berpengaruh pada hasil tulisan anda.
2.4. Manfaat Diksi
Manfaat diksi tidak hanya dirasakan penerima pesan yaitu pembaca dan
pendangar saja, melainkan juga penyampai pesan atau gagasan tersebut. Adapun
berikut beberapa manfaat diksi yang juga wajib untuk kamu ketahui :
2.4.1. Bagi penulis dan pembicara
Seorang penulis dan pembicara yang baik harus memiliki tujuan yang benar
ketika ingin menyampaikan ide gagasannya. Tujuan tersebut tidak lain adalah
sampainya pesan yang akan disampaikan kepada pembaca dan pendengarnya, baik
berupa pemahaman yang benar maupun respon terkait apa yang disampaikan. Diksi
atau pilihan kata yang tepat sangat bermanfaat bagi penulis untuk membedakan antara
kata-kata yang telah ditulisnya dengan kata-kata kutipan orang lain. Diksi yang tepat
juga dapat memudahkan proses menulis agar lebih mengalir dan tidak terkesan
dibuat-buat dengan kalimat yang tidak sesuai konteks.
2.4.2. Bagi pembaca atau pendengar
Bagi pembaca atau pendengar, hal yang terpenting ketika membaca atau
mendengarkan suatu cerita adalah bagaimana cerita tersebut mudah dipahami.
Bahasan yang ringan dan diksi yang tepat biasanya lebih disukai dibandingkan
Bahasa yang berbelit-belit dan alur cerita yang berputar-putar. Dengan pemilihan
diksi yang tepat, diharapkan para pembaca maupun pendengar dapat memahami
dengan lebih baik jika penggunaan diksi sudah sesuai dengan konteksnya.
2.5. Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Diksi
2.5.1. Syarat-Syarat Diksi
Diksi atau piliham kata yang baik juga harus memenuhi beberapa syarat
berikut ini :
1. Ketepatan pemilihan kata ketika menyampaikan suatu gagasan.
2. Pengarang juga harus mempunyai kemampuan untuk membedakan dengan
tepat makna berdasarkan gagasan yang hendak disampaikan. Serta

3
memiliki kemampuan untuk menemukan bentuk yang pas dengan situasi
serta nilai rasa para pembacanya.
3. Dapat menguasai berbagai kosakata serta mampu memanfaatkan kata
menjadi suatu kalimat yang jelas, mudah dimengerti dan lebih efektif
2.5.2. Ciri- Ciri Diksi
Diksi juga memiliki ciri-ciri, antara lain :
1. Tepat pada pemilihan kata guna mengungkap gagasan utama ataupun hal
yang diamanatkan.
2. Bias digunakan untuk membedakan nuansa makna dengan bentuk yang
sesuai terhadap gagasan dan situasi maupun nilai rasa pembacanya.
3. Memakai pembendaharaan kata yang dipunya oleh masyarakat bahasanya
serta bias menggerakan atau memberdayakan kekayaan iu menjadi seuah
kata yang jelas.

2.6 Arti (Makna Kata)


2.6.1. Pengertian Arti
Pengertian arti atau makna dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
yaitu maksud yang terkandung dalam perkataan dan kalimat. Pada umumnya makna
atau arti kata merupakan hubungan antara bunyi ujaran (vocal) dengan hal yang
dimaksudkan dari kata tersebut. Makna dari suatu kata tidak selalu tetap, sehingga
makna kata dalam bentuk lepas tidak selalu sama dengan makna kata tersebut jika
berada di dalam kalimat. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu
kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu
kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka
kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi,1984:19). Kata-kata yang
bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan
berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang
terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah dipahami,
dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan

4
resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata
tertentu. Yakni makna secara literal, dan ini merupakan bagian dari semantik.
2.7. Relasi Makna Kata
Di dalam Bahasa Indonesia, banyak ditemukan suatu kata yang memiliki
hubungan atau relasi semantik dengan kata lain, seperti kesamaan makna, lawan kata,
kegandaan kata, ketercakupan makna, kelainan makna, dan sebagainya. Di bawah ini
akan dijelaskan macam-macam relasi makna tersebut.
2.7.1. Ambiguitas Leksikal
Ambiguitas tingkat leksikal adalah macam ambiguitas yang disebabkan oleh
bentuk leksikal yang dipakai (Dardjowidjojo, 2005:76). Ambiguitas leksikal terjadi
tatkala makna yang dikandung setiap kata dapat memiliki lebih dari satu makna, atau
mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai lingkungan pemakaiannya. Berikut
contoh dari ambiguitas leksikal:
a. Ini bukunya.
b. Masing-masing mendapat satu kursi.
Pada a) kata buku dapat mengandung makna lebih dari satu, sehingga pada
kalimat tersebut tidak jelas yang manakah makna buku dimaksud. Begitu pula
halnya pada b) kata kursi dapat mengandung lebih dari satu makna dan pada
kedua kalimat tersebut tidak ada kejelasan makna apa yang dimaksud.
2.7.2. Sinonim
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu onoma yang berarti “Nama”, dan syn yang berarti “Dengan”. Maka secara
harfiah kata sinonim berarti “Nama lain untuk benda atau hal yang sama” (Chaer,
1990:85). Sinonim atau bisa disebut kegandan makna dapat diartikan sebagai dua
kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama. Dikatakan hampir
sama karena meskipun dua kata tersebut sama, kata tersebut tidak dapat atau kurag
tepat bila menggantikan kata yang lain dalam sebuah kalimat. Contohnya seperti di
bawah ini 
Tikus itu mati diterkam kucing.
Tikus itu meninggal diterkam kucing.

5
Dalam dua kalimat di atas, kita dapat menemukan dua kata yang bersinonim, yaitu
mati dan meninggal. Namun kata “Meninggal” pada kalimat kedua tidak dapat
menggantikan kata “Mati” pada kalimat pertama. Hal ini karena kata “Mati” dapat
digunakan pada semua makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan,
sedangkan kata “Meninggal” hanya digunakan pada manusia.
2.7.3. Antonim
Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti
“Nama”, dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti
“nama lain untuk benda lain pula” (Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering disebut
lawan kata dapat diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang berlawanan
atau bertentangan. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan
makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan
(feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh
konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi.
Misalnya, hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya.
2.7.4. Homonimi, homofoni, homograf
2.7.4.1. Homonimi
Berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti “nama”
dan homo yang artinya “sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan
sebagai “nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85). Homonim
adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan dan lafal yang sama namun
memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata “tongkol” dapat diartikan dua
makna, yakni tongkol yang berarti ikan laut sejenis cakalang yang dapat
dimakan dengan tongkol tangkai tempat butir jagung melekat.
2.7.4.2. Homofoni
Homofoni dari kata (homo berarti sama, fon berarti bunyi). Homofoni
adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan
ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah berbeda (Chaer, 2007: 303). Sehingga,
homofoni merupakan dua kata atau lebih yang memiliki lafal yang sama
walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata “bank” yang berarti

6
lembaga keuangan dan “bang” bermakna kakak laki-laki. Kata “masa” yang
berarti rentang waktu dan “massa” yang berarti kumpulan orang banyak.
2.7.4.3.Homograf
Homograf berasal dari kata (homo berarti sama, grafi berarti tulisan).
Homografi adalah bentuk ujaran yang sama ejaannya, tetapi ucapan dan
maknanya tidak sama (Chaer, 2007: 303). Sehingga, homograf adalah dua kata
atau lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal dan makna yang
berbeda. Misalnya, kata “tahu” (baca “tahu”) yang bermakna salah satu produk
makanan yang berasal dari kedelai, sedangkan “tahu” (baca “tau”) memiliki arti
mengetahui.
2.7.5. Hiponim dan hipernim
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti “nama”
dan hypo berarti “di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “nama yang termasuk di
bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hiponimi dan hipernimi berhubungan satu sama
lain karena hipernim adalah kata umum dan disebut juga sebagai superordinate.
Hipernim mencakup makna yang terkandung dalam hiponim. Misalnya, “ikan, sapi,
kerbau, dan burung” merupakan kata yang bermakna khusus, yaitu hiponim.
Hipernim dari contoh-contoh tersebut adalah “hewan”.
2.7.6. Polisemi
Menurut etimologi kata polisemi berasal dari dua suku kata yaitu “poly” dan
“sema”. Kata poly memiliki arti “banyak” sedangkan sema berarti “tanda”. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kata polisemi adalah sebuah kata yang memiliki lebih dari
satu makna. Misalnya pada kalimat di bawah ini:
a. Saat berdo’a biasanya orang akan menundukkan kepala.
b. Meski umurnya sudah matang namun Dion masih belum mau menikah karena
dia belum siap menjadi kepala rumah tangga.
Kata “kepala” pada huruf a bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher
sedangkan kata “kepala” yang huruf b bermakna pemimpin yang bertanggung jawab
atas kebutuhan sehari-hari. 

7
2.8. Perubahan Makna Kata
2.8.1. Spesialisasi (Penyempitan Makna)
Spesialisasi atau penyempitan makna adalah keadaan atau gejala dimana
sebuah kata yang mulanya memiliki makna yang luas namun kini telah mengalami
penyempitan makna. Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata
yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi
penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja. Contohnya, kata
“sarjana” dulu memiliki makna orang yang pandai, berilmu tinggi. Sedangakan
sekarang bermakna lulusan perguruan tinggi.
2.8.2. Generalisasi (Perluasan Makna)
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit. Sehingga
dapat diartikan perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih
umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contohnya kata “petani” dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan
menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut
dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani
tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
2.8.3. Amelioratif (Peninggian Makna)
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang
baik, positif, dan menguntungkan. Contohnya, kata sahaya, pramunikmat, asisten
rumah tangga, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih
menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.
2.8.4. Peyoratif (Penurunan Makna)
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna
kata pada awal pemakaiannya. Sehingga peyorasi merupakan perubahan yang
membuat makna memiliki pengertian negatif. Contohnya, kata kawin, gerombolan,
oknum, dan lainnya terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.

8
2.8.5. Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-
makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “menurut
kacamata saya, perbuatan tersebut benar.” Kacamata dalam kalimat tersebut
tergolong kata-kata dengan makna asosiatif.
2.8.6. Sinestasia (Pertukaran)
Perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda, dari
indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan
sebagainya. Contohnya pada kalimat, “senyum pria itu sangat manis” kata manis
mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi
bagus, dirasakan oleh indera penglihatan.
2.8.7. Jenis Makna Kata
Berdasarkan tatanan bahasa sebagai berikut :
2.8.7.1. Makna Kontekstual
Makna kontekstual diartikan sebagai makna yang muncul berdasarkan
konteksnya. Adapun konteks yang dimaksud adalah kalimat tempat
dimana contoh kata dasar itu berada. Dalam makna kontekstual, suatu kata dasar
dapat mempunyai makna berbeda-beda tergantung di kalimat mana dia berada.
Contoh dari makna kontekstual dalam kalimat adalah “badan perahu itu kini telah
di cat dengan menggunakan cat warna merah”, dalam kalimat tersebut kata badan
dimaknai sebagai bagian dari suatu benda. 
2.8.7.2. Makna Leksikal
Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus,
istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Makna lesikal ini ialah
makna lambing kebahasaan yang bersifat dasar. Makna jenis ini merujuk pada arti
sebenarnya dari suatu bentuk kebahasaan yang dapat berdiri sendiri tanpa melihat
konteks. Misalnya, batin (hati), belai (usap), cela (cacat).
2.8.7.3. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil perstiwa
tata bahasa, istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata bahasa. Jenis

9
makna ini terjadi akibat adanya afikasi (imbuhan), reduplikasi (pengulangan
kata), komposisi, pembentukan frasa, klausa, serta kalimat. Maka makna
gramatikal disebut juga hubungan intra bahasa harena berkaitan dengan satuan
bahasa lainnya dan maknanya tidak dapat berdiri sendiri. Misalnya, Nosi-an pada
kata gantungan adalah alat.
2.9. Berdasarkan Kebutuhan Pemakai
2.9.1. Makna Denotatif
Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau
menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang mengandung makna
denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu dalam bahasa ilmiah seseorang
ingin menyampaikan gagasannya. Agar gagasan yang disampaikan tidak
menimbulkan tafsiran ganda, ia harus menyampaikan gagasannya dengan kata-kata
yang mengandung makna denotatif.
Makna denotatif ialah makna dasar, umum, apa adanya, netral tidak mencampuri nilai
rasa, dan tidak berupa kiasan Maskurun (1984:10). Makna denotatif adalah makna
dalam alam wajar secara eksplisit maka wajar, yang berarti makna kata yang sesuai
dengan apa adanya, sesuai dengan observasi, hasil pengukuran dan pembatasan
(perera,1991:69). Makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada
sesuatu diluar bahasa atau didasarkan atas konvensi tertentu (kridalaksana, 1993:40).
Menurut Arifin dan Tasai (2010:28), makna denotatif adalah makna dalam alam
wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya.
Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Hal ini
didukung oleh pendapat Alwasilah (2011: 169) yang mengemukakan bahwa denotasi
mengacu kepada makna leksis yang umum dipakai atau singkatnya makna yang
biasa, objektif, belum dibayangi perasaan, nilai, dan rasa tertentu. Dikatakan objektif
sebab makna denotasi ini berlaku umum. Selain itu Berger (2010:65) mengatakan
bahwa makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari
suatu petanda. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan,
misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan.
Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif. Selain itu, Chaer (2009:65-66)

10
menegaskan bahwa makna denotatif (sering juga disebut makna denotasional, makna
konseptual, atau kognitif karena dilihat dari sudut yang lain) pada dasarnya sama
dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai
makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa makna
denotatif adalah makna yang sebenarnya, umum, apa adanya, tidak mencampuri nilai
rasa, dan tidak berupa kiasan. Apabila seseorang mengatakan kaki kirinnya sakit,
maka yang dimaksudkan adalah kakinya yang sebelah kiri sakit.
2.9.2. Makna Asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar diluar
bahasa. Makna ini, berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi
memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa
dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan
berani dan kata buaya berasosiasi dengan jahat atau kejahatan. Kata bermakna
asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan
oleh suatu masyarakat pengguna bahasa yang digunakan untuk menyatakan konsep
lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan atau ciri yang ada konsep asal
kata tersebut. Jadi kata melati yang bermakna konseptual “sejenis bunga kecil-kecil
yang berwarna putih dan berbau harum” digunakan untuk menyatakan perlambang
kesucian, kata merah yang bermakna konseptual “sejenis warna terang yang
menyolok” digunakan untuk menyatakan perlambang keberanian dan kata buaya
yang bermakna konseptual “sejenis binatang reptil buas yang memakan binatang apa
saja termasuk bangkai” digunakan untuk menyatakan perlambang kejahatan atau
penjahat. Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif,
makna reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
a. Makna Kolokatif

11
Makna kolokatif lebih berhubungan dengan penempatan makna dalam frase
sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas pada kelompok farase. Makna
kolokatif adalah makna kata yang ditentukan oleh penggunaannya dalam
kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki makna yang sebenarnya.
b. Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna konseptual
dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu yang bersifat
sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta diperoleh
berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
c. Makna Stilistika
Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau
situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu
sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini.
Mengenai bahasa secara tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata
yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada eaktu komunikasi itu.
d. Makna Afektif
Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang
digunakan dalam berbahasa.
e. Makna Interpretatif
Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan
tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau
mendengarkan (parera,1991:72).
f. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai nilai rasa,
tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap dari suatu zaman, dan
kriteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi tempat duduk, melaikan suatu jabatan
atau kedudukan yang ditempati oleh seseorang. Kursi diartikan sebagai tempat
duduk mengandung makna lugas atau makna denotatif. Kursi yang diartikan

12
suatu jabatan atau kedudukan yang diperoleh seseorang mengandung makna
kiasan atau makna konotatif.

13
DAFTAR PUSTAKA
 Tjiptadi, Bambang. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Cetakana II. Jakarta: Yudistira
 Chaer, Drs. Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
 Herniti, Eneng. 2005. Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga.
 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010, 65.
 Keraf, Dr. Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Flores: Nusa Indah.
 Parera, J. D. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
 Tarigan, Prof. Dr. Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik.
Bandung: Angkasa.
 Tim Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah
Malang. 2010. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah. Malang: UMM Press.
 Widyamartaya. 1995. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta : Kanisius
 Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
 Arifin, Zaenal dan Tasai, Amran. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo
 Berger, Arthur Asa. 2010. Pengantar Semiotika Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana
 Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta
 https://cekpajak.co.id/blog/arti-kata-arti-adalah/
 https://id.wikipedia.org/wiki/Makna#cite_note-1
 http://samsulpenulismuda.blogspot.com/2013/03/relasi-makna-homonimi-
homofoni-homografi.html

14
 https://belajarbahasa.id/artikel/dokumen/450-perbedaan-antara-hiponim-dan-
hipernim-2017-10-30-01-33)
 https://dosenbahasa.com/contoh-kata-polisemi-dan-kalimatnya

15

Anda mungkin juga menyukai