MAKALAH
Di Susun Oleh:
A. Gharizi Akbar (19381071002)
Umar Faruq (19381071016)
Lamhatul Aini (1938102022)
Kholilatur Rohmah (19381072021)
Penulis
DAFTAR ISI
i
Kata Pengantari..................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Masalah................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Retorika zaman romawi...................................................................................3
B. Retorika abad pertengahan...............................................................................5
C. Retorika zaman moderen.................................................................................7
D. Perkembangan retorika di indonesia...............................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................... 12
Kesimpulan..........................................................................................................12
Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retorika berasal dari bahasa Inggris “rhetoric” dan bersumber dari
perkataan Latin “rhetorica” yang berarti ilmu bicara. Retorika sebagai suatu
ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum dan akumulatif (Harsoyo
dalam Susanto, 1988:73-74).Rasional, apa yang disampaikan oleh seorang
pembicara harus tersusun secara sistematis dan logis. Empiris berarti
menyajikan fakta-fakta yang dapat diverifikasi oleh pancaindra. Umum artinya
kebenaran yang disampaikan tidak bersifat rahasia dan tidak dirahasiakan
karena memiliki nilai sosial. Akumulatif merupakan perkembangan dari ilmu
yang sudah ada sebelumnya, yaitu penggunaan bahasa secara lisan maupun
tulisan.
Retorika secara sistematis dan metodologis telah dipelajari, diteliti, dan
dipraktekkan oleh Sokrates dan penerusnya. Ada juga yang memberi
pengertian retorika sebagai seni penggunaan bahasa yang efektif. Yang lain
mengatakan retorika sebagai public speaking atau berbicara di depan umum.
Pengertian retorika secara sempit adalah hanya mengenai bicara, sedang
secara luas tentang penggunaan bahasa lisan dan tulisan. Menurut Sunarjo
(1983:49-52), pengertian retorika dapat dilihat dari tinjauan filosofis dan
tinjauan ilmu komunikasi. Secara filosofis, retorika dapat dirunut dari nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Filsuf Aristoteles mempertegas bahwa
emosi manusia bervariasi dan ini dapat dipergunakan oleh seorang orator atau
pembicara untuk mempengaruhi audiensnya. Aristoteles pun memberikan
pengertian bahwa retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai
itu adalah kebenaran dan keadilan yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan
dalam masyarakat. Bagi Aristoteles, retorika memiliki beberapa fungsi, yaitu
pengetahuan yang mendalam tentang retorika dan latihan-latihan yang
dilakukan bisa mencegah retorika.digunakan sebagai alat penipuan, retorika
sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi; retorika sama
halnya dengan dialektik yang dapat memaksa orang untuk berpikir dan
mengajukan pertanyaan .
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Retorika dizaman Romawi?
2. Bagaimana Retorika diabad Pertengahan?
3. Bagaimana Retorika dizaman Moderen?
4. Bagaimana Perkembangan Retorika di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Bagaimana Retorika dizaman Romawi
2. Mengetahui Bagaimana Bagaimana Retorika diabad Pertengahan
3. Mengetahui Bagaimana Retorika dizaman Moderen
4. Mengetahui bagaimana perkembangan retorika di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Retorika Zaman Romawi
1
Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. hal 53
2
Jalaluddin Rakhmat. Retorika modern. Hal 9
3
1. Suasio (anjuran) :
Pada saat itu tujuan berpidato adalah untuk menyadarkan publik tentang hal-hal
yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dan
keputusan yang akan diambil.
2. Dissuasio (penolakan) :
Pada saat itu pidatonya akan lebih condong pada dissuasio apabila terdapat
kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannya dengan undang-undang dan
keadilan.3
a. Investio
Ini merupakan tahap dimana seorang orator harus mencari tema yang akan
dibahas dengan bahasa yang mudah dipahami dan simpel. Dalam hal ini seorang
orator wajib memiliki ketrampilan :
1. Mendidik
2. Membangkitkan kepercayaan
3. Menggerakkan hati
b. Ordo collocatio
Tahap ini adalah tahap dimana orator akan memilih mana yang lebih
penting, mana yang kurang penting. ia juga harus memiliki fokusan terhadap :
1. Exordium (pendahuluan)
3
Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Hal 56
4
2. Narratio (pemaparan)
3. Confirmatio (pembuktian)
4. Reputatio (pertimbangan)
5. Peroratio (penutup)4
Dari sekian pemikiran tentang berretorika menurut Cicero yang tidak jauh
berbeda dengan ilmu retorika bangsa Yunani yang ia praktikkan pada tiap
orasinya mampu membuat seorang pemimpin militer paling menakutkan pada
masanya memuji advokat sekaligus orator ini selepas Cicero berhasil
merampungkan suatu kasus. “Anda telah menemukan satu khazanah retorika, dan
andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh
kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para jendral. Karena
sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia dari pada
memperluas batas-batas kerajaan Romawi.5
4
Ibid hlm. 56
5
Jalaluddin Rakhmat. Retorika modern. Hal 9
5
menyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika
sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu6.
ْ ك الَّ ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُم هّٰللا ُ َما فِ ْي قُلُوْ بِ ِه ْم فَا َ ْع ِرضْ َع ْنهُ ْم َو ِع ٰۤ ُ
ظهُ ْم َوقُلْ لَّهُ ْم فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ِه ْم قَوْ اًل ۢ بَلِ ْي ًغا َ rِول ِٕٕى ا
6
Jalaludin Rakhmat. Retorika Moderen Pendekatan Peraktis, (PT. Remaja
Rosdakarya:Bandung,2004), 10.
7
Ibid., hlm, 11.
6
dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahj al-
Balaghah (Jalan Balaghah).
Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam
peradaban islam. Kaum muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti
retorika. Tetapi warisan retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa abad
pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli balaghah. Sayang, sangat kurang
sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika modern.
Balaghah, beserta ma’ani dan bayan, masih tersembunyi di pesantren-pesantren
dan lembaga-lembaga pendidikan islam tradisional.8
8
Jalaludin Rakhmat. Retorika Moderen Pendekatan Peraktis, (PT. Remaja
Rosdakarya:Bandung,2004), 11.
9
Drs. H.Suisyanto,M.Pd.Retorika dakwah dalam perspektif al-qur’an, hlm16
7
eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis
dalam studi retorika.
Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis,
dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas “teori
pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para
pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan
perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa
Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan
bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi
informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles
Lettres. Di sini ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia
memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas
citarasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang
indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah.
Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi
dipadukan dengan rasio, ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber
kenikmatan. Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama
memusatkan perhatian mereka pada persiapan pidato pada penyusunan pesan dan
penggunaan bahasa. Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis justru menekankan
teknik penyampaian pidato.10
1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosa kata bahasa yang dikuasainya.
Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif, semakin mampu
memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pikiran.
10
Drs. H.Suisyanto,M.Pd.Retorika dakwah dalam perspektif al-qur’an, hlm 18-19.
8
konotasi yang berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi bidang fonologi,
morfologi, dan sintaksis.
9
budaya yaitu ucapan saat meminang, pernikahan, kelahiran, dan kematian. Setiap
suku bangsa Indonesia memiliki adat tersendiri, cara berkomunikasi antar dua
suku menggambarkan kemampuan berbicara. Dari sinilah, retorika klasik di
Indonesia dimulai.11
Tokoh tersebut adalah seorang tokoh yang serbabisa, penerjemah, ahli syair,
sastrawan, diplomat, filsuf, dan ulama. H. Agus Salim menunjukkan kecintaannya
terhadap bahasa Indonesia di sidang dewan rakyat sehingga menggegerkan
Belanda.
Tokoh Ir. Soekarno adalah ahli dalam berpidato yang dikenal di seluruh Dunia.
Memiliki kemampuan berpidato yang luar biasa. Bung Karno tidak pernah
membaca naskah pada saat berpidato. Pidatonya yang terkenal berjudul
“nawaksara”.
Buya Hamka adalah tokoh atau ahli retorika Indonesia. Seorang ulama, aktivis
politik dan seorang penulis terkenal. Bahkan beliau memiliki kemampuan
otodidak (kemampuan dari hasil belajar sendiri) yaitu menulis, tetapi juga di
berbagai ilmu filsafat, sastra, sejarah, sosial, dan politik serta mahir berbahasa
Arab. Untuk mengasah berpidato, beliau bertukar pikiran dengan H.O.S.
Cokroaminoto dan Raden Mas Suryoparonoto.
11
Reni Alfiatin, Zaman Modern dan di Indonesia, (Jakarta: CV Pustaka, 2014), 34.
10
d. Bung Tomo (1920:1981)
Tokoh Bung Tomo sangat tekenal dengan ketajaman kata-katanya. Pada tahun
1970, beliau berbeda pendapat dengan pemerintahan orde baru, Beliau berbicara
keras terhadap pemerintahan Soeharto. Akhirnya, beliau ditahan karena
kritikannya yang pedas Itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
Berdasarkan pengertiannya retorika adalah seni penggunaan bahasa secara
efektif.
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan
dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada
dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan
sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai habis).
Retorika modern harus disampaikan secara efektif dan efisien dan lebih
ditekankan kepada berbahasa secara tertulis, dengan tidak mengabaikan
kemampuan secara lisan. Aliran pertama retorika dalam masa modern yaitu aliran
epistemologis dan aliran kedua yaitu dikenal sebagai gerakan belles lettres, aliran
ketiga disebut gerakan elokusionis. Pada abad kedua puluh, retorika mengambil
manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu
perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh
speech, speech communication, atau oral communication, atau public speaking.
2. Ir. Soekarno
3. Buya Hamka
4. Bung Tomo
B. Saran
Makalah ini tersusun dengan beberapa referensi yang dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Namun tim penulis juga menyadari adanya kekurangan
12
dalam dalam makalah ini. Oleh karenanya tim penulis mengharapkan adanya
saran dan masukan dari para pembaca semua untuk perbaikan dan kesempurnaan
makalah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
14