Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN RETORIKA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Retorika


yang diampu oleh: Liana Rachmatul Wahidah, M. Pd

Di Susun Oleh:
A. Gharizi Akbar (19381071002)
Umar Faruq (19381071016)
Lamhatul Aini (1938102022)
Kholilatur Rohmah (19381072021)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb


Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah dan
Perkembangan Retorika”
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Retorika.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Liana Rachmatul Wahidah, M. Pd.
Selaku dosen pembimbing mata kuliah Retorika dan kepada segenap
pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah
ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pamekasan, 18 September 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
Kata Pengantari..................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Masalah................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Retorika zaman romawi...................................................................................3
B. Retorika abad pertengahan...............................................................................5
C. Retorika zaman moderen.................................................................................7
D. Perkembangan retorika di indonesia...............................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................... 12
Kesimpulan..........................................................................................................12
Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retorika berasal dari bahasa Inggris “rhetoric” dan bersumber dari
perkataan Latin “rhetorica” yang berarti ilmu bicara. Retorika sebagai suatu
ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum dan akumulatif (Harsoyo
dalam Susanto, 1988:73-74).Rasional, apa yang disampaikan oleh seorang
pembicara harus tersusun secara sistematis dan logis. Empiris berarti
menyajikan fakta-fakta yang dapat diverifikasi oleh pancaindra. Umum artinya
kebenaran yang disampaikan tidak bersifat rahasia dan tidak dirahasiakan
karena memiliki nilai sosial. Akumulatif merupakan perkembangan dari ilmu
yang sudah ada sebelumnya, yaitu penggunaan bahasa secara lisan maupun
tulisan.
Retorika secara sistematis dan metodologis telah dipelajari, diteliti, dan
dipraktekkan oleh Sokrates dan penerusnya. Ada juga yang memberi
pengertian retorika sebagai seni penggunaan bahasa yang efektif. Yang lain
mengatakan retorika sebagai public speaking atau berbicara di depan umum.
Pengertian retorika secara sempit adalah hanya mengenai bicara, sedang
secara luas tentang penggunaan bahasa lisan dan tulisan. Menurut Sunarjo
(1983:49-52), pengertian retorika dapat dilihat dari tinjauan filosofis dan
tinjauan ilmu komunikasi. Secara filosofis, retorika dapat dirunut dari nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Filsuf Aristoteles mempertegas bahwa
emosi manusia bervariasi dan ini dapat dipergunakan oleh seorang orator atau
pembicara untuk mempengaruhi audiensnya. Aristoteles pun memberikan
pengertian bahwa retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai
itu adalah kebenaran dan keadilan yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan
dalam masyarakat. Bagi Aristoteles, retorika memiliki beberapa fungsi, yaitu
pengetahuan yang mendalam tentang retorika dan latihan-latihan yang
dilakukan bisa mencegah retorika.digunakan sebagai alat penipuan, retorika
sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi; retorika sama
halnya dengan dialektik yang dapat memaksa orang untuk berpikir dan
mengajukan pertanyaan .

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Retorika dizaman Romawi?
2. Bagaimana Retorika diabad Pertengahan?
3. Bagaimana Retorika dizaman Moderen?
4. Bagaimana Perkembangan Retorika di Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Bagaimana Retorika dizaman Romawi
2. Mengetahui Bagaimana Bagaimana Retorika diabad Pertengahan
3. Mengetahui Bagaimana Retorika dizaman Moderen
4. Mengetahui bagaimana perkembangan retorika di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Retorika Zaman Romawi

Berdasarkan pengertiannya retorika adalah seni penggunaan bahasa secara


1
efektif. Jika ditinjau dari awal mula adanya ilmu retorika adalah pada masa 480-
370 SM. Yunani menculat tinggi dalam bidang ilmu tersebut begitu Yunani
melahirkan satu orator ulung yang hingga saat ini namanya masih melegenda,
Aristoteles. Ia juga mendapatkan gelar De Arte Rethorica.

Hingga pada tahun 106-43 SM Romawi turut antusias mengikuti jejak


Yunani. Meskipun setelah seratus tahun dari masa Aristoteles Romawi belum
dapat mengembangkan ilmu Retorika, namun kekaisaran Romawi telah
menunjukkan sikap semangat belajar dengan bukti dibangunnya banyak sekolah-
sekolah retorika yang akhirnya melahirkan banyak orator-orator ulung.
Diantaranya : Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Dari keempat tokoh tersebut
yang termasyhur adalah Hortensius. Ia terkenal sebagai seorang orator yang
banyak diminati para artis dalam penyampaian bahasa dan gerak tubuh saat
menyampaikan bahasa tersebut. Selain dari pada itu Hortensius juga merupakan
seorang advokat kelas tinggi pada masanya.

Pada tahun 45-44 SM muncullah seorang negarawan baru. Seorang


cendekiawan yang mampu menyempurnakan cara berretorika Hortensius, Marcus
Tulius Cicero. Ia tak hanya ulung dalam berretorika secara lisan, namun ia juga
pandai dalam menuangkan ilmu pengetahuannya ke dalam tulisan. Banyak buku-
buku filsafat dan lima buku retorika yang berhasil ia tuliskan hanya dalam waktu
dua tahun.

Dalam berretorika Cicero sendiri lebih banyak merujuk pada seorang


filosof besar bernama Socrates. Ia beranggapan bahwa efek pidato akan baik, bila
yang berpidato adalah orang baik juga. The good man speaks well. 2 Seperti yang
ia terangkan pula dalam salah satu karya termasyhurnya ‘De Oratore’.

Menurut Cicero retorika mempunyai dua tujuan penting:

1
Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. hal 53

2
Jalaluddin Rakhmat. Retorika modern. Hal 9

3
1. Suasio (anjuran) :

Pada saat itu tujuan berpidato adalah untuk menyadarkan publik tentang hal-hal
yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dan
keputusan yang akan diambil.

2. Dissuasio (penolakan) :

Pada saat itu pidatonya akan lebih condong pada dissuasio apabila terdapat
kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannya dengan undang-undang dan
keadilan.3

Dalam bukunya juga ia mengajarkan bagaimana orasi akan sampai pada


tujuan, yaitu persuasi. Ia menganjurkan para orator untuk memegang teguh
kesusilaan dan kebenaran sebab itu merupakan komponen penting dalam
berhasilnya satu orasi. Sebab kepribadian terpercayapun merupakan salah satu
syarat penting bagi seorang orator.

Dalam pelaksanaannya retorika harus mencangkup dua hal:

a. Investio

Ini merupakan tahap dimana seorang orator harus mencari tema yang akan
dibahas dengan bahasa yang mudah dipahami dan simpel. Dalam hal ini seorang
orator wajib memiliki ketrampilan :

1. Mendidik

2. Membangkitkan kepercayaan

3. Menggerakkan hati

b. Ordo collocatio

Tahap ini adalah tahap dimana orator akan memilih mana yang lebih
penting, mana yang kurang penting. ia juga harus memiliki fokusan terhadap :

1. Exordium (pendahuluan)

3
Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Hal 56

4
2. Narratio (pemaparan)

3. Confirmatio (pembuktian)

4. Reputatio (pertimbangan)

5. Peroratio (penutup)4

Dari sekian pemikiran tentang berretorika menurut Cicero yang tidak jauh
berbeda dengan ilmu retorika bangsa Yunani yang ia praktikkan pada tiap
orasinya mampu membuat seorang pemimpin militer paling menakutkan pada
masanya memuji advokat sekaligus orator ini selepas Cicero berhasil
merampungkan suatu kasus. “Anda telah menemukan satu khazanah retorika, dan
andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh
kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para jendral. Karena
sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia dari pada
memperluas batas-batas kerajaan Romawi.5

B. Retorika Abad Pertengahan


Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan
dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada
dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan
sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai habis). Retorika subur pada
cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi Romawi mengalami
kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan, “membicarakan”
diganti dengan “menembak”. Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para
kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara.

Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika.


Ketika agama kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah.
Banyak orang kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan
oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila orang
memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk

4
Ibid hlm. 56

5
Jalaluddin Rakhmat. Retorika modern. Hal 9

5
menyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika
sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu6.

Dalam On Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para


pengkhotbah harus sanggup mengajar, menggembirakan, dan menggerakkan yang
oleh Cicero disebut sebagai kewajiban orator. Untuk mencapai tujuan Kristen,
yakni mengungkapkan kebenaran, kita harus mempelajari tekhnik penyampaian
pesan.

Suatu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi


menyampaikan firman Tuhan

ْ ‫ك الَّ ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُم هّٰللا ُ َما فِ ْي قُلُوْ بِ ِه ْم فَا َ ْع ِرضْ َع ْنهُ ْم َو ِع‬ ٰۤ ُ
‫ظهُ ْم َوقُلْ لَّهُ ْم فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ِه ْم قَوْ اًل ۢ بَلِ ْي ًغا‬ َ rِ‫ول ِٕٕى‬ ‫ا‬

“Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan


yang menyentuh jiwa mereka” (An nisa’:63).

Muhammad SAW bersabda, memperteguh firman Tuhan ini,


“Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”.7

Ia sendiri seorang pembicara yang fasih dengan kata-ata singkat yang


mengandung makna padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering
menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia
tidak hanya menyentuh hati, ia juga mengimbau akal para pendengarnya. Ia sangat
memperhatikan orangorang yang dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya
dengan keadaan mereka. Ada ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan
menamainya Madinat al-Balaghah (kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang
paling dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti
dilukiskan Thomas Carlyle, “every antagonist in the combats of tongue or of
sword was subdited by his eloquence an valor”. Pada Ali Bin Abi Thalib,
kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya

6
Jalaludin Rakhmat. Retorika Moderen Pendekatan Peraktis, (PT. Remaja
Rosdakarya:Bandung,2004), 10.

7
Ibid., hlm, 11.

6
dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahj al-
Balaghah (Jalan Balaghah).

Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam
peradaban islam. Kaum muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti
retorika. Tetapi warisan retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa abad
pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli balaghah. Sayang, sangat kurang
sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika modern.
Balaghah, beserta ma’ani dan bayan, masih tersembunyi di pesantren-pesantren
dan lembaga-lembaga pendidikan islam tradisional.8

C. Retorika Zaman Modern

Retorika modern diartikan sebagai seni berbicara atau kemampuan untuk


berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga efektivitas penyampaian
pesan dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik atau keterampilan berbicara
komunikator. Berbahasa secara efektif diarahkan kepada hasil yang akan dicapai
penulis dan pembaca, bahwa amanat yang ingin disampaikan dapat diterima dan
utuh. Sedangkan secara efisien dimaksudkan bahwa alat atau cara yang
dipergunakan untuk menyampaikan suatu amanat dapat membawa hasil yang
besar, sehingga penulis dan pembicara tidak perlu mengulang dan berlebihan
dalam penyampaian. Sehingga retorika modern lebih mengedepankan bahasa
tertulis tanpa mengesampingkan bahasa lisan.9

Sejarah retorika zaman moderen

Pertemuan orang Eropa dengan Islam dalam Perang Salib menimbulkan


Renaissance. Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang
membangun jembatan, menghubungkan Renaissance dengan retorika modern
adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode

8
Jalaludin Rakhmat. Retorika Moderen Pendekatan Peraktis, (PT. Remaja
Rosdakarya:Bandung,2004), 11.

9
Drs. H.Suisyanto,M.Pd.Retorika dakwah dalam perspektif al-qur’an, hlm16

7
eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis
dalam studi retorika.

Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis,
dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas “teori
pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para
pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan
perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).

Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa
Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan
bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi
informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles
Lettres. Di sini ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia
memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas
citarasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang
indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah.
Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi
dipadukan dengan rasio, ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber
kenikmatan. Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama
memusatkan perhatian mereka pada persiapan pidato pada penyusunan pesan dan
penggunaan bahasa. Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis justru menekankan
teknik penyampaian pidato.10

Adapun prinsip-prinsip dasar retorika modern antara lain sebagai berikut :

1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosa kata bahasa yang dikuasainya.
Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif, semakin mampu
memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pikiran.

2. Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan


penulis mempergunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan

10
Drs. H.Suisyanto,M.Pd.Retorika dakwah dalam perspektif al-qur’an, hlm 18-19.

8
konotasi yang berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi bidang fonologi,
morfologi, dan sintaksis.

3. Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa, dan mampu


menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih memudahkan penyampaian
pikiran penulis.

4. Memiliki kemampuan penalaran yang baik, sehingga pikiran penulis dapat


disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.

5. Mengenal ketentuan-ketentuan teknis penyusunan komposisi tertulis,


sehingga mudah dibaca dan dipahami, disamping bentuknya dapat menarik
pembaca. Ketentuan teknis disini dimaksudkan dengan: masalah pengetikan/
pencetakan, cara penyusunan bibliografi, cara mengutip, dan sebagainya.

6. Dengan demikian pencorakan komposisi dalam retorika modern akan


meliputi bentuk karangan yang disebut: eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan
narasi.

7. Eksposisi adalah suatu bentuk retorika yang tujuannya adalah memperluas


pengetahuan pembaca, agar pembaca tahu mengenai apa yang diuraikan.

8. Argumentasi merupakan teknik untuk berusaha mengubah dan


mempengaruhi sikap pembaca.

9. Deskripsi menggambarkan obyek uraian sedemikian rupa sehingga barang


atau hal tersebut seolah-olah berada di depan mata pembaca.

10. Narasi merupakan teknik retorika untuk mengisahkan kejadian –kejadian


yang ingin disampaikan penulis sedemikian rupa, sehingga pembaca merasakan
seolah-olah ia sendiri yang mengalami peristiwa tersebut.

D. Perkembangan Retorika di Indonesia

Informasi tentang perkembangan retorika di Indonesia masa lampau sangat


sedikit, sumber dan  referensi yang lengkap pun susah ditemukan. Hanya kegiatan
bertutur di upacara-upacara adat yang dapat dipahami. Yang merupakan warisan

9
budaya yaitu ucapan saat meminang, pernikahan, kelahiran, dan kematian. Setiap
suku bangsa Indonesia memiliki adat tersendiri, cara berkomunikasi antar dua
suku menggambarkan kemampuan berbicara. Dari sinilah, retorika klasik di
Indonesia dimulai.11

            Sejak abad ke-16 pada masa penjajahan Belanda, Indonesia sudah


mempunyai beberapa tokoh-tokoh retorika yang menjadi utusan (yang
bertanggung jawab) pada permusyawaratan (berunding) untuk bertukar pendapat
mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama mengenai retorika. Beberapa
tokoh-tokoh Indonesia yang terkenal dengan kemampuan berbicaranya, yaitu:

a.  H. Agus Salim berasal dari Sumatra Barat

Tokoh tersebut adalah seorang tokoh yang serbabisa, penerjemah, ahli syair,
sastrawan, diplomat, filsuf, dan ulama. H. Agus Salim menunjukkan kecintaannya
terhadap bahasa Indonesia di sidang dewan rakyat sehingga menggegerkan
Belanda.

b.      Ir. Soekarno

Tokoh Ir. Soekarno adalah ahli dalam berpidato yang dikenal di seluruh Dunia.
Memiliki kemampuan berpidato yang luar biasa. Bung Karno tidak pernah
membaca naskah pada saat berpidato. Pidatonya yang terkenal berjudul
“nawaksara”.

c.       Buya Hamka (1908-1981)

Buya Hamka adalah tokoh atau ahli retorika Indonesia. Seorang ulama, aktivis
politik dan seorang penulis terkenal. Bahkan beliau memiliki kemampuan
otodidak (kemampuan dari hasil belajar sendiri) yaitu menulis, tetapi juga di
berbagai ilmu filsafat, sastra, sejarah, sosial, dan politik serta mahir berbahasa
Arab. Untuk mengasah berpidato, beliau bertukar pikiran dengan H.O.S.
Cokroaminoto dan Raden Mas Suryoparonoto.

11
Reni Alfiatin, Zaman Modern dan di Indonesia, (Jakarta: CV Pustaka, 2014), 34.

10
d.      Bung Tomo (1920:1981)

Tokoh Bung Tomo sangat tekenal dengan ketajaman kata-katanya. Pada tahun
1970, beliau berbeda pendapat dengan pemerintahan orde baru, Beliau berbicara
keras terhadap pemerintahan Soeharto. Akhirnya, beliau ditahan karena
kritikannya yang pedas Itu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Berdasarkan pengertiannya retorika adalah seni penggunaan bahasa secara
efektif.
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan
dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada
dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan
sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai habis).
Retorika modern harus disampaikan secara efektif dan efisien dan lebih
ditekankan kepada berbahasa secara tertulis, dengan tidak mengabaikan
kemampuan secara lisan. Aliran pertama retorika dalam masa modern yaitu aliran
epistemologis dan aliran kedua yaitu dikenal sebagai gerakan belles lettres, aliran
ketiga disebut gerakan elokusionis. Pada abad kedua puluh, retorika mengambil
manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu
perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh
speech, speech communication, atau oral communication, atau public speaking.

Informasi tentang perkembangan retorika di Indonesia masa lampau sangat


sedikit, sumber dan  referensi yang lengkap pun susah ditemukan. Hanya kegiatan
bertutur di upacara-upacara adat yang dapat dipahami. Yang merupakan warisan
budaya yaitu ucapan saat meminang, pernikahan, kelahiran, dan kematian.

Beberapa tokoh-tokoh Indonesia yang terkenal dengan kemampuan


berbicaranya, yaitu:

1. H. Agus Salim berasal dari Sumatra Barat

2. Ir. Soekarno

3. Buya Hamka
4. Bung Tomo

B. Saran
Makalah ini tersusun dengan beberapa referensi yang dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Namun tim penulis juga menyadari adanya kekurangan

12
dalam dalam makalah ini. Oleh karenanya tim penulis mengharapkan adanya
saran dan masukan dari para pembaca semua untuk perbaikan dan kesempurnaan
makalah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Prof. DRS. Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.

Jalaluddin Rakhmat. Retorika modern.

Jalaludin Rakhmat. Retorika Moderen Pendekatan Peraktis, (PT. Remaja


Rosdakarya:Bandung,2004),

Drs. H.Suisyanto,M.Pd.Retorika dakwah dalam perspektif al-qur’an,

Reni Alfiatin, Zaman Modern dan di Indonesia, (Jakarta: CV Pustaka, 2014)

14

Anda mungkin juga menyukai