PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai
suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda.
Keanekaragaman tersebut terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang
berbeda-beda pula. Kebiasaan hidup itu menjadi budaya serta ciri khas suku bangsa
tertentu. Demi persatuan dan kesatuan, seharusnya kita menyadari dan menghargai
keanekaragaman tersebut sehingga dapat menjadi satu bangsa yang tangguh. Dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, kita jadikan keragaman suku bangsa dan budaya
sebagai salah satu modal dasar dalam pembangunan. Makalah ini akan membahas
salah satu dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, yaitu suku yang berada di
ujung pulau Sumatera,di propinsi Aceh, yakni suku Aceh.
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh
(1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah sebuah propinsi di
Indonesia dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi
yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena
alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara,
Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara
di sebelah tenggara dan selatan. Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Aceh merupakan
kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004.
Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali, yang terberat adalah Banda
Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue. Propinsi Aceh
memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Tamiang, Gayo, Alas, Kluet, Singkil, Pakpak,
Aneuk Jamee, Sigulai, Lekon, Devayan, Haloban dan Nias. Makalah ini akan
membahas khusus untuk suku Aceh, mulai dari letak geografis dan demografi, asal-
mula dan sejarah suku Aceh, bahasa daerah, sistem teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem sosial, kesenian dan sistem religi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Aceh
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam,
Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah
asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh
mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin
hubungan
dengan
kerajaan-kerajaan
di dunia
ke-16,
membiarkan
Belanda
untuk
menjajah Aceh,
kemungkinan
untuk
Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur
pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumatera dengan ibu kota
Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 1903), Aceh telah
mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena
kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan
yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan,
hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
2.
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26
Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil
merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagilagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah
gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam
dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak
pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka
diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada
tahun1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan
bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah
dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda.
Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah
sepenuhnya
direbut
Belanda.
oleh Panglima-panglima
di
Namun
pedalaman
perlawanan
dan
oleh
masih
terus
para Ulama
dilakukan
Aceh sampai
di daerah pesisir
kelompok suku Gayo dan Alas mendiami daerah pedalaman; sedangkan
kelompok suku Siemeulue bermukim di daerah kepulauan.
Selain kelompok-kelompok etnis yang merupakan penduduk asli, terdapat
beberapa kelompok etnis lain yang merupakan penduduk pendatang, antara lain
orang Batak, Jawa, Minangkabau, Ambon, dan Minahasa. Sedangkan bangsa lain
yang menetap di Aceh adalah orang Cina, yang pada umumnya bermukim di
Kotamadya Banda Aceh dan beberapa kota kabupaten lainnya. Orang-orang Cina
ini membuat daerah pemukiman sendiri, namun kehidupan sehari-hari mereka
bisa membaur dengan penduduk asli. Bahkan, diantara mereka ada yang
memeluk Islam dan melakukan perkawinan campur dengan penduduk setempat.
2.3
Bahasa
Bahasa Aceh adalah bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini
dituturkan di Aceh, dominan di sebagian besar wilayah pesisir ujung utara
Sumatera. Bahasa Aceh memiliki hubungan erat dengan kelompok bahasa Cam
di Kamboja dan Vietnam. Contoh:
5
2.4
Sistem Religi
Orang Aceh adalah penganut agama Islam yang taat. Meskipun demikian,
di antara mereka ada yang masih menjalankan praktek kepercayaan animisme
dan dinamisme. Ada orangorang tertentu yang biasa mempraktekkan gunaguna atau ilmu gaib dan kelompok masyarakat yang menjalankan beberapa
uapacara tradisional yang bukan berasal dari agama Islam, seperti kenduri
blang dan kenduri laut. Kenduri blang adalah upacara kesuburan yang biasa
dilakukan setiap tahun oleh masyarakat petani Aceh dan Gayo. Sedangkan
kenduri laut atau upacars turun ke laut diadakan oleh para nelayan Aceh
dalam rangka meminta restu kepad Penguas Laut. Upacara ini masih dapat
ditemukan pada masyarakat desa Ujong Pusong dan Ujong Blang di
kabupaten Aceh Barat. Biasanya seekor kerbau, kepalanya dibuang ke laut,
sedangkan dagingnya dimasak untuk kenduri setelah upacara selesai.
Orang Aceh menganggap dirinya identik dengan Islam. Oleh sebab itu
dalam kehidupan mereka hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan agama
6
merupakan suatu hal yang paling sensitive, sehingga bagi masyarakat Aceh
pada umumnya, yang paling menyinggung perasaan atau dianggap sebagi
penghinaan
adalah
kalau
seseorang
disebut
kafir.
Kendati
yang
bersangkutan belum tentu taat beribadah atau bahkan tidak bertingkah laku
sebagai seorang muslim, namun kalau disebut kafir pasti akan berakibat
panjang.
Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak
semuanya memeluk agama Islam.Agama lain yang dianut oleh penduduk di
Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan
sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan
sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.Selain itu provinsi Aceh
memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di
provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang
menganut agama Islam.
2.5
Sistem Teknologi
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini
bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga
bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramo keu (serambi depan),
seuramo teungoh (serambi tengah) dan seuramo likt (serambi belakang).
Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
Rencong (reuncong) adalah senjata tradisional suku Aceh, bentuknya
menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan
kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau
belati (bukan pisau ataupun pedang). Selain rencong, bangsa Aceh juga
memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti siwah, geuliwang dan
peudeueng.
Selain itu ada jenis senjata tradisonal yang berupa pedang yang
penggunaanya disesuaikan denga kedudukan atau status pemakainya, seperti
pedang daun tebu dan oo ngom yang biasa digunakan oleh panglima-pangliam
perang , serta pedang reudeuh unutk para prajuit kerajaan.
2.6
2.7
Sistem Sosial
Bentuk kekerabatan yang utama dalam masyarakat Aceh adalah keluarga
inti, karena umumnya anggota rumah tangga terdiri dari ayah, ibu dan anakanknya saja. Prinsip garis keturunannya adalah bilineal dan bilateral.
Kelompok kerabat yang paling menonjol adalah keluarga luas uksorilokal,
yaitu pengelompokan keluarga di lingkungan pihak perempuan. Karena
setelah kawin anak akan tinggal beberapa bulan di rumah orang tuanya, tapi
biasanya segera akan membentuk rumah tangga sendiri dekat lingkungan
pihak istri.
Pada masa dulu masyarakat Aceh mengenal beberapa pelapisan sosial. Di
antaranya ada empat yang masih dikenal, yaitu: golongan keluarga sultan,
8
Kesenian
Kesenian Aceh banyak dipengaruhi oleh kebudayaa Islam, namun telah
dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan sosial budaya Aceh
sendiri. Seni Kaligrafi Arab banyak juga berkembang di daerah ini, seperti
terlihat pada berbagai ukiran dan pada relief masjid, rumah dan surau mereka.
Unsur kesenian yang paling menonjol dari suku Aceh adalah seni tari dan bela
diri.
Unsur kesenian yang paling menonjol dari suku Aceh adalah seni tari dan
bela diri. Beberapa jenis tarian yang terkenal adalah:
Tari Seudati, nama tarian ini berasal dari kata Syahadat, yang berarti
saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi
Muhammad utusan Allah. Tarian ini juga termasuk kategori Tribal
9
War
Dance
atau
Tari
Perang,
yang
mana
syairnya
selalu
Seni bela diri tradisional yang terkenal dari Aceh adalah pencak silat.
Kesenian ini merupakan perpaduan antara seni tari dan seni olah
tubuh. Tidak saja orang laki-laki yang boleh membawakan seni bela
diri ini, juga banyak kaum wanita yang melakukannya untuk melatih
gerak dan kelenturan tubuh serta membangkitkan keberanian. Pencak
silat diajarkan sejak masa kanak-kanak dan biasanya pengajarnya
menjadi satu dengan pengajaran mengaji di surau-surau atau masjid.
2.9
10
BAB III
11
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang
beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal
dari luar Indonesia, Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh.
Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang
melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh
berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah dan Agama
Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh
mendapat julukan Serambi Mekah. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal
gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya.
Kelompok etnik Aceh adalah salah satu kelompok "asal" di daerah Aceh
yang kini merupakan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Orang Aceh
merupakan penduduk asli yang tersebar populasinya di Daerah Istimewa Aceh
Di Propinsi D.I. Aceh terdapat pula sedikitnya tujuh sukubangsa lainnya,
yaitu : Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, Simeuleu, Kluet, dan Gumbok
Cadek. Identitas bersama berdasarkan ikatan kebudayaan dan agama
mencerminkan kesatuan suku-suku bangsa di propinsi ini. Dalam pergaulan
antarsuku bangsa jarang sekali penduduk asli Aceh menyebut dirinya orang
Gayo, Alas, Tamiang, dan seterusnya. Mereka lebih suka menyebut diri
sebagai "Orang Aceh.
3.2
Saran
12
Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adat dan budaya kita.
Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya bagi kehidupan
masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang
sebelum kita kita menjaga adat budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita
menjaganya.
BAB IV
13
DAFTAR PUSTAKA
14