Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKHLAK DALAM KELUARGA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan 1
Dosen Pengampu: Alfadl Habibie. M.Ag

Oleh,
Kelompok 6

Elda Febriyani C1986206001


Eni Susilawati C1986206018
Tri Sri Mulyani C1986206073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji  syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Akhlak dalam
Keluarga”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al Islam dan
Kemuhammadiyahan 1 pada program studi pendidikan guru sekolah dasar fakultas keguruan dan
ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam hal isi maupun
sistematika dan teknik penulisan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Demikian semoga laporan ini bisa memberikan manfaat khususnya untuk
penulis dan umumnya bagi pembaca. Aamiin

Tasikmalaya, 23 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2

C. Tujuan Makalah....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3

A. urgensi keluarga dalam hidup manusia................................................................... 3

B. akhlak suami atau istri............................................................................................. 4

C. akhlak orang tua kepada anak.................................................................................. 7

D. akhlak anak terhadap orang tua............................................................................... 7

E. larangan kekerasan dalam rumah tangga................................................................. 10

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 12

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 12

B. Saran.................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau
mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada
semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk
disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu
sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya
memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang
ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di
luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu
akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar
di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan
bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan
santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yang
sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya.
Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka
hal ini tdk hanya berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg
tertuntut utk berakhlak mulia kepada istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami
dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg
paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia sebagai
sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan  utk mendidik anak istri di atas kebaikan sebagai
upaya menjaga mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT.
َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَئِ َكةٌ ِغالَظٌ ِشدَا ٌد الَ يَ ْعصُوْ نَ هللاَ َما أَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ ن‬
َ‫َما ي ُْؤ َمرُوْ ن‬
“Wahai orang – orang  yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka
yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg keras, yg
tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah
berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan
calon kekasih atau terganggu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka, rumusan masalah dari makalah
ini adalah :
1. Bagaimana urgensi keluarga dalam hidup manusia?
2. Bagaimana akhlak suami atau istri?
3. Bagaimana akhlak orang tua kepada anak?
4. Bagaimana akhlak anak terhadap orang tua?
5. Bagaimana larangan kekerasan dalam rumah tangga?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka, tujuan dari makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui urgensi keluarga dalam hidup manusia
2. Untuk mengetahui akhlak suami atau istri
3. Untuk mengetahui akhlak orang tua kepada anak
4. Untuk mengetahui akhlak anak terhadap orang tua
5. Untuk mengetahui larangan kekerasan dalam rumah tangga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia


Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas
suami-isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga
hubungan sosial. Dalam hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan
keluarga inti, sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial
yang diikat oleh saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara
satu dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah.
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan sosiologis. Secara
Psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal
bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi
saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan
pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih
sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan
maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling
membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan
kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu
anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan
hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan
saling memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai
pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu
sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan
garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan,
secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang
tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai
dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat menentukan
berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah
nilai pendidikan.
Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh anak
dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai moral yang
ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan
juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk
memahami berbagai persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat
melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama
yang sudah digariskan.
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak
mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-
nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat
besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua
sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai
agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.
Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti
ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan
sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau
nenek/kakek.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak
belajar berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga
bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial
maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak
diajar mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.
Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham
Maslow juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan
dan minum, kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu
meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya
anak memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang
datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang
dia sendiri canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak
adalah keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki
wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya. Dengan
demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menyesatkan
dirinya.
Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi
sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk
memasuki wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini,
keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan
baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan
anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari pengaruh
lingkungan yang tidak sehat.

B. Akhlak Suami atau Istri


1. Adapun beberapa kewajiban seorang suami kepada seorang istri :
a. Mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-Qur`an, Allah
berfirman;
‫ُوا َشيْئا ً َويَجْ َع َل هّللا ُ فِي ِه َخيْرا‬
ْ ‫ُوف فَإِن َك ِر ْهتُ ُموه َُّن فَ َع َسى أَن تَ ْك َره‬
ِ ‫ً َوعَا ِشرُوه َُّن بِ ْال َم ْعر‬
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka,(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,
‫ َو ِخيَا ُر ُك ْم ِخيَا ُر ُك ْم لِنِ َسائِ ِهم‬،‫أَ ْك َم ُل ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ ِإ ْي َمانًا أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬
“Mukmin yg paling sempurna iman adalah yang paling baik akhlak dan sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
b. Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan istri dan
anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar. Adakalanya
seorang suami menjadi tokoh terpandang di tengah masyarakat, ia mampu dan pandai
sekali berlemah lembut dalam tutur kata, sopan dalam perbuatan tapi gagal
memperlakukan keluarganya sendiri dengan sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.
c. Seorang suami sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh dalam
menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan. Suami tangguh adalah suami yang tidak
mudah terpancing untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang kurang tepat demi
cinta dan rasa sayangnya kepada istri. Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang
suami dalam mengurusi para istrinya.
d. Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan, “Tidak pernah aku
melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”(HR. Muslim).
e. Seorang suami hendaknya mampu mencandainya. Adanya canda dan tawa dalam
kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Bayangkan apa yang terjadi jika
pasangan suami-istri melalui hari-harinya tanpa canda. Lambat laun rumah tangganya
menjadi bak areal pemakaman yang sepi, senyap, hampa.Suami yang ingin menunaikan
hak-hak istrinya akan berusaha mengundang canda, gurauan, yang mencairkan suasana
dengan senyum dan tawa; berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti yang
dilakukan Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.Dalam diri setiap manusia terdapat sifat
kekanak-kanakan, khususunya pada diri seorang wanita. Istri membutuhkan sikap manja
dari suaminya dan karenanya jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami
untuk istrinya.

2. Adapun kewajiban bagi seorang istri kepada suaminya yaitu :


a. Alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat dalam
membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya. Dahulu kala, para
wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau ayahnya, “Berhatilah-hatilah
engkau dari memperoleh harta yang tidak halal. Kami akan sanggup menahan rasa lapar
namun kami tak akan pernah sanggup merasakan siksa api neraka.”
b. Istri shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan hak suami
sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya.Termasuk dalam masalah taat kepada
suami adalah berlaku baik pada ibu mertua. bukanlah istri shalihah yg dinyatakan dlm
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ُ‫َاع ال ُّد ْنيَا ْال َمرْ أَةُ الصَّالِ َحة‬ ٌ ‫ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ ‫ع َو َخ ْي ُر َمت‬
“Sesungguh dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
wanita/istri shalihah.”
Dan bukan istri yg digambarkan Rasulullah SAW kepada ‘Umar ibnul Khaththab
radhiyallahu ‘anhuma:
َ ‫أَالَ أُ ْخبِ ُر‬
‫ إِ َذا نَظَ َر إِلَ ْيهَا َس َّر ْتهُ َوإِ َذا أَ َم َرهَا أَطَا َع ْتهُ َوإِ َذا‬،ُ‫ ْال َمرْ أَةُ الصَّالِ َحة‬،‫ك بِ َخي ِْر َما يَ ْكنِ ُز ْال َمرْ ُء‬
ُ‫َاب َع ْنهَا َحفِظَ ْته‬َ ‫غ‬
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki
yaitu istri shalihah yg bila dipandang akan menyenangkannya bila diperintah akan
menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta dan keluarganya.”
Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya.
Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dalam timbangan nanti di hari penghisaban dan akan
memasukkan pemiliknya ke dlm surga.
c. Istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya mendidik mereka dengan
pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang baik, mendoakan mereka
dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan implementasi bakti istri kepada
suaminya.
d. Karakter istri dengan adab baik adalah tidak mengadukan urusan rumah tangga dan
mengungkit-ungkit perkara yang pernah membuat diri si istri sakit hati dalam pelbagai
forum. Hal yang sering terjadi pada diri seorang wanita yaitu menceritakan keadaan
buruk yang pernah menimpanya kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan
masalah yang melilit dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang terjadi sebaliknya,
keburukan dan aib keluarga justru menjadi konsumsi orang banyak, nama baik suami
dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar tak kunjung ditemukan.
e. Tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari suami.
Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan bersabda, “Hendaknya seorang
wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dengan seizin suami. Jika ia
tetap melakukannya (keluar tanpa izin), Allah dan malaikat-Nya melaknati sampai ia
bertaubat atau kembali pulang ke rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir
dari Abdullah bin Umar).
3. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Hak Bersama Suami Istri. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana
mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21).
a. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
b. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
c. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak


Salah satu nikmat dalam berkeluarga adalah memiliki anak yang saleh. Namun, untuk
membina anak yang saleh, pihak orang tua mempunyai sejumlah tugas dan tanggung jawab
moral yang perlu dipenuhi, di antaranya :
Menjaga dan mendo’akan keselamatan anak, dimulai sejak dalam kandungan rahim
ibunya. Anak memerlukan perhatian sehingga anak dapat lahir dengan sehat wal‘afiyat.
Dianjurkan kepada para orang tua untuk mendo’akan kesehatan dan keselamatan anaknya
dimanapun berada. Seperti yang diajarkan Allah dalam firman-Nya berikut ini :
“Wahai Tuhan kami! Kurniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang menyenangkan
hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. al-Furqan [25]:
74)
1. Mengaqiqahkan dan memberikan nama yang baik, dianjurkan kepada kedua orang tua
untuk menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran bayi dan diberikan nama yang
mengandung arti-arti yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Nama yang paling
disukai Allah adalah yang dimulai dengan abd (kemudian disusul dengan salah satu di
antara nama-nama sifat Allah) atau yang mengandung makna terpuji (seperti Muhammad,
Ahmad, dan sebagainya)“(HR. Muslim)
2. Menyusukan, selama lebih kurang dua tahun anak disusukan oleh ibunya.
3. Memberikan makan, tempat tidur, dan pakaian yang layak, kemudian setelah itu orang tua
berkewajiban memberi anak makan, pakaian, dan tempat tidur secara wajar hingga mereka
bisa dilepas untuk berdiri sendiri.
4. Mengkhitan, ialah memotong kulup atau kulit yang menutupi ujung kemaluan agar
terhindar dari berkumpulnya kotoran di bawah kulup, dan memudahkan pembersihannya
setelah buang air kencing. Sebagian besar ulama mewajibkan atas setiap laki-laki Muslim,
sebaiknya sebelum usia baligh.
5. Memberi ilmu, kedua orang tua wajib memberikan pemahaman dan ilmu baik secara
langsung maupun melalui lembaga pendidikan.
6. Mengawinkan jika sudah mencapai baligh, sebagian dari kewajiban bapak atas anaknya
ialah memberikan nama baik, ajarkan dia menulis, dan kawinkan dia apabila telah dewasa.
7. Berlaku adil. Sebagai orang tua, kasih sayangnya harus diberikan secara adil sesuai
proporsional. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits berikut ini : dari nu’man bin
Basyir r.a, bahwa bapaknya pernah menghadap Rasulullah SAW bersamanya. Di sana
bapaknya berkata ”Sesungguhnya aku telah memberikan pelayan kepada anakku ini,”
Rasulullah kemudian bertanya, apakah anakmu yang lain juga kamu berikan hal yang
sama?’ bapaknya menjawab tidak. Rasulullah bersabda bertaqwalah kepada Allah dan
berbuat adilah kepada anakmu. (HR. Muslim).

D. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua


Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun
tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan
kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan
yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk
menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat.
Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri.
Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita
bayangkan.
Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi
kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik.
Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah SWT mempunyai
peranan yang sangat besar, berbuat baik kepada orang adalah kewajiban dan semestinya
mereka diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing,
berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin
bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa
memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
1. Kewajiban kepada ibu
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak
pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan
menyekolahkannya, disanping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq
(masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka
setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan
mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas
ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan
ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih
berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa
dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat
mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu.
Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan
berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada
mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.
2. Berbuat baik kepada ibu dan bapak
Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya,
dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan
orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat zalim kepada anaknya, dengan
melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau
membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak
meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat
Al-Luqman : 14

ِ ‫ي ْال َم‬
‫صي ُر‬ َ ِ‫ص ْينَا اإْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫صالُهُ فِي عَا َم ْي ِن أَ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْيكَ إِل‬ َّ ‫َو َو‬

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada
anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan
perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada
anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan
berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si
anak tersebut lantaran orang tua
3. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si
anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus
kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering
mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar,
sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang
lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama
ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan
diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan
berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara
sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai pedoman dalam
memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah dalam
surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
4. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada.
Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW,
yang diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis
bersama Nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada
sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan
dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya,
memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada
mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-
beliau itu sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji
kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.
Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka
kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya
dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang
telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia
masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang
tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup,
maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal
dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi
pemuda Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan
tetapi anak yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat
menghayati tanggung jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang
tua terhadap anak dan akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua.
Sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah
kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan anak harus sama-sama memperhatikan tanggung
jawab dan haknya masing-masing, antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya,
supaya akhlak atau etika anak terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai
dengan ajaran agama.

E. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun termasuk dalam kehidupan
rumah tangga. Prinsip yang diajarkan Islam dalam membangun rumah tangga adalah
mawaddah, rahmah dan adalah (kasih, sayang dan adil). Dalam al-Qur'an disebutkan : " Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (Ar-rum: 21). Dalam ayat lain disebutkan
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri [mu], walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung [kepada
yang kamu cintai], sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri [dari kecurangan], maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (An-Nisa: 129).
Allah s.w.t. juga berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S. al-A’râf, 7:56). “Wahai hamba-hamba-Ku, Aku
haramkan kezaliaman terhadap diri-Ku, dan Aku jadikan kezaliman itu juga haram di antara
kamu, maka janganlah kamu saling menzalimi satu sama lain”. (Hadis Qudsi, Riwayat Imam
Muslim).
Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya kekerasan baik fisik
maupun psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada pihak dalam rumah tangga yang merasa
berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau
alasan apapun baik terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan UU PKDRT
No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1
“Kekerasan dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil ‘Alamin, sangat menghargai kepada
semua manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya Islam sebagai agama pembebas dari
ketertindasan dan penistaan kemanusiaan yang membawa misi untuk mengikis habis praktik-
praktik tersebut. Dalam Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah sebagai makhluk
Tuhan yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan seorang manusia tidak
diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau perempuan, tetapi kualitas dan nilai
seseorang diukur dengan kualitas taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat ayat 13).
Hal di atas sangat jelas menggariskan bahwa salah satu tujuan berumah tangga, adalah
untuk menciptakan kehidupan yang penuh ketentraman dan bertabur kasih sayang. Keluarga
sakînah anggota yang ada di dalamnya. Atau keluarga sakînah, mawaddah wa rahmah hanya
bisa terbentuk apabila setiap anggota keluarga berupaya untuk saling menghormati,
menyayangi, dan saling mencintai. Itulah fondasi dasar sebuah keluarga dalam Islam. Maka
kekerasan dalam rumah tangga sangat dicela Islam dan sangat bertentangan dengan nilai-
nailai keislaman.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak
mula-mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana
kehidupan religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya
sehari-hari yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang
berakhlak mulia, budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan
keluarga agama, bangsa dan negara.
B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang lebih kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya.
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan
menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila
bersalah, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius
(membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-
Qur'an).

DAFTAR PUSTAKA

Drs.Nipan, Fuad Kauma.(1997). Membimbing Istri Mendampingi Suami,Yogyakarta: Mitra


Pustaka.
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama,1994 Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern,
Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 107.
Khairuddin, B. (2006). Psikologi Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Puspita, S. (2016). Makalah Akhlak Dalam Keluarga. (Online). Tersedia:
http://siskapuspitadefi.blogspot.com/2016/10/makalah-akhlak-dalam-keluarga.html [22
maret 2020]
Ramayulis. (2001). Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia
Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai